1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skor Corruption Perseption Index CPI Indonesia berdasarkan temuan Transparency International TI, untuk tahun 2015 mencapai 36.
Jumlah tersebut meningkat 2 poin dibanding skor CPI 2014 yaitu 34. Dengan kenaikan skor tersebut, peringkat korupsi Indonesia turun dari
peringkat 107 ke peringkat 88, dari 168 negara. Penurunan ini tidak
seimbang dengan penurunan kasus korupsi yang terjadi di daerah.
Kasus korupsi di Indonesia seakan seperti pepatah mati satu tumbuh seribu Dwi dan Effendi, 2013, Indonesian Corruption Watch ICW
menyatakan bahwa data-data kasus korupsi membuktikan bahwa praktek- praktek korupsi telah menyebar hingga ke daerah-daerah seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Purnomo, dkk 2007 dalam Rini dan Sarah 2014 desentralisasi membawa dampak pada terjadinya pergeseran relasi
kekuasaan pusat ke daerah dan antar lembaga di daerah sehingga membuka peluang maraknya money politic oleh kepala daerah sehingga peluang
korupsi semakin terbuka.
Tranparency International TI pada tahun 2015, melakukan Survei
Persepsi Korupsi 2015 dilakukan di 11 kota di Indonesia. Sebelas kota tersebut adalah Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota Banjarmasin, Kota
Pontianak, Kota Makassar, Kota Manado, Kota Medan, Kota Padang, Kota Bandung, Kota Surabaya, dan Kota Jakarta. Survey dilakukan serentak di 11
2 kota di Indonesia pada 20 Mei sampai 17 Juni 2015 kepada 1.100
pengusaha. Tabel 1.1
Survei Persepsi Korupsi 2015
Sumber : http:www.ti.or.id
Survei tersebut menunjukkan hasil kota yang memiliki skor tertinggi
dalam Indeks Persepsi Korupsi 2015 adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya dengan skor 65, dan Kota Semarang dengan skor 60. Sementara
itu, Kota yang memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi terendah adalah Kota Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42, dan Kota
Makassar skor 48. Kota dengan pertumbuhan indeks persepsi korupsi tinggi menunjukkan daerah yang bersangkutan memiliki kemajuan yang signifikan
dalam upaya pemberantasan korupsi di daerahnya. Sebaliknya, daerah yang mengalami penurunan atau stagnan indeks persepsi korupsinya menunjukkan
terjadi penurunan atau stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi di daerah.
Nomor Kota
Skor
1. Banjarmasin
68 2.
Surabaya 65
3. Semarang
60 4.
Pontianak 58
5. Medan
57 6.
Jakarta Utara 57
7. Manado
55 8.
Padang 50
9. Makassar
48 10.
Pekanbaru 42
11. Bandung
39
3 Sejak awal berdiri, sebagai lembaga anti rusuah Komisi Pemberantasan
Korupsi KPK telah banyak menangkap pejabat pelaku korupsi. Berikut adalah nama-nama besar yang pernah diseret oleh KPK sejak tahun 2002:
Tabel 1.2 Kasus Korupsi di Indonesia
No. Nama
Kasus
1. Irjen Djoko Susilo
Kasus korupsi
dalam proyek
simulator ujian
Surat Izin
Mengemudi SIM.
2. Luthfi Hasan Ishaaq
Dugaan menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan quota
daging pada Kementrian Pertanian.
3. Rudi Rubiandini
Menerima suap dari Kernel Oil senilai US 400 ribu.
4. Ratu Atut Chosiyah
Kasus korupsi pada pengadaan alat kesehatan dan dugaan suap terkait
penanganan sengketa pilkada Lebak, Banten.
5. Miranda S. Goeltom
Tersangka dalam kasus suap cek pelawat untuk anggota DPR. Suap
tersebut dikucurkan
selama berlangsungnya pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia Periode 2004.
6. Burhanuddin Abdullah
Menggunakan dana milik Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia YLPPI senilai Rp 100 miliar untuk bantuan hukum lima
mantan pejabat BI, penyelesaian kasus BLBI, dan amandemen UU
BI.
Bersambung pada halaman selanjutnya
4 Tabel 1.2 lanjutan
No. Nama
Kasus
7. Aulia Pohan
Aulia Pohan terjerat dalam kasus yang sama dengan
Burhanuddin Abdullah. Pohan yang kala itu menjabat sebagai
Deputi Gubernur BI.
8. Urip Tri Gunawan
Menerima suap 610.000 dolar AS dari Arthalita Suryani di
rumah obligor BLBI Syamsul Nursalim.
9. Muhammad Nazaruddin
Kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games.
10. Andi Malarangeng
Kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games.
11. Anas Urbaningrum
Kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games.
12. Akil Mochtar
Tersangka penerima suap Rp 3 Miliar dari bupati Gunung
Mas dan
tindak pidana
pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada.
13. Suryadharma Ali
Tersangka kasus
dugaan korupsi
penyelenggaraan ibadah haji.
14. Gayus H. Tambunan
Salah satu kasus korupsi di Indonesia yang cukup besar
terungkap di berbagai media massa yaitu kasus Gayus H.
Tambunan
yang menyeret
banyak pihak, baik di lembaga Direktorat Pajak, Kementrian
Keuangan, Kepolisian,
Kejaksaan, hingga Lembaga Peradilan.
Sumber : Berbagai referensi yang diolah Sebagian besar kasus korupsi yang disidik adalah kasus yang terkait
dengan non infrastruktur dibanding dengan infrastruktur. Meskipun kasus yang termasuk infrastruktur tergolong lebih rendah dari non infrastruktur, tapi kerugian
negara yang ditimbulkan hampir dua kali lipatnya Wana, 2015.
5 Instruksi Presiden Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi
berisi mengenai
tindakan pemerintah
yang memerintahakan semua aparat di pusat dan daerah menjalankan langkah-langkah
apapun untuk memberantas korupsi. Upaya tersebut antara lain meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk meniadakan perilaku koruptif di
lingkungan kerja, memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya penindakan korupsi yang dilakukan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kejaksaan Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan cara mempercepat pemberian informasi yang berkaitan dengan perkara tindak pidana
korupsi dan mempercepat pemberian izin pemeriksaan terhadap saksi atau tersangka.
Korupsi memang tidak akan bisa benar-benar dihilangkan, namun harapan untuk mengurangi korupsi seharusnya dapat segera terwujud Yuwanto, 2015.
Sebagai badan yang memiliki tujuan yang sama untuk memberantas tindak pidana korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan RI
BPK-RI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP, Komisi Pemberantas Korupsi KPK, Kejaksaan dan Pengadilan harus membuktikan
kecurigaan mereka kepada seseorang mengenai apakah seseorang benar-benar tersangka korupsi atau tidak.
Pengusutan korupsi sulit dilakukan oleh penyidik karena berkaitan dengan bidang di luar hukum, yaitu bidang keuangan negara atau perekonomian negara
hal ini tertuang dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam membuktikan apakah seseorang
6 melakukan korupsi harus didukung oleh alat bukti yang kuat, untuk memperoleh
alat bukti yang kuat diperlukan metode yang tepat dan relevan salah satu metode yang dapat digunakan yaitu jasa auditor forensik Hakim, 2014. Dalam hal ini
auditor forensik memberikan kontribusi dalam pengungkapan korupsi, dengan penerapan secara efektif kerugian negara dapat ditemukan. Berdasarkan
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan BPK Nomor 17KI-XIII.2122008 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif, penghitungan kerugian negara
atau daerah merupakan suatu pemeriksaan investigatif yang dilakukan untuk menghitung nilai kerugian negara atau daerah yang terjadi akibat penyimpangan
dalam pengelolaan keuangan negara atau daerah dengan membandingkan antara kondisi dan kriteria.
Perkembangan ilmu audit forensik belakangan ini menjadi harapan bangsa Indonesia dalam menghadapi kecurangan terutama korupsi yang semakin marak
Lediastuti dan Subandijo, 2014. Hasil analisis auditor forensik yang berupa Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara LHPKKN, Laporan
Hasil Audit Investigatif LHAI dan keterangan ahli, memiliki pengaruh dalam pertimbangan putusan pengadilan tindak pidana korupsi Hakim, 2014.
Praktik audit forensik di Indonesia pertama kali dilakukan untuk menyelesaikan kasus Bank Bali oleh Price Waterhouse Coopers PWC,
keberhasilannya dapat dilihat dari PWC menunjukkan aliran dana yang bersumber dari pencairan dana peminjaman Bank Bali Hakim, 2014. Wahono 2011 dalam
Astuti 2013 peran audit forensik kembali ditunjukkan dalam penanganan Kasus Bank Century, BPK telah menemukan adanya temuan penting dalam hasil audit
7 forensik tersebut. Temuan dan kesimpulan BPK bahwa telah terjadi penggelapan
hasil penjualan US Treasure Strips UTS yang menjadi hak Bank Century sebesar 29,77 juta dollar AS oleh pemilik FGAH, pengalihan dana hasil penjualan
surat-surat berharga oleh Kepala Divis Treasury Bank Century menjadi deposito PT AI di Bank Century sebesar 7 juta dollar AS tidak wajar karena diduga tidak
ada transaksi yang mendasarinya, dan merugikan Bank Century sehingga akhirnya membebani penyertaan modal sementara, diduga pula terjadi penggelapan atas
uang hasil penjualan 44 kavling aset eks jaminan PT BMJA senilai Rp 62,06 miliar oleh Direktu Utama PT TNS dengan cara tidak menyetorkan hasil
penjualan kavling tersebut ke Bank Century. Nawangwulan 2013 auditor seharusnya menyadari bahwa fungsinya
adalah tempat bersandingnya kepercayaan masyarakat dan pemakai laporan keuangan, kelangsungan profesinya akan tetap terjaga apabila seorang auditor
dapat menjaga amanah dari masyarakat dan pemakai laporan keuangan yang diberikan kepadanya yaitu tetap menjaga akuntabilitasnya.
Ekspektasi masyarakat yang tinggi akan peran dan fungsi audit forensik dalam menemukan bukti yang kompeten serta mengungkap korupsi menjadi
tantangan dan tanggung jawab tersendiri bagi auditor forensik Dwi dan Effendi, 2013. Peran dan fungsi dari seorang auditor forensik dapat tercermin dari sikap
profesionalisme yang mereka jalankan dan keahlian yang dimiliki. Auditor forensik dalam mengungkap suatu kasus korupsi harus dapat
mengumpulkan bukti yang kompeten, kompetensi suatu bukti didasarkan pada proses perolehan bukti tersebut oleh auditor Pusdiklatwas BPKP, 2013. Bukti
8 yang diperoleh secara ilegal tidak dapat diterima secara hukum. Dengan demikian
keahlian merupakan unsur penting yang dimiliki seorang auditor forensik untuk dapat bekerja secara profesional.
Mukoro et al 2013 dalam Prabowo 2015 menyatakan disiplin ilmu audit forensik berkembang seiring meningkatnya tingkat kejahatan, korupsi,
kurang berfungsinya pembuat kebijakan atau peraturan, sistem keamanan yang lemah, dan lain-lain. Hal ini juga merupakan indikasi yang menunjukkan
peningkatan permintaan auditor forensik. Peneliti terdahulu yang menunjukkan terdapat pengaruh antara
profesionalisme dan keahlian auditor forensik terhadap kompetensi bukti dilakukan oleh Dwi dan Effendi 2013 dan Michael 2012. Penelitian Dwi dan
Effendi 2013 berjudul “Pengaruh Profesionalisme Akuntan Forensik Terhadap
Kompetensi Bukti Tindak Pidana Korupsi ” hasil penelitian menunjukkan bahwa
profesionalisme akuntan forensik memiliki pengaruh sebesar 33,67 terhadap kompetensi bukti tindak pidana korupsi. Penelitian terdahulu yang juga
mengangkat tema kompetensi bukti yang dilakukan Michael 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Keahlian Audit Terhadap Kompetensi
Bukti Audit ”. Hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa keahlian audit memiliki
pengaruh yang besar terhadap kompetensi bukti sebesar 62,10. Penulis juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Bramastyo
2014 dengan judul “Laporan Audit Investigatif sebagai Bukti Permulaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi” hasil penelitiannya menunjukkan bahwa audit
forensik secara akurat dapat menentukan unsur kesalahan dan kerugian negara
9 dalam tindak pidana korupsi yang terjadi dalam birokrasi secara akurat karena
metode yang digunakan merupakan penggabungan antara ilmu audit dan ilmu penyidikan untuk menentukan modus operandi, pihak yang terlibat dalam tindak
pidana korupsi dan kerugian negara yang ditimbulkan. Penelitian tersebut menjadi referensi utama dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena pertama, profesionalisme dan keahlian merupakan cerminan utama
yang harus dimiliki auditor forensik dalam menjalankan tugasnya agar dapat menghasilkan kompetensi suatu bukti atas tindak pidana korupsi. Kedua, untuk
mengetahui pengaruh bukti audit hasil analisis auditor forensik terhadap putusan hakim di pengadilan. Ketiga, sampai dengan tahap melakukan penelitian ini,
peneliti belum menemukan penelitian yang menaruh perhatiannya untuk menjadikan kompetensi bukti dari profesionalisme dan keahlian auditor forensik
sebagai variabel intervening terhadap pengungkapan korupsi. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik Terhadap Pengungkapan
Korupsi dengan Kompetensi Bukti sebagai Variabel Intervening
”. B. Identifikasi Masalah, Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat di identifikasikan masalah
sebagai berikut: a.
Praktek-praktek korupsi telah menyebar hingga ke daerah-daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.
10 b.
Instruksi Presiden Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi berisi mengenai tindakan
pemerintah yang memerintahkan semua aparat di pusat dan daerah untuk menjalankan langkah-langkah apapun untuk memberantas
korupsi. c.
Pengusutan untuk membuktikan apakah seseorang melakukan korupsi sulit dilakukan karena berkaitan dengan bidang di luar
hukum, yaitu bidang keuangan negara atau perekonomian negara. 2. Batasan Masalah
Mengingat terbatasnya data dan informasi yang didapatkan, maka dalam penelitian ini akan membatasi masalah-masalah yang ada
diantaranya: a.
Dari identifikasi masalah diatas, maka akan dilakukan penelitian tentang pengaruh profesionalisme dan keahlian auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi dengan kompetensi bukti sebagai variabel intervening.
b. Sampel penelitian adalah auditor forensik pada BPK-RI dan BPKP
Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. c.
Metode yang digunakan yaitu Partial Least Square PLS dengan software SmartPLS 3.0.
3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
11 a.
Apakah profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi bukti?
b. Apakah keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap kompetensi bukti? c.
Apakah profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan korupsi?
d. Apakah keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan korupsi? e.
Apakah kompetensi bukti berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan korupsi?
f. Apakah profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti?
g. Apakah keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian