Selain di Kuadran I, lokasi kantong kemiskinan ditemukan pula di Kabupaten yang ada pada Kuadran IV. Pola yang ditunjukkan pada Kuadran ini
adalah wilayah dengan sebaran penduduk rendah, tetapi sebaran keluarga miskinnya tinggi yang ditemukan di Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi,
Kabupaten Landak, dan Kabupaten Pontianak. Untuk tiga kabupaten pertama, dari data statistik, persentase penduduk miskinnya diatas persentase di tingkat
provinsi, yaitu berturut-turut 13,61, 18,65, dan 14,80, sedangkan Kabupaten Pontianak persentase penduduk miskinnya hanya sebesar 7,03, tetapi kepadatan
penduduk miskinnya kedua tertinggi setelah Kota Pontianak, yaitu mencapai 0,04 jiwa penduduk miskinkm
2
luas wilayah. Diduga kabupaten pada kuadran ini, tingginya insiden kemiskinan terkait pola pembangunan yang rendah ataupun
karakteristik sumber daya yang terbatas. Untuk Kuadran II dan III, sebaran penduduk miskinnya relatif lebih rendah
dibandingkan kabupatenkota pada Kuadran I dan IV. Kabupaten Sanggau, Kota Singkawang, dan Kabupaten Sambas adalah wilayah dengan sebaran penduduk
tinggi, tetapi tidak ditemukan kantong kemiskinan, sebaran keluarga miskinnya relatif lebih rendah dibandingkan wilyah lainnya. Data BPS Kalbar 2009
menunjukkan persentase penduduk miskin ketiga wilayah kabupatenkota tersebut berturut-turut adalah 6,25, 7.89 dan 11,51. Pada Kabupaten Sanggau dan
Kota Singkawang, sebaran keluarga miskin yang rendah berkaitan dengan proporsi penduduk miskinnya yang rendah, sementara Kabupaten Sambas sebaran
keluarga miskin yang rendah disebabkan sebaran penduduknya lebih rendah dibandingkan Kota Singkawang. Jika dilihat dari sebaran penduduk di Kalimantan
Barat, persentase penduduk Kabupaten Sambas sebesar 11,56 , lebih tinggi dibandingkan penduduk Kabupaten Sanggau dan Kota Singkawang yang sebesar
4,12. Artinya, meskipun persentase penduduk miskin di Kabupaten Sambas tinggi, akan tetapi sebaran keluarga miskinnya relatif lebih menyebar atau tidak
membentuk spot-spot keluarga miskin. Di Kabupaten Sekadau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kayong Utara dan Bengkayang adalah wilayah dengan sebaran keluarga miskin dan sebaran penduduk rendah. Persentase penduduk miskin di
wilayah tersebut berkisar antara 4-5 dari total penduduk di Kalimantan Barat.
Adanya sebaran kemiskinan pada wilayah ini, relatif lebih rendah dibandingkan wilayah pada kuadran I dan IV. Demikian halnya dengan proporsi penduduk
miskin di wilayah ini. Dari Data BPS Kalbar 2009, pada tahun 2008, proporsi keempat kabupatenkota pada wilayah ini berkisar 9,41-15,21.
Pemetaan kabupatenkota pada empat kuadran yang dihasilkan dari pola spasial tipologi kemiskinan menunjukkan bahwa Kota Pontianak, Kabupaten
Sintang, dan Kabupaten Landak adalah kabupatenkota yang secara nyata menunjukkan kategori sebaran keluarga miskin yang jauh lebih tinggi
dibandingkan wilayah lainnya. Kabupaten Pontianak, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kubu Raya menunjukkan pola sebaran keluarga miskin dan sebaran
penduduknya cenderung mendekati titik tengah nol, yang artinya pola sebarannya relatif lebih rendah dibandingkan Kota Pontianak, Kabupaten Sintang, dan
Kabupaten Landak.
5.2 Pola Spasial Pembangunan ManusiaSosial
Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi
nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan Todaro dan Smith,
2003. Dalam konteks ini, sasaran pembangunan adalah peningkatan kapabilitas manusia untuk dapat meningkatkan kualitasnya, sehingga mampu memenuhi
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Tingginya upaya yang dikembangkan dalam meningkatkan sumber daya manusia diharapkan berdampak pada
peningkatan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tersebut. Pembangunan manusiasosial adalah salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pembangunan manusia merupakan upaya pembangunan modal manusia human capital development, sedangkan
pembangunan sosial merupakan upaya pembangunan modal sosial social capital development
. Investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia, kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan
pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang lebih memuaskan dan berharga.
Selain pembangunan modal manusia, pembangunan sosial sebagai perwujudan pembangunan modal sosial perlu memperhatikan tiga komponen
pembangunan sosial, yaitu norm, network, dan trust Fukuyama, 2004. Ikatan sosial antar anggota kelompok tertentu bonding social capital yang menyerap
ketiga komponen pembangunan sosial tersebut, merupakan salah satu unsur dalam pembangunan sosial, selain bridging dan linking social capital Rustiadi et al.,
2009. Untuk menggambarkan pola spasial pembangunan manusiasosial yang
berkembang di Kalimantan Barat, indikator-indikator yang menjelaskannya dikelompokkan dalam tiga konfigurasi, yakni konfigurasi pembangunan bidang
kesehatan, pembangunan bidang pendidikan dan pembangunan bidang sosial.
5.2.1. Konfigurasi Pembangunan Bidang Kesehatan
Pembangunan bidang kesehatan adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan penduduk di suatu wilayah yang berimplikasi kepada
peningkatan produktivitas penduduknya serta kinerja pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Semakin tinggi beban penyakit yang ditanggung oleh seseorang,
maka produktivitas untuk bekerja akan rendah dan alokasi pembiayaan untuk peningkatan
kesejahteraan menjadi
berkurang pula.
Penduduk yang
produktivitasnya rendah, memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik menjadi berkurang. Hal ini akan berdampak pada orang miskin yang
sakit akan semakin miskin dan sulit meningkatkan status sosialnya Todaro dan Smith, 2003.
Indikator-indikator yang digunakan dalam konfigurasi pembangunan kesehatan dikelompokkan dalam lima bagian, yaitu ketersediaan tenaga
kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, intensitas kejadian wabah penyakit dan penderita wabah penyakit yang
meninggal. Komponen utama sebaran tenaga kesehatan merupakan penggabungan dari enam variabel, yaitu pangsa jumlah dokter laki-laki, dokter perempuan,
dokter gigi, bidan, tenaga kesehatan lainnya dan dukun bayi. Enam varibel ini membentuk dua komponen utama yang mewakili 77,24 keragaman dari data
yang ada. Pada Tabel 27, kompenenpenciri pertama Idx_SDSTKesf1 menunjukkan 58,41 keragaman yang terkait dengan pangsa lokal dokter laki-
laki, dokter perempuan, dokter gigi, dan bidan. Masing-masing variabel berkorelasi positif dengan penciri pertama berturut-turut 0,94, 0,93, 0,90 dan 0,79
yang menunjukkan peningkatan satu unit indeks berkorelasi dengan kenaikan pangsa lokal variabelnya masing-masing sebesar muatan faktornya. Penciri
pertama ini menunjukkan ketersediaan tenaga kesehatan bagi kecamatan yang pelayanan kesehatannya relatif lebih berkembang. Komponen kedua yang
menggambarkan 18,83 keragaman data terkait dengan pangsa lokal jumlah dukun bayi dengan muatan faktor 0,89. Satu unit kenaikan komponenpenciri
kedua Idx_SDSTKesf2 berkaitan dengan peningkatan 0,89 unit pangsa lokal dukun bayi. Penciri ini menggambarkan tenaga kesehatan yang tersedia relatif
tertinggal, karena pelayanan kesehatan yang lebih ditentukan oleh keberadaan tenaga kesehatan non formal.
Tabel 27 Muatan faktor factor loading variabel dari penciri konfigurasi pembangunan bidang kesehatan
Kelompok Penciri varian
Penciri varian
Keterangan Faktor
Loading Penderita Wabah
Penyakit 63,35
Idx_SDSTKesf1 58.41
Pangsa Dokter Laki-laki 0,94+
Pangsa Dokter Perempuan 0,93+
Pangsa Dokter Gigi 0,90+
Pangsa Bidan 0,79+
Idx_SDSTKesf2 18.83
Pangsa Dukun Bayi 0,89+
Fasilitas Kesehatan 66,37
Idx_SDSFKesf1 38,92
Pangsa Apotik 0,90+
Pangsa Toko Obat 0,89+
Idx_SDSFKesf2 27,45
Pangsa Polindes 0,88+
Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat
Miskin 74,80
Idx_SDSAskes 74,80
Pangsa Surat Miskin yang dikeluarkan 0,86+
Pangsa Peserta ASKESKIN 0,86+
Penderita Wabah Penyakit
63,35 Idx_SDSWf1
36.21 Pangsa penderita Malaria
0.76+ Pangsa penderita wabah lainnya
0.89+ Idx_SDSWf2
14.21 Pangsa penderita Campak
0.74+ Pangsa penderita TBC
0.72+ Idx_SDSWf3
12.93 Pangsa penderita ISPA
0.69+ Penderita Wabah
Penyakit yang Meninggal
62,76 Idx_SDSWWf1
30.88 Pangsa penderita wafat karena Diare
0.85+ Pangsa penderita wafat karena Campak
0.87+ Idx_SDSWWf2
17.59 Pangsa penderita wafat karena wabah
lainnya 0.81+
Idx_SDSWWf3 14.29
Pangsa penderita wafat karena DBD 0.76+
Pangsa penderita wafat karena Malaria 0.71+
Penciri utama dari fasilitas kesehatan merupakan komposit dari lima variabel fasilitas kesehatan tersedia, yakni pangsa lokal jumlah pos kesehatan
desa, poliklinik desa, pos pelayanan terpadu, apotik dan toko obatjamu yang
membentuk dua penciri. Lima penciri hasil analisis mewakili 66,37 keragaman data yang ada. Penciri pertama Idx_SDSTKesf1 menunjukkan 38,92
keragaman yang terkait dengan pangsa lokal jumlah apotik dan toko obat. Masing-masing variabel berkorelasi positif dengan penciri pertama masing-
masing 0,90 dan 0,89, yang artinya peningkatan satu unit penciri pertama berkorelasi dengan kenaikan pangsa lokal variabelnya sebesar muatan faktornya.
Kedua fasilitas ini menunjukkan ketersediaan fasilitas daerah urban atau daerah yang relatif lebih berkembang. Untuk penciri kedua yang menggambarkan
27,44 keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal jumlah poliklinik desa dengan muatan faktor 0,88, dimana kenaikan satu unit penciri kedua
Idx_SDSTKesf2 menunjukkan peningkatan 0,88 unit pangsa jumlah poliklinik desa. Dari keterkaitan ini menunjukkan bahwa komponen kedua mencerminkan
ketersediaan fasilitas rural area atau wilayah yang relatif tertinggal. Dua variabel yang digunakan untuk mengukur pelayanan kesehatan untuk
penduduk miskin adalah pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dan keluarga miskin yang menerima ASKESKIN. Analisis ini menghasilkan satu komponen
utama yang mewakili 74,80 keragaman dari data yang ada. Dua variabel yang berkorelasi positif dengan komponenpenciri utama Idx_SDMJP masing-masing
0,86 yang artinya peningkatan satu unit penciri menggambarkan kenaikan pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dan keluarga miskin peserta ASKESKIN
sebesar 0,86 unit. Kejadian wabah penyakit yang diidentifikasikan dengan jumlah
penderitanya dibangun dari delapan kejadian di Kalimantan Barat, yakni pangsa lokal penderita diare, demam berdarah, campak, ISPA, malaria, flu burung, TBC
dan wabah lainnya. Kejadian membentuk tiga indeks komposit yang mewakili 63,35 keragaman dari data yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komponen pertama Idx_SDSWf1 menunjukkan 36,21 keragaman yang terkait dengan pangsa lokal penderita malaria dan pangsa lokal penderita wabah lainnya.
Setiap variabel berkorelasi positif dengan pencirinya masing-masing sebesar 0,76 dan 0,89 yang artinya peningkatan satu unit penciri pertama menggambarkan
kenaikan pangsa lokal variabelnya sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua Idx_SDSWf2 menggambarkan 14,21 keragaman data yang terkait dengan