Perubahan Fisiologis Lepas Panen Jamur Merang
7
reaksi-reaksi kimia, atau pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang terus berlangsung dalam jaringan selama penyimpananpasca panen.
Perubahan-perubahan tersebut didahului oleh peningkatan laju respirasi, dan penghentian suplai nutrien yang akan mempercepat sejumlah reaksi yang
irreversibel
sehingga akan menyebabkan kerusakan pada jamur Cho et al., 1982.
Proses Respirasi
Respirasi merupakan metabolisme penting yang harus diperhatikan pada jamur merang segar, karena akan terus berlangsung setelah proses pemanenan.
Pada proses respirasi, terjadi perubahan-perubahan pada kandungan nutrisi jamur merang yang akan mengakibatkan perubahan fisiknya pula. Respirasi merupakan
pemecahan senyawa kompleks, terutama pati menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida, air, dan energi, serta terjadinya kehilangan substrat. Besar
kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O
2
yang digunakan, CO
2
yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul Pantastico,1986. Metabolisme ditujukan untuk memenuhi
keperluan-keperluan yang dibutuhkan oleh bahan pangan tersebut agar dapat melangsungkan kehidupan pasca panennya, terutama dalam bentuk energi.
Laju respirasi produk segar merupakan indikator yang baik terhadap aktivitas metabolisme jaringan dan merupakan pedoman potensi masa simpan produk segar
Pantastico, 1986. Makin cepat laju respirasinya berarti makin cepat pula terjadi pemecahan senyawa kompleks yang menandakan semakin cepatnya terjadi
penurunan mutu jamur merang. Laju respirasi jamur merang pada beberapa tingkat suhu disajikan pada Tabel 3. Nilai RQ jamur merang lebih dari 1,
menunjukkan bahwa respirasi yang terjadi menggunakan substrat yang mengandung O2, yaitu asam-asam organik.
Tabel 3 Laju respirasi dan nilai RQ jamur merang Suhu
⁰C Laju respirasi mlkg-jam
RQ Produksi CO
2
Konsumsi O
2
10 40.111
26.065 1.54
28 480.808
345.500 1.39
Sumber : Julianti, 1997
8
Perubahan Kadar Air
Jamur merang memiliki kandungan air yang tinggi yaitu sekitar 87,7. Laju respirasi yang cepat akan menyebabkan kehilangan air yang cepat pula. Laju
kehilangan air tergantung pada 1 struktur dan kondisi jamur, 2 suhu dan RH lingkungan, dan 3 gerakan udara dan tekanan udara. Evaporasi terjadi lebih
lambat pada fase kancing, kemudian meningkat pada fase berikutnya dan paling cepat pada saat pemekaran tudung Cho et al., 1982. Pengaruh utama kehilangan
air adalah susut bobot yang memperlihatkan ciri fisik terjadinya pelayuan dan pengerutan, dengan tekstur yang liat.
Pemekaran Tudung
Aktivitas metabolisme yang terus terjadi pada jamur merang setelah panen akan mengakibatkan mekarnya tudung, yang akan menyebabkan peningkatan
kadar protein dan lemak serta penurunan nilai energi. Pemekaran tudung pada jamur merang adalah hal yang harus dihindari, karena dapat menurunkan mutu
yang sekaligus menurunkan harga jualnya.
Perubahan Warna
Perubahan warna pada jamur merang adalah salah satu parameter yang paling menentukan mutu. Perubahan warna dapat disebabkan akibat reaksi
pencoklatan enzimatis atau pertumbuhan bakteri pembusuk seperti Pseudomonas tolasii
Julianti, 1997. Proses pengupasan, pencucian, adanya kerusakan mekanis, dan senesensi juga mempengaruhi perubahan warna pada jamur merang.
Jamur merang yang disimpan pada suhu kamar akan cepat mengalami perubahan warna menjadi coklat Julianti, 1997.
Pada jamur terdapat enzim polifenol oksidase, sehingga kehadiran 0
2
dan substrat akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang
berwarna coklat, kemudian bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan pencoklatan
enzimatis. Reaksi ini dapat dikontrol dengan penginaktifan enzim oleh panas, S0
2
atau perubahan pH akibat penambahan asam Cho et al., 1982. Reaksi pencoklatan pada jamur dapat dikontrol dengan penyimpanan pada suhu rendah
Julianti, 1997.
9
Penyimpangan Bau
Oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tak jenuh pada jamur merang dapat menyebabkan penyimpangan bau. Hal yang sama juga
dapat diakibatkan oleh oksidasi protein dan berkembangnya mikroorganisme pembusuk Cho et al., 1982.