2.1.4 Ekuivalensi dalam Terjemahan
Terjemahan adalah penggantian dari bahan tekstual dalam bahasa sumber
ke bahan tekstual yang ekuivalen dalam bahasa target Catford dalam Hornby 1990:
20. Dari definisi tersebut, tentulah pencapaian ekuivalensi dalam penerjemahan sangat penting. Hal ini telah diuraikan oleh Jacobson 19592000 dalam artikelnya
yang berjudul “On Linguistic Aspect of Translation”. Dalam tulisannya tersebut, dijelaskan bahwa tidak ada ekuivalensi penuh antar kode unit-unit. Misalnya untuk
kata “cheese” yang merupakan kode unit dalam bahasa Inggris ternyata tidak sama dengan kata “syr” dalam bahasa Rusia. Dengan demikian, Jacobson menambahkan
bahwa dalam proses penerjemahan, penerjemah mengkodekan dan mengalihkan pesan yang diterimanya dari sumber lain. Maka terjemahan itu melibatkan dua
pesan yang ekuivalen dalam dua kode yang berbeda. Namun Nida sebagaimana dikutip oleh M. Zaka Al-Farizi
dalam http:bahasa.kompasiana.com20111111padanan-dalam terjemahan -
1773.html , mengatakan “ekuivalensi dapat dihasilkan manakala memperhatikan 1
penyampaian pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan menyelaraskan kosa kata dan aspek gramatikanya, 2 pengutamaan ekuivalensi isi
ketimbang bentuk, 3 pemilihan ekuivalensi yang paling wajar dalam bahasa penerima seraya mempertimbangkan kedekatan dengan makna yang terdapat dalam
bahasa sumber, 4 pengutamaan makna daripada gaya, walaupun gaya bahasa juga penting, 5 dan pengutamaan kepentingan pembaca terjemahan”.
2.1.5 Strategi Penerjemahan
Universitas Sumatera Utara
Startegi penerjemahan merupakan prosedur yang digunakan penerjemah dalam memecahkan permasalahan penerjemahan. Strategi penerjemahan dimulai
dari disadarinya permasalahan oleh penerjemah dan diakhiri dengan disadarinya bahwa masalah tersebut tidak dapat dipecahkan pada titik waktu tertentu Lorscher,
2005: 73. Strategi penerjemahan identik dengan pengertian metode penerjemahan yang digunakan Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 84-93 dan pengertian
prosedur oleh Newmark 1988: 68-93 yakni suatu cara mencapai kesepadanan antara teks sumber dan teks sasaran. Dapat dikatakan, dengan menerapkan istilah
strategi penerjemahan berarti menerapkan strategi pemadanan dalam proses penerjemahan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menggunakan istilah
“strategi penerjemahan” dalam penelitian ini. Terkait dengan istilah strategi, Newmark 1988: 19-30 menyebutnya sebagai prosedur. Prosedur penerjemahan
tersebut dibagi dalam empat bentuk sebagai berikut: 1
Textual level tingkat teks Seorang penerjemah harus memahami terlebih dahulu jenis teks yang
diterjemahkan khususnya berkaitan dengan kata dan kalimat. Dalam menerjemahkan, kita masih mentransfer tata bahasa BSu ke BSa dengan
mudah, begitu juga dengan kata, frasa, kalimat dan ungkapan dalam BSu yang mudah ditemukan kesepadannya dalam BSa. Dapat dibilang bahwa
ini masih dalam tahap penerjemahan literal. 2
Referential level tingkat referensi Seorang penerjemah juga memperhatikan istilah atau terminologi dalam
teks. Kemudian, pencarian sumber referensi sesuai dengan istilah yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan itu. Dalam hal ini, ketika menemukan ketidakjelasan dalam teks atau ketaksaan ambiguitas bahkan suatu ungkapan yang terasa asing,
pastinya kita akan bertanya-tanya sendiri ataupun kebingungan. Penerjemah membutuhkan tidak hanya kamus ekabahasa tapi juga tesaurus,
ensiklopedia, glosari, buku-buku, majalah, koran hingga pencarian di internet.
3 Cohesive level tingkat kohesif
Terdapat dua faktor yang perlu ditinjau: struktur dan suasana hati mood. Pertama, Seorang penerjemah perlu meninjau kekohesifan teks setelah
diterjemahkan terutama hubungan antara kata atau kalimat pada teks. Kita akan lebih memerhatikan kata penghubung konjungsi berupa kata atau
ungkapan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, dan antarkalimat. Kedua, faktor ini juga disebut faktor dialektikal. Penerjemahan juga
tergantung pada suasana hati penerjemah. Hal ini behubungan dengan perasaan, emosi, netralitas penerjemah. Biasanya penerjemahan ini terjadi
pada kata sifat, ungkapan idiomatis, dan suatu peristiwa
.
4 Natural level tingkat alamiah
Penerjemah harus meyakinkan bahwa terjemahannya masuk akal, terlihat alamiah atau tidak terasa hasil penerjemahan. Artinya, teks harus dengan
bahasa yang wajar, tata bahasa yang tidak kaku, serta menggunakan ungkapan-ungkapan yang sesuai dengan tema di teks. Teks juga dapat
dengan mudah dimengerti dan diterima oleh pembaca.
Universitas Sumatera Utara
Keempat tataran tersebut sebaiknya dipadukan ketika menerjemahkan karena penerjemahan merupakan suatu diskusi yang dilakukan sendiri dengan
ditemani beberapa referensi. Bertolak dari pembagian prosedur penerjemahan tersebut, Newmark 1988 dan Machali 2000 menilai perbedaan antara metode
dan prosedur terletak pada satuan penerapannya. Metode penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks sedangkan prosedur berlaku untuk kalimat dan satuan-
sastuan bahasa yang lebih kecil seperti klausa, frasa, kata. Lorscher 2005: 27 membagi strategi penerjemahan menjadi :
1 struktur dasar, 2 struktur perluasan
3 struktur kompleks. Struktur dasar terdiri atas lima tipe strategi penerjemahan:
• Tipe I adalah pengenalan masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah secara langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara
belum terpecahkan. • Tipe II sama dengan Tipe I tetapi di dalamnya terdapat fase tambahan, yaitu
fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah. • Tipe III juga sama dengan Tipe I, tetapi di dalamnya terdapat fase
tambahan, yaitu pemverbalisasian masalah. • Tipe IV terdiri atas pengenalan masalah, yang diikuti oleh pemecahan
masalah secara langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan, dan di dalamnya terdapat fase pencarian
solusi untuk memecahkan masalah dan fase pemverbalisasian masalah.
Universitas Sumatera Utara
• Tipe V merupakan struktur belah dua. Ketika masalah yang kompleks timbul dan tidak terpecahkan pada waktu yang bersamaan, penerjemah
cenderung memecahnya menjadi beberapa bagian dan kemudian bagian- bagian dari masalah tersebut dipecahkan secara berurutan.
Struktur perluasan terdiri atas struktur dasar yang mengandung satu perluasan atau lebih. Perluasan diartikan sebagai unsur-unsur tambahan dari strategi itu sendiri.
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan strategi penerjemahan terhadap pencarian padanan dan pemeriksaan padanan, sebagaiaman yang dikemukakan oleh
Krings 1986 yakni beliau mengklasifikasikan strategi penerjemahan menjadi: 1 strategi pemahaman comprehension, yang meliputi penarikan kesimpulan
inferencing dan penggunaan buku referensi, 2 pencarian padanan terutama asosiasi interlingual dan intralingual, 3 pemeriksaan padanan seperti
membandingkan teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran, 4 pengambilan keputusan memilih di antara dua solusi yang sepadan, dan 5 reduksi misalnya
terhadap porsi teks yang khusus atau metaforis. Di samping itu, fokus tersebut mengacu pada pengertian penerjemahan adalah usaha mengalihkan amanat dari
bahasa sumber dengan cara menemukan padanan, yakni suatu bentuk dalam bahasa sasaran dilihat dari segi semantik sepadan dengan suatu bentuk bahasa sumber.
Kesepadanan merupakan isu sentral dalam penerjemahan karena menyangkut perbandingan teks dalam bahasa yang berbeda. Vinay dan Darbelnet dalam
Leonardi, 2000: 27 memandang penerjemahan yang bberorientasi mencari padanan equivalence-oriented translation sebagai suatu prosedur menciptakan
Universitas Sumatera Utara
kembali replika situasi yang sama sebagaiman situasi aslinya dengan menggunakan ungkapan yang berbeda.
Beberapa ahli mendefinisikan pemadanan sebagai “pengalihan makna” dimana hal tersebut mengacu pada pengungkapan kembali makna berkonteks
budaya yang terdapat dalam teks bahasa sumber unit terjemahan bke dalam teks bahasa sasaran. Secara leksikal, kata “pengalihan” tersebut di atas mengandung
pengertian adanya proses pemindahan, penggantian dan pengubahan. Berbeda halnya dengan Nida dan Taber 1964 yang membedakan kesepadanan dalam
terjemahan ke dalam dua jenis: 1.
Kesepadanan formal memfokuskan perhatian pada pesan baik dalam bentuknya maupun isinya.
2. Kesepadanan dinamis merupakan prinsip penerjemahan yang menjadi dasar
bagi penerjemah untuk menerjemahkan makna asli dalam sebuah cara di mana bahasa Sasaran yang digunakan akan memberikan dampak yang
sama pada pembaca seperti dampak yang diciptakan oleh bahasa sumber pada sasaran sumbernya.
Kesepadanan formal pada dasarnya dihasilkan dari proses penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber dan dasarnya untuk mengungkap sejauh
mungkin bentuk dan isi dari pesan asli. Oleh karena itu, dalam proses penerjemahan segala usaha ditujukan untk mereproduksi elemen formal termasuk 1 unit
gramatikal, ketaatasasan penggunaan kata dan 2 makna yang sesuai dengan konteks teks sumber. Berlawanan dengan kesepadanan formal, kesepadanan
Universitas Sumatera Utara
dinamis berorientasi pada prinsip kesepadanan efek yang diperoleh melalui pemusatan perhatian dalam penerjemahan lebih utama ke arah tanggapan penerima
mencapai tingkat kealamian pesan bahasa sumber. Dalam kaitannya dengan perpadanan, Catford mengidentifikasi dua jenis
kesepadanan, yaitu 1 kesepadanan formal formal equivalence yang selanjutnya diubah ke dalam istilah korespondensi formal formal correspondence dan 2
kesepadanan tekstual textual equivalence yang terjadi bila suatu teks atau sebagian dari teks bahasa sasaran dalam situasi tertentu sepadan dengan teks atau
sebagian teks bahasa sumber. Dengan demikian, penerjemahan sebagai proses pemadanan tidaklah sesederhana definisi yang umum diterima, yakni
mengungkapkan makna ke dalam bahasa lain. Secara praktek, penerjemahan dapat menjadi rumit, dibuat-buat artificial dan dipandang menipu fraudulent,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Newmark 1988: 5 “By using another language you are pretending to be someone you are not”.
Walaupun terdapat berbagai alternatif penerapan namun suatu cara pemadanan sangat ditentukan oleh kedekatan tipologi bahasa serta perbedaan
budaya sumber dan sasaran. Setelah mengkaji berbagai alternatif yang telah dikemukan oleh berbagai pendapat ahli di atas, maka peneliti memutuskan untuk
menggunakan strategi pemadanan yang dikemukakan oleh Vinay dan Darbelnet dalam Venuti,2000: 84-93 seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.
Strategi pemadanan ini dibagi dalam dua kategori besar yakni 1 pemadanan langsung direct translation, dikatakan juga berorientasi pada bahasa sumber dan
2 pemadanan oblik oblique translation, dikatakan juga berorientasi pada bahasa
Universitas Sumatera Utara
sasaran, yang terdiri dari sembilan strategi berbeda. Berikut ini adalah sembilan jenis strategi pemadanan oleh Vinay dan Darbelnet yang dikutip oleh Venuti 2000:
84-93 yang diterapkan pada penelitian ini, diantaranya tiga jenis strategi pemadanan yang berorientasi pada bahasa sumber dan termasuk dalam kategori
direct translation meliputi: 1.
Borrowing yaitu mengambil dan membawa item leksikal dari bahasa sumber ke dalam bahasa target tanpa modifikasi formal dan semantik.
Strategi ini merupakan cara pemadanan yang paling sederhana . Borrowing yang sudah lama dan digunakan secara luas bahkan sudah tidak dianggap
lagi sebagai item leksikal pinjaman tetapi sebagai bagian dari leksikon bahasa sasaran.
Misalnya: Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran Menu
Menu 2.
Calque, semacam borrowing tertentu dimana suatu bahasa meminjam suatu bentuk ekspresi bahasa lain kemudian menerjemahkannya secara harfiah
masing-masing elemennya sehingga menghasilkan lexical calque dengan mempertahankan struktur bahasa sasaran sambil memperkenalkan modus
ekspresi baru seperti yang terlihat dalam penerjemahan di bawah ini. Misalnya:
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
Interest rate Tingkat Suku Bunga
3. Literal Translation, yakni pengalihan langsung teks sumber ke dalam teks
sasaran yang sepadan secara gramatikal dan idiomatik. Misalnya:
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
Universitas Sumatera Utara
I like music Saya suka musik
Selanjutnya ada enam jenis strategi pemadanan berorientasi pada bahasa sasaran dan termasuk dalam kategori oblique translation meliputi:
4. Transposisi transposition, yakni menggantikan elemen bahasa sumber
dengan elemen bahasa target yang secara semantik berpadanan namun secar formal tidak berpadanan misalnya karena perubahan kelas kata,
perubahan bentuk jamak ke tunggal, posisi kata sifat sampai pengubahan struktur kalimat secara keseluruhan.
Misalnya: Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran Musical Instruments
Alat Musik 5.
Modulasi modulation, yakni pergeseran sudut pandang atau perspektif
Misalnya: Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran I broke my leg
Kaki ku patah 6.
Equivalence, yakni penggantian sebagian bahasa sumber dengan padanan
fungsionalnya dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain, suatu situasi yang sama dapat diungkapkan ke dalama dua teks dengan menggunakan metode
stilistika dan struktural yang sama. Contoh klasik dari pemadanan ini adalahaa pemadanan bunyi-bunyi onomatopik seperti kukuruyuk bunyi
ayam berpadanan dengan cock-a-doodle-do dalam bahasa Inggris, ngeong suara kucing berpadanan dengan miaow, dan dor suara senapanpistol
berpadanan dengan bang. Strategi ini bersifat tetap atau pasti fixed dan termasuk dalam “phraseological repertoire” idiom, klise, peribahasa dan
sejenis.
Universitas Sumatera Utara
7.
Adaptasi adaptation, yakni pengupayaan padana kultural antara dua situasi
tertentu. Strategi ini digunakan pada kasus pemadanan dimana situasi yang diacu oleh pesan bahasa sumber tidak dikenaldimiliki unknown dalam
budaya bahasa sasaran sebingga penerjemah harus menciptakan situasi yang dapat dianggap sepadan.
Misalnya: Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran Dear sir
Dengan hormat 8.
Pemadanan Fungsional functional equivalent, suatu strategi yang sangat umum digunakan dalam penerjemahan kata berkonteks budaya dengan cara
menggunakan kata-kata yang bebas muatan budaya culture free word dan terkadang dengan ungkapan spesifik baru. Cara ini menetralisir atau
menggeneralisasi kata-kata bahasa sumber dan tidak jarang cara ini disertai dengan penambahan uraian khusus. Strategi ini dinilai sebagai suatu
analisis komponensional budaya dan cara yang paling akurat dalam penerjemahan karena dengan dekulturalisasi kata-kata budaya strategi ini
menduduki daerah pertengahan atau universal antara bahasa atau budaya bahasa sumber dengan bahasa dan budaya sasaran.
Misalnya: Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran Baccalaureat
French Secondary school Sejm
Polish parliament Berem
Balinese wine
Universitas Sumatera Utara
9. Pemadanan Deskriptif descriptive equivalent merupakan eksplikasi, yakni
pemadanan yang dilakukan dengan memberikan deskripsi dan terkadang dipadukan dengan fungsi.
Misalnya: Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran Samurai
The Japanese aristocracy From the eleventh to the
nineteenth century
2.2 Teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit Sebagai Teks Ilmiah