komoditi akibat perubahan harga komoditi lainnya elastisitas silang, respon perubahan permintaan suatu komoditi akibat terjadinya perubahan tingkat
pendapatan elastisitas pendapatanpengeluaran. Elastisitas pendapatan diukur melalui pendekatan elastisitas pengeluaran
total pengeluaran untuk komoditi terpilih. Bentuk umum elastisitas harga pada permintaan yang tidak terkompensasi dari model LA-AIDS adalah:
……………………………………3.9 keterangan:
δ
ij
= 1 untuk i = j dan δ
ij
= 0 untuk i ≠ j.
dalam penurunan ini diasumsikan dlnPdlnP
j
= w
j
Chalfant, J, 1987 Berdasarkan penurunan di atas, bisa dituliskan rumusan elastisitasnya adalah
sebagai berikut: a. Own-Price Elasticity :
…………………….3.10 b. Cross-Price Elasticity :
…..………………….3.11 c. Income Elasticity :
……………………………….3.12
3.4 Cakupan Penelitian
Penelitian ini mencakup rumah tangga di Pulau Jawa yang menjadi sampel Susenas tahun 2007 – 2010 periode pencacahan bulan Maret. Ada enam provinsi
yang ada di Pulau Jawa, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Rentang waktu yang diteliti adalah selama
sesuai rentang waktu data yang digunakan, yakni tahun 2007 – 2010. Rumah tangga sampel tersebut dibedakan menurut daerah perkotaan dan
perdesaan. Sehingga analisis bisa dilakukan secara menyeluruh dan juga terpisah untuk perkotaan dan perdesaan. Selain itu, juga dilihat perkembangannya dari
tahun 2007 sampai dengan 2010. Oleh karena tidak semua rumah tangga mengkonsumsi setiap kelompok
komoditi sesuai asumsi dari model, maka dilakukan justifikasi nilai konsumsi terhadap beberapa rumah tangga yang dalam penelitian ini tidak mengkonsumsi
seluruh kelompok komoditi dimaksud. Selain itu, karena penelitian ini menggunakan data dari tahun 2007 sampai tahun 2010, nilai pengeluaran tiap
komoditi dibagi dengan indeks harga konsumen pada bulan dan tahun yang bersesuaian, sehingga perbedaan nilai akibat pengaruh inflasi bisa dihilangkan.
Nilai harga kelompok komoditi energi merupakan harga implisit yang dihasilkan dari proksi total pengeluaran terhadap total konsumsi unit value.
Untuk kelompok komoditi energi dilakukan konversi satuan, sehingga setiap kelompok persamaan memiliki satuan yang sama. Berbeda dengan komoditi
energi, proksi harga untuk komoditi non makanan memang berbeda karena tidak semua komoditi ini dikonsumsi secara rutin oleh rumah tangga, sehingga proksi
harga juga dicoba didekati dengan harga implisit. Analisis konsumsi dilakukan dengan mengelompokkan komoditi yang
dikonsumsi rumah tangga menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok makanan, kelompok energi, dan kelompok non makanan lainnya. Adapun kelompok energi
dibagi lagi menjadi empat sub kelompok, yaitu listrik; lpg, gas kota, dan batu bara; minyak tanah, bensin dan solar.
3.5 Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan
Penentuan status atau kategori suatu wilayah ke dalam desa atau kota yang dilakukan oleh BPS menggunakan skoring berdasarkan karakteristik wilayah
tersebut.Variabel kepadatan penduduk,persentase rumah tangga bekerja di sektor pertanian, jarak ke fasilitas sosial ekonomi terdekat masih mendominasi
penentuan skoring. Desakelurahan yang memilikiskor lebih dari atau sama dengan 10 digolongkan sebagai daerah perkotaan, sebaliknya skor kurang dari 10
digolongkan sebagai daerah perdesaan. Metodologi penentuan skoring berdasarkan hasil pendataan PODES
PotensiDesa yang dilaksanakan menjelang Sensus Penduduk. Berikut secara ringkas penentuan skoring daerah perkotaan :
a. Variabel kepadatan penduduk: ≤ 500 = skor 1, 500-4000 = skor 2-4, 4000-8500 = skor 5-7, ≥
8500 = skor 8 b. Persentase rumahtangga pertanian:
≥ 70 = skor 1, 50-20 = skor 2-4, 20-5 = skor 5-7, ≤ 5 = skor 8 c. Akses fasilitas umum
≤ 2,5 km ada = skor 1 : Taman kanak-kanak, SMP, SMU
d. Akses fasilitas umum ≤ 2 km ada = skor 1 :
pasar, pertokoan e. Akses fasilitas umum
≤ 5 km ada = skor 1 : bioskop, rumah sakit
f. Hotelbilyarddiskotekpanti pijatsalon ada = skor 1 g. Persentase pengguna telepon
≥8 = skor 1 h. Persentase pengguna listrik
≥ 90 = skor 1
3.6 Simulasi Perubahan Harga dan Pendapatan Rumah Tangga
Selain memberikan gambaran deskriptif pola konsumsi energi rumah tangga di Pulau Jawa dan estimasi elastisitas permintaan komoditi-komoditi yang
dianalisis berdasarkan karakteristik wilayah dan perkembangannya dari waktu ke waktu, akan dilakukan juga simulasi perubahan jumlah barang yang diminta jika
beberapa variabel mengalami perubahan. Berdasarkan nilai elastisitas permintaan yang diperoleh untuk rumah
tangga di Pulau Jawa pada tahun 2007 – 2010 total, akan dilakukan simulasi dengan beberapa skenario. Skenario pertama adalah kenaikan harga bbm
bensin dan solar sebesar 11 persen dan harga listrik sebesar 15 persen. Kenaikan harga bbm tersebut dikaitkan dengan opsi meningkatkan harga
premium sebesar 500 rupiah dari 4500 rupiah persentase kenaikan adalah 11,11 persen, untuk simulasi digunakan hanya 11 persen dibulatkan.
Kenaikan harga listrik terkait dengan wacana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik tdl pada tahun 2012 sebesar 15 persen. Skenario yang kedua
adalah kenaikan harga yang sama untuk bbm dan listrik seperti pada skenario pertama, namun diiringi dengan peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar
4 persen terkait dengan laju pertumbuhan pengeluaran rumah tangga pada tahun 2011 BPS.
Adapun bentuk matematis simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
ln ln
E ln
ln
…..……………………………………….
3.13
Keterangan: x dan z adalah komoditi makanan, listrik, lpg, gas kota, dan batu bara, minyak tanah, bensin dan solar, non makanan lainnya
E adalah matrik 6 x 7 elastisitas harga dan elastisitas pengeluaran rumah tangga.
p dan r adalah harga komoditi y adalah pengeluaran rumah tangga
Halaman ini sengaja dikosongkan.
IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA DI PULAU JAWA
Pada bab ini akan diberikan gambaran secara deskriprif mengenai pola konsumsi rumah tangga di Pulau Jawa. Namun sebelumnya akan diuraikan
secara ringkas mengenai profil kependudukan dan perekonomian Pulau Jawa.
4.1 Kondisi Kependudukan dan Perekonomian Pulau Jawa
Pulau Jawa yang luasnya hanya 7 persen dari wilayah Indonesia dihuni oleh 57,49 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 136 juta jiwa. Sebaran
penduduk di Pulau Jawa terlihat pada grafik berikut:
persen
Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2010, Badan Pusat Statistik.
Gambar 4.1 Distribusi penduduk di Pulau Jawa menurut provinsi tahun 2010 Berdasarkan hasil sementara Sensus Penduduk 2010, jumlah rumah
tangga di Pulau Jawa adalah sebanyak 36 872,3 ribu rumah tangga. Jumlah rumah tangga terbanyak adalah di Provinsi Jawa Barat, sebanyak 11 556,6 ribu
rumah tangga, diikuti Provinsi Jawa Timur sebanyak 10 385,6 ribu rumah tangga, Provinsi Jawa Tengah 8 707,2 ribu rumah tangga, Provinsi Banten 2
631,0 ribu rumah tangga, Provinsi DKI Jakarta 2 548,2 ribu rumah tangga, dan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 1 043,7 ribu rumah tangga.
Pada Grafik 4.1, bisa dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah di Provinsi Jawa Barat, diikuti Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta,
dan terakhir adalah di Provinsi DI Yogyakarta. Jika dilihat dari sisi perekonomian, Pulau Jawa memberikan kontribusi 58,12 persen dari total PDB
Indonesia. Kontribusi terbesar berasal dari Provinsi DKI Jakarta, diikuti Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan DI Yogyakarta.