Penyiapan hewan uji Karakterisasi simplisia

27

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ranti

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup, etanol 70 dituangkan ke dalam bejana sampai seluruh simplisia terendam, diaduk, dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Dipindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, ditutup perkolator, dibiarkan selama 24 jam. Keran dibuka, dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 20 tetes per menit. Pelarut dialirkan secara kontinu dari atas dengan kecepatan yang sama dengan menggunakan reservoar yang berisi pelarut hingga selalu terdapat selapis cairan diatas simplisia. Perkolasi dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar rotary evaporator.

3.7 Percobaan Efek Antidiare

Percobaan efek antidiare meliputi penyiapan hewan uji, bahan uji, obat pembanding loperamid HCl, oleum ricini, dan pengujian efek antidiare.

3.7.1 Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar dengan berat badan 150-200 g sebanyak 30 ekor, dibagi dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus pada pengujian dengan metode transit intestinal dan untuk pengujian aktivitas antidiare metode defekasi dengan parameter bobot 28 feses cair digunakan sebanyak 30 ekor dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan. Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan uji dipelihara dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian.

3.7.2 Penyiapan bahan

Penyiapan bahan-bahan meliputi larutan suspensi CMC 0,5, suspensi norit 5, air suling, oleum ricini, etanol 70, suspensi ekstrak etanol daun ranti, suspensi loperamid.

3.7.2.1 Pembuatan suspensi CMC 0,5

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Anief, 1997.

3.7.2.2 Pembuatan suspensi serbuk tablet loperamid HCl

Tablet Imodium ® mengandung 2 mg loperamid HCl, ditimbang sebanyak 20 tablet. Tablet digerus dan diambil serbuk sebanyak 30,33 mg. serbuk dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na CMC 0,5 sedikit demi sedikit sambil digerus homogen lalu ditambahkan suspensi Na CMC 0,5 hingga 10 ml, dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 61.

3.7.2.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun ranti

Ekstrak etanol daun ranti dibuat konsentrasi 5, yaitu ditimbang sebanyak 2,5 g ekstrak etanol daun ranti, lalu ditambahkan suspensi CMC 0,5 sedikit demi sedikit sambil digerus homogen, lalu diencerkan dengan suspensi CMC 29 0,5 hingga 50 ml. Disetiap melakukan penelitian, suspensi ekstrak etanol daun ranti dibuat baru dengan konsentrasi yang sama. 3.7.3 Pengujian efek antidiare 3.7.3.1 Metode transit intestinal Semua kelompok diberi perlakuan secara per oral. Pada t = 0 tikus kelompok I kontrol diberi suspensi norit 5 sebanyak 1 ml. Kelompok II diberi oleum ricini sebanyak 2 ml200 g bb dan suspensi norit 5 sebanyak 1 ml dan kelompok III, IV, dan V diberi suspensi ekstrak etanol daun ranti 5 dosis 100 mgkg bb, 200 mgkg bb, 400 mgkg bb. Kelompok VI sebagai pembanding diberikan suspense loperamid dosis 0,54 mgkg bb. EEDR dan suspensi loperamid diberikan pada saat t = 0 menit, kemudian setelah 60 menit semua hewan diberikan oleum ricini sebanyak 2 ml200 g bb. pada t = 120 menit semua hewan diberi suspensi norit 5 sebanyak 1 ml. pada t = 180 menit semua hewan dikorbankan secara dislokasi tulang leher. Usus dikeluarkan secara hati-hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pylorus sampai katup ileosekal dari masing-masing hewan. Kemudian dari masing-masing tikus dihitung persen lintasan yang dilalui oleh marker norit terhadap panjang usus seluruhnya Chitme, dkk., 2004. Untuk menghitung persentase lintas norit: = panjang usus yang dilalui marker norit panjang usus seluruhnya x 100

3.7.3.2 Aktivitas antidiare metode defekasi

Sebelum dilakukan percobaan, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam dengan tetap diberi minum untuk mengosongkan usus agar mempermudah proses absorpsi pada saluran cerna. Pada penelitian ini tikus diinduksi dengan 30 oleum ricini 2 ml200 g bb Sumarny, dkk., 2013. Sediaan uji diberikan satu jam setelah induksi dengan oleum ricini. Tikus masing- masing diletakkan kedalam kandang yang dialasi nampan plastik dengan dilapisi kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang dan dilakukan pengamatan selama enam jam, muculnya diare ditandai dengan adanya feses cair. Selanjutnya kertas saring yang ditempeli feses cair ditimbang. Penilain efek antidiare berdasarkan penurunanpengurangan yang bermakna bobot feses kelompok uji dibandingkan kelompok kontrol selama enam jam. Kelompok I diberi oleum ricini 2 ml200 g bb, kelompok II suspensi loperamid HCl dosis 0,54 mgkg bb, kelompok III-V diberi EEDR dosis 100, 200 dan 400 mgkg bb.

3.8 Pengumpulan Data

Nilai rasio kemudian dirata-rata untuk masing-masing kelompok, dan nilai dari masing-masing kelompok tersebut dibandingkan dengan kelompok lainnya.

3.9 Analisis Data

Data hasil pengamatan persen lintas marker norit dan bobot feses cair dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA pada tingkat kepercayaan 95 dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS Statistical Product and Service Solution versi 20. 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Bahan Tumbuhan 4.1.1 Identifikasi bahan tumbuhan Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan di “Herbarium Medanense”, Fakultas MIPA Biologi USU menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan ranti Solanum amiricanum Mill. suku Solanaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 44.

4.1.2 Karakterisasi simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik daun ranti segar yaitu berwarna hijau, berdaun tunggal dan tersebar dengan panjang 2,5 - 8,5 cm dan lebar ± 2,5 cm dan permukaan merata. Bentuk daun jorong, pangkal daun membundar, ujung runcing, tepi daun rata, pertulangan daun menyirip. Daun mempunyai tangkai dengan panjang ± 1 cm. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 45. Makroskopik simplisia daun ranti yaitu berwarna hijau kecoklatan, agak menggulung keatas, bertulang menyirip, berbau khas dan rasa sedikit pahit. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun ranti terlihat adanya fragmen pembuluh kayu, stomata tipe anisositik dan rambut penutup berbentuk kerucut panjang yang dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 49. Menurut Kemenkes RI, suatu simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku obat harus memenuhi persyaratan mutu yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Kementerian Kesehatan RI Farmakope Herbal Indonesia, 2009, 32 akan tetapi monografi simplisia daun ranti belum ada. Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun ranti dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun ranti No Karakteristik serbuk simplisia Kadar 1 Kadar air 4,65 2 Kadar sari yang larut dalam air 18,59 3 Kadar sari yang larut dalam etanol 15,32 4 Kadar abu total 6,43 5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,92 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun ranti menunjukkan bahwa kadar air 4,65. Persyarakan kadar air ini memberikan batas kandungan air yang masih dapat ditolerir untuk menjaga stabilitas simplisia, karena simplisia yang mengadung kadar air tinggi atau lebih dari 10 maka akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba dan jamur. Penetapan kadar sari dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang larut dalam air dan dalam etanol. Hasil kadar sari yang larut dalam air yaitu 18,59 sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol 15,32. Penetapan kadar abu total bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa - senyawa anorganik seperti oksida logam Mg, Ca, Pb, dan Si. Penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui senyawa anorganik yang tidak larut asam seperti silikat. Besarnya kandungan logam tersebut, dapat membahayakan kesehatan. Hasil yang didapat untuk kadar abu total adalah 6,43 dan kadar abu tidak larut asam adalah 0,92.

4.1.3 Skrining fitokimia serbuk simplisia