Strategi Pengembangan Ekonomi di Kawasan Agropolitan

keuangan, jasa energi, telepon, serta infrastruktur baik berupa jalan, sarana angkutan maupun fasilitas pelabuhan. Faktor kelima adalah faktor lingkungan, terutama pengaruh kegiatan terhadap lingkungan seperti limbah dan pencemaran lingkungan lainnya, sehingga untuk jenis jenis industri tertentu harus mengeluarkan biaya yang besar agar kegiatannya ramah terhadap lingkungan. Kelayakan ekonomi pada umumnya menyangkut lamanya life cycle profit dari produk yang dihasilkan, sehingga berkaitan erat dengan aspek pasar dan pemasaran serta aspek finansial. Menurut Gittinger 1986, terdapat empat hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan aspek pasar dan pemasaran, yaitu : 1 kedudukan produk yang direncanakan pada saat ini, 2 komposisi dan perkembangan permintaan pada masa yang akan datang, 3 adanya persaingan dan 4 peranan pernerintah dalam menunjang pemasaran produk. Kelayakan sosial pada pustaka yang ada jarang digunakan atau dijadikan pertimbangan, biasanya pada waktu dulu hanya dimasukkan dalam kelayakan teknis dan teknologi terutama yang berkaitan dengan penanganan limbah dan pencemaran lingkugan. Akan tetapi belakangan ini, dimana dunia memasuki era globalisasi dan era hak-hak asasi manusia HAM, maka kelayakan sosial harus dipertimbangkan dengan seksama, karena kelayakan sosial tersebut bukan saja berkaitan dengan limbah dan pencemaran lingkungan, akan tetapi sudah meluas kepada faktor-faktor agama, adat istiadat, kelestarian alam, pemakaian tenaga kerja dan lainnya. Secara matematis perhitungan mengenai kelayakan sosial belum ada rumus yang baku, kecuali berdasarkan data-data rasional dengan opsi berlawanan atau tidak. Apabila berlawanan dengan tata nilai atau norma sosial yang ada, maka lebih baik investasi tersebut dibatalkan Basdabella, 2001.

2.4 Strategi Pengembangan Ekonomi di Kawasan Agropolitan

Rustiadi dan Pranoto 2007 menyatakan bahwa cara pandang pendikotomian yang melihat desa hanya sebagai tempat pertanian dan perkampungan, sedangkan kota adalah tempat aktivitas non pertanian merupakan salah satu sumber kelemahan pembangunan perdesaan. Konsep perdesaan terkesan masih dipandang dengan prespektif sempit yakni suatu kawasan yang dicirikan oleh kegiatan pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam. Pada dasarnya, pembangunan perdesaan tidak akan pernah berhasil sebelum sektor non pertaniannya berkembang. Hal ini terjadi karena produktivitas dan nilai tukar dari produk sektor-sektor primer pertanian secara relatif cenderung rendah dan semakin rendah sehingga kurang mampu menyejahterakan masyarakat. Program pengembangan agropolitan dimaksudkan untuk mendorong pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada, untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh, yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh mayarakat dan difaslitasi oleh pemerintah Pokja Pengembangan Kawasan Agropolitan Pusat, 2004. Sektor pertanian pada umumnya merupakan sektor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi masyarakat perdesaan, sehingga menyebabkan wilayah perdesaan sangat bergantung kepada kinerja dari satu-satunya sektor tunggal ini, dimana investasi pada sektor ini sangat beriko tinggi. Lagi pula penerimaan revenues yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah lokal keadaannya sangat terbatas karena sumber pendapatan dari pajak sangat langka. Keadaan terakhir ini menyebabkan sangat sukar untuk memobilisasikan sumberdaya secara mencukupi guna mampu membiayai program-program penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah lokal secara mandiri Rustiadi dan Pranoto, 2007. Tujuan dari pengembangan program agropolitan adalah untuk: 1 meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani di perdesaan, 2 mendorong berkembangannya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, dan berkelanjutan, 3 meningkatkan keterkaitan desa dan kota urban rural linkages, 4 mempercepat pertumbuhan kegiatan ekonomi perdesaan yang berkeadilan, 5 mempercepat industrialisasi di wilayah perdesaan, 6 mengurangi arus migrasi dari desa ke kota, 7 memberi peluang berusaha dan menciptakan lapangan pekerjaan, serta 8 meningkatkan pendapatan asli daerah Pokja Pengembangan Kawasan Agropolitan Pusat, 2004. Untuk memacu perkembangan Kota Batu melalui pengembangan kawasan agropolitan, dperlukan pengelolaan suatu wilayah secara terpadu yang mencakup sinergi sektoral dan spasial antara desa dan kota. Salah satu strategi yang digunakan agar kawasan-kawasan agropolitan cepat terbentuk adalah dengan mengembangkan sistem agribisnis yang berkelanjutan dan terdesentralisasi untuk komoditas-komoditas unggul potensial di wilayah Kota Batu. Pengelolaan komoditas secara profesional mulai dari hulu ke hilir dalam sistem agribisnis akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat yang pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi wilayah Kota Batu secara keseluruhan Bappeda Kota Batu, 2004.

2.5 Penelitian Terdahulu