PRODUKTIVITAS HASIL DAN PEMBAHASAN

40

4.4 PRODUKTIVITAS

Pada penelitian ini, nilai produktivitas dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh konsumsi energi terhadap output yang dihasilkan. Nilai produktivitas yang dicari adalah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Cara pengambilan data untuk mengetahui nilai produktivitas pada penelitian ini mengadopsi dari cara yang ditetapkan oleh perusahaan. Perusahaan menggunakan parameter berat pucuk dan analisa pucuk untuk mengetahui output dari masing-masing pekerja. Pucuk-pucuk yang dipetik oleh para pemetik ada berbagai jenis, di antaranya P+1, P+2, P+3, P+4, P+5, B+1M, B+2M, B+3M, B+4M, B+5M, daun tua, dan rusak. Jenis-jenis petikan pun ada tiga macam, yaitu petikan halus, petikan medium, dan petikan kasar. Perusahaan memiliki dua analisa untuk melihat kualitas pucuk yang dihasilkan, yaitu analisa petik dan analisa pucuk. Analisa petik digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan dan kondisi tanaman, antara lain menilai kondisi tanaman, yaitu tanaman yang kurang sehat ditandai dengan banyaknya persentase pucuk burung. Selain itu, analisa petik juga bisa digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, baik daur petik maupun cara pemetikannya. Daur pemetikan yang panjang akan tampak dalam analisa persentase pucuk kasar seperti P+4 dan burung tua, sedangkan daur petik yang pendek akan tampak pada persentase pucuk halus seperti P+1, P+2m. Analisa pucuk bertujuan untuk mengevaluasi jenis petikan dan mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan disamping untuk dasar penentuan upah. Kriteria pucuk yang dikehendaki untuk analisa pucuk adalah P+2, P+3, B+1M, B+2M, dan B+3M. Berdasarkan kegunaan tersebut, analisa pucuk lebih cocok untuk dijadikan parameter output para subjek pada penelitian ini Arsip PTPN VIII Kebun Gunung Mas. Perusahaan memiliki standar-standar tertentu untuk setiap pucuk yang dihasilkan. Perusahaan menetapkan berat pucuk yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap bulannya tergantung dari cuaca, iklim, kondisi tanaman, dan lingkungan. Standar untuk berat pucuk sering disebut basic yield. Basic yield pemetikan secara manual ditentukan secara umum, yaitu sebesar 35-40 kg. Perhitungan analisa pucuk pada penelitian ini dilakukan pada bulan April, sehingga basic yield yang digunakan adalah 40 kg. Sedangkan analisa pucuk setiap bulannya sama karena standarnya sudah ditentukan oleh perusahaan pusat Lampiran 2. Pada penelitian ini, berat pucuk didapatkan dari hasil petik para subjek selama pengukuran beban kerja berlangsung, sedangkan analisa pucuk dilakukan tiga kali pengulangan seperti pengulangan pengukuran beban kerja. Data kuantitas dan kualitas pucuk yang dihasilkan subjek selama pengukuran berlangsung dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa setiap subjek menghasilkan berat pucuk yang berbeda- beda. Hasil analisis berat pucuk pada subjek laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa berat pucuk rata-rata untuk perempuan sebesar 8.83 kgjam sedangkan untuk laki-laki sebesar 8.50 kgjam. Data tersebut menunjukkan bahwa volume pucuk yang dihasilkan perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Subjek F3 menghasilkan berat pucuk yang sangat besar bahkan nilainya sangat jauh dibandingkan data-data subjek lainnya, yaitu sebesar 13.33 kgjam. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan pucuk yang banyak saat pengukuran subjek F3 dilakukan dan usia dari subjek F3 pun yang masih termasuk muda sehingga masih memiliki kecepatan yang tinggi. Namun, subjek F1 memiliki volume yang terendah dibandingkan subjek perempuan lainnya. Hal ini dikarenakan ketersediaan pucuk saat itu sedang sedikit dan bisa juga dipengaruhi oleh sifat dari subjek F1 yang terlihat lamban saat beraktivitas. Kuantitas yang dihasilkan para subjek laki-laki relatif sama yaitu sekitar 7-10 kgjam. Meskipun subjek-subjek laki-laki berada pada lahan yang berbeda-beda tapi subjek-subjek tersebut dapat menghasilkan berat pucuk yang hampir seragam. Subjek laki-laki yang menghasilkan berat pucuk terbesar adalah subjek M1 dan subjek yang menghasilkan berat pucuk terendah adalah subjek M3. 41 Tabel 11. Data kuantitas dan kualitas pucuk yang dihasilkan subjek selama pengukuran berlangsung Subjek Gross yield kgjam Kualitas Ulangan P+1 B+1M P+2 P+3 B+2M P+4 P+5 B+5M D.Tua B+3M B+4M Rusak F1 5.33 1 1 12 4 9 20 8 - 2 1 22 7 14 2 - 6 0.2 9 14 8 3 3 - 29 20 7.8 3 - 14 4.4 10 15.6 10 4 1 - 20 11 10 F2 9.33 1 - 7 1 6 21 7 - - - 26 10 22 2 0.2 14.6 1.4 6 15 7 - 5.4 - 23 13.4 14 3 - 5.2 2.2 9 9.2 19.2 9.4 7.2 - 16.2 19.2 3.2 F3 13.33 1 - 6.6 3.4 9 9.4 5.4 3.8 5.4 0.2 15.8 19.6 21.4 2 0.4 8.6 8.6 38 1.6 32.2 2.6 - - 4.6 0.6 2.8 3 0.4 9.6 5.6 19.2 9.6 15.6 3.6 1.6 - 15.6 9.6 9.6 F4 7.33 1 - 16.4 0.6 0.2 25.4 0.4 - 1 - 40.2 8.4 7.4 2 - 15.2 - 1 19.2 0.8 - 3.2 4.2 32.8 10.8 12.8 3 - 13 - 1.2 22 - - - 0.8 42 10 11 M1 10.00 1 - 12 2 8 15 6 1 6 2 13 11 24 2 0.8 15.6 1 8.6 18.6 8.8 1 1 2.6 22 8.4 12.4 3 - 12 1 3 18 4 - - 4 20 14 24 M2 8.00 1 - 28.8 - 2.6 18.8 1.6 - 1 1.2 22.8 9 14.2 2 - 30 0.4 - 22.6 0.2 - 0.2 - 24.6 11 11 3 - 13 - 4 27 1.4 - 2 - 28 18.6 6 M3 7.33 1 0.4 56 0.6 1 12 - - - 2 12 4 12 2 0.2 43.6 2 6 14 0.2 - - 4 14 4 12 3 0.4 14.6 1.8 8.8 10.8 7 - 5 1.8 22.6 14.6 12.6 M4 8.67 1 - 19 1 - 18 5 - 1 - 30 18 8 2 - 18.4 1 2.4 18.4 2.4 4.4 - 1 21.6 18.4 12 3 - 34 1 4 20 0.4 - 0.6 2 22 4 12 42 Setiap subjek tidak selalu menghasilkan keduabelas jenis pucuk teh tersebut. Jenis pucuk yang paling sering dihasilkan oleh para subjek adalah pucuk burung terutama B+1M, B+2M, B+3M, dan B+4M. Selain itu, para subjek juga masih menghasilkan pucuk yang rusak. Pucuk rusak adalah pucuk yang tidak utuh dan biasanya terjadi karena material handling. Berdasarkan Tabel 11, seluruh subjek menghasilkan pucuk rusak yang cukup banyak. Pucuk-pucuk tersebut akan tetap diolah di pabrik namun nantinya akan mempengaruhi kualitas bubuk teh yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas bubuk teh, perusahaan memiliki kebijakan kepada para pemetik untuk menghasilkan analisa pucuk yang tinggi, yaitu sebesar 70. Namun, tidak semua pemetik dapat menghasilkan analisa pucuk lebih besar dari 70. Penjumlahan persentase pucuk P+2, P+3, B+1M, B+2M, dan B+3M maka akan menhasilkan besarnya persentase analisa pucuk untuk masing-masing subjek. Analisa pucuk dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing subjek, sehingga ketiga data analisa pucuk pada masing-masing subjek tersebut dirata-ratakan untuk dikonversi menjadi indeks kualitas. Pengkonversian persentase analisa pucuk dapat menggunakan Lampiran 2. Contoh perhitungan persentase analisa pucuk beserta pengkonversiannya untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : Ulangan I = 6.6 + 3.4 + 9 + 9.4 + 15.8 = 44.2 Ulangan II = 8.6 + 8.6 + 38 + 1.6 + 4.6 = 61.4 Ulangan III = 9.6 + 5.6 + 19.2 + 9.6 + 15.6 = 59.6 Rata-rata = 07 . 55 3 6 . 59 4 . 61 2 . 44    Berdasarkan Lampiran 2, nilai 55.07 memiliki indeks 0.61. Data persentase analisa pucuk disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Data persentase analisa pucuk Subjek Ancuk Indeks I II III Rata-rata F1 67 51.2 64 60.73 0.71 F2 61 60 41.8 54.27 0.60 F3 44.2 61.4 59.6 55.07 0.61 F4 82.8 68.2 78.2 76.40 1.38 M1 50 65.8 54 56.60 0.63 M2 73 77.6 72 74.20 1.24 M3 81.6 79.6 58.6 73.27 1.12 M4 68 61.8 81 70.27 1.00 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan bahwa para pemetik diharapkan seorang perempuan karena dirasa memiliki ketelitian yang lebih tinggi daripada laki-laki sehingga dapat menghasilkan pucuk yang baik. Namun, Tabel 12 justru memperlihatkan kenyataan yang sebaliknya. Indeks kualitas yang diperoleh laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sebagian besar subjek laki-laki dapat menghasilkan analisa pucuk lebih dari 70 seperti yang diharapkan pihak perusahaaan, hanya ada satu subjek yang menghasilkan analisa pucuk di bawah 70, yaitu subjek M1. Faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kualitas yang dihasilkan oleh M1 adalah sifat dari subjek M1 itu sendiri yang terlihat kurang peduli dengan kualitas yang dihasilkan, subjek M1 hanya memperhitungkan berat pucuk yang dihasilkan. Hal ini terbukti dengan besarnya volume pucuk subjek M1 jika dibandingkan subjek lainnya. Kualitas pucuk tidak terlalu dipengaruhi oleh ketersediaan pucuk di lahan saat itu, karena 43 pada saat pengukuran berlangsung, subjek M1 dan subjek M4 berada pada lahan yang hampir sama baik elevasi maupun ketersediaan pucuk. Namun, subjek M4 dapat menghasilkan kualitas pucuk sekitar 70.27 dengan indeks 1.00, sedangkan subjek perempuan cenderung hanya mampu menghasilkan analisa pucuk kurang dari 70, hanya subjek F4 yang berhasil meraih analisa pucuk lebih dari 70, yaitu tepatnya 76.40. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas yang dihasilkan subjek perempuan adalah kurangnya konsentrasi subjek perempuan saat aktivitas pemetikan berlangsung. Hal ini terlihat dari seringnya subjek mengobrol dengan pekerja lainnya. Aktivitas yang dilakukan pemetik selain memetik teh akan mengurangi konsentarsi pemetik sehingga pemetik cenderung mengambil pucuk dengan asal dan akhirnya menghasilkan pucuk yang kurang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pucuk secara keseluruhan antara lain sifat subjektif dari individu-individu itu sendiri, ketersediaan pucuk, tingkat konsentrasi, dan kecepatan tangan. Faktor ketersediaan pucuk memang tidak bisa dihindari karena setiap subjek tidak mungkin melakukan suatu aktivitas pada lokasi yang sama sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeliminir perbedaan ketersediaan pucuk tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghitung kuantitas gross yield. Kuantitas ini digabungkan dengan nilai kualitas indeks sehingga menghasilkan nilai produk bersih. Nilai produk bersih inilah yang digunakan sebagai nilai produktivitas subjek karena subjek dengan jumlah pucuk yang banyak belum tentu memiliki indeks yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Idealnya, seorang pemetik dapat menghasilkan analisa pucuk yang tinggi dengan berat pucuk yang banyak pula karena dengan begitu para karyawan tersebut akan mendapatkan gaji yang besar pula sesuai dengan kebijakan perusahaan. Pada penelitian ini akan dilihat output subjek secara keseluruhan sehingga perlu mengkalikan antara gross yield dan kualitas pucuk yang telah dikonversi kedalam indeks. Sebelumnya, gross yield yang satuannya kgjam dirubah terlebih dahulu menjadi grammenit agar lebih mudah untuk membandingkannya dengan konsumsi energi. Nilai produk bersih Y’ itulah yang akan digunakan untuk parameter penilaian kualitas subjek. Selain itu, rata-rata pucuk rusak juga dapat menjadi parameter kualitas masing-masing subjek karena dengan jumlah berat pucuk yang besar tidak menutup kemungkinan banyak pucuk yang rusak. Data nilai Y’ dan rata-rata persentase pucuk rusak disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Data kualitas, kuantitas dan rata-rata persentase pucuk rusak Subjek indeks Gross Yield grammenit Y grammenit rata-rata pucuk rusak F1 0.71 89 63.19 10.60 F2 0.60 156 93.6 13.07 F3 0.61 222 135.42 11.27 F4 1.38 122 168.36 10.40 Rata-rata 0.825 147.25 115.143 11.34 M1 0.63 167 105.21 20.13 M2 1.24 133 164.92 10.40 M3 1.12 122 136.64 12.20 M4 1.00 144 144 10.67 Rata-rata 0.998 141.5 137.693 13.35 44 Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa subjek M1 memiliki nilai Y’ yang paling terendah dibandingkan subjek laki-laki lainnya padahal secara gross yield subjek M1 mendapatkan nilai yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas subjek sangat berpengaruh terhadap kualitas pucuk subjek secara keseluruhan. Selain itu, rata-rata persentase pucuk rusak subjek M1 pun sangat tinggi yaitu mencapai 20.13 dari total berat pucuk yang dihasilkan. Bertolak belakang dengan M1, subjek M2 justru mampu menghasilkan Y’ yang paling tinggi meskipun nilai gross yield tidak tertinggi. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks subjek M2 yang terbesar di antara subjek laki-laki lainnya dan rata- rata persentase pucuk rusaknya pun terendah, yaitu 10.40. Namun, tidak selamanya indeks terendah menghasilkan nilai Y’ yang terendah pula, sebagai contoh subjek F3 yang mendapatkan nilai Y’ sebesar 135.42 grammenit padahal nilai indeksnya hanya 0.61. Hal ini bisa terjadi karena ketersediaan pucuk saat pngukuran F3 melimpah sehingga gross yield yang dihasilkan pun sangat tinggi, dan hal tersebut sangat membantu untuk menaikkan nilai kualitas keseluruhan. Secara umum, kualitas terbaik adalah subjek F4 dengan nilai Y’ 168.36 grammenit dan rata-rata persentase pucuk rusak terendah sebesar 10.40.

4.5 ANALISIS BEBAN KERJA FISIK