44 Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa subjek M1 memiliki nilai Y’ yang paling terendah
dibandingkan subjek laki-laki lainnya padahal secara gross yield subjek M1 mendapatkan nilai yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas subjek sangat berpengaruh terhadap kualitas
pucuk subjek secara keseluruhan. Selain itu, rata-rata persentase pucuk rusak subjek M1 pun sangat tinggi yaitu mencapai 20.13 dari total berat pucuk yang dihasilkan. Bertolak belakang dengan M1,
subjek M2 justru mampu menghasilkan Y’ yang paling tinggi meskipun nilai gross yield tidak tertinggi. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks subjek M2 yang terbesar di antara subjek laki-laki lainnya dan rata-
rata persentase pucuk rusaknya pun terendah, yaitu 10.40. Namun, tidak selamanya indeks terendah menghasilkan nilai Y’ yang terendah pula, sebagai contoh subjek F3 yang mendapatkan nilai Y’ sebesar
135.42 grammenit padahal nilai indeksnya hanya 0.61. Hal ini bisa terjadi karena ketersediaan pucuk
saat pngukuran F3 melimpah sehingga gross yield yang dihasilkan pun sangat tinggi, dan hal tersebut sangat membantu untuk menaikkan nilai kualitas keseluruhan. Secara umum, kualitas terbaik adalah
subjek F4 dengan nilai Y’ 168.36 grammenit dan rata-rata persentase pucuk rusak terendah sebesar 10.40.
4.5 ANALISIS BEBAN KERJA FISIK
Analisis beban kerja fisik dilakukan untuk mengetahui korelasi antara konsumsi energi suatu individu dengan output yang dihasilkan. Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan antara subjek laki-
laki dan perempuan dari beberapa parameter yang diukur, yaitu IRHR, TEC’, gross yield, dan indeks
kualitas.
Tabel 14. Data semua parameter subjek perempuan dan laki-laki
Subjek IRHR
TEC kalkg.menit
Indeks Gross yield
grammenit Y grammenit
Rata-rata pucuk
rusak
F1 1.21
27.128 0.71
89 63.19
10.60 F2
1.40 36.384
0.60 156
93.60 13.07
F3 1.50
33.660 0.61
222 135.42
11.27 F4
1.38 33.623
1.38 122
168.36 10.40
Rata-rata 1.371±0.12
32.699±3.932 0.825±0.373
147.25±56.847 115.143±46.211 11.34±1.215 M1
1.71 30.872
0.63 167
105.21 20.13
M2 1.60
49.596 1.24
133 164.92
10.40 M3
1.35 36.140
1.12 122
136.64 12.20
M4 1.69
46.488 1.00
144 144.00
10.67
Rata-rata 1.587±0.165
40.774±8.756 0.998±0.264
141.5±19.227 137.693±24.721 13.35±4.589
Berdasarkan Tabel 14, nilai IRHR rata-rata laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Sebanding dengan IRHR, nilai rata-
rata TEC’ laki-laki pun lebih besar dibandingkan perempuan. Nilai IRHR atau denyut jantung individu sangat dipengaruhi oleh physical load dan mental load sementara nilai TEC
dapat dipengaruhi oleh physical load saja. Contoh physical load adalah beban dari berat badan individu itu sendiri sedangkan contoh mental load adalah beban pikiran individu. Beban mentalpikiran itulah
yang sangat sulit untuk dihindari bagi para subjek sehingga sangat berpengaruh terhadap nilai IRHR.
45 Beban mental individu tidak hanya mengenai perasaan atau emosi individu saat itu, tetapi beban mental
juga dapat dipengaruhi karena adanya pemikiran lebih konsentrasi tinggi saat aktivitas kerja. Pada penilitian ini, mental load berpengaruh terhadap indeks kualitas subjek. karena setiap subjek
perlu berkonsentrasi tinggi untuk menghasilkan pucuk-pucuk teh yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari korelasi antara IRHR dan indeks kualitas pucuk. Subjek laki-laki yang memiliki nilai rata-
rata IRHR tinggi dapat memperoleh indeks kualitas pucuk yang tinggi pula. Hal ini menunjukan suatu hal yang baru karena biasanya perempuan dikatakan lebih teliti dibandingkan laki-laki dan dianggap bisa
mendapatkan kualitas pucuk yang baik, namun dari hasil pengukuran, terlihat justru sebaliknya. Selain itu, indeks kualitas juga dapat berkorelasi dengan persentase pucuk rusak. Berdasarkan hasil rata-rata
persentase pucuk rusak terlihat bahwa subjek laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan perempuan. Tetapi, 25 dari subjek laki-laki atau sekitar 1 orang dari subjek laki-laki memiliki data
yang jauh berbeda dengan subjek laki-laki lainnya. Nilai pencilan yang dimiliki oleh subjek laki-laki itu sangat mempengaruhi nilai rata-rata dari subjek laki-laki itu sendiri. Standar deviasi dari data subjek
laki-laki pun tinggi, dapat mencapai 4.59. Sedangkan perempuan memiliki standar deviasi yang rendah, yaitu sebesar 1.21. Hal tersebut menandakan bahwa dengan adanya nilai pencilan tersebut dapat
mempengaruhi keragaman data yang didapat. Parameter output lain yang dapat berkorelasi dengan tingkat konsumsi energi adalah berat pucuk
teh yang dipetik atau bisa disebut dengan gross yield. Konsumsi energi subjek perempuan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki mampu menghasilkan gross yield yang lebih tinggi. Tetapi, 25 dari
subjek perempuan atau 1 orang dari subjek perempuan termasuk dalam data pencilan. Sama seperti halnya indeks, nilai pencilan pada subjek perempuan juga sangat mempengaruhi standar deviasinya,
yaitu dapat mencapai 56.847. Namun, gross yield yang besar belum tentu menghasilkan kualitas yang bagus juga. Itulah
sebabnya perlu dicari Y’ untuk menggabungkan antara kualitas dan kuantitasnya. Sehingga jika dihubungkan dengan konsumsi energi maka akan terlihat bahwa semakin tinggi konsumsi energinya
maka akan semakin besar juga nil ai Y’ gabungan kuantitas dan kualitas. Meskipun dari data kuantitas
terdapat pencilan tetapi pada nilai y’ tidak ada pencilan. Hal ini menandakan bahwa dengan gross yield yang sangat tinggi, belum tentu menghasilkan indeks yang sangat tinggi pula, sehingga dapat
mengakibatkan nilai Y’ menurun. Berdasarkan data, konsumsi energi sebanding dengan output kerja yang dihasilkan. Subjek laki-laki memiliki konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan,
hal tersebut diimbangi dengan output yang baik pula. M1 dapat menghasilkan pucuk teh terbanyak yaitu 167 grammenit dengan tenaga yang paling
kecil di antara subjek laki-laki. Gross yield yang besar tersebut ternyata tidak diimbangin dengan kualitas yang besar pula. Hal ini menyebabkan nilai Y’ yang dimiliki M1 tetap terendah yaitu 105.21.
Bahkan persentase pucuk rusaknya pun bisa mencapai 20.13. Ada banyak faktor yang menyebabkan
keadaan tersebut terjadi di antaranya sifat subjektif dari M1 yang terlihat cuek dan cara pengambilan pucuk teh yang terlihat kasar, sehingga banyak pucuk teh yang tidak terambil dengan baik.
Tenaga yang dikeluarkan F1 cukup rendah dan hal tersebut dapat berpengaruh pada kinerja F1 yang tergolong rendah pula. Hal ini terlihat dari gross yield yang dihasilkan oleh F1 hanya sekitar 89
grammenit. Namun, kelebihan dari F1 ini adalah memiliki indeks kualitas yang lumayan baik yaitu sekitar 0.71 atau setara dengan 60 pucuk medium. Rata-rata persentase pucuk yang rusak pun
termasuk rendah yaitu hanya sekitar 10.60. Keadaan-keadaan tersebut dapat memperlihatkan bahwa F1 masih memiliki kualitas pucuk yang baik. Nilai gross yield yang rendah dapat disebabkan oleh sifat
subjek yang tidak gesit dan kondisi pucuk di lahan yang memang persediaannya sedikit. Subjek F2 mengeluarkan tenaga paling besar di antara subjek perempuan lainnya, yaitu mencapai
36.384 kalkg.menit. Namun, indeks kualitas pucuknya paling rendah yaitu 0.60 atau setara dengan 54
46 tetapi gross yield
mencapai 156 grammenit sehingga nilai Y’ adalah 93.60. Begitu pula dengan pucuk rusaknya paling besar, yaitu 13.07. Berdasarkan data-data tersebut terlihat bahwa F2 mengeluarkan
tenaga yang besar untuk mendapatkan hasil yang cukup besar. Hasilnya memang tidak sebesar F3 karena F2 memiliki umur yang lebih tua dibandingkan dengan F3 sehingga F2 memiliki keterbatasan. Faktor
usialah yang juga mempengaruhi kualitas pucuk yang dihasilkan oleh F2. Umur yang sudah lebih dari 50 tahun dapat menyebabkan ketelitian yang semakin menurun.
F3 memiliki gross yield yang sangat tinggi yaitu sebesar 222 grammenit. Namun, kelemahan dari F3 ini adalah kualitas yang dihasilkan hanya 55 atau indeksnya 0.61. Indeks tersebut terendah
dibandingkan subjek perempuan yang lain. Gross yield yang tinggi menunjukkan bahwa F3 memiliki kecepatan yang tinggi saat memetik tetapi energi yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi dibandingkan
subjek yang lain. Hal ini didukung oleh umur F3 yang masih muda yaitu 34 tahun dan pucuk yang melimpah saat proses pemetikan berlangsung. Kualitas yang rendah diperoleh F3 bisa dipengaruhi oleh
pengalaman F3 yang masih rendah yaitu baru 8 tahun bekerja sebagai pemetik teh. Subjek F4 mengkonsumsi energi yang hampir sama dengan subjek F3, namun F4 hanya mampu
mendapatkan gross yield sebesar 122 grammenit. Kelebihan dari F4 adalah indeks kualitas yang dimilikinya tinggi mencapai 1.38 atau setara dengan 76. Berdasarkan keputusan perusahaan,
persentase yang lebih dari 72 akan mendapatkan reward. Berarti dengan kualitas yang diperoleh F4 tersebut sudah bisa dikatakan bahwa kualitasnya sangat bagus. Sehingga meskipun nilai gross yieldnya
tidak terlalu tinggi tapi F4 memperoleh Y’ yang paling tinggi di antara subjek perempuan lainnya. Selain itu, nilai pucuk rusaknya pun sedikit, yaitu hanya 10.40. Hal ini menunjukkan bahwa F4 lebih
mengutamakan kualitas. Selain itu, umur F4 yang lebih tua dibandingkan F3, menyebabkan F4 kurang cepat untuk mendapatkan pucuk yang banyak. Kualitas yang tinggi yang diperoleh F4 juga bisa
disebabkan oleh tingginya konsentrasi F4 saat memetik karena ketika pengukuran berlangsung F4 jarang sekali terlihat saling berbicara dengan pemetik yang lain, dan F4 juga termasuk orang yang rapi, telaten,
dan teliti. Kualitas yang paling bagus juga diperoleh oleh M2. Indeks kualitasnya bisa mencapai 1.24 atau
setara dengan 74. M2 mengeluarkan tenaga 49.596 kalkg.menit untuk mendapatkan 133 gram pucukmenit. Dengan gross yield yang tidak terlalu tinggi dibandingkan subjek laki-laki yang lain, M2
berhasil mendapatkan nilai Y’ yang paling tinggi di antara subjek laki-laki lainnya. Hal ini dibantu oleh nilai indeks M2 yang paling tinggi dan pucuk rusaknya yang paling rendang. Itu berarti menunjukan
M2 juga masih mengutamakan kualitas. Keadaan tersebut sebanding dengan energi yang dikeluarkan oleh M2. Energi M2 yang tinggi juga dipengaruhi oleh kondisi lahan saat memetik.
Selanjutnya, M4 mengeluarkan energi yang tidak jauh berbeda dengan M2. Nilai produk bersihnya pun sedikit lebih rendah dibandingkan M4. Namun, indeks kualitas dari M4 sangat jauh
berbeda dengan M2. M4 hanya mampu mendapatkan indeks kualitas 1.00 atau setara dengan 70. Tapi kualitas tersebut sudah bisa dibilang kualitas bagus, karena perusahaan menargetkan kualitas pucuk di
atas 65. Selain itu, pucuk rusaknya punmasih bisa dikatakan rendah yaitu 10.67. Keadaan tersebut sangat bagus, karena untuk seorang pemula seperti M4 yang baru 2 tahun bekerja, sudah dapat
menghasilkan kualitas yang baik. Hal ini didukung pula dengan ketersediaan pucuk yang banyak sehingga memungkinkan M4 untuk menghasilkan pucuk yang banyak pula. Energi besar yang
dikeluarkan oleh M4 bisa dipengaruhi juga oleh faktor umur dari M2 yang sudah mencapai 60 tahun. M3 mengeluarkan tenaga 36.140 kalkg.menit untuk menghasilkan 122 gram pucukmenit.
Kualitasnya pun cukup tinggi yaitu 73 atau setara dengan indeks 1.12 sehingga M3 mendapatkan nilai Y’ sebesar 136.64 dan pucuk rusaknya pun sekitar 12.20. Jika dilihat dari umur M3 yang sudah 50
tahun, maka hasil yang diperoleh bisa dikatakan baik, karena kualitas sudah melebihi target kualitas
yang ditentukan perusahaan. Untuk gross yieldnya sendiri memang paling rendah dibandingkan dengan
47 subjek laki-laki lainnya. Hal ini terjadi karena sifat dari M3 yang terlihat tidak terlalu gesit saat memetik
teh. Mungkin hal tersebut dilakukan oleh M3 agar lebih bisa berkonsentrasi untuk memetik teh sehingga kualitasnya tetap terjaga.
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, subjek F4 memiliki hasil yang paling efisien karena dengan menghasilkan energi yang tidak terlalu besar namun dapat menghasilkan output yang baik. Jika
ting kat konsumsi energi tiap subjek TEC’ dan nilai Y’ grammenit maka dapat diketahui nilai
konsumsi energi kerja per satuan berat kg dan per satuan berat hasil kg.
Tabel 15. Data konsumsi energi per satu kilogram hasil
Subjek TEC
kalkg.kg F1
429.3154 F2
388.7186 F3
248.5628 F4
199.7091 Rata-rata
316.5765 M1
293.4302 M2
300.7261 M3
264.4906 M4
322.8359 Rata-rata
295.3707 Setelah digabungkan dengan nilai Y’, tingkat konsumsi setiap individu berubah. Sebagai contoh,
subjek F1 dapat mengkonsumsi energi sangat tinggi untuk menghasilkan 1 kg pucuk, hal ini dikarenakan kecepatan subjek yang masih sangat rendah sehingga perlu ada energi yang lebih besar lagi yang
dikonsumsi untuk menambah output yang dihasilkan. Semakin banyak kebutuhan untuk aktivitas otot bagi suatu jenis pekerjaan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsi.
Ada korelasi antara energi yang dikeluarkan dengan jumlah pucuk teh yang dihasilkan dan kualitas pucuk tehnya. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi energi yang
dikeluarkan dengan jumlah pucuk yang dihasilkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada kasus ini, faktor-faktornya adalah ketersediaan pucuk di kebun, kondisi lahan, lingkungan kerja, karakteristik
tubuh subjek, sifat subjektif subjek, umur, pengalaman, dll. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan
tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar
otot. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan denyut jantung meningkat, di antaranya adalah temperature sekeliling tinggi, pembebanan otot statis tinggi, dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam
suatu kondisi kerja Nurmianto 2008.
4.6 UJI STATISTIK