Perumusan Masalah Kajian kelembagaan agroindustri pangan olahan di kawasan-kawasan agropolitan Kota Batu Provinsi Jawa Timur:

Penanaman Apel Kembali kegiatan baru, Peningkatan Produksi Hasil Pertanian Ramah Lingkungan kegiatan lanjutan, Pengembangan Kebun Bibit Desa kegiatan lanjutan, Pengembangan Kebun Campur Kawasan Panderman kegiatan lanjutan, Usaha Konservasi pada Lahan Berlereng kegiatan lanjutan, Rekayasa Teknologi Pertanian pada Lahan SempitPekarangan kegiatan baru, dan Pengembangan Agroindustri Spesifik dan Pemberdayaan Wanita kegiatan baru. Secara umum, kawasan pertanian di Kota Batu telah memiliki hubungan timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan antara kegiatan usaha budidaya on farm dan pengembangan produk olahan skala rumah tangga off farm. Sayangnya, perhatian terhadap perkembangan sub-sistem agribisnis yang banyak memberikan nilai tambah produksi pertanian khususnya dalam sub sistem pengolahan agroindustri dirasakan masih sangat kurang. Padahal, keberhasilan melakukan pembinaan dan pengembangan di sektor agroindustri ini akan dapat mencerminkan efektifitas strategi pengembangan kawasan agropolitan secara keseluruhan. Sudut pandang inilah yang akan ditelaah secara lebih spesifik dalam penelitian ini, dengan mengkaji aspek kelembagaan agroindustri pangan olahan dan keterkaitannya dalam memberikan daya dorong bagi pembangunan ekonomi wilayah perdesaan di Kota Batu.

1.2 Perumusan Masalah

Pertanian kebanyakan hanya difokuskan pada kegiatan petani di lapang produksi. Budaya tani lalu sekadar menjadi budidaya. Selama puluhan tahun pemerintah mendorong petani juga sekadar menjadi unsur produksi, sekadar produsen. Padahal pertanian itu pada hakekatnya adalah sebuah industri. Proses industrial tersebut harus terjadi di desa. Sementara sekarang ini, semua produk pertanian mentah-mentah langsung dibawa ke kota. Masyarakat desa harus dididik menjadi masyarakat yang bermental industri. Dengan demikian desa menjadi desa industri dengan orientasi bisa mendapatkan nilai tambah, khususnya dari pertanian industri Sadjad, 2005. Agroindustri sebagai salah satu sub sistem agribisnis yang sangat penting dalam usaha meningkatkan nilai tambah value added selama ini masih belum dikembangkan secara sungguh-sungguh. Pendekatan pengembangan agroindustri harus disesuaikan dengan variasi kualitas sumberdaya pada usaha tani dan kondisi kelembagaan yang ada di masyarakat, dengan tetap memperhatikan skala usaha yang menguntungkan dan memperhitungkan kendala yang ada. Peranan kelembagaan agroindustri terutama dalam pengembangan kawasan pertanian yang subur seperti dimiliki Kota Batu memiliki posisi yang sangat strategis, karena jenis industri ini mempunyai akar yang kuat dan memberikan dampak langsung kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kelembagaan agroindustri harus diarahkan untuk memanfaatkan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah yang tinggi melalui pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi serta melalui keterkaitan yang saling menguntungkan antara petani dan industri. Kelembagaan memberi ketentuan terhadap anggota masyarakatnya mengenai hak-hak, kewajiban dan tanggungjawabnya. Disamping itu, tiap anggota mendapat suatu jaminan hak perlindungan dari masyarakat. Kelembagaan memberikan suatu kondisi bahwa tiap-tiap anggota menerima sesuatu yang menjadi ketentuan dan tiap anggota merasa aman, dan merasa sewajarnya. Arti ekonomi dari kelembagaan adalah memberikan kepastian tentang siapa memperoleh apa dan berapa banyak. Dengan kata lain kelembagaan menurunkan derajat ketidakpastian dari aliran manfaat atau ongkos yang akan diterima oleh partisipan dalam suatu sistem ekonomi Sukmadinata, 1995. Kehadiran kelembagaan petani atau organisasi petani dapat berperan dalam transformasi struktural untuk dapat mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah dimana lembaga pertanian tersebut berada. Aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian tetapi juga segi ekonomi perdesaan Soekartawi, 1989. Menurut Rondinelli 1985, pengembangan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agroprocessing skala kecil-menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi-lokasi permukiman di perdesaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Hal lain yang sangat strategis adalah bahwa pengembangan agropolitan yang dapat menjawab asumsi yang kurang tepat selama ini, yang menyebutkan bahwa kemajuan suatu wilayah ditandai oleh berubahnya struktur ekonomi dari peran sektor pertanian yang besar digantikan oleh peran sektor industri pengolahan dan perubahan wilayah dari wilayah perdesaan menjadi wilayah perkotaan Dengan asumsi bahwa sektor pertanian perhitungan produksinya sampai ke hilir yaitu sampai kepada kegiatan agro-processing, maka suatu wilayah dapat disebut maju dengan tetap mencirikan wilayah perdesaan dan peran sektor pertanian yang tetap dominan Rustiadi et al, 2004. Keberadaan hasil produksi pertanian yang akan dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu diolah atau ditangani sedemikian rupa, sehingga yang dijual tersebut bukan produk primer akan tetapi dalam bentuk sekunder hasil olahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah produksi tersebut, sekaligus nilai tambah ini secara ekonomi akan diperoleh petani. Beberapa pola pengembangan agroindustri yang dapat dikembangkan, antara lain pola skala besar, kemitraan dan skala kecil rumah tangga. Akan tetapi karena sifat agroindustri yang sangat terkait dengan berbagai kegiatan produksi seperti dengan sub sistem pengadaan, distribusi, produksi, penyaluran sarana dan pemasarannya, maka perlu ada keterpaduan supaya dapat menciptakan peluang-- peluang bagi pengembangan ekonomi secara luas. Secara sederhana sebenarnya strategi dasar pengembangan agroindustri yaitu mengubah pola pikir petani dari production oriented ke business oriented dan mengurangi semua kendala agroindustri yang ada sehingga dapat mencapai tingkat yang optimal Basdabella, 2001. Keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri dalam pengembangan agroindustri menjadi mutlak dilaksanakan untuk mendukung kemajuan yang berarti bagi pengembangan kawasan agropolitan, khususnya di wilayah Kota Batu. Pengembangan sektor pertanian harus terintegrasi dengan pengembangan sektor industrinya. Dukungan infrastruktur, pengembangan teknologi dan kualitas sumberdaya manusia akan memberikan daya dorong yang kuat terhadap upaya memajukan dan mengembangkan agroindustri, keterkaitan antara sektor dan sub sektor ini tidak dapat dipisahkan, harus saling mendukung dan mengisi satu sama lain. Mattjik 2006 menyatakan bahwa hal penting yang harus dilakukan dalam revitalisasi pertanian adalah mengubah pandangan tentang pertanian itu sendiri. Pertanian tidak sekedar menanam dan berkebun. Pertanian memiliki cakupan yang sangat luas, dari kegiatan hulu sampai hilir, mengubah input menjadi output berupa sandang, pangan, papan, dan lingkungan yang nyaman bagi makhluk hidup. Produk pertanian dapat berupa Coca cola, Yakult, ayam goreng McDonald, kapal nelayan, Sea world di Ancol, atau Taman Safari di Cisarua. Hal ini hanya untuk menunjukkan bahwa sektor pertanian mencakup berbagai kegiatan agroindustri, agrobisnis dan agroservis yang memiliki omset miliaran dolar AS dan tidak jarang mengubah nasib pengusaha menjadi konglomerat. Dewasa ini, globalisasi pangan telah menjelma menjadi suatu proses yang sangat berbeda dari versi sebelumnya karena menanggalkan sifat-sifat lamanya. Saat ini introduksi dan penetrasi produk ke pasar global didesain dan dilakukan secara sistematis melalui jaringan marketing dan distribusi yang serba efisien. Disinilah perlunya pengembangan teknologi dan rekayasa produk pangan. Keragaman teknologi produksi, pengolahan agroindustri dan pengemasan, terutama ditujukan untuk peningkatan umur simpan, sehingga diharapkan bisa menjawab tantangan pasar global Widianarko, 2006. Perkembangan usaha dan kegiatan agroindustri pangan olahan di Kota Batu, memiliki prospek yang sangat bagus dan terus berkembang seiring meningkatnya hasil pertanian yang berlimpah. Hanya saja kurangnya pembinaan dari pemerintah dan masih lemahnya dukungan modal bagi kelangsungan usaha agroindustri menyebabkan pertumbuhan usaha agroindustri ini berjalan lambat. Padahal jika melihat ketersediaan bahan baku, tenaga kerja terampil dan permintaan pasar produk-produk olahan yang relatif besar, maka sudah seharusnya upaya memaksimalkan potensi pengembangan agroindustri ini mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah.

1.3 Pertanyaan Penelitian