Analisa mutu jamur merang
36
Gambar 13 Kandungan protein jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice, dan jamur merang segar.
Kandungan protein pada pembekuan menggunakan freezer mengalami penurunan sebesar 7, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice hanya
1. Kondisi ini dapat disebabkan karena adanya denaturasi protein pada bahan pangan. Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa
kandungan protein jamur merang segar tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan jamur merang pasca thawing yang dibekukan menggunakan freezer dan
dry ice . Menurut Rahman, 2007, denaturasi protein pada proses pembekuan
bahan pangan yang banyak mengandung protein akan terjadi walaupun perubahannya tidak terlalu nyata.
Warna jamur merang
Warna jamur merang dinyatakan dengan nilai L Lightness kecerahan, nilai a, dan nilai b. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan mulai dari angka 0
untuk warna hitam dan angka 100 untuk warna putih, sehingga bila terjadi penurunan nilai L, tingkat kecerahannya akan mendekati warna hitam atau
menjadi lebih kusam. Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer
mengalami penurunan nilai L sebesar 7,19, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice mengalami penurunan nilai L sebesar 4,76. Secara lebih
jelas, tingkat kecerahan jamur merang dapat dilihat pada Gambar 14, yang menunjukkan bahwa pembekuan menggunakan freezer memiliki nilai L yang
paling rendah, yang menandakan bahwa perlakuan tersebut memiliki warna yang
37
paling kusam atau paling gelap. Sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice
memiliki nilai L yang lebih tinggi, menandakan bahwa warna jamur merang pada perlakuan tersebut lebih cerah daripada perlakuan menggunakan freezer,
namun masih lebih kusam dibandingkan tingkat kecerahan jamur merang segar. Dari hasil analisis ragamnya pada Lampiran 4, tingkat kecerahan dari masing-
masing perlakuan memiliki perbedaan yang nyata.
Gambar 14 Nilai L KecerahanLightness pada warna jamur merang Nilai a dari pengamatan warna jamur merang menyatakan warna hijau
untuk angka 0 hingga -80 dan warna merah untuk angka 0 hingga 70, sehingga bila terjadi peningkatan nilai a positif, menandakan bahwa warna jamur merang
mendekati warna merah. Hasil pengamatan nilai a untuk warna jamur merang dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Nilai a pada warna jamur merang
38
Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan nilai a sebesar 0,96 dan pada pembekuan menggunakan dry ice
sebesar 0,83. Peningkatan nilai a menjadi lebih berwarna kemerahan yang terjadi sangat kecil dan didukung dengan hasil analisis ragam Lampiran 4,
menyatakan bahwa semua perlakuan tidak memiliki perbedaan nilai a yang nyata pada warna jamur merang.
Nilai b dari warna jamur merang menyatakan warna kuning untuk nilai 0 hingga 70 dan warna biru untuk nilai 0 hingga -70, sehingga bila terjadi
peningkatan nilai b positif, menandakan bahwa warna jamur merang mendekati warna kuning. Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer
mengalami peningkatan nilai b sebesar 4,01 dan pada pembekuan menggunakan dry ice
sebesar 6,7. Peningkatan nilai b pada warna jamur merang dapat dilihat pada Gambar 16, dimana pembekuan menggunakan dry ice memiliki warna yang
lebih kekuningan dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer. Dari hasil analisis ragam Lampiran 4 didapatkan hasil bahwa semua perlakuan
menggunakan freezer dan dry ice serta jamur merang segar memiliki nilai b yang saling berbeda nyata.
Gambar 16 Nilai b pada warna jamur merang Menurut Fellows 2000 perubahan warna yang terjadi pada proses
pembekuan karena pada pembekuan dan pendinginan tidak dapat menginaktivasi enzim. Menurut Julianti 1997, perubahan warna pada penyimpanan jamur
merang masih dapat terjadi walaupun sudah dikontrol dengan penggunaan suhu rendah. Menurut Chang et al. 1982 jamur merang banyak mengadung enzim
39
enzim polifenol oksidase. Enzim tersebut bila terpapar oksigen akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat, kemudian
bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan enzymatic browning atau pencoklatan
enzimatis. Selain itu, perubahan warna pada jamur merang pasca thawing merupakan salah satu indikator terjadinya kerusakan dingin pada jamur merang.
Warna jamur merang yang dinyatakan dalam nilai L, a, dan b dapat dikonversi menjadi nilai X, Y, dan Z Lampiran 11 seperti disajikan pada Tabel
14 dan dapat digambarkan dalam grafik CIE Lab pada Gambar 17. Tabel 14 Nilai XYZ warna jamur merang
Nilai Freezer
Dry ice Segar
X 24.72
27.36 32.79
Y 24.75
27.35 32.58
Z 18.65
19.91 26.02
x 0.363
0.367 0.359
y 0.363
0.366 0.356
Gambar 17 Warna jamur merang dalam nilai X, Y pada grafik CIE Lab
= jamur merang dengan
perlakuan freezer = jamur merang dengan
perlakuan dry ice = jamur merang segar
40
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi dengan cepat, terutama bila terjadi kerusakan pada bahan pangan, baik pada saat penanganan segar ataupun pada saat
pengolahan. Bahan pangan yang mengalami kerusakan, sel-selnya yang pecah akan mengeluarkan enzim polifenol oksidase yang akan tercampur dengan
oksigen dan substrat sehingga menghasilkan warna kecoklatan Salunkhe, 1976, seperti dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Jamur Merang Pasca Thawing pada Pembekuan menggunakan A Freezer
, B Dry ice, dan C Jamur Merang Segar Pada pembekuan jamur merang menggunakan freezer, pencoklatan
enzimatis sudah terjadi pada saat pembekuan di dalam freezer saat kontak dengan oksigen. Sedangkan pada jamur merang yang dibekukan dengan dry ice,
pencoklatan enzimatis saat proses pembekuan dapat dihambat, karena oksigen yang terdapat di dalam kotak styrofoam tergantikan oleh karbondioksida yang
terbentuk dari hasil sublimasi dry ice. Karbodioksida memiliki bobot yang lebih berat daripada oksigen, sehingga mampu mengurangi kadar oksigen dalam kotak
Styrofoam. Kondisi ini dapat mengurangi terpaparnya jamur merang dengan oksigen, sehingga memperlambat perubahan warna.
Berdasarkan SNI 01-6945-2003, warna jamur merang segar berwarna putih bersih, sedangkan jamur merang pasca thawing berwarna kecoklatan.
Kondisi ini menyatakan bahwa jamur merang pasca thawing tidak sesuai dengan SNI.
Kekerasan Jamur Merang
Tekstur merupakan salah satu kriteria kualitas jamur merang yang penting. Nilai kekerasan jamur merang pada perlakuan menggunakan freezer mengalami
penurunan sebesar 71,18 dan perlakuan menggunakan dry ice sebesar 71,95. Jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice terlihat memiliki tingkat
C B
A
41
kekerasan yang paling rendah, atau paling lunak, seperti dapat dilihat pada Gambar 19. Jamur merang segar memiliki tingkat kekerasan paling tinggi dan
perlakuan menggunakan freezer memiliki tingkat kekerasan di bawahnya. Dari hasil analisis ragam Lampiran 5 diketahui bahwa kekerasan jamur merang pada
pembekuan menggunakan freezer dan dry ice memiliki perbedaan yang nyata dengan kekerasan jamur merang segar. Sedangkan kekerasan jamur merang pasca
thawing tidak memiliki perbedaan yang nyata satu sama lain.
Kekerasan jamur merang pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan
jaringan dan hilangnya tekanan turgor pada jamur merang.
Gambar 19.Nilai kekerasan jamur merang Jaringan jamur merang disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil,
yang integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel dinding sel dan lamela tengah dan tekanan turgor sel ditentukan
oleh kandungan air dalam vakuola Chassagne-Berces et al., 2009. Menurut Delgado et al. 2005 tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat kekerasan,
dimana vakuola dan mebran sel dapat mencegah terjadinya osmosis.Pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi
pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan
dinding sel sehingga menyebabkan kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan jamur merang, menyebabkan hilangnya
42
water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat
diserap kembali oleh jaringan jamur merang, Secara umum, pembekuan mempengaruhi penurunan tingkat kekerasan
jamur merang, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Chassagne-Berces et al.
2009, bahwa pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan sebesar 54 untuk pembekuan pada suhu -
80˚C, 79 untuk pembekuan pada suhu -
20˚C, dan 99 untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing
. Selain itu Jaworska 2010 juga menyebutkan bahwa pembekuan menurunkan tingkat kekerasan jamur Boletus edulis sebesar 88.
pH Jamur Merang
Hasil pengamatan pH jamur merang disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 memperlihatkan bahwa jamur merang segar memiliki pH 8.28, berada pada
kondisi basa. pH merupakan derajat keasaman yang dinyatakan oleh konsentrasi ion hidrogen H
+
dan kondisi basa oleh ion hidroksil OH
-
Jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice terlihat mengalami peningkatan pH yang cukup
tinggi dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer. Dari hasil analisis ragam Lampiran 5 diketahui bahwa pH jamur merang
segar tidak berbeda nyata dengan pH jamur merang yang dibekukan dengan freezer
, sedangkan pH jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice berbeda nyata dengan kedua perlakuan sebelumnya.
Gambar 20. pH jamur merang pasca thawing dan jamur merang segar
43
pH jamur merang yang dibekukan dengan dry ice menjadi lebih tinggi sebesar 6.5. Hal ini dapat disebabkan karena jamur merang tersebut sudah
terpapar oleh dry ice yang akan menyublim menjadi gas CO
2
, sehingga mampu menaikkan pH jamur merang menjadi lebih tinggi. pH pada jamur merang
berhubungan dengan aroma pada kondisi pasca thawing. Aroma yang menyimpang pada kondisi thawing dapat disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme yang mampu menurunkan pH. Kondisi ini menyatakan bahwa jamur merang pasca thawing tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme.
Bobot Jamur Merang Beku dan Pasca Thawing
Perubahan bobot jamur merang berhubungan dengan perubahan kandungan air, yang dapat terjadi pada proses pembekuan dan thawing.
Pengukuran bobot jamur merang dilakukan pada kondisi segar, kondisi beku, dan pasca thawing setelah ditiriskan dari cairan drip, dimana hasil pengamatannya
disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing
Perlakuan Perubahan Bobot
Jamur Merang Beku Perubahan Bobot
Jamur Merang Thawing Pembekuan freezer
0.53
a
-15.76
a
Pembekuan dry ice -0.12
b
-19.65
b
Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa bobot jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan sebesar 0.53,
sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice mengalami penurunan sebesar 0,12. Penambahan bobot jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer
dapat disebabkan karena terjadi penyerapan uap air dari lingkungan freezer yang memiliki kelembapan tinggi dengan RH sekitar 85-95. Sedangkan penurunan
bobot pada jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice dapat terjadi karena adanya dehidrasi secara osmosis pada jamur merang akibat perbedaan
kelembapan antara jamur merang dan dry ice. Menurut FAO 2009, kondisi penyimpanan yang disarankan untuk jamur adalah pada RH 95. Jamur merang
memiliki kadar air yang cukup tinggi, sedangkan dry ice tidak memiliki kelembapan
sama sekali
http:www.dryice.grfaq_en.php sehingga
menyebabkan air yang terkandung oleh jamur merang tertarik keluar untuk
44
membuat kondisi equilibrium dengan lingkungannya. Kandungan air pada jamur merang yang tertarik keluar secara osmosis akan langsung membeku saat berada
di permukaan jamur merang karena karena kontak dengan dry ice sehingga menghasilkan butiran-butiran kristal es pada pemukaannya. Kondisi ini hanya
terjadi pada permukaan jamur merang yang dibekukan dengan dry ice seperti terlihat pada Gambar 21.
Gambar 21 A Jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer dan B Butiran-butiran es yang terbentuk pada permukaan jamur merang
beku pada pembekuan menggunakan dry ice
Kemasan digunakan sebagai pelindung bagi produk yang dikemas dari keruskan mekanik maupun untuk mengurangi terjadinya susut bobot. Plastik
polietilen walaupun memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap CO
2
, namun merupakan penahan yang baik terhadap uap air. Pada proses pembekuan
yang dilakukan dengan dry ice, digunakan kemasan plastik polietilen yang berlubang, sehingga dehidrasi masih dapat terjadi. Menurut Dirim et al. 2004,
laju uap air makin tinggi bila menggunakan kemasan yang berlubang. Menurut Fellows 2000, susut bobot dapat disebabkan oleh dehidrasi, yaitu
kehilangan kehilangan kelembapan selama proses pembekuan ataupun penyimpanan beku. Hal ini dapat disebakan karena bahan pangan yang tidak
dikemas ataupun terjadi perbedaan kelembapan yang cukup tinggi antara bahan pangan dengan lingkungan. Rahman et al. 2007 juga menyatakan bahwa
pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi, sehingga menyebabkan susut bobot.
Pada kondisi pasca thawing, jamur merang mengalami penurunan bobot sebesar 15,76 untuk pembekuan menggunakan freezer dan 19,65 untuk
pembekuan menggunakan dry ice. Pada kondisi thawing, penyusutan bobot yang terjadi dapat disebabkan oleh keluarnya cairan „drip‟ dari jamur merang. Cairan
„drip‟ adalah cairan yang berasal dari kristal es yang meleleh di dalam jaringan
45
jamur merang, namun tidak dapat diserap kembali oleh jaringan tersebut. Makin rusak jaringan, maka makin banya
k cairan „drip‟ yang dihasilkan. Hasil pengamatan penyusutan bobot jamur merang disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22 Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing Gambar 22 menunjukkan bahwa penyusutan bobot jamur merang pasca
thawing pada pembekuan menggunakan dry ice lebih besar daripada
menggunakan freezer. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses pembekuan menggunakan dry ice, jaringan jamur merang sudah mengalami kehilangan cairan
akibat dehidrasi, sehingga jaringan kurang mampu menyerap kembali cairan dari kristal es yang meleleh dibandingkan dengan menggunakan freezer, terlebih lagi
sudah ada sebagian kristal es yang berada di luar jamur merang dan menyebabkan kehilangan cairan „drip‟ yang lebih banyak, seperti terlihat pada Gambar 23.
Dengan hilangnya cairan, maka bobot jamur merang pasca thawing akan
mengalami penyusutan.
Gambar 23 Cairan drip yang dihasilkan dari jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan A freezer dan B dry ice
0,53
-15,76 -0,12
-19,65 -25
-20 -15
-10 -5
5
Jamur Merang Beku Jamur Merang Thawing
P er
ub ah
an B
ob ot
Freezer Dry ice
B A
Jamur merang pasca thawing
46
Menurut penelitian Alvarez 1997 cairan drip yang dihasilkan oleh jaringan kentang beku yang sudah di-thawing dipengaruhi oleh laju pembekuan,
makin cepat laju pembekuan, makin sedikit cairan drip yang dihasilkan, walaupun tidak berbeda nyata secara statistik.
Pengujian organoleptik.
Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan konsumen terhadap parameter-parameter mutu jamur merang, yaitu warna, kekerasan, dan
aroma. Uji kesukaan digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk Setyaningsih et al., 2010.
Warna
Secara subyektif, warna jamur merang juga diuji untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen, dimana hasil pengujiannya ditampilkan pada Tabel 16.
Dari Tabel 16 diketahui bahwa warna jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice lebih disukai daripada menggunakan freezer. Berdasarkan
hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa warna jamur merang pada perlakuan menggunakan dry ice tidak berbeda nyata dengan warna jamur merang
segar, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan freezer, namun warna jamur merang pada perlakuan yang menggunakan freezer berbeda nyata
dengan warna jamur merang segar. Kondisi ini menjelaskan bahwa walaupun warna jamur merang yang paling disukai adalah warna jamur merang segar,
namun warna jamur merang pada perlakuan lainnya masih dapat diterima oleh konsumen.
Tabel 16 Hasil uji organoleptik warna Perlakuan
Nilai Deskripsi Kesukaan
Thawing setelah pembekuan freezer
4.15
a
Netral Thawing
setelah pembekuan dry ice 4.55
ab
Netral-agak disukai Segar
5.01
b
Agak disukai
Kekerasan
Hasil pengujian organoleptik kekerasan jamur merang disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa pembekuan
mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap kekerasan jamur merang
47
pasca thawing. Kekerasan jamur merang segar adalah yang paling disukai, dibandingkan dengan kekerasan jamur merang pasca thawing. Dari hasil analisis
ragam pada Lampiran 6, dapat diketahui bahwa kekerasan jamur merang yang dibekukan berbeda nyata dengan kekerasan jamur merang segar, sedangkan
kekerasan pada jamur merang yang dibekukan tidak berbeda nyata satu sama lain dengan nilai „netral‟.
Tabel 17 Uji organoleptik kekerasan Perlakuan
Nilai Deskripsi Kesukaan
Thawing setelah pembekuan freezer
4.43
a
Netral Thawing
setelah pembekuan dry ice 4.13
a
Netral Segar
5.38
b
Agak disukai Kondisi ini menjelaskan bahwa walaupun kekerasan jamur merang segar
paling disukai oleh panelis, namun kekerasan jamur merang yang sudah dibekukan dan di thawing masih dapat diterima oleh konsumen. Kekerasan
merupakan salah satu parameter mutu yang penting, namun bukan yang utama bila akan melalui proses pengolahan, sehingga walaupun sudah terjadi perubahan
tingkat kekerasan yang cukup tinggi, tapi masih dalam batas dapat diterima oleh konsumen.
Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter mutu yang sangat penting bagi jamur merang. Jamur merang memiliki komponen aroma volatil berupa
limonene, octa-1,5-dien-3-ol, 3-octanol,1-octen-3-ol, 1-octanol, and 2-octen-1-ol, dengan senyawa utama berupa 1-octen-3-
ol, sebesar 71,6−83,1 Mau et al, 1997. Aroma jamur merang sangat khas dan paling baik berada pada fase
pemanjangan dan dewasa saat tudungnya sudah mekar. Hasil pengujian organoleptik aroma disajikan pada Tabel 18. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa
aroma jamur merang yang paling disukai oleh konsumen adalah aroma jamur merang segar, sedangkan aroma jamur merang pada pembekuan menggunakan
freezer sudah tidak disukai oleh konsumen. Aroma jamur merang pada
pembekuan menggunakan dry ice masih dapat diterima oleh konsumen, karena belum mencapai nilai 3,5. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6,
diketahui bahwa aroma jamur merang segar tidak berbeda nyata dengan aroma
48
jamur merang dengan perlakuan menggunakan dry ice. Sedangkan aroma jamur merang dengan perlakuan menggunakan freezer berbeda nyata dengan aroma
jamur merang pada dua perlakuan lainnya. Tabel 18 Hasil Uji Organoleptik Aroma Jamur Merang
Perlakuan Nilai
Deskripsi Kesukaan
Thawing setelah pembekuan freezer
3.39
a
Agak tidak suka Thawing
setelah pembekuan dry ice 3.75
b
Agak tidak suka-netral Segar
3.86
b
Agak tidak suka-netral Aroma jamur merang segar ataupun pasca thawing memiliki nilai di
bawah netral, atau cenderung kurang disukai. Hal ini dapat disebabkan karena jamur merang memiliki aroma yang khas. Sebagian konsumen mencari aroma
khas tersebut, namun ada pula yang kurang menyukai aroma tersebut.
Pembobotan Nilai Organoleptik
Pembobotan nilai organoleptik digunakan untuk melihat preferensi umum dari masing-masing parameter mutu, yaitu warna, kekerasan, dan aroma.
Perhitungan nilai kepentingan dan pembobotan pada pengujian organoleptik dapat menyatakan perlakuan yang paling disukai oleh konsumen Setyaningsih et al.,
2010. Pada Tabel 19 disajikan dasar pertimbangan kepentingan dan nilai kepentingan dari pengujian organoleptik
Tabel 19 Penilaian kepentingan pada pengujian kesukaan Parameter
Dasar Pertimbangan Nilai
kepentingan Warna
Warna merupakan kesan pertama yang akan berpengaruh terhadap kriteria mutu jamur merang
5 Aroma
Aroma merupakan parameter mutu yang cukup penting karena dapat mengindikasikan kerusakan
3 Kekerasan
Kekerasan akan diamati setelah warna dan aroma jamur merang
2 Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa warna memiliki bobot paling tinggi
karena dianggap merupakan faktor utama yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap jamur merang, kemudian dilanjutkan dengan parameter
aroma. Bila pada kedua parameter tersebut tidak ditemukan penyimpangan mutu,
49
parameter kekerasan menjadi faktor penting berikutnya. Hasil perhitungan nilai kepentingan pembobotan disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Nilai total pembobotan uji organoleptik Parameter
Preferensi Umum Freezer
Dry ice Segar
Warna 2.08
2.28 2.51
Kekerasan 1.30
1.24 1.61
Aroma 0.68
0.75 0.77
TOTAL 4.06
4.26 4.89
Tabel 20 menyatakan bahwa dari perhitungan preferensi umum dapat diketahui bahwa jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice lebih
disukai daripada jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer, walaupun jamur merang segar adalah yang paling disukai.
Histologi Jamur Merang
Pengamatan histologi jamur merang sangat berguna untuk mengamati stuktur jaringan jamur merang dan mempelajari pengaruh dari perlakuan
pembekuan dan thawing, yang dapat merupakan penjelasan mengenai nilai-nilai yang didapatkan dari hasil pengukuran menggunakan instrumen. Hal yang paling
penting dalam pengamatan menggunakan teknik mikroskopi adalah penyiapan sampel yang benar, sehingga akan menghasilkan suatu visual yang
menggambarkan pengaruh pembekuan sebenarnya. Pengamatan histologi untuk jamur merang dilakukan setelah mencapai suhu -
18˚C dan dilakukan thawing. Dari hasil pengamatan jaringan jamur merang yang disajikan pada Gambar
24 dan 25, terlihat bahwa jaringan jamur merang segar penuh dan kompak dimana ruang intersel dan intrasel yang terlihat buram, karena terisi penuh oleh cairan.
50
Gambar 24 Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan A freezer, B dry ice dan C jamur merang segar
A1 A2
B1 B2
C1 C2
Gambar 25 Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan A freezer, B dry ice dan C jamur merang segar di bagian 1 tepi
dan 2 tengah C
B A
51
Sedangkan pada jaringan jamur merang pasca thawing, terjadi perluasan pada ruang interselnya, membentuk rongga-rongga kosong di antara jaringan yang
makin membesar dengan warnanya yang terlihat lebih jelas dan tajam. Kondisi ini dapat disebabkan karena hilangnya cairan interseluler dari jamur merang, hingga
ikatan interselnya berkurang, dan membesar. Jaringan terlihat mengalami penyusutan sehingga terjadi penempelan sel dan menyisakan ruang-ruang
interseluler yang sangat besar. Kehilangan cairan tersebut dapat disebabkan karena pada proses pembekuan, kristal es yang terbentuk di ruang interseluler
memiliki tekanan uap air yang lebih rendah dibandingkan air di dalam sel, sehingga air dari dalam sel keluar untuk menuju ke kristal es yang sedang
terbentuk di ruang interseluler menghasilkan kristal es berukuran besar yang dapat menyebabkan kerusakan mekanik pada jaringan jamur merang. Hal ini terutama
terjadi pada pembekuan dengan laju yang lambat, dimana pembekuan menggunakan freezer termasuk dalam laju pembekuan lambat.
Menurut Sun et al. 2002, pada pembekuan lambat akan terjadi kerusakan berupa terbentuknya kristal es yang besar pada jaringan bahan pangan beku dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan mekanik, kehilangan cairan, dan penurunan mutu produk. Dari hasil penelitian Chassagne-Berces et al. 2009, dijelaskan
bahwa perlakuan pembekuan, dengan laju lambat ataupun cepat, dan thawing, dapat menghilangkan lapisan tonoplas yang mengelilingi vakuola sehingga terjadi
kerusakan membran sel. Pada jaringan jamur merang pasca thawing yang dibekukan dengan dry
ice , terlihat kondisi kehilangan cairan yang cukup besar, didukung juga dari hasil
pengamatan penyusutan bobotnya yang cukup besar, walaupun telah diasumsikan bahwa kristal es yang dihasilkan berukuran lebih kecil daripada menggunakan
freezer . Hal ini dapat disebabkan karena terjadi dehidrasi yang berlebihan dan
sangat cepat pada jaringan jamur merang yang dibekukan dengan dry ice, akibat perbedaan kelembapan seperti telah dijelaskan pada sub bab perubahan bobot
jamur merang. Menurut Sun et al.2002, dehidrasi pada pembekuan menyebabkan
kerusakan jaringan akibat adanya transfer air secara osmosis dari intrasel,
52
sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi membran sel, gangguan sistem metabolism, denaturasi protein, reaksi enzim, dan kerusakan jaringan.
Waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada pembekuan
menggunakan dry ice
Pengamatan waktu thawing jamur merang pada perlakuan menggunakan
dry ice , dilakukan dengan membekukan jamur merang hingga dry ice yang
digunakan habis tersublimasi, kemudian di-thawing dalam kotak styrofoam. Hasil pengamatan waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada perlakuan
yang menggunakan dry ice disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Waktu sublimasi dry ice, waktu thawing, dan suhu terendah jamur
merang pada pembekuan menggunakan dry ice. Waktu sublimasi dry ice
5.83 jam Waktu thawing hingga titik leleh -2,7
˚C 1,75 jam
Waktu thawing hingga kristal es meleleh 2,83 jam
Suhu terendah -
67.9˚C Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa dry ice seberat 1000 gram akan
habis tersublimasi untuk membekukan jamur merang seberat 500 gram selama 5,83 jam. Sedangkan waktu thawing yang dibutuhkan untuk jamur merang beku
mencapai titik leleh -2,7 ˚C adalah 1,75 jam. Jumlah waktu sublimasi dan thawing
sebelum kristal es meleleh tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan proses pembekuan menggunakan dry ice, sebelum memindahkan
jamur merang beku ke tempat penyimpanan beku. Bila dalam waktu lebih dari 7,58 jam, jamur merang tidak dipindahkan ke dalam tempat penyimpanan beku,
maka akan terjadi proses thawing dimana kristal es akan mulai meleleh, sehingga akan semakin menurunkan mutu jamur merang apabila dibekukan kembali. Jamur
merang beku dapat dilihat pada Gambar 26. Dry ice
tidak dapat membekukan bahan pangan dalam waktu yang lama, namun hanya mampu mempercepat laju pembekuan. Perubahan suhu pusat jamur
merang proses pembekuan dan thawing pada pembekuan menggunakan dry ice dapat dilihat pada Gambar 27. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jamur
merang pasca thawing mengalami penurunan mutu, baik warna, kekerasan, maupun jaringannya yang mengindikasikan terjadinya kerusakan dingin, tetapi
53
pembekuan masih dapat mempertahankan kandungan nutrisi pentingnya, yaitu protein.
Gambar 26 Jamur merang beku menggunakan A freezer, B dry ice, dan C jamur merang segar
Gambar 27. Perubahan suhu pusat jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice
dan thawing