Tipologi POLA SPASIAL KEMISKINAN, PEMBANGUNAN MANUSIASOSIAL, DAN AKTIVITAS EKONOMI DI

dan Kabupaten Ketapang yang sebesar Rp4,29 trilyun. PDRB yang tinggi di kabupaten ini disebabkan akumulasi aktivitas ekonomi dari masing-masing kecamatan di wilayahnya masing-masing, dimana tiga wilayah ini memiliki unit kecamatan terbanyak dibandingkan kabupatenkota lainnya. Meskipun intensitas aktivitas ekonomi baik pertanian maupun industriperdagangan pada tiap-tiap kecamatan terkategori rendah, dengan banyaknya jumlah kecamatan akan menghasilkan total output yang besar di tingkat kabupaten. Tingginya total output kedua kabupaten ini tidak diikuti oleh prestasi pembangunan manusia di kedua wilayah, diduga terjadinya kebocoran wilayah regional leakages yang jika tidak diantisipasi dengan kebijakan pemerintah yang tepat mengakibatkan wilayah ini akan terus tertinggal. Modal yang cukup menguntungkan bagi kabupaten pada tipologi 4 adalah tingginya tingkat pembangunan sosial, sebagaimana wilayah pada tipologi 1, yang memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, karena dukungan kondisi sosial yang relatif kondusif. Peningkatan sarana prasarana masih sangat diperlukan untuk membangun wilayah pada tipologi 4, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor jasa, atau melalui kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan baru di wilayah pada tipologi ini agar tidak ditinggalkan oleh penduduk keluar dari wilayah tersebut.

VI. PEMBANGUNAN MANUSIASOSIAL DAN AKTIVITAS EKONOMI DALAM MENGURANGI KEMISKINAN

DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

6.1 Keterkaitan Variabel-variabel Pembangunan ManusiaSosial dan

Aktivitas Ekonomi, dengan Kemiskinan. Untuk mengetahui sejauhmana setiap variabel-variabel yang mewakili aktivitas Pembangunan Manusiasosial dan aktivitas ekonomi berpengaruh terhadap jumlah keluarga miskin, dikembangkan analisis keterkaitan antara variabel-variabel tersebut yang diwakili oleh indeks kompositnya dengan variabel kemiskinan. Pengamatan perlu dikembangkan dengan melihat pula adanya pengaruh faktor spasial yang mempengaruhi keterkaitan tersebut dengan menggunakan Spatial Durbin Model Lampiran 16. Model yang dihasilkan dalam analisis ini menggunakan variabel-variabel yang p- levelnya lebih kecil dari level nyata α = 0,05, yang berarti setiap variabel dalam persamaan berpengaruh signifikan terhadap perubahan jumlah keluarga miskin, dengan koefisien determinasi 92,46 dan intersep sebesar 0,0387. Variabel-variabel yang berpengaruh baik di wilayah sendiri maupun di wilayah terkait, dan arah pengaruhnya disajikan dalam Tabel 45. Tabel 45 Tabel Keterkaitan Kemiskinan, Pembangunan ManusiaSosial dan Aktifitas Ekonomi Kelompok Variabel Keadaan Keterangan Parameter Arah Pengaruh Parameter instrumen daerah sendiri Idx_SDMCf2 Pangsa penduduk cacat eksKusta Sangat nyata, tidak elastis Meningkat Idx_SDSFDF Lf1 Pangsa SLB Swasta Nyata, tidak elastis Meningkat Pangsa Pesantren Pangsa Madrasah Ibtidaiyah Swasta Idx_SDSFDF Lf2 Pangsa Sekolah Seminari Swasta Nyata, tidak elastis Meningkat Idx_SDS Apkamf1 Ratio Bantuan Bintara Desa Babinsa per pernduduk Sangat nyata, tidak elastis Menurun Ratio Polisi Pelayanan Masyarakat per penduduk Idx_SDSFIf2 Pangsa Gereja Kristen Sangat nyata, Elastis Meningkat Pangsa Gereja Katolik Idx_AEPang f3 Pangsa produksi Jagung Sangat nyata, tidak elastis Menurun Kelompok Variabel Keadaan Keterangan Parameter Arah Pengaruh Idx_AETUf2 Pangsa lokal populasi itik Nyata, tidak elastis Meningkat Idx_AEIRTf2 Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan kayu Nyata, tidak elastis Meningkat Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan logam Idx_AEIRTf3 Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan kulit Sangat nyata, tidak elastis Menurun Idx_AEDHRf 2 Pangsa lokal motelpenginapan lain Sangat nyata, tidak elastis Meningkat Idx_AEDHR f3 Pangsa lokal kios tani non KUD Nyata, tidak elastis Meningkat Idx_AEIUD Pangsa lokal jumlah perdagangan besar Nyata, tidak elastis Meningkat Pangsa lokal jumlah perdagangan menengah Pangsa lokal jumlah perdagangan kecil Parameter instrumen daerah terkait WIdx_Miskf1 Pangsa lokal jumlah keluarga prasejahtera Sangat nyata, elastis Menurun Pangsa lokal jumlah keluarga sejahtera I WIdx_SDM JP Pangsa lokal jumlah penduduk laki-laki Nyata, elastis Meningkat Pangsa lokal jumlah penduduk perempuan W Idx_SDMCf2 Pangsa penduduk cacat eksKusta Nyata, elastis Meningkat W Idx_SDSWW f2 Pangsa lokal jumlah penderita wabah penyakit lainnya yang meninggal Nyata, tidak elastis Menurun W Idx_SDSTDik Pangsa lokal jumlah Guru TK Sangat nyata, elastis Menurun Pangsa lokal jumlah Guru SD Pangsa lokal jumlah Guru SLTP Pangsa lokal jumlah Guru SMA Pangsa lokal jumlah Guru SMK W Idx_SDSFDD f2 Pangsa TK Negeri Nyata, elastis Menurun W Idx_SDSFD MTf2 Pangsa SMU Negeri Nyata, elastis Menurun Pangsa SMK Negeri Pangsa Perguruan Tinggi Negeri W Idx_SDMFD FLf2 Pangsa Sekolah Seminari Swasta Sangat nyata, elastis Meningkat W Idx_SDMFD LPf2 Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan lainnya Nyata, tidak elastis Meningkat Tabel 45 lanjutan Kelompok Variabel Keadaan Keterangan Parameter Arah Pengaruh W Idx_SDSFIf2 Pangsa Gereja Kristen Sangat nyata, elastis Meningkat Pangsa Gereja Katolik W Idx_AEPang f3 Pangsa produksi Jagung Nyata, tidak elastis Menurun W Idx_AEBunf2 Pangsa lokal produksi karet Nyata, elastis Menurun Pangsa lokal produksi kelapa sawit W Idx_AETUf2 Pangsa lokal populasi itik Nyata, elastis Meningkat W Idx_AEIRTf2 Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan kayu Nyata, tidak elastis Meningkat Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan logam W Idx_AEDHR f2 Pangsa lokal motelpenginapan lain Nyata, elastis Meningkat W Idx_AEDHR f3 Pangsa lokal kios tani non KUD Nyata, tidak elastis Meningkat W Idx_AEIUD Pangsa lokal jumlah perdagangan besar Nyata, elastis Meningkat Pangsa lokal jumlah perdagangan menengah Pangsa lokal jumlah perdagangan kecil W Idx_AELahf2 Pangsa luasan lahan pertanian non sawah Sangat nyata, elastis Meningkat Pangsa luasan lahan non pertanian Sumber : Hasil olahan Spatial Durbin Model Keterangan : diduga dengan regresi berganda Nyata P-level kurang dari 0.05, sangat nyata kurang dari 0.01 Elastis jika koefisien dari 1 Dari hasil model spasial durbin yang dihasilkan pada analisis keterkaitan ini, variabel-variabel yang signifikan secara nyata berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat adalah: 1. Dari interaksi spasial menunjukkan korelasi negatif dari pangsa keluarga miskin antar wilayah yang berinteraksi. Perubahan kemiskinan di wilayah yang berinteraksi tinggi, berkorelasi sangat nyata negatif dengan pengaruh yang elastis, dimana perubahan satu persen keluarga miskin di suatu wilayah yang berinteraksi tinggi, akan menurunkan 1,34 keluarga miskin di wilayah penelitian. Indikasi ini menunjukkan bahwa, kemiskinan sangat terkait antar wilayah, dimana interaksi wilayah yang berdekatan Tabel 45 lanjutan menyebabkan tingginya mobilitas antar penduduk, demikian halnya dengan mobilitas penduduk keluarga miskin. Pergerakan penduduk adalah upaya untuk meningkatkan penghasilan dengan mencari sumber penghasilan di tempat yang berbeda. Kerjasama antar pemerintah daerah kabupatenkota diperlukan agar program penanganan kemiskinan dapat terlaksana sebagaimana Crandall dan Weber 2004 menjelaskan bagaimana dampak penurunan kemiskinan bersifat spillover di serentetan wilayah pada kantong-kantong kemiskinan. Jika wilayah disekitar program penanganan kemiskinan, tingkat kemiskinannya tinggi, maka program penanganan kemiskinan menjadi tidak berhasil. 2. Peningkatan jumlah penduduk di wilayah yang saling berinteraksi, memberikan dampak yang kurang baik. Peningkatan satu persen jumlah penduduk di wilayah terkait, akan meningkatkan 6,56 penambahan jumlah keluarga miskin di wilayah penelitian. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa penanganan kemiskinan di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk di wilayah sekitarnya. Dalam studi Todaro dan Smith 2003, pertumbuhan penduduk, bukan permasalahan pertumbuhan penduduk itu sendiri, tetapi lebih terkait kepada tingginya mobilisasi penduduk dari wilayah yang tertinggal dan berpenduduk padat ke wilayah yang lebih maju. Dampak ikutan dari mobilisasi ini akan mendorong pula mobilisasi penduduk miskin mencari sumber pendapatan baru. Perpindahan penduduk miskin ini yang akan membentuk area miskin baru di tempat yang baru. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk bukanlah permasalahan inti di lingkup wilayah tertentu, tetapi lebih kepada bagaimana membangun keberimbangan pembangunan antar wilayah. 3. Keberadaan penduduk cacat eks-kusta juga berpengaruh siginifikan terhadap perubahan tingkat kemiskinan baik di wilayahnya sendiri maupun terhadap wilayah terkait. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa penduduk cacat eks-kusta akan dijumpai pada wilayah dengan tingkat insiden kemiskinan yang tinggi. Perubahan satu persen penduduk cacat eks-kusta pada wilayahnya akan meningkatkan 0,57 jumlah penduduk miskin. Jika perubahan satu persennya ada pada wilayah terkait akan meningkatkan 1,27 jumlah penduduk miskin di wilayah penelitian. Untuk itu, program pemberdayaan penduduk cacat eks-kusta memerlukan kerjasama antar wilayah, terutama wilayah kantong penduduk cacat eks-kusta seperti di Singkawang Selatan, maka penting bagi pemerintah Kabupaten Singkawang dan Kabupaten Bengkayang mengembangkan lembaga pemberdayaan bagi penduduk cacat eks-kusta. 4. Jumlah penderita wabah penyakit yang meninggal karena wabah penyakit tertentu di wilayah terkait nyata menurunkan kemiskinan di wilayah penelitian. Satu persen perubahan penderita wabah penyakit meninggal akan mengurangi 0,64 keluarga miskin. Keterkaitan ini lebih menggambarkan bahwa jumlah penderita wabah penyakit yang meninggal dijumpai pada wilayah-wilayah berpenduduk tinggi. Tingginya jumlah penduduk menunjukkan bahwa wilayah tersebut relatif lebih maju dibandingkan wilayah yang berpenduduk rendah, sehingga hasil analisis ini tidak dikategorikan sebagai variabel yang berpengaruh nyata menurunkan, tetapi lebih sebagai gambaran rendahnya keluarga miskin yang dijumpai di unit analisis. 5. Pengaruh jumlah tenaga pendidik lebih nyata menurunkan tingkat kemiskinan antar wilayah terkait. Satu persen perubahan jumlah tenaga pendidikan di wilayah terkait akan menurunkan 5,92 jumlah keluarga miskin. Interaksi yang kuat antar wilayah berdekatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan akan mengurangi kemiskinan di wilayahnya dengan nyata dan elastis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dikembangkan oleh Brata 2002 dimana pembangunan manusia diantaranya melalui pendidikan dengan memanfaatkan variabel lama pendidikan berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan. Artinya secara tidak langsung berdampak pula pada penekanan jumlah atau insiden kemiskinan yang terjadi di wilayah tersebut. untuk itu penting bagi pemerintah daerah melakukan pemetaan jumlah tenaga pendidik bagi daerah yang saling terkait. 6. Perubahan pangsa Taman Kanak-kanak Negeri TKN antar wilayah terkait nyata elastis menurunkan kemiskinan. Peningkatan satu persen jumlah TK Negeri di wilayah terkait akan menurunkan 1,58 jumlah keluarga miskin di wilayah penelitian. Indikasi ini menunjukkan bahwa keberadaan lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak masih berkonsentrasi pada wilayah dengan kemiskinan rendah atau sedang. Kelompok keluarga miskin masih memiliki akses yang rendah terhadap pendidikan di tingkat pra sekolah. Dalam mengembangkan pendidikan pra sekolah bagi keluarga tidak mampu masih memerlukan intervensi yang tinggi dari pemerintah. 7. Peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Barat masih sangat tinggi. Dalam analisis ini juga menunjukkan bahwa pangsa jumlah Sekolah tingkat menengah dan tinggi di wilayah terkait akan menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah penelitian. Satu persen perubahan pangsa jumlah sekolah menengah dan tinggi negeri akan menurunkan 1,19 jumlah keluarga miskin di wilayah terkait. Pendidikan menengah atas dan tinggi dapat diakses oleh masyarakat pada wilayah- wilayah dengan tingkat kemiskinan rendah, serta di wilayah sekitarnya. Untuk meningkatkan akses penduduk miskin kepada pendidikan menengah atas dan tinggi, diperlukan pemetaan penyediaan fasilitas pendidikan tersebut, dengan memperhatikan radius yang dapat diakses oleh masyarakat. 8. Fasilitas pendidikan lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah adanya fasilitas formal lainnya, seperti Sekolah Luar Biasa SLB, Madrasah Ibtidaiyah, Pesantren dan Seminari. Fasilitas-fasilitas ini menunjukkan korelasi yang positif, menandakan bahwa keberadaannya lebih ditemukan di wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. SLB menunjukkan rendahnya kualitas penduduk yang berimplikasi tingginya insiden kemiskinan di wilayah tersebut. Pesantren, Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Seminari menunjukkan bahwa pada wilayah dengan fasilitas tersebut, investasi pendidikan dari pemerintah masih rendah, sehingga lembaga pendidikan pesantren, madrasah ibtidaiyah, dan seminari yang mengisi kekosongan tersebut. 9. Keberadaan aparat keamanan menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat kemiskinan di wilayah penelitian itu sendiri. Peningkatan satu persen rasio Babinsa dan Polisi Pelayanan Masyarakat terhadap jumlah penduduk di wilayah penelitian, akan nyata menurunkan 0,32 kemiskinan di wilayahnya sendiri. Hasil analisis ini hanya memberikan gambaran bahwa keberadaan aparat keamanan lebih banyak dijumpai pada wilayah yang relatif maju. Wilayah yang jumlah keluarga miskinnya tinggi lebih banyak didapati di wilayah tertinggal, sehingga konsentrasi aparat keamanan di wilayah ini sangat kecil. Oleh karena itu, variabel keberadaan aparat keamanan bukanlah variabel yang berpengaruh menurunkan jumlah keluarga miskin, tetapi hanya sebagai gambaran wilayah dengan tingkat kemiskinan yang rendah. 10. Untuk aktivitas ekonomi, keterkaitannya dengan kemiskinan melibatkan limabelas variabel. Terkait dengan pertanian tanaman pangan, variabel yang dianalisis adalah pangsa lokal produksi jagung. Perubahan satu persen variabel ini berpengaruh nyata menurunkan 0,40 jumlah keluarga miskin di wilayahnya, sementara satu persen perubahan di wilayah terkait menurunkan 1,20 kemiskinan di wilayah penelitian. Korelasi ini menunjukkan bahwa aktivitas budidaya berhubungan dengan aktivitas penduduk secara luas. Budidaya jagung tidak didominasi oleh pemilik atau perusahaan besar, tetapi lebih berakar kepada aktivitas masyarakat kecil, sehingga diduga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan implikasinya adalah tingkat kemiskinan yang rendah di wilayah tersebut. Interaksi spasial variabel ini juga menunjukkan keterkaitan, dimana aktivitas budidaya jagung meningkat, tingkat kemiskinan akan rendah pula baik di wilayahnya sendiri maupun di wilayah sekitar. Aktivitas perkebunan karet dan kelapa sawit juga menunjukkan korelasi negatif antar wilayah terkait, dimana perubahan satu persen perubahan pangsa lokal produksi karet dan kelapa sawit menurunkan 1,27 pangsa keluarga miskin di wilayah penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa, aktivitas perkebunan karet dan kelapa sawit berdampak luas terhadap wilayah sekitarnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Dari hasil analisis ini, pemerintah dapat menyusun program pengembangan dua komoditas perkebunan ini, dengan memperhatikan spektrum dampak peningkatan pendapatan masyarakat dari lokasi perkebunan. Studi yang dikembangkan oleh Adam 2004 mengenai keterkaitan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan di beberapa Dunia Berkembang menunjukkan bahwa elastisitas kemiskinan lebih tinggi ketika pertumbuhan yang dimaksud adalah perubahan pendapatan rata-rata rumah tangga per kapita dibandingkan dengan pertumbuhan GDP per kapita. Setiap aktivitas yang mampu mendorong peningkatan pendapatan penduduk miskin akan signifikan menurunkan angka kemiskinan. 11. Berbeda dengan aktivitas budidaya jagung, perkebunan karet dan kelapa sawit, populasi itik yang tinggi mengindikasikan tingginya tingkat kemiskinan baik di wilayahnya sendiri maupun di wilayah terkait. Perubahan satu persen pangsa populasi ternak itik di wilayahnya sendiri meningkatkan kemiskinan 0,52, sementara perubahan satu persen di wilayah terkait meningkatkan kemiskinan 1,79 kemiskinan di wilayah sekitarnya. Gambaran kemiskinan yang muncul dari analisis ini adalah, kegiatan budidaya itik belum berorientasi pada peningkatan pendapatan atau hanya untuk pemenuhan kebutuhan subsisten. Dari data Ditjennak Kementrian Pertanian RI mencatat bahwa pada tahun 2008 populasi total itik di Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 457 835 ekor. Jumlah ini 10 kali lebih rendah dibanding Provinsi Kalimantan Selatan yang telah mampu menjadikan daging itik sebagai komoditas unggul dan menjadi sumber pendapatan masyarakat dan wilayahnya. Oleh karena itu, variabel populasi itik lebih menggambarkan wilayah yang jumlah keluarga miskinnya tinggi. 12. Untuk kegiatan industri, keterkaitan variabelnya dengan kemiskinan adalah pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan baku kayu, logam dan kulit. Perubahan satu persen pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan baku kayu dan logam di wilayahnya sendiri meningkatkan kemiskinan 0,32 di wilayah penelitian dan satu persen perubahannya pada wilayah terkait meningkatkan kemiskinan 0,61 kemiskinan di wilayah penelitian. Indikasinya adalah aktivitas kerajinan berbahan kayu dan logam akan ditemukan tinggi pada wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Gambaran keterkaitan ini menunjukkan bahwa lokalisasi keluarga