4.2.2 Sistem
Filtrasi Dead-End
Pada Membran Selulosa Asetat
Pada Gambar 8 menunjukan hasil proses penyaringan
dead-end dengan
membran selulosa
asetat dilakukan
tiga macam
perlakuan tekanan yakni 2,5 , 5 ,dan 7,5 psi. Jika dilihat dari volume hasil total maka
volume terbesar ialah pada tekanan 7,5 psi. Pada selang menit ke 5 sampai 10 volume
terbesar
diperoleh penyaringan
dengan tekanan 5 Psi. Hasil akhir total volume
tertinggi tetap diperoleh pada tekanan 7,5 psi dan terendah pada tekanan 2,5 psi. Tapi
setelah menit ke-15, volume dari proses penyaringan sistem dead-end dengan tekanan
7,5 psi adalah terbesar. Makin besar tekanan maka debit yang diperoleh juga akan makin
besar, sehingga volume akan semakin banyak.
Gambar 8. Volume Hasil Penyaringan Sistem Dead-End dengan Membran
Selulosa Asetat. Pada sisi lain ada kelemahan juga jika
tekanannya semakin besar, ini berkaitan dengan daya tahan membran dan pemaksaan
penerobosan partikel yang melalui pori. Daya tahan membran akan menjadi berkurang.
Pemaksaan yang terjadi akan membuat partikel
menerobos pori
membran. Penerobosan partikel secara paksa tentunya
akan mempelebar pori membran. Membran untuk dead-end
memang lebih mudah mengalami kerusakan dari pada membran
cross-flow. Gaya yang langsung mengenai membran itulah yang menyebabkan membran
cepat rusak, dan perlu kehati-hatian dalam melakukan pengaturan tekanan. Pada Gambar
9 menunjukan karakteristik yang agak aneh dan sedikit menyimpang dari kebiasaan yang
ada. Pada tekanan 5 dan 7,5 psi terjadi keanehan pada awalnya naik lalu turun dengan
tajam kemudian naik dengan pesat kembali. Hal ini kemungkinan terjadi karena ada
fouling secara merata menutupi pori. Adanya paksaan
tekanan tinggi
maka terjadi
pembersihan kotoran. Hal ini memang kurang menguntungkan
bagi kualitas
air hasil
penyaringan karena nilai kekeruhan akan menjadi tinggi. Banyaknya partikel juga akan
mempengaruhi massa jenis air dan tingkat keasaman air. Kestabilan fluks mulai terjadi
setalah menit ke-15. Dari data diperoleh hasil fluks yang berurutan sesuai dengan tekanan
yang ada. Tekanan 7,5 psi mempunyai nilai fluks yang paling besar disusul 5 psi dan nilai
fluks terkecil dimiliki tekanan 2,5 psi. Hal itu memang pantas terjadi dengan naiknya
tekanan maka nilai fluks juga akan makin naik. Tekanan dapat dinaikan sampai batas
tekanan maksimal membran. Jika digunakan tekanan maksimal membran maka membran
akan mudah sekali jebol. Keanehan yang terjadi pada tekanan 5 psi pada saat menit ke 5
smapai 10, ini yang memungkinkan terjadinya penerobosan partikel secara besar-besaran.
Akibatnya juga dapat dilihat dari hasil kekeruhan yang diperoleh pada tekanan 5 psi.
Gambar 9. Fluks Hasil Penyaringan dead-end Membran Selulosa Asetat
Nilai kekeruhan pada 5 psi paling buruk karena nilainya sekitar 8,98 NTU. Bila
dibandingkan dengan yang lain, maka nilai ini adalah yang buruk. Untuk filtrasi dengan
membran selulosa asetat dimungkinkan terjadi swollen yakni penyerapan sebagian fluks yang
masuk membran. Pada suatu kondisi air permeat yang masuk membran tertampung
pada membran dan pada kondisi dimana kapasitas tampung membran tidak memadai
maka air permeat akan dikeluarkan oleh membran sehingga fluks yang dihasilkan
menjadi besar.
4.2.3 Sistem Filtrasi Cross-Flow Pada
Membran Selulosa Asetat
Gambar 10 menunjukkan adanya hasil volume yang hampir sama antara debit
penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 dan
2 4
6 8
10
5 10
15 20
v o
lu m
e m
l
waktu menit
0,01 0,06
0,11
1 11
21
fl u
k s
c m
me n
it
waktu menit
2,5 psi. Tekanan 7,5 psi memiliki debit yang paling tinggi. Kejadian ini dapat disebabkan
karena penyebaran pori pada tekanan 7,5 psi lebih merata dan gaya dorong yang besar.
Ukuran pori membran juga menjadi hal mendasar
dalam prose
filtrasi, dapat
dimungkinkan ukuran pori membran 7,5 psi lebih besar. Pori-pori membran dalam proses
filtrasi ini memang sangat berpengaruh pada hasil. Baik hasil yang bersifat kuantitas
maupun yang bersifat kualitas. Pada tekanan 5 dan 2,5 psi membran yang digunakan
kemungkinan porinya lebih sedikit walaupun perbedaannya tidak mencolok dengan pori 7,5
psi. Mungkin juga pada tekanan 5 dan 2,5 psi distribusi pori-pori membrannya kurang lebih
merata dan ukuran porinya lebih kecil. Jika dilihat dari grafik hasil tertinggi dalam hal
debit dimiliki oleh membran dengan tekanan 7,5 psi. Pada menit ke-5 mulai terlihat bahwa
proses cross-flow dengan tekanan 7,5 psi mempunyai debit tertinggi dibandingkan
dengan proses cross-flow lainnya.
Gambar 10. Volume Hasil Penyaringan Cross-Flow Dengan Membran
Selulosa Asetat Jika dilihat dari segi debit memang proses
cross-flow tidak tinggi debitnya dibanding
dengan dead-end. Jika dilihat dari parameter lain, proses inilah yang menghasilkan air hasil
penyaringan dengan kualitas terbaik. Pada proses cross-flow dengan tekanan 5 psi
mempunyai nilai kekeruhan 0,22 NTU. Ini merupakan hasil yang bisa dikata luar biasa
untuk proses satu kali penyaringan. Ditambah lagi dalam penelitian ini air limbah tanpa
perlakuan awal. Nilai 0,22 NTU ini mendekati nilai kekeruhan air mineral yang mempunyai
nilai 0,2 NTU. Dari Gambar 11 terlihat pada menit ke-5 nilai
fluksnya cukup tinggi. Grafik naik ditunjukan pada tekanan 7,5 psi hingga akhirnya turun
pada menit ke-25. Grafik yang menurun menunjukan mulai adanya fouling. Penurunan
fluks pada tekanan 7,5 psi terus terjadi hingga menit ke-70. Khusus untuk tekanan 5 psi
perubahan fluks yang tajam, terlihat dengan jelas.
Menit-menit berikutnya
terjadi penurunan fluks yang drastis. Setelah itu
kotoran kembali tersapu dan fluks kembali naik sekitar menit 30-an. Dan setelah kotoran
tersapu, hingga menit 60-an fluksnya relatif konstan.
Karakter
fluks yang
sedikit berbeda
diperlihatkan pada
tekanan 2,5
psi. Kecenderungan secara umum naik terus
walaupun sempat ada fouling pada menit ke-5 sampai menit ke-10. Setelah itu kotoran
tersapu dan fluksnya kembali naik. Tapi secara keseluruhan fluks tertinggi dimiliki oleh
proses cross-flow dengan tekanan 7,5 psi.
Gambar 11. Fluks Hasil Penyaringan Cross- Flow Membran Selulosa Asetat
4.3 Kekeruhan Turbiditas Tabel 5. Data Uji Kekeruhan