2. Jurnalisme Partisipasi
Jurnalisme partisipasi atau participatory journalism adalah sesuatu yang dilakukan warga perorangan atau berkelompok yang berperan aktif dalam
kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis, dan penyebaran berita dan informasi. Maksud partisipasi di sini adalah untuk menyediakan kebebasan, kenyataan,
keakurasian, dan informasi yang berjarak luas serta relevan seperti yang dibutuhkan dalam demokrasi.
6
Bisa juga dikatakan bahwa partisipasi jurnalistik adalah seseorang atau sekumpulan orang tanpa dipandang latar belakang pendidikan dan keahliannya,
dapat merencanakan, menggali, mengolah, mempresentasikan informasi, berupa tulisan, gambar, foto, tuturan laporan lisan, video dan lain-lain dalam citizen
journalism. JD Lasica menyusun enam kategori pasrtisipasi jurnalistik dalam salah satu
artikelnya berjudul What is Participatory Journalism:
7
a. Partisipasi khalayak untuk media arus utama mainstream seperti
komentar pada tulisan atau berita tertentu, b.
Situs berita dan informasi independen seperti situs Consumer Reports dan Drudge Report,
c. Situs atau blog sosial sepenuhnya seperti Now public, OhMyNews,
dan Kompasiana,
6
Shayne Bowman, Chris W “We Media: How Audiences are Shaping the Future of News
and Informaation, ” dalam Sudrajat “Jurnalisme Warga: Analisis Situs www.akumassa.org,”
Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri: Jakarta, 2012.
7
Pepih Nugraha, Citizen Journalism, Jakarta: Kompas, 2012, h. 20.
d. Situs media kolaborasi dan kontribusi seperti Slash dot dan
Newsvine, e.
Bentuk lain “media kecil” seperti mailing list, f.
Situs penyiaran pribadi seperti KenRadio.
3. Tipologi Pers
Umumnya masyarakat sering salah kaprah dalam memahami antara jurnalistik dan pers. Memang berkaitan, namun keduanya berbeda. Menurut
Sumadiria, jurnalistik adalah sebagai proses kegiatan, sedangkan pers kaitannya dengan media. Begitu pula pendapat Totok Djoroto yang ditulis dalam bukunya
Manajemen Penerbitan Pers, pers adalah lembaga yang intensitasnya berdiri sendiri.
Di masa kini, ada anggapan bahwa pers di Indonesia sudah menyatu dengan kapitalisme global yang berarti mengejar keuntungan dengan investasi
minimal. Dengan paradigma apapun bisa disajikan selama hal itu dapat dijadikan komoditas. Hingga kemerdekaan pers berubah alih dari semula mengandung
simpati akhirnya malah menjadi pemicu antipati. Menurut Djen Amar dalam Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan
Features yang ditulis oleh Sumadiria, kualitas pers dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar. Kemudian Sumadiria menambahkan satu kelompok
lagi dalam bukunya tersebut. Kelompok tipologi tersebut yaitu:
8
8
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Features, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, h. 38.
a. Pers Berkualitas
Pers jenis ini memilih penyajian yang etis, moralis, dan intelektual. Dikelola dengan konseptual dan profesional meski orientasi
bisnisnya komersial dan serius dalam segala hal dengan mengutamakan pendekatan rasional dan institusional. Menghindari pola penyajian yang
memiliki sifat frontal emosional dan melihat dengan pandangan aturan, norma, etika, dan kebijakan yang sudah terbukti aman bagi perusahaan.
Sasaran pers berkualitas ditujukan untuk masyarakat menengah keatas. b.
Pers Populer
Jenis pers ini menggunakan cara penyajian yang sesuai mengikuti zaman, cepat berubah-ubah, tegas-lugas, sederhana, enak dipandang,
mudah dibaca, penuh warna dan bersifat kompromistis dengan tuntutan pasar. Pers populer menekankan nilai dan kepentingan komersial. Namun
menurut penelitian Amar, cara penyajiannya kurang etis, emosional dan terkadang sadistis. Sasaran khalayaknya adalah kalangan menengah-
bawah baik dari segi ekonomi maupun intelektual. c.
Pers Kuning
Penyajian pers ini lebih banyak mengeksploitasi warna dibanding pers populer. Segala macam warna ditampilkan untuk menarik perhatian,
karena itulah disebut pers kuning. Peletakan judul sering tak beraturan. Bagi pers kuning, kaidah baku jurnalistik tak diperlukan. Berita tak harus
berpijak pada f akta namun juga bisa didasari ilusi, imajinasi dan fantasi.