1.3 Pertanyaan Penelitian
Untuk mempertajam pokok persoalan yang dikemukakan dan lebih terfokusnya kajian penelitian, maka diajukan pertanyaan penelitian yang lebih
mendasar yakni: 1. Bagaimana keragaan performance kelembagaan pemasaran produk--
produk agroindustri pangan olahan yang ada di Kota Batu? 2. Bagaimana kelayakan usaha agroindustri pangan olahan yang berkembang
di Kota Batu? 3. Faktor-faktor kelembagaan dan non kelembagaan seperti apakah yang
mempengaruhi perkembangan agroindustri pangan olahan yang ada di Kota Batu?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa persoalan pokok yang dirumuskan di dalam pertanyaan penelitian diatas, antara lain:
1. Menganalisis keragaan performance kelembagaan pemasaran produk- produk agroindustri pangan olahan yang ada di Kota Batu.
2. Menganalisis kelayakan usaha agroindustri pangan olahan yang berkembang di Kota Batu
3. Menganalisis faktor-faktor kelembagaan dan non kelembagaan yang mempengaruhi perkembangan agroindustri pangan olahan yang ada di
Kota Batu.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi semua pihak terkait yaitu memberikan informasi tambahan dalam penentuan kebijakan
pembangunan agroindustri pangan olahan bagi instansi pemerintahan terkait, serta memberikan informasi pendahuluan kepada pihak-pihak yang merencanakan program
yang berkaitan dengan bidang agroindustri pada umumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengembangan Agroindustri Perdesaan
Mwabu dan Thorbecke 2001 menyatakan bahwa fokus dari kebijakan pembangunan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
perdesaan dengan memulai kebijakan tersebut di perdesaan seperti halnya selama ini telah dilakukan di wilayah perkotaan. Kebijakan yang mendorong pertumbuhan
industri agro-based di wilayah perkotaan akan merangsang produksi dari produk pertanian perdesaan yang digunakan sebagai input dalam agroindustri di perkotaan.
Selanjutnya industri kota juga memerlukan pasar yang besar di perdesaan, investasi dalam pembangunan infrastruktur komersial, misalnya jalan penghubung dan
telekomunikasi akan sangat berguna bagi penduduk perdesaan. Pengembangan agroindustri menjadi penting karena usaha ini memiliki
multiplier effect yang lebih besar bila dibandingkan dengan industri lainnya. Pengembangan agroindustri merupakan langkah yang perlu dijadikan prioritas
melebihi yang telah dilakukan selama ini. Beberapa pertimbangan yang mendukung pengembangan agroindustri sebagai sektor pemimpin adalah: 1 sektor agroindustri
memiliki pangsa besar dalam perekonomian sehingga kemajuan yang diperoleh dapat mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan, 2 Pertumbuhan dan nilai
tambah relatif tinggi dan 3 Adanya keterkaitan antara sektor hulu dan hilir yang relatif besar sehingga mampu menarik pertumbuhan pada sektor lain Rustiadi et al,
2004. Agroindustri pada dasarnya mencakup pengolahan atau penanganan
produksi pertanian. Ada produksi pertanian yang perlu diolah dirubah susunan kimianya menjadi bentuk lain yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik
bentuk, citarasa, warna, guna dan baunya. Selain itu ada juga produk pertanian yang hanya perlu ditangani sedemikian rupa agar tetap segar sampai ke konsumen,
misalnya pada produk pertanian buah-buahan dan sayur-sayuran. Pengembangan sistem agribisnis yang menunjukkan adanya keterkaitan
vertikal antar sub-sistem agribisnis serta keterkaitan horisontal dengan sistem atau subsistem lain seperti jasa jasa finansial, perbankan, transportasi, perdagangan,
pendidikan dan lain-lain. Keterkaitan ini industrial linkages sebenarnya sudah
lama disadari oleh ekonom pasca revolusi industri, sehingga mereka menekankan arti strategis dari menempatkan pertanian dan perdesaan sebagai bisnis inti core
business dalam kaitannya dengan proses industrialisasi Pambudy, 2005. Secara singkat lingkup model pembangunan atau paradigma agribisnis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis Sumber: Pembangunan Sistem Agribisnis sebagai Penggerak Ekonomi Nasional
Deptan, 2001
Faktor ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah pembangunan disamping faktor-faktor lainnya. Para ahli studi pembangunan
bahkan meyakini pentingnya faktor ini dalam proses pembangunan sebagai faktor yang mempunyai determinan tinggi. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan yang
banyak terjadi di negara-negara berkembang, di mana pada umumnya mereka memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Keadaan
ekonomi yang meningkat diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan di bidang lainnya, sehingga
lebih mengejar pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Stabilitas ekonomi menjadi target utama yang harus diwujudkan
melalui proses pembangunan, karena dengan adanya stabilitas ekonomi yang
Subsistem Agroindustri
Industri Perbenihan
Pembibitan Industri
Agrokimia Industri
Agro- otomotif
Subsistem Usahatani
Usaha tanaman
pangan dan hortikultura
Usaha Perkebunan
Usaha Peternakan
Subsistem Pengolahan
Industri makanan Industri minuman
Industri rokok Industri barang
serat alam Industri biofarma
Industri agrowisata dan estetika
Subsistem Pemasaran
Distribusi Promosi
Informasi pasar
Kebijakan perdagangan
Struktur pasar
Subsistem Jasa dan Penunjang
Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Penyuluhan Transportasi dan Pergudangan
dinamis, proses pembangunan akan berhasil dengan baik, walaupun hal itu tidak dapat dilepaskan dari adanya stabilitas di bidang lainnya Riyadi dan
Bratakusumah, 2005. Anwar 2005 menyatakan bahwa peranan pemerintah dalam pembangunan
adalah memberikan modal permulaan untuk mereplikasi pertumbuhan kota-kota kecil yang mempunyai lokasi strategik, yang selebihnya dibangun sistem insentif
melalui pajak dan transfer dalam mendorong pihak swasta untuk turut serta membinanya. Sumbangan kota kecil dalam bentuk fasilitas urban seperti
penyediaan infrastruktur, khususnya dalam upaya untuk mengatasi persoalan yang mer.garah kepada pengurangan kesenjangan produktifitas antara kegiatan sektor-
sektor pertanian dan non-pertanian melalui peningkatan human capital, social capital dan teknologi wilayah perdesaan di sekitar kegiatan non-pertanian tersebut
diutamakan yang dapat memberikan dampak kepada peningkatan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi defisit neraca perdagangan. Jenis kegiatan tersebut
akan sangat ditentukan oleh kemampuan strategi kebijakan pertanian dalam meningkatkan keunggulan kompetitif produk-produk pertanian olahan dari
kegiatan agroindustri baik untuk permintaan di pasaran domestik maupun dunia. Dalam kaitan dengan strategi tersebut keunggulan komparatif dari masing-masing
wilayah ditentukan oleh keadaan ekosistemnya. Oleh karena itu disamping perlunya fasilitas perkotaan umum, diperlukan juga organisasi dan kelembagaan
yang melengkapinya bank-bank, sekolah-sekolah umum, pusat koperasi pertanian, pusat penelitian yang harus disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
setempat. Pada saat sekarang telah terlihat kecenderungan terjadinya pergeseran
preferensi konsumen dari permintaan komoditas kepada permintaan produk- produk pertanian olahan yang pada umumnya lebih mempunyai mutu-mutu yang
baku standardized quality. Dengan demikian strategi pengembangan sektor pertanian yang diolah dan dibakukan dalam kegiatan agroindustri haruslah
berorientasi pada peningkatan dan keseragaman mutu tersebut, agar produk-produk pertanian mampu bersaing di pasaran dalam negeri maupun luar negeri.
Peningkatan dan keseragaman mutu produk-produk memberikan implikasi tentang perlunya penggunaan teknologi maju pada sistem produksi, pengolahan dan
pemasaran. Penggunaan teknologi maju dalam sistem produksi ini akan membawa konsekuensi bahwa ratio modal dan tenaga kerja yang meningkat skillnya menjadi
tetap. Dengan perkataan lain, koefisien teknis sistem produksi pertanian olahan yang maju tidak dapat berubah-ubah lagi. Salah satu dampak dari koefisien teknis
yang bersifat demikian mengarah kepada keadaan bahwa produk-produk sektor pertanian primer budidaya menjadi kurang mampu daya serapnya untuk
menampung terhadap penyerapan tenaga kerja. Dan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut hanya dapat dilakukan melalui
penambahan modal. Hal ini berarti bahwa sektor primer pertanian tidak dapat diharapkan terlalu
banyak untuk menyerap tenaga kerja, yang membawa implikasi perlunya mengembangkan sektor komplemen agroindustri beserta kegiatan lainnya yang
berkaitan dan turut membantu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di wilayah perdesaan.
Sektor komplemen tersebut selain untuk membantu penyerapan tenaga kerja juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga di wilayah
perdesaan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sektor komplemen haruslah memenuhi syarat sebagai berikut: Pertama, produk sektor komplemen haruslah
produk yang dihasilkan oleh masyarakat perdesaan lokal yang menjadi penghasil maupun penerima dari nilai tambah sektor utama. Syarat ini harus dipenuhi agar
sektor pertanian mampu mengartikulasikan sektor komplemen melalui media penghubung keterkaitan dengan kegiatan konsumsi. Dengan jumlah penduduk
perdesaan yang cukup besar, maka prospek pasar komoditas non-pangan industri manufaktur di wilayah perdesaan sangat baik, sehingga untuk meminimumkan
biaya distribusi produk-produk olahan maka sebaiknya industri non-pertanian yang mendukung kegiatan sektor pertanian lokasinya juga di wilayah perdesaan.
Kedua, produk-produk sektor komplemen yang dikembangkan sebaiknya merupakan produk yang mampu mengendurkan kendala permintaan relaxing
demand constraint dalam masyarakat perdesaan. Strategi pembangunan pertanian yang berorientasi pada peningkatan permintaan diharapkan mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat tersebut diharapkan permintaan terhadap produksi non-pertanian juga meningkat.
Ketiga, disamping kegiatan agroindustri, maka jenis kegiatan industri lain yang dibangun sebaiknya diprioritaskan pada industri yang mempunyai intensitas
penggunaan tenaga kerja yang tinggi. Syarat ini harus dipenuhi agar di wilayah perdesaan mampu menyediakan kesempatan kerja di luar usaha tani yang mampu
menampung pertumbuhan tenaga kerja pada masyarakat perdesaan. Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan diharapkan akan dapat
mendukung kebijakan strategi pembangunan pertanian di wilayah perdesaan, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mampu menyediakan
kesempatan kerja. Untuk itu pembangunan sektor primer dan sektor komplemennya sebaiknya dilakukan secara bersama-sama agar diperoleh dampak
sinergis yang kuat terhadap kinerja sistem ekonomi perdesaan.
2.2 Kelembagaan Agroindustri