14 dan cairan dari mukosa; dan perubahan motilitas usus sehingga mempercepat
transit. Pada umumnya, terjadi berbagai proses yang saling mempengaruhi, yang mengarah pada peningkatan volume dan berat feses yang disertai persen
kandungan air Goodman Gilman, 2012. Diare merupakan gangguan resorpsi disebabkan oleh meningkatnya
peristaltik usus, sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja Tan dan
Rahardja, 2007.
2.6.1 Patofisiologi Diare
Berdasarkan tinjauan patofisiologi dibedakan beberapa mekanisme penyebab diare sebagai berikut:
a. kurangnya absorpsi zat osmotik dari lumen usus diare osmotik
b. meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus diare
sekretorik c.
naiknya permeabilitas mukosa usus d.
terganggunya motilitas usus Mutschler, 2010. Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokan diare secara klinik yaitu:
1. Diare osmotik, dapat disebabkan oleh sindroma malcerna maldigesti atau
malabsorpsi serta akibat pemasukan zat yang sukar diabsorpsi dibandingkan osmolaksansia. Jika makanan dihentikan, diare osmotik akan berhenti.
2. Diare sekretorik, disebabkan oleh toksin bakteri yang mengaktifkan adenilat
siklase dalam sel mukosa, sehingga cAMP akan dibentuk lebih banyak. Disamping toksin kolera, toksin dari Salmonella dan Shigella juga
menyebabkan diare sekretorik, sebagian besar diare musim panas dan diare
15 perjalanan disebabkan oleh toksin Eschericia coli. Penyebab lain diare
sekretorik ini adalah zat endogen, misalnya polipeptida usus vasoaktif Vasoaktif Intestinal Polypeptide, VIP. Berbeda dengan diare osmotik, diare
sekretorik tetap terjadi pada pasien yang puasa. 3.
Peningkatan permeabilitas mukosa usus dapat terjadi karena penyakit pada usus halus dan usus besar misal colitis ulcerosa atau karsinoma kolon atau
karena tidak terabsorpsinya asam empedu. Diare kologen semacam ini ditemukan setelah sekresi ileum, yang merupakan tempat utama reabsorpsi
kembali asam empedu. Asam empedu yang masuk ke kolon akan memperbesar masuknya air dan elektrolit ke lumen usus dan disini akan
menyebabkan diare. Jika kehilangan asam empedu melampaui kapasitas sintesis dihati, terjadi pengurangan absorpsi lemak sehingga timbul feses
berlemak steatorea. 4.
Peningkatan motilitas intestine yang merupakan penyebab diare yang di temukan misalnya pada hipertireosis Mutschler, 2010.
2.6.2 Obat-obat antidiare
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah : 1.
Kemoterapeutika untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamide, dan senyawa kinolon.
2. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara, yakni: a.
Zat-zat yang menghambat peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk reabsorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, yakni candu
16 dan alkaloidnya, derivat petidin loperamid, dan antikolinergika
atropine, ekstrak belladonna Tan dan Rahardja, 2007. b.
Adstringensia, merupakan senyawa yang dengan protein dalam larutan netral atau asam lemah akan membentuk endapan yang tak larut, terasa
kesat dan jika diberikan pada mukosa akan bekerja menciutkan. Zat ini akan menyebabkan perapatan dan penciutan lapisan selaput lendir usus,
dan menghambat sekresi jaringan yang meradang. Contohnya preparat yang mengandung tanin dan tannalbin, garam-garam bismuth dan
aluminium Mutschler, 2010. c.
Absorbensia, misalnya carbo adsorben yang pada permukaannya dapat menyerap adsorpsi zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang adakalanya berasal dari makanan. Termasuk disini juga mucilagines, zat - zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-
lukanya dengan suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin, dan garam bismuth serta aluminium Tan dan Rahardja, 2007.
3. Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang
seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare misalnya papaverin Tan dan Rahardja, 2007.
2.7 Loperamid Hidrokloridum