5.3 Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan
Perkembangan usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelaku usaha perorangan sebesar 31,42
, sedangkan Organisasi Kelompok Usaha tidak mengalami peningkatan, seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Jumlah Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan Kodya Batu No.
Organisasi Usaha Tahun
2005 Tahun
2006 Persentase Kenaikan
1. 2.
Perorangan Kelompok
35 4
46 4
31,42 -
Jumlah 39
50
Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Dari data Tabel 8 menunjukkan bahwa karakteristik pelaku usaha perorangan adalah 24 orang berjenis kelamin laki-laki 52,17, 22 orang
perempuan 47,83. Kemudian dari 46 100 pelaku usaha perorangan, terdapat 11 orang atau 23,9 pelaku usaha non pribumi cina. Hal ini dapat
mengindikasikan adanya pasar yang cukup kompetitif dalam usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Menurut keterangan yang diperoleh selama
penelitian, keberadaan pelaku usaha non pribumi cina bahkan telah lama eksis dan tampil sebagai pioner perkembangan beberapa jenis komoditas agroindustri
pangan olahan, hingga kemudian juga berkembang di tengah-tengah masyarakat luas.
Untuk pelaku usaha kelompok, sebagian besar terdiri dari para Ibu Rumah TanggaRemaja Putri, yaitu sebanyak 104 orang atau sebesar 89,65. Kemudian
sisanya sebanyak 12 orang laki-laki, atau sebesar 10,35. Keberadaan para pelaku usaha agroindustri pangan olahan kelompok yang terdiri dari mayoritas
kaum perempuan, menunjukkan adanya korelasi positif pemanfaatan tenaga kerja perempuan yang umumnya kurang produktif menjadi jauh lebih produktif dengan
adanya kegiatan pengolahan produk-produk agroindustri pangan olahan tersebut. Kegiatan di sektor agroindustri pangan olahan ini, membawa manfaat adanya
peningkatan nilai tambah dari produk-produk pertanian yang mereka hasilkan.
Tabel 9. Data Pelaku Usaha Perorangan Tahun 2006
No Nama
Alamat Jenis Usaha
1 CV. Jawara
Torongrejo Sari Apel
2 Marsilah
Sisir Kripik Kentang
3 Ngatmini
Sisir Kripik Kentang
4 Lilik
Sisir Kripik Kentang
5 Miati. Hj
Ngaglik Sari Apel, strawberry
6 Edi Antoro, Ir
Ngaglik Sari-Jenang Apel, strawberry, jeruk, jambu,
cuka apel. 7
Harianti Ngaglik
Sari Apel, Kripik Apel 8
Sadi Songgo Kerto
Sari Apel 9
Alam Sarana Makmur Songgo Kerto
Sari Apel 10
Sismurtiana Ngaglik
Sari Apel 11
Edi Suprapto Sisir
Kripik Apel, Nangka 12
Khotob Sidomulyo
Kripik Kentang 13
Rudi Kuswoyo Sidomulyo
Kripik Nangka 14
Eko Suparisno Sidomulyo
Kripik Kentang 15
Sucipto Gunawan Temas
Sari Apel 16
Jayadi Temas
Kripik Nangka, Apel, salak, nanas 17
Mashudi Bumiaji
Jenang Apel, strawberry 18
Samsul Bumiaji
Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel, Kripik Nangka
19 Istana
Tlekung Kripik Kentang
20 Rumanah
Beji Kripik Kentang
21 Ismail
Sisir Sari Apel, Jenang Apel, Jenang Wortel
22 Mastika
Temas Sari Apel
23 Kadir Rasidi
Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kesemek,
Sirup Tamarillo 24
Sriwidayati Junrejo
Kripik Nangka, Salak, Wortel 25
Mindarto Tulungrejo
Sari-Sirup-Jenang Tamarillo, 26
Elly Sisir
Cuka Apel 27
Panorama Sisir
Sari Apel 28
Marsilah Sisir
Kripik Kentang 29
Agrofood Junrejo
Sari Apel 30
Sukadi Bumiaji
Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel 31
Kartodirjo Junrejo
Kripik Kentang 32
Ngatemi Junrejo
Kripik Kentang 33
Nur Junrejo
Kripik Kentang 34
Dua Putra Jaya Beji
Sari Apel 35
Tirta Agro Songgokerto
Sari Apel 36
Agrokonta Bumiaji
Sari Apel, Jenang Apel 37
GG Ngaglik
Kripik Kentang 38
Batu Bumi Bulukerto
Sari Apel 39
Agro Mandiri Bumiaji
Kripik Nangka, Apel 40
Lovina Ngaglik
Kripik Nangka 41
Agro 2000 Mojorejo
Sari Apel 42
Artika Dwipa Oro-oro Ombo
Sari Apel 43
Srianah Tirtatama Beji
Kripik Kentang 44
Diplomat Temas
Sari Apel, Jenang Apel 45
AF Bumiaji
Sari Apel, Jenang Apel 46
Arum Sari Bumiaji
Sari Apel
Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Tabel 10. Data Kelompok Pelaku Usaha Pangan Olahan 2006 No
Nama Alamat
Jenis Usaha Jumlah
Anggota
1 Kelompok Wanita
Tani ”Bromo Semeru” Sisir
Sari Apel, Jenang Apel, Jenang Nanas, Jenang
Wortel, Kripik Kentang. 25
2 Kelompok Wanita
PKK Mahkota Alam Temas
Sari Apel, Kripik Kentang, Kripik Pisang rasa coklat,
rasa jagung bakar, Kripik Singkong.
16
3 Pusat Pelatihan
Pertanian dan Pedesaan Swadaya
P4S Tulungkaryo Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas,
Kentang dan Kesemek, Sari Apel, Sirup Tamarillo.
45
4 Kelompok Wanita
Tani ”Sri Rejeki” Junrejo
Kripik Nangka, Apel, Salak, Kentang, Wortel, Singkong.
30 Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Keberadaan Kelompok-kelompok Wanita Tani memberikan pengaruh positif dalam memberdayakan ibu-ibu dan remaja putri. Adanya keterlibatan peranan
wanita sebagai pelaku usaha mandiri dalam kegiatan agroindustri di Kawasan- kawasan Agropolitan Kota Batu, jelas berdampak positif terhadap meningkatnya
kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Secara umum, dengan aktivitas usaha agroindustri tersebut, para kaum wanita dapat memperoleh manfaat yang cukup
besar, baik dari aspek sosial maupun aspek ekonomi. Hal ini pada gilirannya dapat membuka peluang tercapainya standar kualitas hidup yang lebih baik. Keterlibatan
kaum wanita dalam Kelompok-kelompok Usaha Agroindustri yang cukup dominan, menunjukkan bahwa para wanita di Kota Batu memiliki ketertarikan yang lebih
besar dibandingkan kaum pria untuk bergabung ke dalam Kelompok Usaha Agroindustri. Padahal, sebelum adanya aktivitas usaha agroindustri tersebut,
umumnya para kaum wanita hanya melakukan kerja-kerja domestik rumah tangga saja.
Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Todaro 2000, bahwa generalisasi penting mengenai kemiskinan adalah bahwasanya kemiskinan itu lebih
banyak diderita oleh kaum wanita. Terungkap fakta di berbagai negara-negara Dunia Ketiga, yang paling menderita adalah kaum wanita dan anak-anak. Merekalah yang
paling menderita kekurangan gizi dan paling sedikit menerima pelayanan kesehatan. Selain itu, akses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas dalam memperoleh
pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial dan
program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah. Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi mereka, sehingga
posisi mereka secara finansial jauh kurang stabil dibandingkan dengan kaum pria. Berkembangnya kegiatan usaha agroindustri pangan olahan diatas, apabila
dibina dan diarahkan dengan sungguh-sungguh, akan menimbulkan iklim yang menguntungkan bagi dunia usaha dan daya serap tenaga kerja yang cukup besar.
Tetapi upaya pembinaan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian Perdagangan Kota Batu baru dalam
tahap pembinaan dibidang ketahanan pangan, pembinaan pengembangan pangan olahan non beras disektor pertanian. Oleh karena itu, perlu diupayakan pembinaan
yang lebih intensif dan dukungan kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan Agroindustri pangan olahan tersebut.
Kondisi potensi sumber daya alam yang dimiliki Kota Batu sayangnya masih belum diimbangi oleh potensi sumber daya manusia yang lebih produktif agar dapat
mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Ini terlihat dari data Departemen Pendidikan Kota Batu menunjukkan 36,24 persen 57,571 Orang
penduduk Kota Batu yang berpendidikan SD, angka tersebut adalah angka terbesar pertama yang kemudian diikuti penduduk berpendidikan Tamat SLTP sebesar
32.257 orang 20,50. Sisanya menunjukkan tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SLTA dan sarjana sebesar 11,67 persen. Tabel berikut menunjukkan komposisi
penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Batu tahun 2003.
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Orang
Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD
Tamat SD Tamat SLTP
Tamat SLTA Sarjana
15.606 10.655
57.571 32.257
24.221 18.544
9,82 6,70
20,50 36,24
1,25 11,67
Jumlah
158.854 100
Sumber: Pemerintah Kota Batu, 2003
Selanjutnya, potensi sumber daya manusia yang terus mengalami kenaikan sebesar 1,8 persen per tahun di Kota Batu sayangnya tidak dimbangi dengan
ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap angkatan kerja. Kondisi tersebut kemudian memunculkan tekanan push factor inovasi baru dari
masyarakat untuk menciptakan usaha baru yang mampu memberikan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Latar belakang pendidikan pelaku usaha
agroindustri memiliki korelasi positif dengan kreatifitas dan inisiatif membuka peluang sektor ekonomi produktif.
Untuk mendukung pertumbuhan kegiatan agroindustri Kota Batu, langkah strategis yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia Kota Batu sebagai mesin penggerak kebijakan yang sudah ditetapkan. Kondisi tersebut bila diusahakan secara sungguh-sungguh memungkinkan terjadinya
keseimbangan antara potensi sumberdaya alam dan potensi sumber daya manusia, agar tidak terjadi efek pemborosan sumberdaya environmental degradation
kawasan Kota Batu. Potensi sumber daya alam yang dimiliki seharusnya masih bisa dioptimalkan dengan baik apabila mutu sumber daya manusia manusia pelaku
Agroindustri dapat ditingkatkan lebih baik. Tabel 12 berikut menunjukkan dari pengamatan terhadap 38 responden tingkat pendidikan pelaku usaha Agroindustri
Kota Batu pertengahan tahun 2006.
Tabel 12. Tingkat Pendidikan Responden Pelaku Usaha Agroindustri Kota Batu
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Orang
Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD
Tamat SD Tamat SLTP
Tamat SLTA Sarjana
- -
5 9
9 15
- -
13,17 23,68
23,68 39,47
Jumlah 38
100 Sumber: Survei lapangan, 2006
Dari Tabel 12 diatas, dapat dilihat bahwa berbeda dengan keberadaan tingkat pendidikan masyarakat Kota Batu pada umumnya, maka justru mayoritas pelaku
usaha agroindustri pangan olahan secara berturut-turut didominasi oleh Sarjana sebanyak 39,47 persen, Tamat SLTP 23,68 persen dan Tamat SLTA 23,68 persen,
Tamat SD 13,17 persen.
Tingkat pendidikan pelaku usaha agroindustri pangan olahan yang relatif tinggi terbukti dapat mempengaruhi pengelolaan usaha, baik dalam kegiatan
produksi, penerapan inovasi-inovasi baru, kebersihan dan kesehatan lingkungan produksi, sanitasi maupun kegiatan pengembangan usaha dan pemasaran. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara tingkat pendidikan dengan munculnya inovasi produk agroindustri yang dihasilkan di Kota Batu.
Selanjutnya, mengenai pengalaman berusaha yang dimiliki oleh para pelaku usaha agroindustri pangan olahan dalam menjalankan usahanya bervariasi antara 2-
40 tahun, seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel 13. Karakteristik pengalaman berusaha responden pelaku usaha agroindustri
pangan olahan
No Lama Usaha
Tahun Jumlah
Orang Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 1-5
6-10 11-15
15-20 20
33 2
1 1
1 86,84
5,26 2,63
2,63 2,63
Jumlah 38
100
Sumber: Survei lapangan, 2006
Dari Tabel 13 diatas, dapat dilihat bahwa karakteristik pengalaman berusaha responden pelaku usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu sebagian besar
telah menjalankan usahanya selama 1-5 tahun sebanyak 33 orang 86,84 . Menurut keterangan yang diperoleh selama penelitian, faktor adanya krisis moneter
berkepanjangan dan kenaikan harga BBM yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja, ternyata membuat para ibu rumah tangga bangkit menyelamatkan
keluarganya dengan membuat usaha di bidang agroindustri pangan olahan, mulai dari skala rumah tangga.
Kemudian secara berturut-turut lama usaha antara 6-10 tahun sebanyak 2 orang 5,26 , dan selama 11-15 tahun sebanyak 1 orang
2,63
. Sedangkan untuk lama usaha antara 15-20 tahun sebanyak 1 orang
2,63
. Serta lebih dari 20 tahun sebanyak 1 orang
2,63
. Lamanya pengalaman berusaha yang dimiliki dalam menjalankan usaha agroindustri pangan olahan akan mempengaruhi seberapa
besar optimalisasi kegiatan pengelolaan usaha yang dijalankan. Keadaan ini dapat
juga dilihat dari seberapa baik keteraturan proses produksi dengan menggunakan teknologi yang sudah ada, maupun pemasaran produksi yang dihasilkan.
Adanya perbedaan komposisi yang cukup tajam mengenai lama usaha para responden mencerminkan fenomena umum agroindustri yang berkembang di Kota
Batu. Jika menilik tentang sejarah munculnya kegiatan agroindustri di Kota Batu, maka akan diperoleh keterangan-keterangan dan data bahwa sebenarnya kegiatan
agroindustri seperti itu memang telah lama berkembang. Hanya saja, munculnya keterlibatan masyarakat belakangan ini, terutama dalam kurun 1-5 tahun,
menunjukkan adanya pertumbuhan yang sangat signifikan. Beberapa faktor pendorong yang menjadikan masyarakat petani di Kota Batu tergerak untuk
mengusahakan sektor agroindustri, adalah karena faktor rendahnya harga jual hasil produk pertanian dan kebutuhan untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas.
Faktor rendahnya harga jual produk pertanian yang terkadang tidak sebanding dengan biaya produksi, menyebabkan masyarakat petani di Kota Batu
mulai mencari alternatif usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah produk- produk pertanian yang mereka hasilkan. Kegiatan usaha agroindustri muncul
terutama setelah krisis ekonomi berkepanjangan di tanah air. Keadaan tersebut mendorong masyarakat petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dengan jalan meningkatkan kemampuan daya saing produk pertanian, dari kegiatan pengolahan yang dilakukan. Selanjutnya, dengan kegiatan usaha agroindustri
tersebut secara bersamaan memberikan multiplier effect terhadap pemanfaatan tenaga kerja yang lebih luas.
Keberadaan mayoritas pelaku usaha memiliki latar belakang keluarga yang bekerja sebagai petani. Ini menunjukkan fenomena Kota Batu sebagai sebuah
kawasan agropolitan, telah selangkah lebih maju karena tidak hanya berhenti pada lapang produksi-pasar agribisnis saja. Berkembangnya kesadaran keluarga petani
untuk menjalankan usaha agroindustri tentunya merupakan jaminan adanya nilai tambah vallue added produk-produk pertanian. Lebih lanjut, komposisi pelaku
usaha agroindustri pangan olahan kaitannya dengan latar belakang pekerjaan petani seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 14. Latar Belakang Pekerjaan Pelaku Usaha Agroindustri
No Profesi Sebelumnya
Jumlah Orang
Persentase
1. 2.
3. 4.
Petani Pedagang
Pegawai Negeri Lain-lain
21 9
5 3
55,26 23,68
13,16
7,89 Jumlah
38 100
Sumber: Survei lapangan, 2006
Dari Tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar pelaku usaha agroindustri memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 21 orang 55,26 , pedagang sebanyak
9 orang 23,68, Pegawai Negeri 5 orang 13,16, dan beragam pekerjaan lainnya sebanyak 3 orang
7,89 . Keadaan ini memberikan gambaran ideal adanya keterlibatan masyarakat petani secara optimal dalam kegiatan agroindustri pangan
olahan di Kota Batu, sehingga para petani dapat memperoleh manfaat paling besar dari meningkatnya nilai tambah value added produk-produk pertanian yang
dihasilkan. Selanjutnya, adanya keterlibatan pedagang 23,68 dalam kegiatan usaha
agroindustri ini, menunjukkan bahwa secara umum usaha agroindustri pangan olahan memberikan prospek yang sangat cerah. Kemampuan produk agroindustri
melakukan penetrasi pasar hingga ke luar daerah menjadi pertimbangan utama bahwa perkembangan agroindustri pangan olahan ini masih memiliki peluang pasar
yang sangat besar. Apalagi, jika menilik terhadap kekhususan produk agroindustri yang memiliki ciri khas tersendiri, terkait dengan ketersediaan bahan baku pertanian
yang menjadi komoditas unggulan Kota Batu. Sedangkan adanya keterlibatan Pegawai Negeri dalam usaha agroindustri ini,
menjadi jawaban tersendiri bahwa kegiatan agroindustri dapat dilakukan sebagai pekerjaan sampingan yang dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan.
Bahkan, dari beberapa responden yang memiliki pekerjaan sebelumnya sebagai PNS, menyatakan bahwa mereka bersedia mundur dari status PNS agar dapat lebih
leluasa mengembangkan potensi bisnis usaha agroindustri yang mereka kelola secara mandiri.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Keragaan Performance Kelembagaan Agroindustri Pangan