Singkawang sebagai ibukota kabupaten. Posisi first city di tingkat kabupaten menjadi keuntungan bagi Kota Singkawang, karena investasi pembangunan
pendidikan dan kesehatan yang terpusat di wilayah ini. Setelah pemekaran menjadi wilayah administrasi kota, Kota Singkawang mewarisi infrastruktur dan
sarana prasarana sebelumnya.
Gambar 22 Kuadran pola spasial pembangunan manusiasosial di Provinsi Kalimantan Barat.
Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, dan Kabupaten Kayong Utara adalah tiga wilayah yang berada di Kuadran III. Ketiga kota ini memiliki
kemiripan sejarah, yaitu sebagai wilayah induk pemekaran. Kabupaten Sambas mengalami dua kali pemekaran, pemekaran pertama menjadi Kabupaten Sambas
dan Kabupaten Bengkayang, yang kemudian terbentuk lagi wilayah admistrasi baru yaitu Kota Singkawang. Untuk Kabupaten Pontianak mengalami pemekaran
menjadi Kabupaten Kubu Raya, khususnya wilayah-wilayah kecamatan yang bertetangga langsung di bagian barat, selatan dan timur Kota Pontianak. Berbeda
dengan Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kayong Utara adalah hasil pemekaran Kabupaten Ketapang di tahun 2008. Kesamaan sejarah
sebagai wilayah pemekaran merupakan faktor yang menempatkan investasi pendidikan dan kesehatan di ketiga kabupaten ini masih terkategori rendah.
Di kudran II adalah wilayah dengan tingkat pembangunan manusia rendah, sedangkan pembangunan sosialnya terkategori tinggi, yaitu Kabupaten Sintang,
Pola Spasial Pembangunan ManusiaSosial
SAMBAS BENGKAYANG
LANDAK PONTIANAK
SANGGAU KETAPANG
SINTANG KAPUAS HU
SEKADAU MELAWI
KAYONG UTARA KUBU RAYA
KOTA PONTIANAK
SINGKAWANG
-1,8 -1,6 -1,4 -1,2 -1,0 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2
Pembangunan Sosial
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
P e
m b
a n
g u
n a
n M
a n
u si
a
SAMBAS BENGKAYANG
LANDAK PONTIANAK
SANGGAU KETAPANG
SINTANG KAPUAS HUL
SEKADAU MELAWI
KAYONG UTARA KUBU RAYA
KOTA PONTIANAK
SINGKAWANG
Kuadran I Kuadran IV
Kuadran III Kuadran II
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Landak, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten
Bengkayang. Wilayah pada kuadran ini berada di wilayah tengah Provinsi Kalimantan Barat, hanya sebagian kecil dari Kabupaten Bengkayang yang berada
di wilayah pesisir. Keterbatasan investasi pendidikan dan kesehatan di wilayah ini disebabkan banyaknya kecamatan-kecamatan yang terisolasi karena rendahnya
akses jalan ke wilayah-wilayah tersebut dan kepadatan penduduk yang rendah yang berkisar 7-30 jiwakm
2
. Wilayah pada kuadran ini, dapat dikategorikan sebagai wilayah-wilayah yang cukup terbelakang, sehingga dimungkinkan
memiliki tingkat resiko munculnya kejadian kemiskinan.
5.3 Pola Spasial Aktivitas Ekonomi
Peningkatan aktivitas ekonomi berbasis sumber daya lokal adalah upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai syarat keharusan dan
kecukupan dalam mengurangi kemiskinan Siregar, 2006. Oleh karena itu, pola spasial tipologi aktivitas ekonomi dibangun dari konfigurasi sektor pertanian dan
sektor industriperdagangan sebagai sektor penggerak utama perekonomian. Dalam analisis ini, pemetaan sektor-sektor perkotaan dan sektor perdesaan juga
akan muncul dari analisis ini, yaitu dengan terpolarisasinya wilayah kabupatenkota terhadap dua sektor ini.
5.3.1 Konfigurasi Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian
Pada kelompok indikator aktivitas sektor pertanian dibagi kembali dalam aktivitas pertanian padi, tanaman pangan lain, perkebunan, peternakan besarkecil
dan peternakan unggas. Masing-masing indikator akan membangun penciri utama wilayah untuk masing-masing aktivitas di sektor pertanian tersebut. Penciri utama
adalah faktor yang memiliki eigenvalue satu atau lebih, yang menggambarkan faktor yang paling representatif mewakili keseluruhan data yang ditampilkan
dalam analisis ini. Dua variabel yakni pangsa lokal luas panen padi sawah dan padi ladang
membentuk satu penciri luasan panen tanaman padi Idx_AEPadi dengan keragaman 50,61 yang berkorelasi positif dengan pangsa luasan panen padi
sawah dan padi ladang masing-masing sebesar 0,71 Tabel 37. Peningkatan satu unit penciri berkorelasi dengan kenaikan variabel sebesar muatan faktornya.
Tabel 37 Muatan faktor variabel dari penciri konfigurasi sektor pertanian
Kelompok Penciri varian
Penciri varian
Keterangan Faktor
Loading Luas Panen Padi
50,61 Idx_AEPadi
50,61 Pangsa lokal luas panen padi sawah
0,71+ Pangsa lokal luas panen padi ladang
0,71+ Produksi Tanaman
Pangan bukan-padi
64,00 Idx_AEPangf1
27,12 Pangsa produksi Ubi Kayu
0,85+ Idx_AEPangf2
19,47 Pangsa produksi Kacang Hijau
0,78+ Idx_AEPangf3
17,42 Pangsa produksi Jagung
0,88+
Produksi Hasil Perkebunan
68,35 Idx_AEBunf1
20,55 Pangsa lokal produksi kopi
0,72+ Pangsa lokal produksi tanaman
perkebunan lainnya 0,88+
Idx_AEBunf2 18,40
Pangsa lokal produksi karet 0,79+
Pangsa lokal produksi kelapa sawit 0,72+
Idx_AEBunf3 15,16
Pangsa lokal produksi lada 0,81+
Pangsa lokal produksi kakao 0,84+
Idx_AEBunf4 14,24
Pangsa lokal produksi kelapa hybrida 0,83+
Populasi Ternak BesarKecil
62,21 Idx_AETBf1
36,67 Pangsa lokal populasi ternak sapi
0,84+ Idx_AETBf2
25,54 Pangsa lokal populasi ternak babi
0,89+ Populas ternak
Unggas 66,55
Idx_AETUf1 40,07
Pangsa lokal populasi ayam telur 0,90+
Idx_AETUf2 26,48
Pangsa lokal populasi itik 0,89+
Penggunaan Lahan
71,22 Idx_AELahf1
42,93 Pangsa luasan sawah beririgasi teknis
0,83+ Pangsa luasan sawah beririgasi non-
teknis 0,87+
Idx_AELahf2 28,29
Pangsa luasan lahan pertanian non sawah
0,87+ Pangsa luasan lahan non pertanian
0,91+
Subsektor pertanian tanaman pangan selain padi, di Kalimantan Barat, dijumpai pula adanya aktivitas pertanian tanaman pangan lain, seperti jagung, ubi
kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelei. Keenam komoditas tersebut digunakan sebagai variabel penyusun penciri utama aktivitas
tanaman pangan bukan-padi. Variabel-variabel tersebut membentuk tiga penciri yang mewakili 64,00 keragaman data. Penciri pertama Idx_AEPangf1
menunjukkan keragaman 27,12 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal produksi ubi kayu dengan muatan faktor 0,85, yang artinya kenaikan satu unit
penciri pertama menunjukkan kenaikan 0,85 unit pangsa produksi ubi kayu. Penciri ini sekaligus menunjukkan sentra-sentra produksi ubi kayu di Kalimantan
Barat. Penciri kedua dari kelompok tanaman pangan bukan-padi Idx_AEPangf2 menunjukkan keragaman 19,46 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi kacang hijau dengan muatan faktor 0,78. Kenaikan satu unit penciri
kedua menunjukkan kenaikan kenaikan 0,78 unit pangsa produksi kacang hijau. Besaran ini menunjukkan 19,46 wilayah di Kalimantan Barat akan didapati
produksi kacang hijau. Penciri ketiga Idx_AEPangf3 pada kelompok ini menunjukkan keragaman 17,42 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi jagung dengan muatan faktor 0,88, yang artinya kenaikan satu unit penciri ketiga menunjukkan kenaikan kenaikan 0,88 unit pangsa produksi jagung.
Gambaran dari penciri ini adalah 17,42 wilayah kecamatan di Kalimantan Barat mengembangkan produksi tanaman jagung.
Aktifitas perkebunan mencatat enam komoditas utama, dan beberapa komoditas perkebunan lainnya. Komoditas-komoditas tersebut membentuk tujuh
variabel yang akan dianalisis, yakni pangsa lokal produksi karet, kelapa dalam, kelapa hybrida, kelapa sawit, lada, kopi, kakao dan tanaman perkebunan lainnya.
Tujuh variabel direduksi membentuk empat penciri utama yang mewakili 68,35 keragaman data, yang artinya 68,35 wilayah kecamatan di Kalimantan Barat
dijumpai adanya aktivitas sub sektor perkebunan. Penciri pertama Idx_AEBunf1 memiliki keragaman 20,55 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi kopi dan tanaman perkebunan lainnya dengan muatan faktor berturut- turut 0,72 dan 0,88. Kenaikan satu unit penciri pertama berkorelasi dengan
kenaikan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Penciri ini sekaligus menggambarkan bahwa 20,55 kecamatan menunjukkan adanya aktivitas
perkebunan kopi dan hasil perkebunan lainnya. Pada penciri kedua Idx_AEBunf2 menunjukkan keragaman 18,40 yang berkorelasi positif dengan
pangsa lokal produksi karet dan kelapa sawit dengan muatan faktor berturut-turut 0,79 dan 0,72. Kenaikan satu unit penciri kedua berkorelasi dengan kenaikan
variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Dengan demikian karet dan kelapa sawit merupakan komoditas yang dikembangkan pada 18,40 wilayah
kecamatan di Kalimantan Barat. Untuk penciri ketiga Idx_AEBunf3 menunjukkan keragaman 15,16 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi lada dan kakao dengan muatan faktor berturut-turut 0,81 dan 0,84. Kenaikan satu unit penciri ketiga menunjukkan kenaikan variabel penyusunnya
sebesar muatan faktornya. Penciri lainnya, yaitu penciri keempat Idx_AEBunf4 menunjukkan keragaman 14,23 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi Kelapa hybrida dengan muatan faktor 0,83. Kenaikan satu unit penciri keempat berkorelasi dengan kenaikan 0,83 pangsa lokal kelapa hybrida.
Dalam sebaran aktifitas peternakan ternak besar dan kecil, ada empat komoditas ternak yang membentuk empat variabel yang akan dianalisis, yakni
pangsa lokal populasi sapi, kerbau, babi dan kambing. Keempat variabel membentuk dua penciri yang mewakili 62,20 keragaman data, yang
menunjukkan adanya aktivitas peternakan pada 62,20 wilayah kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat. Penciri pertama Idx_AETBf1 menunjukkan
keragaman 30,67 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi ternak sapi dengan muatan faktor 0,84. Kenaikan satu unit penciri pertama menunjukkan
kenaikan 0,84 unit pangsa lokal populasi ternak sapi. Penciri pertama ini, sekaligus memberikan gambaran ditemuinya aktivitas peternakan sapi pada
30,67 kecamatan di Kalimantan Barat. Pada penciri kedua Idx_AETBf2 menunjukkan keragaman 25,54, menunjukkan adanya aktivitas peternakan babi,
dimana pangsa lokal populasi babi berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi ternak babi dengan muatan faktor 0,89. Kenaikan satu unit penciri kedua
berkaitan dengan kenaikan 0,89 unit pangsa lokal populasi ternak babi. Pada aktifitas peternakan unggas, empat komoditas utama membentuk
empat variabel yang akan dianalisis, yakni pangsa lokal populasi ayam daging, ayam telur, ayam buras dan itik. Keempat variabel direduksi membentuk dua
penciri yang mewakili 66,55 keragaman data, atau dapat dikatakan 66,55 wilayah kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat mengembangkan peternakan
unggas. Penciri pertama Idx_AETUf1 merupakan gambaran dari keragaman 40,07 wilayah kecamatan yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi
ayam petelur dengan muatan faktor 0,90, dimana kenaikan satu unit penciri pertama menunjukkan kenaikan 0,90 unit pangsa lokal populasi ayam petelur.
Untuk penciri kedua Idx_AETUf2 menunjukkan keragaman 26,48 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi ternak itik dengan muatan faktor
0,89. Kenaikan satu unit penciri kedua terkait dengan kenaikan 0,89 unit pangsa lokal populasi ternak itik. Penciri ini sekaligus menggambarkan 26,48 wilayah
kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat ditemui adanya aktivitas peternakan itik.
Berlangsungnya suatu aktivitas tidak terlepas dari ketersediaan lahan untuk aktivitas tersebut. Semakin tinggi alokasi penggunaan lahan untuk melakukan
suatu kegiatan, dimungkinkan kegiatan tersebut akan semakin berkembang. Demikian halnya dengan aktivitas ekonomi yang berkembang di Provinsi
Kalimantan Barat, secara umum masih berbasis ketersediaan dan daya dukung lahan. Dari lima kategori alokasi penggunaan lahan dibangun menjadi variabel
penggunaan lahan yang direduksi menjadi dua penciri penggunaan lahan yang mewakili keragaman 71,22 wilayah dengan gambaran ketersediaan penggunaan
lahan. Penciri pertama menunjukkan keragaman 42,93 berkorelasi positif dengan pangsa luasan sawah beririgasi teknis dan non teknis. Setiap kenaikan satu
unit penciri pertama berkorelasi dengan kenaikan 0,83 unit pangsa luasan sawah berigasi teknis dan 0,87 unit pangsa sawah beririgasi non teknis. Penciri ini
menggambarkan bahwa 42,93 wilayah di Kalimantan Barat masih didukung oleh ketersediaan lahan untuk penggunaan sawah. Untuk penciri kedua memiliki
total keragaman 28,29 yang berkorelasi positif dengan pangsa luasan lahan pertanian non sawah dan luasan lahan non pertanian. Kenaikan satu unit penciri
kedua berkaitan dengan kenaikan 0,87 unit pangsa luasan lahan pertanian non sawah dan 0,91 luasan lahan non pertanian.
Penciri-penciri yang
dihasilkan dari
PCA dimanfaatkan
untuk mengklasifikasikan kecamatan berdasarkan kedekatan jarak antar penciri
euclidean distance dengan teknik analisis klaster cluster analysis dengan memanfaatkan factor score unit analisis Lampiran 12. Nilai tengah penciri
menjadi kategori pada tiap klaster seperti yang ditunjukkan pada Gambar 23. Melalui analisis diskriminan sepuluh penciri signifikan menjadi pembeda
dari tiga kelompok yang terbentuk dengan besarnya kemampuan klasifikasi 98,86, artinya hanya 1,14 wilayah kecamatan yang berpeluang
dikelompokkan pada kelompok lain. Setiap klaster menunjukkan tingkat kategori penciri yang beragam, bahkan klasterisasi jenis aktivitas sektor pertanian
terpetakan dari analisis ini. Apabila aktivitas pertanian berbasis lahan merupakan penciri pada klaster 2, maka pada klaster 3 lebih menunjukkan wilayah dengan
penciri utamanya adalah berbasis aktivitas peternakan.