Latar Belakang Permintaan energi rumah tangga di pulau Jawa
220 230
240 250
260 270
280 290
300 310
1990 1995
2000 2005
2009
Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kebutuhan energi sektor rumah tangga di Indonesia. Mengingat laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang masih positif
1,49 persen untuk sepuluh tahun terakhir BPS, Pemerintah Indonesia perlu mempelajari dan menganalisa perilaku konsumsi rumah tangga agar bisa
merencanakan kebijakan energi nasional dengan tepat. Perkembangan tingkat konsumsi energi rumah tangga bisa dilihat pada
Gambar 1.3. Pada gambar tersebut nampak bahwa konsumsi energi kelompok rumah tangga dari tahun 1990 hingga tahun 2009 cenderung meningkat.
konsumsi energi juta SBM
tahun Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia beberapa edisi
Gambar 1.3 Konsumsi energi rumah tangga tahun 1990 – 2009 termasuk biomass
Di sisi lain, rumah tangga adalah sektor non produktif, dengan kata lain kelompok ini menggunakan energi sebagai konsumsi akhir, bukan sebagai input
untuk proses produksi lebih lanjut. Jika harga energi yang ditetapkan terlalu murah, dikhawatirkan mereka akan terlalu boros dalam menggunakan energi.
Padahal, dari penggunaan energi tersebut tidak dihasilkan suatu ‘nilai tambah’ output lainnya.
Kelompok rumah tangga dianggap sebagai kelompok yang cukup rentan terhadap kenaikan harga energi, karena masih banyak kelompok rumah tangga
yang kurang mampu menjangkau harga energi yang relatif tinggi. Nuryanti dan Herdinie 2007 mengungkapkan bahwa terdapat dominasi rumah tangga kaya
dalam konsumsi energi komersial di Indonesia. Hal ini menyebabkan perlakuan subsidi yang merata akan lebih banyak dinikmati oleh kelompok rumah tangga
yang bisa jadi tidak layak menerima subsidi. Pada sisi lain, jika subsidi dicabut atau harga energi naik, maka rumah tangga yang kurang mampu akan semakin
berkurang kemampuan aksesdaya belinya terhadap energi tersebut, baik akibat kenaikan harga energi itu sendiri maupun penurunan daya beli akibat inflasi yang
dipicunya. Subsidi memang mempunyai beberapa dampak negatif. Akan tetapi
pemerintah tidak bisa mencabut subsidi begitu saja, mengingat masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menjangkau harga keekonomian
energi. Selain itu, kenaikanlonjakan harga energi juga memicu inflasi dan berbagai kemunduran dalam perekonomian seperti peningkatan biaya produksi,
peningkatan pengangguran, dan lain-lain. Pemerintah, dalam menetapkan kebijakan harga energi, perlu mengetahui
informasi mengenai perilaku konsumsi energi, yang dalam penelitian ini dikhususkan pada kelompok konsumen rumah tangga. Penelitian ini membatasi
ruang lingkup pada rumah tangga yang tinggal di Pulau Jawa. Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2010 sebanyak 57,49 persen penduduk Indonesia atau
lebih dari 136 juta jiwa tinggal di Pulau Jawa. Lebih dari separuh penduduk Indonesia ini menguasai 58,12 persen perekonomianPDB Indonesia BPS.
Seberapa besar harga energi akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsinya elastisitas harga. Selain itu, untuk mendapatkan tingkat subsidi
yang tepat terkait dengan daya beli rumah tangga yang berbeda-beda, perlu diketahui seberapa pengaruh perubahan pendapatan rumah tangga terhadap
konsumsi energi elastisitas pendapatan. Keduanya adalah parameter permintaan yang sangat penting untuk analisis ekonomi mengenai perilaku permintaan energi
rumah tangga. Terkait konversi minyak tanah ke gas yang mulai dilakukan oleh pemerintah
sejak tahun 2007, rumah tangga adalah kelompok yang mendapat dampak yang sangat besar dalam pola konsumsinya. Penelitian ini menganalisis bagaimana hal
ini memengaruhi pola konsumsi rumah tangga sejak tahun 2007, pada saat program ini mulai digulirkan, hingga tahun 2010.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku permintaan energi rumah tangga di Pulau Jawa?
2. Berapakah pengaruh perubahan harga energi pada perubahan permintaan
energi rumah tangga di Pulau Jawa? 3.
Berapakah pengaruh perubahan pendapatan rumah tangga terhadap perubahan permintaan energi rumah tangga di Pulau Jawa?
4. Untuk tingkat pendapatan yang berbeda, apakah pengaruh perubahan harga
energi dan perubahan pendapatan terhadap perubahan permintaan listrik serta bensin dan solar semakin kecil?
5. Apakah ada perbedaan pola permintaan energi rumah tangga di perdesaan dan
di perkotaan Pulau Jawa? 6.
Bagaimanakah perkembangan pola konsumsi dan elastisitas energi rumah tangga di Pulau Jawa sejak diberlakukannya konversi minyak tanah ke gas?