BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Alat dan Bahan Penelitian
Dalam proses pembuatan membran selulosa asetat 12 mempunyai kendalan dalam proses
pencetakan karena alat cetak yang digunakan masih sederhana. Alat cetak yang sederhana
ini tidak memungkinkan untuk membuat membran yang sama tipisnya dan pori yang
merata dengan rapi. Dari proses penelitian ini menghasilkan air hasil filtrasi yang cukup
memenuhi standar untuk konsumsi. Dari proses pembuatan membran tidak mengalami
banyak kendala. Mebran yang dihasilkan juga relatif memadahi untuk digunakan dalam
proses filtrasi karena produk filtrasi sudah berkurang nilai polutannya. Dari segi alat
filtrasi memang masih memiliki keterbatasan. Salah satu keterbatas yang dimiliki ialah
dalam pengaturan tekanan, alat ukur tekanan yang kurang akurat karena skalanya terlalu
besar. Untuk alat dead-end
salah satu kekurangannya ialah adanya lubang atau celah
dibagian input alat yang menyebabkan sistem kehilangan tekanan dan bahan sampel yang
terus menggucur dari celah tersebut. Untuk alat penelitian yang berupa alat filtrasi
sebagai bagian utama masih memiliki banyak kekurangan. Kekurangan yang cukup terlihat
ialah pengatur tekanan yang sering macet karena berkarat. Alat pengatur tekanan
merupakan bagian vital kerena dalam proses filtrasi ialah pemanfaatan tekanan untuk
mencapai hasil optimal. Selang dari pompa ke tempat membran untuk proses filtrasi juga
masih perlu pembenahan karena untuk tekanan yang agak tinggi diatas 10 psi sampel akan
keluar, ini menyebabkan turunnya tekanan sistem. Untuk selang penyalur hasil permeat
perlu dipendekan agar meningkatkan akurasi pengukuran. Untuk alat dead-end akan lebih
baik jika bagian bawah berbentuk kerucut terbalik.
Bentuk kerucut terbalik pada alat dead-end akan meningkatkan akurasi data karena tidak
ada permeat yang tertahan terlebih dahulu. Seberapapun permeat yang dihasilkan akan
langsung jatuh gelas ukur. Kondisi alas sekarang yang berbentuk datar akan ada
hambatan bagi permaet untuk jatuh ke gelas ukur. Perlu terkumpul permeat yang cukup
banyak terlebih dahulu agak ada permeat yang jatuh ke gelas ukur. Hal ini yang membuat
hasil pengukuran kurang akurat. Pada
pembuatan tidak
mengalami permasalahan yang berarti. Jika masalah dapat
diatasi pada waktu itu juga, sehingga tidak hambatan yang berarti. Hal yang sedikit
menjadi kendala
ialah dalam
proses pencetakan karena masih menggunakan alat
yang masih sederhana. Kondisi ketebalan membran dalam hal ini tidak terkontrol, karena
gaya yang
digunakan untuk
menekan membran tidak sama untuk semua permukaan.
Masalah lain ialah pori yang tidak merata sama untuk setiap membran yang tercetak.
Dalam penelitian ini juga digunakan tiga variasi tekanan baik untuk membran selulosa
maupun teflon. untuk membran selulosa digunakan tekanan 2,5, 5, dan 7,5 psi.
pemilihan tekanan itu karena SA beroperasi pada kisaran 1-5 Bar untuk mendapatkan debit
optimal. Sedangkan untuk teflon dipilih pada tekanan 5 psi untuk mengatasi sifat teflon yang
bersifat hidrofobik. Sifat yang hidrofobik ini yang membuat membran teflon perlu energi
yang lebih besar dibanding membran selulosa asetat. Untuk itu dicoba dengan tekanan yang
lebih rendah untuk mengurangi biaya filtrasi. Untuk karakterisasi dipilih kekeruhan, massa
jenis, pH, viskositas, salinitas, dan padatan total tersisa ini merupakan karakterisasi
standar untuk air konsumsi. Kekeruhan, salinitas, pH, dan padatan total tersisa ialah
karakterisasi harus terkontrol dibawah ambang batas bagi air konsumsi khususnya air
minum. 4.2 Fluks
4.2.1 Filtrasi Sistem Dead-End Pada
Membran Teflon
.
Gambar 6. Volume Hasil Penyaringan Dead- End dengan Membran Teflon.
2 4
6 8
10 12
14 16
5 10
15 20
25
V o
lu m
e m
l
waktu menit
Dari Gambar 6 ada tiga macam variasi tekanan penyaringan mengunakan membran teflon
PTFE dengan metode dead-end. Penyaringan mengunakan membran teflon ini memang
membutuhkan tekanan yang jauh lebih besar dari pada membran selulosa asetat. Untuk
teflon digunakan tiga variasi tekanan yakni 5,8 , 5,51, dan 5,075 psi
Hasil debit paling besar ditunjuk pada tekanan 5,8 psi. Jika dibandingkan dengan membran
selulosa asetat debit teflon lebih rendah. Pada tekanan terbesar ini mununjukkan hasil debit
yang tinggi dikarenakan faktor membran yang kuat pada tekanan tinggi. Tekanan besar
berhubungan dengan gaya dorong terhadap air yang juga besar. Efek lain, energi untuk
menerobos membran juga makin besar. Walau sempat ada grafik yang relatif mendatar berarti
ini ada sedikit fouling. Energi dorong yang besar berakibat ada paksaan terhadap bahan
untuk melewati membran. Setalah bahan pembuat fouling tersapu maka fluks akan
kembali normal. Dampak lain dari paksaan tersebut
ialah terjadinya pelebaran pori membran. Pada tekanan 5,51 psi juga terjadi
hal yang sama. Bedanya debit yang dimiliki tidak secepat pada tekanan 5,8 psi. Pada
tekanan 5,075 psi sempat terjadi fouling pada saat mendekati sepuluh menit awal. Kotoran
penyumbat pori tersapu karena ada paksaan melewati membran. Setelah kotoran tersapu
debitnya kembali normal. Pada
Gambar 7. Fluks Hasil Penyaringan Dead-End Membran Teflon
tekanan 5,075 psi ini memiliki debit yang paling rendah dibandingkan
yang lain. Memang wajar jika makin rendah tekanan
maka debitnya juga makin rendah. Hal yang membuat sulit dalam penelitian dengan
membran PTFE ini sendiri yakni sifat teflon yang hidrofobik. Hal ini membuat membran
sulit basah. Sehingga interaksi membran dengan air menjadi sulit. Sehingga untuk
melakukan proses filtrasi perlu energi yang jauh lebih besar. Energi yang besar ini
membuat membran PTFE punya keunggulan tersendiri.
Dari Gambar 7 fluks di atas terlihat bahwa fluks tinggi dimiliki oleh proses
penyaringan teflon dengan tekanan 5,8 psi disusul 5,51 psi dan terkahir 5,075 psi. Dari
grafik, kenaikan fluks terjadi secara drastis terjadi pada menit pertama. Menit-menit
berikutnya
fluksnya berkecenderungan
mendatar. Terjadi penurunan nilai fluks setelah memasuki menit kesepuluh. Penurunan
fluks tidak begitu nyata atau mencolok. Kemungkinan ini karena adanya penutupan
pori membran atau yang lebih dikenal dengan istilah fouling. Fouling
memang menjadi penghalang dalam urusan penyaringan dengan
membran. Dengan adanya fouling maka fluks air yang melewati membran akan berkurang.
Fouling yang terjadi akan bertambah dengan makin lamanya proses penyaringan. Pencucian
kotoran memang perlu untuk mengembalikan efektivitas
membran. Resiko
dengan melakukan
pencucian membran
ialah membesarnya pori membran. Dari Gambar 7
belum menunjukkan adanya fouling yang berarti. Proses dengan waktu yang lebih lama
maka fenomena fouling akan semakin terlihat. Ini memang bagus untuk proses ini karena
debit akan terus konstan, jika fouling kecil. Volume akan bertambah dengan konstan tanpa
mengalami hambatan yang begitu berarti. Keuntungan lain dari membran teflon ini ialah
dapat dioperasikan pada tekanan tinggi dan suhu tinggi. Bila dilihat pada tekanan 5,8 psi
fluks turun dari 0,7 cccm
2
.menit menjadi 0,6 cccm
2
.menit. Memang sempat mengalami penurunan fluks tapi menit-menit berikutnya.
Fluks kembali stabil pada nilai sekitar 0,6 cccm
2
.menit dari menit ketiga belas sampai dengan menit kedua puluh lima. PTFE teflon
tidak mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap
air justru
cenderung bersifat
hidropobik. Sifat hidropobik menjadi kendala tersendiri dalam hal filtrasi air dengan
membran teflon. Teflon biasanya digunakan untuk filtrasi udara. Membran teflon sebagai
penyaring udara memang sudah terbukti bagus hasilnya dan eropa merupakan daerah yang
paling banyak menggunakannya.
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
1 11
21
fl u
k s
cm m
en it
waktu menit
4.2.2 Sistem