4.4 Kenyamanan Kerja ABK di Atas Kapal
4.4.1 Job Safety Analysis Setiap melakukan kegiatan ataupun pekerjaan selalu ada resikonya. Resiko
kegiatan penangkapan ikan sangatlah tinggi karena medan yang sangat berbahaya, yaitu di laut yang sangat tidak dapat diprediksi keadaannya. Job Safety Analysis
JSA dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dalam bekerja di atas kapal. Tabel Job Safety Analysis disampaikan pada Lampiran 10. Jenis bahaya berikut
harus dipertimbangkan ketika menyelesaikan JSA agar dapat dilakukan tindakan untuk mengurangi resikobahaya:
1 Dampak dari barang jatuhterbang.
Radio buoy, blong, ember maupun pelampung yang diletakkan di tempat yang tidak stabil atau licin sangat memungkinkan benda tersebut berpindah
tempat atau bergeser bahkan jatuh. Jatuhnya benda tersebut disebabkan oleh posisinya yang kurang stabil, untuk itu perlu dilakukan pengikatan untuk
membuat benda tidak terlalu banyak bergerak yang kemudian dapat menimbulkan bahaya. Resiko juga dapat diminimalisir dengan penggunaan
helm pelindung kepala. Sayangnya kapal tidak menyediakan helm untuk ABK.
2 Tusukan benda tajam.
Tusukan seperti pisau untuk penanganan, kail dan ganco dapat melukai tangan ABK. Ketidak hati-hatian yang mengaibatkan bahaya ini terjadi.
Resiko dapat dikurangi dengan menggunakan wear pack dan pelindung tangan seperti sarung tangan berbahan plastik maupun wool. Wear pack dan sarung
tangan tidak digunakan dalam operasi penangkapan ikan ini karena mereka merasa tidak perlu.
3 Jatuh atau terpeleset dari tangga dan dek kapal.
Kondisi kapal sangat mudah basah oleh air hujan maupun air laut. Hal ini dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Jamur yang tumbuh memiliki
lendir yang dapat membuat ABK terpeleset dan dapat pula menimbulkan infeksi. Tangga menuju kamar mesin juga sangat mudah licin karena
tumpahan oli. Pengurangan resiko terpeleset dilakukan dengan membersihkan tanggadek dan berhati-hati dalam melangkah. Selain itu dapat pula
digunakan sepatu boot dengan sol yang kasar. Kapal ini sudah menyediakan sepatu boot untuk keperluan operasi.
4 Mengangkat mendorong, menarik atau mencapai berlebihan.
Radio buoy, blong, ember, pelampung maupun hasil tangkapan merupakan beberapa benda yang paling sering dipindahtempatkan.
Pemindahan alat bantu tersebut masih dilakukan dengan cara manual. Beban yang berat seringkali menimbulkan resiko kecelakaan maupun kesehatan
seperti terjatuh, terkilir dan keseleo. Tidak ada alat bantu untuk mengangkat benda-benda berat tersebut.
5 Merasakan getaran alat-alat listrik, kebisingan berlebihan, dingin atau panas,
atau gas berbahaya, uap, cairan, asap, atau debu. Hal tersebut paling sering dirasakan dalam kamar mesin. Kebisingan
berlebihan yang berasal dari mesin bisa menimbulkan gangguan telinga, gas berbahaya bisa menimbulkan keracunan, asap dan debu dapat menimbulkan
iritasi pada mata dan hidung. Seluruh bahaya tersebut dapat diminimumkan dengan menggunakan ear plug, masker dan goggle. Sayangnya di kapal
tersebut tidak disediakan. 6
Gerakan berulang Gerakan yang dilakukan berulang dapat menimbulkan bahaya kesehatan.
Kegiatan tersebut antara lain mengulur main line, melempar branch line dan menggulung branch line. Alat bantu seperti line thrower dan branch line ace
sangat diperlukan untuk membantu operasi penangkapan tuna. Harga alat yang tinggi membuat pemilik mengurungkan niat untuk menggunakan alat
bantu tersebut. 7
Kemungkinan untuk tenggelam. Kemungkinan untuk tenggelam setiap kapal pasti ada. Kemungkinan ini
dapat dihindari dengan memberikan pelatihan yang matang kepada kapten dalam melakukan olah gerak dan berusaha bertahan dalam kondisi cuaca
buruk. Namun, kapten hanya mengandalkan pengalaman dalam melaut. Pelatihan tersebut pastinya juga akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
sehingga kapten lebih memilih mengandalkan pengalamannya saja. Pemilik tidak menyediakan life jacket untuk keamanan. ABK juga tidak terlalu
memperdulikan hal itu karena mereka cenderung pasrah kalau ada kecelakaan yang terjadi.
Terdapat 3 jenis kelelahan dalam penyimpangan dalam ergonomi, antara lain kelelahan fisik, kelelahan patologis dan kelelahan psikologis. Dalam kasus di
atas kapal ini hanya terdapat kelelahan fisik dan kelelahan psikologis. Berikut ini uraian dari jenis kelelahan yang alami di atas kapal:
1 Kelelelahan fisik
Kelelahan fisik diakibatkan oleh kerja yang berlebihan. Hal ini dapat dipulihkan dalam dengan istirahat yang cukup. Tingkat kelelahan yang
dikeluhkan setiap ABK relatif sama. ABK sudah terbiasa dengan kondisi yang kurang nyaman dalam bekerja di atas kapal. Kelelahan yang dirasakan
didominasi di daeran lengan tangan, pinggang dan kaki. 2
Psikologis dan emotinal fatigue Kelelahan ini terjadi karena tekanan dan emosional yang terlalu tinggi.
Tekanan psikologis mengakibatkan meningkatnya kelelahan ini. Kondisi kerja dan lokasi yang monoton dapat memberikan tekanan yang
memungkinkan terjadinya kelelahan ini. ABK memerlukan semangat dan motivasi untuk mengurangi kelelahan ini.
4.4.2 Tingkat kenyamanan ABK Informasi tingkat kenyamanan dapat diperoleh melalui wawancara dan
pengamatan langsung. Penilaian tingkat kenyamanan sangat bersifat subjektif. Seluruh ABK atau 100 dari jumlah ABK sudah merasa nyaman karena mereka
mengakui bahwa sudah merasa terbiasa dengan kondisi tersebut. Perbaikan oleh pihak pemilik kapal diharapkan untuk meningkatkan
kenyamanan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada produktivitas ABK. Namun demikian, dari sudut pandang ergonomis beberapa aktivitas tidak, bahkan
jauh dari ergonomis seperti: 1
Ruang kemudi, kursi yang teralu tinggi dan sempit yang terbuat dari kayu dapat mengakibatkan paha tertekan, peredaran darah lambat, melemahnya
stabilitas tubuh dan terjatuh atau terjungkal dari kursi. GPS yang berada di atas mengharuskan kapten untuk berdiri dan arm above shoulder untuk
menjangkaunya dapat mengakibatkan rasa sakit pada leher, tangan dan bahu.
2 Ruang istirahat ABK, material yang terbuat hanya dari kayu menyebabkan
gesekan yang cukup besar antara tulang punggung dan lantai tidur. Hal ini dapat berakibat fatal dalam jangka panjang, yaitu kelainan tulang belakang.
Ruangan yang tingginya hanya 1 m tidak memungkinkan ABK untuk berdiri atau bebas bergerak.
3 Ruang mesin, kebisingan akibat suara mesin kapal dan asap yang dikeluarkan
sangat tidak ergonomi. KKM tidak diperlengkapi dengan ear plug, masker dan wear pack di dalam kamar mesin untuk meminimalisir kemungkinan
rusaknya fungsi pendengaran, keracunan gas karbon dan bahaya kebakaran dalam kamar mesin.
4 Setting dilakukan dengan cara manual oleh bossmen. Cara membungkuk dan
tegak yang dilakukan berulang dan tidak sesuai dengan aturan yaitu jongkok dan mengambil alat yang diperlukan dapat mengakibatkan sakit pada
pinggang dan lutut. Alat bantu seperti line thrower diperlukan dalam membantu operasi penangkapan tuna.
5 Hauling dilakukan dengan alat bantu yang penggunaannya sangat mudah yaitu
membuka dan menutup keran hidraulik. Branch line ace diperlukan untuk memudahkan dalam penggulungan branch line dengan cepat. Gerakan
penggulungan branch line dengan cepat yang dilakukan ABK bisa berakibar terkilirnya pergelangan tangan.
6 Penanganan melibatkan peralatan benda tajam berupa pisau, paku pembunuh
dan ganco. ABK yang bertugas tidak dilengkapi dengan sarung tangan maupun wear pack. Hal tersebut sangat berbahaya mengingat ikan yang
sangat agreasif dan menyerang.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1 Aktivitas di atas kapal penangkap tuna dibagi menjadi beberapa kegiatan yaitu
persiapan, operasi, pasca operasi dan istirahat. Kegiatan persiapan terdiri atas: persiapan menuju fishing ground dan persiapan alat. Operasi penangkapan
yang dimulai dari setting, drifting dan hauling. Kegiatan pasca operasi dilakukan penanganan ikan dengan membunuh ikan dan dibersihkan agar
dapat segera disimpan. 2
Dari sudut pandang ergonomi, desain peralatan dan alat bantu di atas kapal penangkap tuna belum ergonomis. Desain peralatan dan alat bantu yang
belum sesuai dengan kaidah ergonomi adalah sebagai berikut: 1
Kursi kemudi yang terlalu tinggi dan terlalu sempit; 2
Posisi GPS yang terlalu tinggi menyulitkan untuk dilihat; 3
Ruang istirahat ABK yang hanya beralaskan karpet tipis; 4
Kebisingan dalam kamar mesin akibat suara mesin kapal dan asap; 5
Peralatan setting dioperasikan dengan cara manual; 6
Penggulungan branch line secara manual; dan 7
ABK yang bertugas pada penanganan tidak dilengkapi dengan alat bantu. 3
Dari sisi ergonomi, tingkat kenyamanan kerja di atas kapal penangkap ikan belum memenuhi kenyamanan sesuai kaidah ergonomi walaupun ABK
menyatakan sudah merasa nyaman dan terbiasa dengan kondisi tersebut.
5.2 Saran