kajian teoretis terdahulu, yakni penggunaan bahasa ilmiah yang cenderung kaku dan terikat dengan aturan-aturan. Penerapan strategi Modulasi sangat tepat untuk
mencairkan teks pada bahasa sasaran dan relevan di mana strategi penerjemahan tersebut menerjemahkan dengan menggunakan sudut pandang atau perspektif
sesuai dengan makna teks terkait.
4.2.2 Strategi “Borrowing” Sebagai Penerapan Dengan Frekuensi Terendah
Sebanyak 7,45 strategi borrowing muncul selama identifikasi strategi penerjemahan pada teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit. Hal ini
menunjukkan bahwa teks Consistent in Loosening Tangled Thread in Sibolangit sebagai teks bahasa sumber merupakan teks yang berisi istilah-istilah baik berupa
kata, frasa, klausa dan kalimat yang sering atau lazim digunakan, sehingga proses menerjemahkanmenemukan padanannya ke dalam bahasa sasaran tidak mengalami
kendala. Rendahnya frekuensi strategi borrowing pada teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit ini semakin memperjelas bahwa hanya sedikit istilah
asing bahasa inggris yang digunakan dalam teks bahasa sumber. Strategi borrowing yang sedikit muncul dalam proses identifikasi strategi penerjemahan
menciptakan teks hasil terjemahan yang baik dan akurat, karena hampir keseluruhan kata, frasa, klausa dan kalimat diterjemahkan lanagsung ke dalam
bahasa sasaran bahasa Indonesia.
4.3 Keterbacaan Teks
Dalam menentukan tingkat keterbacaan teks, maka perlu dilakukan prosedur yang dikemukakan oleh Fry. Keseluruhan prosedur tersebut akan dijabarkan
sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
Langkah pertama: Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 100 kata
pertama dari paragraf ke-1 teks pada bahasa sasaran.
Penghitungan kata dan Kalimat Paragraf I:
Barisan 1, bukit 2, raksasa 3, sepanjang 4, 1.750 5, kilometer 6 , di 7, bumi 8, Sumatera 9, memang 10, begitu 11, indahnya 12,
hingga 13, memikat 14, hati 15, tokoh 16, pendiri 17, negeri 18,
segenerasi 19, Muhammad 20, Yamin 21 Kalimat I. Eloknya 22,
pulau 23, kelima 24, terbesar 25, di 26, dunia 27, ini 28, memang 29, tak 30, terbantahkan 31, hingga 32, tak 33, heran 34, jika 35,
gerakan 36, ekowisata 37, Sumatera 38, segera 39, turut 40, digagas 41, dalam 42, Workshop 43, Ekoturisme 44, Nasional 45,
II 46, di 47, Bali 48, 1-5 49, juli 50, 1996 51, yang 52, juga 53, menandai 54, terbentuknya 55, Masyarakat 56, Ekowisata 57,
Indonesia 58, MEI 59Kalimat II. Sosok 60, gerakannya 61, makin
62, jelas 63, serenta 64, dicanangkan 65, program 66, Ekowisata 67, Sumatera 68, pada 69, 16 70, April 71, 1997 72, yang 73,
ditindaklanjuti 74, dengan 75, mendirikan 76, eco-lodge 77, pondok 78, inap 79, di 80, lahan 81, percontohan 82, demplot 83,
ekowisata 84, di 85, dusun 86, Pamah 87, Simelir 88Kalimat III.
Sayang 89, niat 90, mulia 91, itu 92, tak 93, putus 94, dirundung
95, kendala 96Kalimat IV. Musibah 97, udara 98, terbesar 99,
jatuhnya 100 , pesawat Garuda di Sibolangit, kebakaran hutan,
Universitas Sumatera Utara
penebangan liar, pengambilan humus hutan berlanjut krisis tahun 1997 yang
berujung kerusuhan massalKalimat V. Langkah kedua: Setelah peneliti menentukan 100 buah kata representatif,
maka peneliti akan menghitung berapa banyak jumlah kalimat di dalamnya. Data di atas menunjukkan bahwa terdapat 5 kalimat dalam penggalan
representatif teks penelitian. Kalimat terakhir yaitu kalimat ke-5 terdiri dari 23 kata dan kata ke-100 jatuh pada kata ke-4, kalimat itu dihitung sebagai
423 atau 0,21. Sehingga jumlah seluruh kalimat dari teks sampel adalah 5+ 0,17 atau 5,17 kalimat.
Langkah ketiga: Peneliti menghitung banyaknya jumlah suku kata dari teks representatif hingga kata ke-100 .
Penghitungan suku kata:
Barisan 3, bukit 2, raksasa 3, sepanjang 3, 1.750 11, kilometer 4 di 1, bumi 2, Sumatera 4, memang 2, begitu 3, indahnya 3, hingga
2, memikat 3, hati 2, tokoh 2, pendiri 3, negeri 3, segenerasi 5,
Muhammad 3, Yamin 2 Kalimat I. Eloknya 3, pulau 2, kelima 3,
terbesar 3, di 1, dunia 3, ini 3, memang 2, tak 1, terbantahkan 4, hingga 2, tak 1, heran 2, jika 2, gerakan 3, ekowisata 5, Sumatera
4, segera 3, turut 2, digagas 3, dalam 2, Workshop 2, Ekoturisme 5, Nasional 4, II 2, di 1, Bali 2, 1-5 6, juli 2, 1996 15, yang 1,
juga 2, menandai 2, terbentuknya 4, Masyarakat 4, Ekowisata 5,
Indonesia 4, MEI 3Kalimat II. Sosok 2, gerakannya 4, makin 2,
jelas 2, serenta 3, dicanangkan 4, program 2, Ekowisata 5, Sumatera
Universitas Sumatera Utara
4, pada 2, 16 4, April 2, 1997 15, yang 1, ditindaklanjuti 6, dengan 2, mendirikan 4, eco-lodge 3, pondok 2, inap 2, di 1, lahan
2, percontohan 4, demplot 2, ekowisata 5, di 1, dusun 2, Pamah
2, Simelir 3Kalimat III. Sayang 2, niat 1, mulia 3, itu 2, tak 1, putus 2, dirundung 3, kendala 3Kalimat IV. Musibah 3, udara 3,
terbesar 3, jatuhnya 3 , pesawat Garuda di Sibolangit, kebakaran hutan, penebangan liar, pengambilan humus hutan berlanjut krisis tahun 1997 yang
berujung kerusuhan massalKalimat V.
Dari penghitungan di atas, maka didapatkan sebanyak 304 suku kata.
Langkah keempat: Sesuai dengan konstanta yang telah dijabarkan pada bab
II Harjasujana, 19961997:123, maka jumlah suku kata yang telah diperoleh harus dikalikan 0,6. Jadi, hasilnya adalah 0,6 x 304 = 182,4
dibulatkan menjadi 182 suku kata.
Langkah kelima: Kemudian peneliti memplotkan hasil penghitungan di atas
ke dalam grafik Fry. Angka 5,17 diplotkan di bagian garis vertikal sedangkan angka 182 diplotkan di baagian garis horizontal. Pertemuan
antara garis horizontal dan diagonal yang dihasilkan dari jumlah suku kata dan jumlah kalimat itu akan jatuh pada satu kolom tertentu, maka kolom
tersebutlah yang menentukan apakah teks penelitian termasuk kategori mudah, sedang atau sulit.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Identifikasi Tingkat Keterbacaan
4.4 Pembahasan Tingkat Keterbacaan
Dari hasil analisis di atas, terlihat jelas pada grafik bahwa titik temu antara rata-rata jumlah kalimat per 100 kata dengan rata-rata jumlah suku kata per 100
kata jatuh pada wilayah “17”. Hal ini menunjukkan bahwa Teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit merupakan teks yang memiliki tingkat
keterbacaan yang sulit, seperti yang dikemukakan oleh Hanik Refiani 2005: 28 bahwa kriteria tingkat keterbacaan teks yang menggunakan grafik diklasifikasikan
ke dalam 4 empat tingkatan, yaitu sulit, sesuai, mudah, dan invalid. Teks Sulit bila memiliki tingkat keterbacaan di atas 11, Teks Sesuai bila memiliki tingkat
keterbacaan 9, 10, 11, dan Teks Mudah bila di bawah 9; dan invalid bila berada pada garis arsir hitam.
Universitas Sumatera Utara
Modulasi merupakan strategi penerjemahan yang tertinggi frekuensi penerapannya, yakni sebesar 18,01. Penerapan strategi modulasi yang
mendominasi teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit sangat tepat untuk mencairkan teks pada bahasa sasaran dan menghasilkan terjemahan yang
relevan di mana strategi penerjemahan tersebut menerjemahkan dengan menggunakan sudut pandang atau perspektif sesuai dengan makna teks terkait.
Dapat juga dikatakan bahwa penerapan strategi modulasi yang paling dominan digunakan dalam menerjemahkan teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di
Sibolangit juga berdampak positif pada keakuratan dan keberterimaan terjemahan karena strategi modulasi menerjemahkan dengan mengubah sudut pandang, fokus
atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan bahasa sumber. Perubahan sudut pandang tersebut bersifat leksikal dan struktural.
Namun sebaliknya, rendahnya frekuensi strategi borrowing pada teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit semakin memperjelas bahwa
hanya sedikit istilah asing bahasa inggris yang digunakan dalam teks bahasa sumber. Strategi borrowing yang sedikit muncul dalam proses identifikasi strategi
penerjemahan menciptakan teks hasil terjemahan yang baik dan akurat, karena hampir keseluruhan kata, frasa, klausa dan kalimat diterjemahkan langsung ke
dalam bahasa sasaran bahasa Indonesia atau dengan kata lain ditemukannya padanan istilah pada bahasa sasaran. Strategi borrowing juga meminimalis adanya
terjemahan dengan peminjaman secara murni atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat pada gambar 4.1 Frekuensi Penerapan strategi Penerjemahan bahwa secara keseluruhan kedelapan strategi penerjemahan yang diterapkan dalam
teks terkait berkontribusi positif terhadap tingkat keterbacaan terjemahan teks. Adapun rincian persentase frekuensi penerapan strategi penerjemahan tersebut
sebagai berikut: modulasi 18,01, pemadanan fungsional 16,77, pemadanan deskriptif 14,29, transposisi 13,04, literal translation dan adaptasi 10,56,
calque 9,32 dan borrowing 7,45. Dapat pula disimpulkan bahwa strategi penerjemahan yang digunakan selalu berbanding lurus dengan tingkat keterbacaan.
Kecenderungan dalam menerapkan strategi modulasi dan membatasi penerapan strategi borrowing seperti yang teridentifikasi dalam penelitian ini, memberikan
kontribusi yang positif pada kualitas terjemahan teks yang diteliti. Teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit merupakan teks yang
berisi tajuk proyek tentang Pendidikan Lingkungan yang Terintegrasi Melalui Pemberdayaan Masyarakat Lokal untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati di
Wilayah Tangkapan Air dan Reposisi tata ruang Ekosistem Sub DAS Deli untuk Pengembangan Wilayah Kabupaten, Bertempat di Kecamatan Sibolangit,
Kabupaten Deli Serdang. Hal ini berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Badan Pembangunan Daerah BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang. Oleh karena itu,
tingkat keterbacaan teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit yang dikategorikan teks sulit sesuai dengan target pembacanya yakni Seluruh pegawai
pada Badan Pembangunan Daerah BAPPEDA Kab. Deli Serdang dengan rincian: a.Tamatan D3
: 1 Orang b.Tamatan S1
: 12 Orang
Universitas Sumatera Utara
c.Tamatan S2 : 13 Orang
d.Tamatan SMASMK : 4 Orang Data 2013, Oleh Ibu Eka, salah satu PNS di Bapedda Deli Serdang.
Tingkat keterbacaan juga dikaitkan pada tiga kajian yaitu keterbacaan teks, latar belakang pembaca, dan interaksi antara teks dengan pembaca. Hal ini sesuai
dengan konsep dasar yang diungkapkan oleh Rusyana 1984: 213 bahwa keterbacaan berhubungan dengan peristiwa membaca yang dilakukan seseorang,
sehingga akan bertemali dengan aspek 1 pembaca; 2 bacaan; dan 3 latar. Ketiga komponen tersebut akan dapat menerangkan tingkat keterbacaan teks. Dapat
disimpulkan, latar belakang pendidikan para PNS Bappeda Deli Serdang yang dominan S1 dan S2 menjadi salah satu faktor penentu bahwa teks Bersiteguh
Mengurai Benang Kusut di Sibolangit memiliki keberterimaan terjemahan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1 Jenis strategi penerjemahan yang digunakan pada proses penerjemahan teks Bersiteguh Mengurai Benang Kusut di Sibolangit berjumlah delapan, yakni: 1
borrowing: 7,45, 2 calque: 9,32, 3 literal translation: 10,56, 4
Universitas Sumatera Utara