Tradisi Pernikahan Adat Jawa Desa Kedungwungu
d. Peningset
Setelah dicapai kata sepakat oleh kedua belah pihak orang tua tentang perjodohan putra-putrinya, maka dilakukanla
„paningset’ atau disebut
„pasoj tukon’. Dalam kesempatan ini pihak keluarga calon mempelai putra menyerahkan barang-barang tertentu kepada calon
mempelai putri sebagai „paningset’, artinya tanda pengikat. Umumnya
berupa pakaian lengkap, sejumlah uang, dan adakalanya disertai cincin emas buat keperluan „tukar cincin.
16
e. Penentuan Tanggal
Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan hari pernikahan. Biasanya penentuan tanggal dan hari
pernikahan disesuaikan dengan weton hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar pernikahan itu
kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga.
17
f. Pasang Tarub
Bila tanggal dan hari perikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitupasang tarub. Pasang tarub adalah bangunan
tambahan non permanen yang didirikan dihalaman depan rumah, yang dapat melindungi para tamu undangan dari hujan atau panas matahari.
18
16
Mas Ngabehi Suseno,pasemon ing Tatacara Lan Upacara Penganten Surakarta, h. 6-7.
17
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah, Semarang: Pusat Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah,
h. 66.
18
Thomas wiyasa bratawidjaja,UpacaraPerkawinanAdatJawa, Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, h.23.
Pasaang tarub diawlkaan dengan pemasangan „blketepe’ anyaman daun kelaapa, blketepe yaitu hiasan dari daun kelapa untuk
mengusir roh-roh jahat dan sebagai tanda bahwa ada acara pernikahan sedang berlangsung di tempat tersebut. Pemasangan blketepedilakukan
orangtua calon mempelai putri, yang ditandai pula dengan pengadaan sesajen.
19
g. Seserahan
Sebelum upacara perkawinan berlangsung, maka sebagai awal acara adalah seserahan. Dikatakan demikian karena pihak pengantin laki-
laki menyerahkan barang-barang dan uang sekedar membantu materi untuk penyelenggaraan pesta perkawinan di rumah pengantin wanita.
20
2. Upacara Pelaksanaan Perkawinan
a. Akad Nikah
Akad nikah merupakan inti utama dalam rangkaian tata cara pernikahan. Akad nikah merupakan tata cara agama, sedangkan
rangkaian acara yang lain merupakan tradisi budaya Jawa. Akad nikah antara tata cara adat Desa Kedungwungu dan masyarakat umum secara
prinsip tidak berbeda karena ini tata cara agama. Siapapun yang melaksanakannya tidak berbeda syarat dan rukunnya.
b. Panggih
19
Sunarwan Hadi Purnomo, Rantaman Jangkep Upacara Pahargyan Temanten, surakakarta: Cendrawasih, 1998. h. 37-38.
20
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah, Semarang: Pusat Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah,
h. 67.
Upacara panggih juga disebut upacara dhaup atau temu, yaitu upacara tradisi pertemuan antara pengantin pria dan wanita. Acara ini
dilaksanakan setelah akad nikah.
21
c. Balang Suruh
Mempelai putri dan mempelai putra dibimbing menuju „titik
panggh’. Pada jarak kurang lebih lima langkah, masing-masing mempelai saling melontarkan sirih ata gantal yang ditali dengan benang
putih yang telah disiapkan. Arah lemparan mempelai putra diarahkan ke dada mempelai putri, sedangkan mempelai putri mengarahkannya ke
paha mempelai putra. Ini sebagai lambang cinta kasih suami terhadap istrinya, dan si istri pun menunjukan baktinya kepada suami.
22
d. Ngidak Endhok
Tata cara menginjak telur dilakukan oleh pengantin laki-laki, hal ini mempunyai maksud permintaan pengantin kepada Yang Maha Kuasa
semoga dalam mengarungi rumah tangga cepat dikaruniai keturunan, sehingga dalam upacara ini pengantin laki-laki harus menginjak telur
dengan sungguh-sungguh supaya telur tersebut benar-benar pecah. Yang melambangkan menyatunya laki-laki dan perempuan, seperti menyatunya
putih telur dan kuning telur.
23
e. Sindur Binayang
21
Sunarwan Hadi Purnomo, Rantaman Jangkep Upacara Pahargyan Temanten, Surakarta: Cendrawasih, 1998, h.40.
22
Mas Ngabehi Suseno, pasemon ing Tatacara Lan Upacara Penganten Surakarta, h.37- 39.
23
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah, Semarang: Pusat Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah,
h. 79.
Kedua penganten bergandengan tangan dan mengikuti ayah menuju ke pelaminan. Ibu menutup bahu ke dua mempelai dengan kain
sindur dan ikut mengantar ke pelainan. Makna dari sindur binayang adalah ayah menunjukan jlan yag baik untuk menuju ke kebahagiaan
berumahtangga, sedangkan ibu mengikuti dan memberi semngat.
24
f. Kacar-kucur
Caranya pengantin pria menuangkan raja kaya dari kantong kain, sedangkan pengantin wanitanya menerimanya dengan kain sindur yang
diletakkan di pangkuannya. Kantong kain berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga telon mawar,
melati, kenanga atau kanthil. Makna dari kacar kucur adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari
nafkah untuk keluarganya. Raja kaya yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikitpun, maknanya agar pengantin wanita
diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.
25
g. Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna
dulangan adalah sebagai simbol seksual, saling memberi dan menerima. h.
Sungkeman
24
Thomas wiyasa bratawidjaja, UpacaraPerkawinanAdatJawa, h.48.
25
Thomas wiyasa bratawidjaja,UpacaraPerkawinanAdatJawa, h.49.
Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jongkok dengan memegang dan mencium lutut
kedua orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol
perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua.
26
i. Tumplek Ponjen
Tumplek ponjenaadalah upacara adat yang dilaksanakan ketika orang tua mantu anak terkhir. Makna upacara tumplek ponjen ini adalah
ucapan tanda syukur orang tua yang telah selesai menikahkan semua anaknya.
27
Dari setiap prosesi pernikahan yang dilaksanakan di Desa Kedungwungu tersebut mempunyai filisofi dan makna yang sangat kental. Setiap bagian dari
ucapan tersebut memberikan sebuah keagungan akan sebuah kearifan lokal. Setiap unsur dari prosesi berisikan do’a dan harapan akan kelanggengan dan kebahagian
kedua mempelai yang akan mengarungi bahtera rumah tangga. Meskipun dalam tradisi pernikahan adat Jawa Desa Kedungwungu
berisikan do’a dan harapan namun perlu ada penyaringan dan penyesuaian dengan
hukum Islam agar tidak bertentangan. Penyesuaian tersebut diantaranya mengenai tradisi ngidhak endhog menginjak telor, dimana tradisi tersebut yang
mengharuskan mempelai laki-laki menginjak telor sampai pecah.
26
Thomas wiyasa bratawidjaja,UpacaraPerkawinanAdatJawa, h.50.
27
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa,Jogjakarta Kreaton, 2004,h. 137.
Tradisi menginjak telor harus ada modifikasi karena tradisi tersebut tidak dibenarkan karena merupakan perbuatan yang sia-sia dan dalam hukum Islam
dapat menimbulkan kemudharatan. Sebagaimana firman Allah di dalam QS. Al- Isra 17 : 27
أرساا
27:17
Artinya: ”seungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan
setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-Nya ”.