Analisis Wacana Parpol Islam Dalam Rubrik “Pesta Demokrasi” Harian Republika

(1)

ANALISIS WACANA PARPOL ISLAM

DALAM RUBRIK

PESTA DEMOKRASI

HARIAN REPUBLIKA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Devy Cahyo Puspitaningrum NIM : 109051100063

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

Devy Cahyo Puspitaningrum

Analisis Wacana Parpol Islam dalam Rubrik “Pesta Demokrasi” Harian Republika

Kondisi keberagamaan umat Islam yang terus mengalami peningkatan sejak pasca reformasi, tampaknya tidak sejalan dengan ekspresi politik umat. Terbukti dengan hasil penelitian berbagai lembaga survey yang menyatakan bahwa elektabilitas parpol Islam rendah. Kenyataan tersebut membawa Harian Republika sebagai media yang segmentasi

utamanya umat Islam untuk memberitakan parpol Islam secara aktif.

Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan tulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan mayor dan minor. Adapun pertanyaan mayornya adalah bagaimana Harian Republika mewacanakan parpol Islam? Kemudian, minornya adalah bagaimana analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial terhadap pemberitaan parpol Islam dalam Rubrik Pesta Demokrasi Harian Republika?

Teori yang digunakan adalah teori atau paradigma naratif dari Walter Fisher. Paradigma Naratif meyakini bahwa manusia adalah makhluk pencerita dan pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku manusia. Sedangkan narasi atau cerita merupakan deskripsi verbal atau nonverbal apapun dengan urutan kejadian yang oleh para pendengar diberi makna. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan pisau analisis wacana Teun A. van Dijk.

Harian Republika cenderung melakukan pemberitaan-pemberitaan positif terhadap parpol Islam. Berbagai hasil penelitian dari lembaga survey terkait elektabilitas parpol Islam yang rendah, justru menjadikan Republika sebagai media yang membela dan mengangkat citra parpol Islam. Ini terbukti dari beberapa berita mengenai parpol Islam yang ada dalam Rubrik “Pesta Demokrasi” Harian Republika. Pembaca Republika diajak untuk mempercayai berita yang dimuat berdasarkan rasionalitas. Wartawan konsisten memberitakan parpol Islam secara positif dengan harapan pembacanya percaya dan yakin dengan parpol Islam.

Pada penulisannya, teks lebih ditekankan pada dukungan dan keyakinan bahwa parpol Islam dapat memenangkan Pemilu 2014 dengan strategi-strategi tertentu. Dalam pemilihan narasumber dan angle berita pun, wartawan lebih memilih narasumber yang pro terhadap parpol Islam. Sedangkan melalui konteks sosial, terjalin ikatan antara wartawan yang berlatar belakang Islam dan bekerja untuk media yang concern kepada umat terhadap parpol yang berideologi Islam. Meski Republika berupaya mengarahkan opini pembaca untuk mendukung parpol Islam, hasilnya perolehan suara parpol Islam pada Pemilu 2014 lalu tetap tidak dapat mengalahkan perolehan suara parpol nasionalis.


(6)

ii Bismillahirrahmanirrahim..

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala sang Maha Pencipta atas segala nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Wacana Parpol Islam dalam Rubrik “Pesta Demokrasi” Harian Republika” ini. Shalawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa peradaban manusia ke jalan yang lebih terang. Semoga kesejahteraan selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan kita sebagai umat yang mengharap syafa’at beliau.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini merupakan karya yang memiliki banyak kendala dan tantangan dalam proses penyelesaiannya. Namun, berkat bantuan serta motivasi dari berbagai pihak, Alhamdulillah akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Terimakasih yang tidak terhingga saya ucapkan kepada yang terhormat:

1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, Ph D selaku Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Dr.Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan 2 Bidang Administrasi Umum, dan Dr Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan.

2. Ketua Prodi Jurnalistik, Bapak Kholis Ridho, MA beserta Sekretaris Prodi Jurnalistik, Ibu Dra Musfirah Nurlaili H, MA yang sudah memberi semangat dan mempermudah penyelesaian skripsi ini.


(7)

iii

3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Dr. Gun Gun Heryanto M.Si. yang telah menyediakan waktu dan membagi ilmunya untuk membimbing saya. Terima kasih atas kesabaran Bapak dalam membimbing saya. Semoga Bapak selalu diberi kemudahan untuk menjalankan prinsip 3B “Berpikir,

bergerak, bermanfaat”

4. Kepada kedua orang tua saya yang tercinta, Ibu Yuli Triwahyuni dan Ayah Sugeng Cahyono, terima kasih telah percaya sepenuhnya, terima kasih atas kasih sayang dan bantuan materinya selama ini. Selamanya, kalian yang terbaik. Tak lupa untuk adik saya, Muhammad Fachrur Rizki, terima kasih untuk bantuannya selama ini.

5. Seluruh dosen dan staff akademik UIN Syarif Hidayatullah, terutama Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Serta untuk Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu dan bantuannya selama ini.

6. Terima kasih untuk kesabaran dan support nya selama ini, Apris Tri Suhendar. Juga ucapan terima kasihku untuk sahabat-sahabat, Ragil Witri Suryaningtyas, Siti Sarah Dianita, Dewi Anita Sari, Anastasia, Fitty, Muhammad Sopian, Abdul Rochim, Alfath Maududi, dan Shofi Adriya. 7. Terima kasih untuk sharing ilmu dan diskusinya kepada Puti Hasanatu

Syadiah. Tak lupa kepada sahabat kuliahku Hafsa Tya Annisa, Nur Fitriyani (Pipit), Lindawati, terima kasih atas semua pengalaman seru dan menyenangkan selama menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

iv sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Terima kasih banyak untuk teman-teman Jurnalistik B Angkatan 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, kelompok KKN BBM, dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, tetapi tidak mengurangi rasa hormat saya pada teman-teman. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Besar harapan penulis agar skripsi ini bermanfaat untuk kawan-kawan mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya, dan kawan-kawan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya.

Depok, 31 Maret 2016


(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 10

G. Objek Penelitian ... 11

H. Tahap Penelitian ... 12

I. Pedoman Penulisan ... 15

J. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Teori Naratif ... 17

B. Konseptualisasi Ideologi ... 21

C. Konseptualisasi Partai Politik Islam ... 23

D. Konseptualisasi Pemberitaan ... 29

BAB III GAMBARAN UMUM A. Harian Umum Republika ... 36

1. Sejarah Lahirnya Harian Umum Republika ... 36

2. Latar Belakang ICMI ... 37

3. Perkembangan Harian Umum Republika ... 38

4. Visi dan Misi ... 39

5. Sebaran Pembaca Republika ... 42

6. Sirkulasi dan Distribusi Republika di Indonesia ... 42

7. Penghargaan-penghargaan ... 43

8. Struktur Organisasi ... 45

B. Rubrik Pesta Demokrasi ... 46

C. Pekerja Media di Republika ... 46


(10)

vi

1. Analisis Teks Berita Koalisi Parpol Islam Butuh Tokoh Pengikat

(terbit 11 Februari 2014) ... 51

a. Struktur Makro... 51

b. Struktur Superstruktur ... 52

c. Struktur Mikro ... 54

2. Analisis Teks Berita Parpol Islam Perlu Figur (terbit 13 Februari 2014 ... 63

a. Struktur Makro... 63

b. Struktur Superstruktur ... 64

c. Struktur Mikro ... 65

3. Analisis Teks Berita Parpol Islam Berminat dengan PDIP (terbit 12 Maret 2014) ... 73

a. Struktur Makro... 73

b. Struktur Superstruktur ... 74

c. Struktur Mikro ... 75

4. Analisis Teks Berita Elektabilitas Parpol Islam Mampu Usung Capres (terbit 15 Maret 2014) ... 82

a. Struktur Makro... 82

b. Struktur Superstruktur ... 83

c. Struktur Mikro ... 85

5. Analisis Teks Berita Saatnya Tetapkan Capres Islam (terbit 20 Maret 2014) ... 92

a. Struktur Makro... 92

b. Struktur Superstruktur ... 93

c. Struktur Mikro ... 94

B. Kognisi Sosial ... 100

C. Analisis Konteks Sosial Pemberitaan Mengenai Parpol Islam di Harian Republika ... 109

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 113

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu mengenai parpol Islam dalam konteks keindonesiaan selalu menarik untuk dibahas. Mulai dari hubungannya dengan umat Islam sebagai konstituen hingga artikulasi ideologi dengan kultur masyarakat yang dinamis. Dalam hubungannya dengan umat Islam, terjadi penemuan mencengangkan. Disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI Drs. Hajriyanto Y. Thohari, M.C. Ricklefs dalam penelitiannya menemukan bahwa islamisasi yang meningkat di Indonesia tidak memengaruhi tingkat keterpilihan parpol Islam.1

Dalam pengertian luas, islamisasi berarti semakin menguatnya simbol-simbol Islam dan pemakaian identitas Islam dalam politik yang tentu akan memberikan dampak serius pada perolehan suara partai Islam ke depan.2

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Luthfi Assyaukanie dalam kata pengantarnya di buku Nusantara Sejarah Indonesia, mengulas hasil penelitian M.C. Ricklefs yang melihat gejala kebangkitan umat Islam di Indonesia terjadi akibat dari perlakukan penguasa orde baru. Pada era Soeharto terjadi upaya mengendalikan agama yang dipercayai semua orang hingga akhirnya menghasilkan islamisasi. Tekanan Soeharto terhadap gerakan Islam politik

1

Disampaikan dalam sambutan pembukaan pada peluncuran Jurnal Maarif dan

diskusi “Pemilu 2014: Senjakala Partai Islam dan Kebangkitan Islam Politik” yang diadakan di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).

2

Ahmad Fuad Fanani, “Dilema Partai Politik Islam” dalam JurnalMaarif (Arus Pemikiran Islam dan Sosial) vol. 8 No. 2, Desember 2013, h.87.


(12)

membuat ekspresi politik umat Islam tersumbat. Ketika kekuasaan Soeharto tumbang, langsung saja berbagai kelompok Islam politik bermunculan.3

Kenyataan saat ini, terdapat jarak antara umat Islam dengan parpol Islam. Kondisi keberagamaan umat Islam yang semakin tinggi tidak mempengaruhi elektabilitas parpol Islam. Umat Islam menjadi masyarakat dengan pemikiran politik yang sekuler, sedangkan parpol Islam tidak lagi menonjolkan ideologi keislamannya. Hasilnya tidak terjalin relasi yang baik di antara keduanya. Masyarakat Indonesia yang secara fisik keberagamaan Islamnya dinilai semakin tinggi, namun ekspresi politiknya justru tidak mengarah ke parpol Islam.

Islamisasi atau eskalasi keberagamaan umat Islam di Indonesia ditandai dengan peningkatan jumlah pendaftar haji dan umroh tiap tahunnya, pembangunan masjid, sinetron yang banyak menampilkan sisi keislaman, banyaknya pengguna jilbab, dan simbol-simbol keberagamaan lain yang makin marak. Staf Khusus Presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial Andi Arief melansir data Kementerian Agama bahwa pembangunan masjid di Indonesia pada 2014 meningkat 64% dari 392.044 menjadi 643.843.4 Sedangkan,

pendaftar umroh terus mengalami kenaikan mengingat lamanya daftar tunggu untuk menunaikan ibadah haji. Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji Umroh Republik Indonesia (AMPHURI) Joko Asmoro menyatakan, jumlah

3

Bernard H. M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. xii.

4

http://wartaekonomi.co.id/berita10828/inilah-fakta-pertumbuhan-rumah-ibadah-di-indonesia.html (diakses pada 24/03/2014 pukul 10.00 WIB)


(13)

3

masyarakat muslim Indonesia yang pergi umroh di 2011 tercatat sekitar 500 ribu orang, 600 ribuan orang pada 2012, dan 700 ribuan orang pada 2013.5

Ekspresi keberagamaan umat Islam yang makin tinggi ini tidak sejalan dengan tingkat elektabilitas parpol Islam. Terbukti dari tingkat perolehan suara parpol Islam yang cenderung masih rendah menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Sejumlah lembaga survei merilis data yang menyatakan bahwa tingkat elektabilitas parpol Islam rendah. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Jakarta (LSJ) pada 12-26 Januari 2014 dengan mengambil sampel 1.240 responden dan margin of error sekitar 2,8%. Survei lain yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) hasilnya pun tidak jauh berbeda. Hasil survei ditampilkan pada tabel berikut.

Hasil S urvei LSJ6 Hasil Survei LSI7

No. Nama

Partai Elektabilitas No.

Nama

Partai Elektabilitas

1 PDI P 19,83% 1 Golkar 18,30%

2 Golkar 17,74% 2 PDIP 18,20%

3 Gerindra 12,58% 3 Gerindra 8,70%

4 NasDem 6,94% 4 Demokrat 4,70%

5 Hanura 6,85% 5 Hanura 4,00%

6 Demokrat 6,12% 6 PKB 3,70%

7 PPP 4,83% 7 PPP 3,60%

8 PAN 4,51% 8 PAN 3,30%

9 PKB 4,67% 9 PKS 2,20%

5

http://www.antaranews.com/berita/409094/minat-masyarakat-muslim-indonesia-pergi-umroh-meningkat (diakses pada 24/03/2014 pukul 10.00 WIB)

6

http://news.liputan6.com/read/824756/survei-lsj-pdip-jawara-pemilu-2014 (diakses pada 21/03/2014 pukul 10.00 WIB)

7


(14)

No. Nama

Partai Elektabilitas No.

Nama

Partai Elektabilitas

10 PKS 3,87% 10 NasDem 2,00%

14 PBB 1,20% 11 PBB 0,70%

15 PKPI 0,24% 12 PKPI 0,50%

Kemudian, dalam hal relasi antara ideologi keislaman dengan kultur masyarakat yang berubah, terdapat artikulasi yang menarik. Tidak jarang parpol Islam “menggadaikan” ideologinya demi menyesuaikan dengan kultur masyarakat yang saat ini sekuler. Hasilnya, masyarakat mulai melihat bahwa tidak ada perbedaan antara parpol Islam dengan parpol berhaluan nasionalis lainnya karena ideologi yang ada pada parpol Islam sudah bergeser.

Secara garis besar, Greg Fealy membagi parpol Islam menjadi dua: pertama, pluralist Islamic Parties (Partai Islam Pluralis) yang berasaskan Pancasila namun menampilkan identitas Islam dan berbasis massa Islam, seperti PAN dan PKB. Kedua, Islamist Parties (Partai Islamis), yaitu partai yang berasaskan Islam dan mendukung ide-ide formalisasi syariat Islam dan amandemen UUD 1945 yang memasukkan Piagam Jakarta.8 Contoh kategori

ini adalah PPP, PKS, dan PBB. Lima dari 15 parpol peserta Pemilu 2014 dapat dikategorikan sebagai parpol Islam, yaitu PKS, PAN, PKB, PPP, dan PBB.

Parpol Islam tidak luput dari sorotan harian Republika yang merupakan media berhaluan Islam. Harian Republika memiliki rubrik khusus bernama Pesta Demokrasi yang menyajikan berita-berita terkait parpol yang

8Greg Fealy, Divided Majority, Limits of Indonesian Political Islam’, dalam

Shahram Akbarzadeh dan Abdullah Saeed (editors), Islam and Political Legitimacy, London and New York: RoutledgeCurzon, 2003, hal. 164-165.


(15)

5

maju dalam Pemilu 2014. Menarik untuk dicermati bagaimana praktik diskursif Republika sebagai media yang segmentasi utama pembacanya umat Islam terhadap ideologi parpol Islam.

Media memiliki peran sebagai pembentuk opini masyarakat karena berita-berita yang dimuat. Ketika mengangkat sebuah pemberitaan, media tentu memiliki wacana yang ingin dibawa ke ranah publik. Saat harian Republika secara aktif menyajikan pemberitaan tentang parpol Islam, ada tujuan yang ingin dicapai terutama jika pemberitaan tersebut menyorot parpol tertentu. Hal ini menandakan ada faktor kepentingan yang bermain dalam penyajian berita tersebut.

Penelitian ini akan menggunakan metode analisis wacana model Teun van Dijk karena memungkinkan penulis untuk mengaitkan permasalahan yang ada dengan kondisi sosio-kultural masyarakat Islam di Indonesia saat ini. Teun van Dijk melihat bahwa wacana memiliki tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial; sehingga untuk meneliti suatu wacana harus dengan menggabungkan ketiga dimensi tersebut menjadi satu kesatuan analisis.9 Selain

menggunakan unit bahasa untuk menemukan ideologi dalam teks, van Dijk juga memperhatikan struktur dan kesadaran mental pembuat berita. Van Dijk menekankan perlu adanya penelitian atas skema wartawan untuk menyelidiki bagaimana pengetahuan dan prasangka wartawan atas suatu masalah.10

9

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 224.

10


(16)

Sebagai pisau bedah, penulis akan menggunakan teori naratif. Teori ini dikembangkan oleh Walter Fisher yang disebut dengan Paradigma Naratif, paradigm yang meyakini bahwa manusia adalah makhluk pencerita dan pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku manusia.11

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengambil judul penelitian Analisis Wacana Parpol Islam dalam Rubrik “Pesta Demokrasi” Harian Republika.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang penulis paparkan sebelumnya, maka penulis membatasi penelitian ini pada lima berita di harian Republika: “Koalisi Parpol Islam Butuh Tokoh Pengikat (edisi 11 Februari 2014), “Parpol Islam Perlu Figur” (edisi 13 Februari 2014),

“Parpol Islam Berminat dengan PDIP” (edisi 12 Maret 2014),

“Elektabilitas Parpol Islam Mampu Usung Capres” (edisi 15 Maret 2014), dan “Saatnya Tetapkan Capres Islam” (edisi 20 Maret 2014). 2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana konstruksi teks dalam pemberitaan parpol Islam di harian Republika?

11

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), h.44.


(17)

7

2) Bagaimana kognisi sosial dalam pemberitaan parpol Islam di harian Republika?

3) Bagaimana konteks sosial masyarakat dalam pemberitaan parpol Islam di harian Republika?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana konstruksi teks dalam pemberitaan parpol Islam di harian Republika.

2. Mengetahui bagaimana kognisi sosial dalam pemberitaan parpol Islam di harian Republika.

3. Mengetahui bagaimana konteks sosial dalam pemberitaan parpol Islam di harian Republika.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: a. Manfaat Akademisi

Penelitian ini sebagai bentuk pengaplikasian teori-teori di bidang ilmu komunikasi, khususnya penelitian terkait komunikasi politik yang sifatnya kualitatif dan menggunakan model analisis wacana. Hasil penelitian ini juga diharap mampu memberikan kontribusi positif bagi mereka yang tertarik mempelajari lebih dalam mengenai kontruksi realitas yang terdapat dalam media massa. Pun menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain dalam menggunakan model analisis wacana Teun van Dijk untuk membedah suatu pemberitaan


(18)

di media massa. Selain itu penulis berharap penelitian ini dapat menjadi salah satu contoh penerapan teori naratif yang dapat digunakan untuk penelitian lainnya.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan menambah wawasan bagi praktisi media massa dalam menyajikan pemberitaan yang menarik, inovatif, dan mendidik masyarakat luas sebagaimana salah satu fungsi pers dalam UU No. 40 Tahun 1999, yaitu sebagai media yang memberikan pendidikan. Termasuk para pengelola media massa, terutama media cetak, yaitu harian Republika yang menjadi referensi dalam memperoleh informasi.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian adalah membandingkan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya. Beberapa judul skripsi terdahulu yang memiliki kesamaan judul atau objek dan subjek penelitian antara lain:

1. “Komunikasi Politik di Media Massa: Studi Analisis Wacana

terhadap Pemberitaan Partai NasDem di Harian Media

Indonesia” karya Isnaanto Achmad Maulana (207051000662)

mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta tahun 2013. Skripsi tersebut membedah bagaimana suatu teks dikonstruksi dalam beberapa pemberitaan di dua edisi Harian Media Indonesia


(19)

9

dengan menggunakan analisis wacana Teun A. van Dijk. Dalam penelitiannya, juga juga diulas mengenai komunikasi politik yang digunakan Partai Nasdem dengan memanfaatkan media massa. Kesamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah jenis metodologi yang digunakan untuk penelitian, yakni analisis wacana van Dijk. Perbedaan dengan skripsi penulis adalah pada objek yang di teliti.

2. “Analisis Wacana Teun van Dijk Berita tentang Calon Presiden

RI 2009 Partai Keadilan Sejahtera di Harian Republika” karya

Mochamad Arifin (105051102020) mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta tahun 2009. Skripsi tersebut menganalisis tiga pemberitaan di Harian Republika yang terkait dengan Partai Keadilan Sejahtera. Kesamaan dengan penelitian yang diteliti terletak pada model analisis wacana van Dijk dan bagaimana sebuah pemberitaan dapat mengkonstruksi realitas menjadi pesan yang sesuai dengan kognisi sosial pembuat berita. Selain itu, tempat penelitian yang digunakanpun memiliki kesamaan, yaitu Harian Republika. Perbedaannya, penulis meneliti bagaimana Republika mewacanakan parpol Islam, sedangkan Mochamad Arifin meneliti bagaimana wacana tentang calon presiden PKS di Republika.


(20)

F. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak di kehidupan sehari-hari.12

Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian konstruktivis, di mana pernyataan adalah tindakan menciptakan makna dan mengungkapkan maksud tersembunyi subjek. Dalam paradigma ini, subyek memiliki kontrol atas maksud tertentu terhadap sebuah wacana. Paradigma konstruktivis menyatakan, realitas ada dalam bentuk bermacam-macam konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial.13 Menurut paradigma ini, berita adalah konstruksi dari realitas

yang sifatnya subjektif. Opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput media melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. Khalayak juga memiliki penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita.14

2. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan pisau analisis wacana Teun A. van Dijk. Metode deskriptif merupakan upaya untuk merepresentasikan objek tentang semua informasi yang terdapat dalam masalah yang diselidiki, dalam hal ini

12

Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), h. 33.

13Ibid.,

h. 41.

14


(21)

11

penelitian yang diteliti. Metode ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi terhadap arti dari data yang sudah terkumpul.

Pendekatan kualitatif berfungsi untuk mengungkap pesan laten (tersembunyi) dari media massa. Pendekatan ini tidak hanya melihat pada aspek isi atau kata yang dapat dikodekan, tapi juga termasuk struktur wacana yang secara keseluruhan memiliki makna tertentu. Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model analisis wacana dengan asumsi dasar bahwa teks tidak berada dalam ruang hampa, tetapi dibentuk oleh praktek diskursus, suatu praktik wacana.

Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic (Bogdan and Taylor, 1992: 22).15

G. Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah berita-berita pada Rubrik “Pesta Demokrasi” dengan judul “Koalisi Parpol Islam Butuh Tokoh Pengikat

(edisi 11 Februari 2014), “Parpol Islam Perlu Figur” (edisi 13 Februari 2014), “Parpol Islam Berminat dengan PDIP” (edisi 12 Maret 2014),

15

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 213.


(22)

“Elektabilitas Parpol Islam Mampu Usung Capres” (edisi 15 Maret 2014), dan “Saatnya Tetapkan Capres Islam” (edisi 20 Maret 2014).

H. Tahap Penelitian

1) Teknik Pengumpulan Data a. Sumber Data

Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Data Primer: Data utama yang terdiri atas gambar dan kata. Data primer yang digunakan adalah buku-buku yang mengandung teori dari penelitian ini.

2. Data sekunder: Data tambahan dalam berntuk tertulis. Data sekunder yang digunakan adalah transkip wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan responden.

b. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, yakni proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Penulis mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan berita-berita tentang parpol Islam di harian Republika, termasuk reporter, editor, dan redaktur.


(23)

13

c. Dokumentasi

Penelaahan dokumentasi dilakukan oleh penulis dengan cara mengumpulkan, membaca, dan menelaah bahan-bahan bacaan berupa buku, jurnal, majalah, dan data tertulis lainnya. Bahan-bahan bacaan tersebut dapat diperoleh baik di perpustakaan maupun internet.

2) Pengolahan Data

Setelah memperoleh data-data dari hasil telaah teks dan wawancara, langkah selanjutnya yang dilakukan penulis adalah melakukan pengolahan data. Metode yang digunakan ialah metode deskriptif analisis, pelaporan data dengan menerangkan, memberi gambar, dan mengklasifikasi, serta menginterpretasikan data yang terkumpul apa adanya untuk kemudian ditarik kesimpulan.

3) Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model analisis wacana Teun van Dijk. Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.16

16


(24)

Model yang digunakan van Dijk ini dikenal juga dengan “kognisi sosial”, suatu istilah yang diadopsi dari pendekatan psikologi sosial. Pendekatan ini membantu memetakan bagaimana produksi teks yang melibatkan proses yang kompleks tersebut dapat dipelajari dan dijelaskan.17 Wacana oleh van Dijk dideskripsikan

memiliki tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk ialah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut.18

Tabel Kerangka Analisis Wacana Teun van Dijk

Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen

Struktur Makro Tematik (apa yang dikatakan) Topik

Superstruktur

Skematik (bagaimana pendapat disusun dan dirangkai)

Skema

Struktur Mikro

Semantik (makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)

Latar, detail, maksud, praanggapan,

nominalisasi

Struktur Mikro

Sintaksis (bagaimana pendapat disampaikan)

Bentuk kalimat,

koherensi, kata ganti

17Ibid.

, h. 222.

18

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 74.


(25)

15

Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen

Struktur Mikro

Stilistik (pilihan kata apa yang dipakai)

Leksikon

Struktur Mikro

Retoris (bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)

Grafis, Metafora

Ekspresi

I. Pedoman Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk. yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, tahun 2007.

J. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam lima bab, setiap bab akan diuraikan secara singkat ke dalam sub-sub berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, objek penelitian, tahap penelitian, pedoman, dan sistematika penulisan.


(26)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menguraikan kajian teoritis mengenai teori naratif Walter Fischer, konseptualisasi ideologi, konseptualisasi partai politik Islam, dan konseptualisasi pemberitaan.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang harian Republika, meliputi sejarah, latar belakang pendiri Republika, perkembangan, visi dan misi, sebaran pembaca, sirkulasi dan distribusi, penghargaan, dan struktur organisasi Republika. Pada bab ini juga dipaparkan tentang gambaran umum rubrik “Pesta Demokrasi”, gambaran mengenai pekerja media di Republika, dan hubungan antara Republika dengan pemerintah.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA

Bab ini berisi temuan dan analisis terhadap lima berita di Rubrik “Pesta Demokrasi” harian Republika.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari analisis wacana media Islam terhadap parpol Islam disertai temuan-temuan lainnya, serta saran penulis.


(27)

17 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Teori Naratif

Teori ini dikembangkan oleh Walter Fisher yang disebut juga dengan Paradigma Naratif. Narasi sering dianggap sekadar sebuah cerita, tapi bagi Fisher, narasi lebih dari sekadar cerita yang memiliki plot awal, pertengahan, dan akhir. Fisher melihat bahwa narasi mencakup deskripsi verbal atau nonverbal apapun dengan urutan kejadian yang oleh para pendengar diberi makna.1

Paradigma Naratif meyakini bahwa manusia adalah makhluk pencerita dan pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku manusia.2 Fisher berusaha memperlihatkan

Paradigma Naratif sebagai gabungan antara logika dan estetika. Fisher (1987) menyatakan lima asumsi dasar dari Paradigma Naratif, antara lain:3

a. Manusia adalah makhluk pencerita

Asumsi pertama, manusia sebagai makhluk pencerita. Cerita memengaruhi, menggerakkan, dan membentuk dasar untuk keyakinan dan tindakan seseorang. Manusia lebih memilih cerita yang bagus daripada argumen yang baik.

b. Keputusan mengenai harga sebuah cerita didasarkan pada “pertimbangan yang sehat.

1

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, h. 61.

2Ibid.,

h.44.

3Ibid.,


(28)

Asumsi kedua, orang membuat keputusan mengenai cerita mana yang akan diterima dan mana yang ditolak berdasarkan apa yang masuk akal bagi dirinya dan berdasarkan pada pertimbangan yang sehat (good reason).

c. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya, dan karakter.

Asumsi ketiga berkaitan dengan apa yang secara khusus memengaruhi pilihan orang dan memberikan alasan yang baik untuk mereka. Paradigma Naratif mengasumikan bahwa rasionalitas naratif dipengaruhi oleh sejarah, biografi, budaya, dan karakter. Kisah seseorang akan efektif jika sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh pendengarnya.

d. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konsistensi dan kebenaran sebuah cerita.

Asumsi keempat, membentuk sebuah masalah inti dari pendekatan naratif. Asumsi ini menyatakan bahwa orang mempercayai cerita selama cerita tersebut terlihat konsisten secara internal dan dapat dipercaya.

e. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita dan harus memilih dari cerita yang ada.

Asumsi kelima, pandangan Fisher bahwa dunia adalah sekumpulan cerita. Ketika kita memilih di antara cerita-cerita tersebut, kita mengalami kehidupan secara berbeda dan


(29)

19

memungkinkan kita untuk menciptakan ulang kehidupan kita secara terus-menerus.

Rasionalitas Naratif

Menurut Fisher, semua kehidupan disusun dari cerita-cerita atau naratif dan semua bentuk komunikasi merupakan naratif. Rasionalitas naratif atau logika dari pemikiran yang logis menyatakan bahwa orang menilai kredibilitas pembicara melalui apakah ceritanya runtut (koherensi) dan terdengar benar (mempunyai ketepatan). Rasionalitas naratif berdasarkan pada dua prinsip berbeda: koherensi dan kebenaran.4

a. Koherensi

Koherensi menjadi dasar yang penting dalam menilai rasionalitas naratif. Koherensi merujuk pada konsistensi internal dari sebuah naratif. Dalam penilaiannya, pendengar akan mempertanyakan apakah sebuah cerita terdengar runtut dalam cara yang konsisten atau justru sebaliknya. Ini yang menentukan apakah seseorang akan menerima naratif tertentu atau menolaknya. Koherensi berdasarkan pada tiga tipe konsistensi, antara lain:

1. Koherensi Struktural : Suatu jenis koherensi yang berdasar pada jalan cerita. Cerita yang baik dan meyakinkan tentu mengandung koherensi struktural ketika aliran cerita berjalan secara runtut dan elemen-elemen dalam cerita tersebut saling membangun.

4Ibid.,


(30)

2. Koherensi Material : Suatu jenis koherensi yang merujuk pada kongruensi antara satu cerita dengan cerita lainnya yang berkaitan dengan cerita tersebut.

3. Koherensi Karakterologis : Suatu jenis koherensi mengacu pada kepercayaan terhadap karakter-karakter dalam sebuah cerita. Seseorang yang terkenal memiliki sifat arogan, pelit, suka menghina orang lain, dan pribadi yang tidak menyenangkan. Kemudian ada cerita yang menyatakan bahwa orang tersebut berhati mulia, suka menolong, dan pantas menjadi teladan, tentu cerita tersebut akan sulit diyakini kebenarannya karena tidak memiliki koherensi karakterologis.

b. Kebenaran

Kebenaran (fidelity) atau reabilitas dari sebuah cerita juga penting untuk menilai rasionalitas naratif. Fisher (1987) menyatakan, ketika elemen-elemen sebuah cerita merepresentasikan pernyataan-pernyataan akurat mengenai realitas sosial, elemen tersebut mengandung kebenaran. Menurut Fisher, ketika naratif memiliki kebenaran, naratif itu menyusun suatu pertimbangan yang sehat bagi seseorang untuk memegang keyakinan tertentu atau untuk mengambil tindakan.5 Sedangkan logika

dari pertimbangan yang sehat (good reason) membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari sebuah cerita sebagai benar dan berharga untuk diterima.

5Ibid


(31)

21

Paradigma naratif meyakini, cerita yang dikisahkan dengan baik, terdiri atas rasionalitas naratif, akan lebih meyakinkan pembaca daripada kesaksian para ahli yang menyangkal akurasi faktual dalam naratif tersebut.

B. Konseptualisasi Ideologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ideologi merupakan cara berpikir orang atau suatu golongan. Pemaknaan kata ideologi beragam sesuai dengan disiplin ilmu yang mengkajinya.6 Dalam

politik, ideologi diartikan sebagai paham dan nilai tertentu yang digunakan untuk melingkupi semua usaha mencapai suatu kondisi ideal tertentu. Ideologi memuat ide dan gagasan tentang bagaimana seharusnya dunia ini berjalan karena berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya pemikiran, abstrak, dan konseptual. Tak jarang ideologi digunakan sebagai suatu alat dan instrumen untuk mencapai tujuan politik individu, kelompok, atau suatu negara. Hal ini menyebabkan ideologi erat kaitannya dengan kekuasaan. 7

Steger (2002) mendefinisikan ideologi sebagai suatu sistem sebaran ide, kepercayaan (beliefs), yang membentuk sistem nilai dan norma serta sistem peraturan ideal yang diterima sebagai fakta dan kebenaran oleh kelompok tertentu.8 Perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan dalam sistem

demokrasi diwujudkan dalam institusi politik, yaitu partai politik.

6

http://kbbi.web.id/ (diakses pada 29 Maret 2015 pukul 08.30 WIB).

7

Firmanzah, Mengelola Partai Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 83-85.

8


(32)

Menurut Lane (962), ideologi politik memiliki lima ciri. Pertama, ideologi politik berkaitan dengan pertanyaan siapa yang akan memimpin, bagaimana mereka dipilih, dan dengan prinsip apa mereka memimpin. Kedua, ideologi mengandung banyak argumen untuk persuasi atau juga melawan ide-ide yang berlawanan. Ketiga, ideologi memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan sebagainya. Kelima, ideologi mencoba merasionalisasi kepentingan kelompok agar layak untuk diperjuangkan. Keenam, ideologi berisi hal-hal yang sifatnya normatif, etis, dan moral.9

Ideologi dapat diartikan juga sebagai sistem kepercayaan dan norma. Sistem kepercayaan melihat bahwa ideologi memberikan legitimasi bagi para penganutnya untuk berpikir, bersikap, dan bertindak atas suatu permasalahan. Agar sebuah ideologi mampu menjadi sistem kepercayaan, ia harus meyakinkan para penganutnya mengenai kebenaran pemikiran dan ajarannya. Ideologi memuat aturan-aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dianggap tabu, bahkan dilarang. Sedangkan norma adalah aturan yang bersifat sosial dan memiliki muatan hukum ketika ideologi tersebut diterapkan. Ideologi politik memuat secara implisit maupun eksplisit hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pengikutnya. Ketika suatu institusi politik memenangkan pemilihan umum, mereka dapat mematerialisasikan ketentuan-ketentuan dalam ideologi ke undang-undang maupun peraturan pemerintah yang memiliki kekuatan hukum.10

9Ibid.,

h. 92.

10Ibid.,


(33)

23

C. Konseptualisasi Partai Politik Islam

Partai politik lahir sekitar awal abad ke-20 sebagai sarana bagi setiap warga negara untuk turut berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Kelahirannya pertama kali akibat gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik. Dengan kata lain, partai politik lahir untuk menjembatani antara rakyat dengan pemerintah. Secara umum, yang disebut sebagai partai politik adalah sekelompok manusia terorganisir yang anggota-anggotanya sedikit banyak mempunyai orientasi nilai-nilai serta cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik serta mempertahankannya guna melaksanakan program yang telah ditetapkan.11

Keberadaan parpol dalam suatu negara dianggap sebagai salah satu perangkat institusi demokrasi karena fungsinya. Beberapa fungsi parpol antara lain adalah menyerap dan mengartikulasi aspirasi atau kepentingan rakyat, sarana sosialisasi dan komunikasi politik, dan media penyaluran perbedaan pendapat yang terjadi di masyarakat. Keberadaan parpol yang kuat menjadi faktor penting dalam kehidupan berbangsa.12

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem multi-partai, di mana terdapat banyak partai politik yang berdiri sebagai bentuk masyarakat yang majemuk, baik secara kultural maupun sosial ekonomi. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta nomor X/1949

11

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 422.

12


(34)

merupakan titik implementasi sistem multipartai di Indonesia.13 Pada pemilu

1955, nampak terjadi pengelompokkan partai menjadi dua ideologi kelompok, kelompok berideologi Islam dan kelompok berideologi nasionalis sekuler.

Menurut Azyumardi Azra, paling sedikit ada dua unsur yang menjadi tanda apakah sebuah partai dapat disebut “partai Islam”. Pertama, secara resmi dalam dokumentasi mereka menyatakan Islam sebagai dasar ideologi, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua, dalam kasus tertentu partai-partai Islam tetap memakai Pancasila sebagai dasar ideologinya tetapi pada saat yang sama juga menggunakan simbol-simbol Islam seperti bintang, kalimat atau tulisan huruf Arab, dan Ka’bah atau simbol-simbol lain yang berhubungan dengan Islam. Contohnya adalah Partai Cinta Damai (PCD), Partai Indonesia Baru (PIB), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII).14

Partai Islam, menurut Abul „ala al-Maududi, adalah partai yang memiliki tujuan untuk menegakkan kedaulatan Tuhan di muka bumi dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup di dunia. Tokoh-tokoh partai akan dikhususkan kepada orang-orang yang sungguh-sungguh beriman dan bertaqwa, orang-orang yang ikhlas berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dan mencari keridhaan-Nya. Orang-orang yang hanya berniat

13

Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, (Jakarta: Lasswell Visitama, 2011), h. 252.

14


(35)

25

mengeksploitasi Islam untuk mencari kekuasaan keduniaan yang sifatnya sementara tidak diterima menjadi pengurus.15

Menurut Al-Kalil ibn Ahmad dalam kitabnya mu’jam al-‘Ain, al-hizb (partai), istilah partai dari tinjauan bahasa berarti setiap kelompok yang memiliki keinginan dan tujuan yang satu, al-hizb juga berarti pendukung seseorang dalam mengikuti pendapat, atau setiap kaum yang bersatu dalam cita-cita dan amal perbuatan.16 Adapun pengertian partai

menurut istilah adalah satu kelompok masyarakat yang disatukan oleh arah, sasaran dan tujuan yang sama.17 Dalam istilah modern, hizb atau hizb al-siyasi diartikan dengan sekelompok warga negara yang mempunyai tujuan dan pemikiran yang sama, kemudian mereka mengatur urusan mereka untuk mencapai tujuan dengan cara-cara yang menurut mereka dapat mencapai tujuan tersebut. Di antara mereka ada yang berusaha meraih kedudukan dan kekuasaan politik dalam lingkungan masyarakat mereka.18 Berdasarkan

kepada pengertian secara bahasa dan istilah, maka istilah hizb ini jika dipahami sebagai partai politik Islam berarti sebuah partai politik yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam dalam seluruh aspek kegiatan-kegiatannya, mulai dari pengambilan nama, logo, asas, visi, misi dan tujuannya.

Menurut pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, partai Islam terbagi menjadi dua definisi. Pertama,

15

Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam (Perbandingan Partai Masyumni Indonesia dan Partai Jarna’at al-Islarni Pakistan), (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 90.

16

Al-Khalil Ibn Ahmad (t.t.), Kitab al-‘Ain, juz 3, h. 164-165.

17 Muhammad Imarah, Ma’rakatu al

-Mustalahat baina Gharbi wa al-Islami, (Dar al-Nahzah: al-Qahirah, 1419 H), h. 184.

18Al Kayali „Abd Wahb, Mausu’ah al-Siyasiyyah bab Hizb al-Siyasi,


(36)

partai yang memiliki platform dengan ideologi Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua, partai yang secara formal tidak mencantumkan Islam sebagai basis ideologinya, tapi basis utama konstituennya Islam, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).19

Berdasarkan pendapat beberapa ahli mengenai partai Islam, dapat disimpulkan secara umum bahwa partai Islam merupakan sekumpulan orang beragama Islam yang membentuk suatu organisasi politik dengan menjadikan Islam (Al Qur’an dan hadits) sebagai dasar perjuangannya untuk menyampaikan aspirasi, ide, dan cita-cita umat Islam dalam bernegara.

Pendapat Greg Fealy dalam “Divided Majority, Limits of Indonesian Political Islam”, partai Islam terdiri atas dua: partai Islam pluralis dan partai Islamis. Pertama, partai Islam pluralis (pluralist Islamic Parties) yaitu partai yang berasaskan Pancasila namun menampilkan identitas Islam dan berbasis pada massa Islam seperti PAN dan PKB. Kedua, Partai Islamis (Ismalist Parties) yang merupakan partai berasaskan Islam dan mendukung ide-ide formalisasi syariat Islam dan amandemen UUD 1945. Contoh yang termasuk dalam partai Islamis antara lain PPP, PKS, dan PBB.20

19

http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2009/03/090324_partai10.sht ml (diakses pada 24 Juli 2015 pukul 03.15 WIB)

20

Shahram Akbarzadeh dan Abdullah Seed, Islam and Political Legitimacy, London and New York: RoutledgeCurzon, 2003, h. 164-165.


(37)

27

Ideologi Partai Politik Islam

Setiap partai tentu memiliki asas partai tertentu di mana ia menjadi landasan, haluan, dan platform partai dalam meniti kehidupan partainya. Nilai asas merupakan ruh partai itu yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi yang menggerakkan kehidupan partai.21 Nilai asas

inilah yang menentukan identitas suatu partai, apakah ia partai dengan label agama atau nasionalisme.

Secara umum, ideologi berarti gagasan, keyakinan, nilai, dan pandangan hidup dalam negara atau politik. Jadi, pemikiran atau pandangan politik tertentu sudah inheren dengan kehidupan partai. Meskipun suatu partai mengusung program yang universal, tapi partai politik tetap tidak bisa lepas dari pandangan tertentu yang menjadi nilai dasar dalam menentukan ciri dan identitas partainya.22

Ideologi suatu partai tercermin dari visi dan misi yang diusung partai tersebut. Visi dan misi dapat dilihat berdasarkan program-program yang diperjuangkan suatu partai. Setiap partai tentu akan memprioritaskan program-program yang sesuai dengan ideologi mereka.

Pada masa Orde Baru sempat terjadi ketegangan antara agama dengan pemerintah. Hal ini terjadi dengan adanya pelarangan partai-partai yang secara khusus didasarkan pada agama tertentu (karena semuanya harus berasas Pancasila), meskipun masih memperbolehkan adanya partai tertentu yang memiliki pijakan orientasi spiritual di dalam programnya. Contohnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dilarang berasaskan Islam tetapi

21

Fatwa, Satu Islam Multipartai, h. 94.

22Ibid.,


(38)

diperbolehkan membuat program-program partai yang didasarkan pada semangat spiritualisme Islam.23

Jatuhnya pemerintahan Soeharto pada Mei 1998 menjadi tahapan baru dalam sejarah Indonesia. BJ. Habibie yang maju menggantikan Soeharto menyatakan ketersediaannya untuk mempercepat pemilihan umum dan memberi kesempatan yang luas kepada rakyat untuk membentuk partai.24

Kemunculan kembali partai-partai Islam seiring dengan penghapusan Undang-Undang Keormasan 1985 yang mewajibkan semua organisasi, apakah politik maupun sosial dan keagamaan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya dasar ideologi organisasinya. Tak mengherankan, penghapusan itu berdampak pada munculnya partai-partai politik yang kembali mengusung kembali Islam sebagai dasar ideologinya.25

PPP yang sudah lebih dari dua dekade dipaksa menanggalkan asas Islam, meneguhkan kembali diri sebagai partai berasas Islam. Ka’bah yang sebelumnya dilarang dijadikan sebagai lambing partai dan diganti simbol bintang dipakai menjadi simbol kembali oleh PPP. Partai lainnya yang sering diidentikkan dengan partai nasionalis religius seperti PKB dan PAN, tetap menonjolkan warna Islamnya dan memiliki basis pendukung dari kelompok Islam seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

23

Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 307-306.

24

Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 298.

25Azyumardi Azra, “Faktor Islam di Indonesia pasca

-Soeharto” dalam Chris Manning dan Peter van Diermen, ed., Indonesia di Tengah Transisi Aspek-aspek Sosial Reformasi dan Kritis, (Yogyakarta: LKiS, 2000), h. 375.


(39)

29

Hal ini tidak lepas dari fakta adanya keinginan untuk menyalurkan kepentingan dan memperebutkan suara pemilih Islam.26

D. Konseptualisasi Pemberitaan

Berita menurut KBBI, sebuah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yg hangat. Menurut Sudirman Tebba, berita adalah jalan cerita tentang peristiwa27. Menurut Ashadi Siregar, sesuatu disebut

sebagai berita jika mengandung nilai-nilai tertentu seperti significance

(penting), magnitude (besar), timelines (waktu), proximity (dekat), prominance (tenar), human interest (manusiawi).28

a. Significance (penting) : Suatu peristiwa yang penting dan mampu memengaruhi kehidupan khalayak atau kejadian yang mampu memberi dampak bagi kehidupan orang banyak menjadi layak untuk diberitakan. Berita tentang penyebaran penyakit mers yang dapat membahayakan memiliki nilai berita tinggi, supaya masyarakat lebih waspada dan menjaga diri.

b. Magnitude (besar) : Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak, atau kejadian yang berakibat bila dijumlahkan dalam angka menarik untuk diberitakan. Kenaikan harga kebutuhan pokok, harga BBM, harga barang-barang menjadi penting dan menarik diberitakan.

26

Marijan, Op.cit.,, h. 308-309.

27

Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 55.

28


(40)

c. Timelines (waktu) : Berita terkait dengan waktu. Suatu peristiwa yang baru terjadi menarik untuk diberitakan. Keadaan selalu berubah dan khalayak ingin mengetahui informasi terkini. Peristiwa yang sudah terjadi pada masa lalu juga dapat diaktualisasikan kembali menjadi berita yang hangat dan pantas diberitakan.

d. Proximity (kedekatan) : Unsur kedekatan (proximity) menjadi daya tarik khalayak untuk mengikuti berita. Kedekatan adalah kejadian yang dekat dari pembaca, baik secara geografis maupun emosional. Pemberitaan mengenai kejadian yang terjadi di ibu kota tentu akan lebih menarik bagi warga Indonesia daripada berita yang terjadi di daerah Timur Tengah. Dalam memilih berita, wartawan akan melihat secara geografis bagaimana kedekatannya dengan pembaca atau pemirsanya. Sedangkan kedekatan emosional berarti kedekatan berdasarkan ikatan emosi antara pembaca dengan sebuah kejadian.

e. Prominance (tenar/populer) : Name make news, itu adalah prinsip umum dalam dunia jurnalistik. Seseorang yang biasa, tanpa prestasi, tanpa kasus, dan tidak terkenal di publik, tidak memiliki nilai untuk dijadikan berita. Berbeda jika orang tersebut adalah presiden, politikus, pengusaha sukses, artis, atau pelaku kejahatan luar biasa yang terkenal. Orang-orang yang terkenal di khalayak memiliki nilai tersendiri untuk dijual dalam kemasan berita.


(41)

31

f. Human Interest (manusiawi): Human Interest (manusiawi) adalah kejadian yang dapat menyentuh perasaan pembaca, kejadian mengenai orang biasa yang berada dalam situasi luar biasa atau orang besar dalam situasi yang biasa. Berita tentang anak kecil yang bertahun-tahun tinggal di atas becak bersama ayahnya yang sakit-sakitan memiliki nilai berita yang tinggi. Bagaimana perjuangan anak kecil tersebut menghidupi dirinya sendiri dan ayahnya yang tidak berdaya tentu mengundang rasa iba bagi pembaca.

Setiap media memiliki kriteria masing-masing tentang nilai berita. Hal itu disesuaikan dengan visi, misi, dan kepentingan media. Media yang berafiliasi pada partai tertentu jelas akan menganggap berita tentang ketua umumnya mengandung nilai berita untuk disiarkan di medianya. Sementara media lain belum tentu menganggap demikian.29

Berdasarkan bentuk penyajiannya, berita dibagi menjadi tiga: berita langsung (spotnews), berita komprehensif (comprehensive news), dan feature.30 Pertama, berita langsung (spotnews) merupakan jenis berita yang padat informasi mengenai kejadian yang baru saja terjadi. Berita tentang terjadinya tabrakan kereta api dengan mobil pengangkut bahan bakar di perlintasan rel Bintaro, apa penyebab terjadinya kecelakaan tersebut, berapa korban jiwa, bagaimana proses evakuasi berlangsung, dapat dituangkan wartawan menjadi sebuah berita langsung (spot news).

29

Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, h. 51-52.

30


(42)

Kedua, laporan komprehensif atau disebut juga sebagai berita investigasi karena sering digali sendiri oleh wartawan tanpa menunggu terjadinya peristiwa. 31 Berita jenis ini menjelaskan latar belakang peristiwa

yang ditulis serta menunjukkan kecenderungannya. Dalam membuat laporan komprehensif, wartawan dituntut untuk melihat suatu kejadian dari berbagai dimensi. Sesuatu yang tampak biasa dapat diolah menjadi laporan yang menarik.

Ketiga, features yang menurut Siregar adalah kejadian yang dapat menyentuh perasaan atau menambah pengetahuan pembaca lewat penjelasan rinci, lengkap, dan mendalam. Menurut Mc. Kinney, feature adalah suatu tulisan yang berada di luar tulisan yang bersifat berita langsung di mana pegangan utama 5 W + 1 H dapat diabaikan.32 Feature atau soft news menuntut kemampuan wartawan untuk menggali suatu peristiwa atau situasi dan menata informasi ke dalam suatu cerita yang menarik dan logis. Tulisan dengan bentuk feature lebih menggambarkan sisi kemanusiaan (human interest).

Dalam penulisannya, berita harus mampu menarik perhatian khalayak pembaca. Khalayak tertarik terhadap sebuah berita karena memang beritanya menarik dan penting untuk diiketahui atau karena gaya penulisan berita yang memikat. Gaya penulisan yang menarik perhatian adalah gaya penulisan yang mampu menjelaskan permasalahan yang rumit dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami pembacanya. Dalam

31

Ibid., h. 104.

32Ibid.,


(43)

33

menulis suatu berita, wartawan harus sudah memiliki data lengkap yang diperoleh melalui rumus dasar 5 W + 1 H.

Who (siapa) : nama lengkap dari orang-orang yang terlibat dan akan diberitakan.

What (apa): apa yang akan diberitakan, kasus mengenai apa, kejadian seperti apa yang akan diangkat menjadi berita.

When (kapan): kapan hari dan waktu terjadinya peristiwa yang akan diberitakan.

Where (dimana): dimana lokasi terjadinya suatu peristiwa yang akan diberitakan.

Why (mengapa): sebelum menuangkannya dalam sebuah tulisan, wartawan harus memahami jalan cerita terjadinya suatu peristiwa, mengapa bisa terjadi dan bagaimana pemecahannya.

How (bagaimana): Wartawan harus mampu menggali banyak informasi dari suatu kejadian yang akan diberitakan, bagaimana kejadian tersebut bisa terjadi dan akibatnya.

Objektivitas Pemberitaan

Sesuatu dinilai objektif apabila ada fakta yang diungkapkan seseorang, apakah orang tersebut melihatnya secara langsung atau fakta yang didapatnya dari membaca media. Fakta mempunyai dua arti, yaitu:33

33


(44)

1. Fakta ada; keberadaannya berdasar pada apa yang bisa diindera oleh manusia secara langsung. Ketika terjadi kecelakaan di jalan tol dan seseorang menginderanya (melihat, mendengar langsung terjadinya kecelakaan tersebut), maka sah dikatakan bahwa itu merupakan fakta.

2. Fakta yang dikonstruksi oleh pikiran seseorang yang dikemukakan pada orang lain. Seseorang yang melihat sebuah kecelakaan di tol, kemudian menceritakannya pada orang lain. Hal itu adalah fakta, tetapi fakta yang sudah dikonstruksi oleh pikiran orang yang menyaksikan kecelakaan tersebut. Di sinilah fakta yang menjadi bahan objektivitas seringkali menjadi bias.

Mengungkapkan fakta tidak bisa bebas dari nilai-nilai yang dianut si pengungkap berita. Bahkan, suatu fakta “ada” setelah mendapat penilaian dari si pengungkap (Mursito, 2003).34 Fakta berdasarkan indera

adalah realitas pertama, sedangkan fakta dari berdasarkan penilaian seseorang adalah realitas kedua karena merupakan hasil konstruksi dalam pikiran orang tersebut.

Fakta-fakta tersebut kemudian tidak hanya dikonstruksi oleh manusia, tetapi oleh sebuah lembaga atau institusi. Fakta yang dikatakan oleh hukum bisa jadi berbeda dengan fakta yang diungkap pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, rakyat biasa, dan media massa. Objektivitas antar lembaga tersebut berbeda satu sama lain tergantung nilai-nilai yang dianut.

34


(45)

35

Mursito menjelaskan, realitas pada media massa dibangun berdasarkan syarat-syarat dan aturan tertentu. Dengan kata lain, media massa memiliki batasan, antara lain: news value (nilai berita), format penulisan, etika, dan undang-undang.35

Seorang jurnalis dalam melihat suatu kejadian kemudian memberitakannya merupakan fakta yang sudah dikonstruksi berdasarkan nilai yang dianut jurnalis tersebut dan media tempat ia bekerja. Dapat dikatakan bahwa objektivitas dalam media massa adalah subjektif karena sudah dipengaruhi berbagai hal. Artinya, terdapat fakta tetapi telah dicampur dengan konstruksi pikiran jurnalis dan media.

35


(46)

36 A. Harian Umum Republika1

1. Sejarah Lahirnya Harian Umum Republika

Terbentuknya sebuah media cetak dengan judul “Republika” diawali dengan semangat untuk mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan berkualitas oleh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), sebuah organisasi yang bergerak di bidang ormas berasaskan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.

ICMI yang dibentuk pada 5 Desember 1990 ini memiliki program 5K: kualitas iman, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas karya, dan kualitas pikir. Implementasi nyata dari program tersebut adalah terbentuknya Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992 dengan tiga program utama, yaitu pengembangan Islamic Center,

pengembangan CIDES (Center for Information and Development Studies), dan penerbitan Harian Umum Republika.

Pelopor berdirinya Yayasan Abdi Bangsa ada 48 orang yang terdiri atas beberapa menteri, pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, dan pejabat. Di antaranya adalah Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H. Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu

1


(47)

37

Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie, dan lainnya. Haji Muhammad Soeharto, presiden RI saat itu berperan menjadi pelindung yayasan. Sementara itu, posisi Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa dipegang oleh Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang sekaligus sebagai Ketua Umum ICMI.

Pada 28 November 1992, Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT Abdi Bangsa di Jakarta. Kemudian melalui serangkaian proses, perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha penerbitan dan percetakan pers ini memperoleh Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dari Departemen Penerangan Republik Indonesia sebagai modal awal penerbitan Harian Umum Republika. SIUPP bernomor 283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992 tertanggal 19 Desember 1992 ini tergolong mudah didapat pada zaman Orde Baru yang terkenal otoriter. Hal itu karena adanya kedekatan pengurus ICMI dengan Presiden Soeharto. Bahkan, nama “Republika” berasal dari ide Presiden Soeharto saat mengadakan pertemuan pengurus ICMI dalam rangka peluncuran harian umum Republika yang sebelumnya bernama “Republik”.

2. Latar Belakang ICMI

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau biasa disebut ICMI lahir melalui Simposium Nasional dengan tema “Membangun Masyarakat Indonesia abad 21” yang diadakan pada 6-9 Desember 1990 di Malang, Jawa Timur, diprakarsai oleh para mahasiswa dan


(48)

tokoh nasional. Kelahiran ICMI menepis pendapat yang menyatakan bahwa Islam termarginalkan dari pemerintahan. Prof Dr BJ Habibie. Saat itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi pada era Soeharto, ditunjuk menjadi Ketua Umum ICMI. Keberadaan ICMI diharapkan dapat menjadi salah satu institusi yang memperkuat interaksi Islam sebagai kekuatan politik dengan birokrasi dan pembuat keputusan.2

ICMI adalah organisasi Islam yang kental dengan aroma Muhammadiyah. Tiga orang penggagas berdirinya ICMI, yaitu Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo, dan Syafi’i Anwar adalah tokoh Muhammadiyah. ICMI didirikan lebih sebagai sebuah tempat menyuarakan masukan-masukan dari umat muslim untuk kebijakan publik daripada sebuah organisasi politik berbasis massa.3

3. Perkembangan Harian Umum Republika

Republika tumbuh dan berkembang menjadi salah satu grup media yang berpengaruh dan terpandang di Indonesia. Terbit sejak 4 Januari 1993, Republika hadir sebagai pelopor pembaharuan media massa di Indonesia. Ia memberi warna baru pada desain, gaya pengutaraan, dan sudut pandang surat kabar di tanah air. Sejak kelahirannya, telah banyak penyempurnaan yang dilakukan Republika, baik dalam desain penampilan koran maupun isi. Kini porsi berita maupun artikel yang berkaitan dengan bisnis lebih banyak dijumpai dalam setiap halaman. Semua dilakukan sebagai upaya

2

Disarikan dari http://www.icmi.or.id/organisasi/sejarah, diakses pada 7 Desember 2015 pukul 14.38 WIB.

3

http://www.indonesia-investments.com, diakses pada 7 Desember 2015 pukul 15.04 WIB.


(49)

39

pemenuhan tuntutan khalayak pembacanya yang semakin meningkat dalam hal gaya hidup maupun status sosial ekonomi.

Menyambut era konvergensi media, Republika berkembang menjadi media multiplatform. Bermula sebagai koran, kemudian portal berita www.republika.co.id, Republika melahirkan keseimbangan baru dalam tata penyebaran informasi. Selain koran harian dan online, Republika juga meyajikan buku-buku best seller, berbagai informasi dalam format digital, serta media sosial. Sebagai grup media, Republika tercatat memiliki koran, portal berita, penerbit buku, televisi, digital publishing, e-paper, komunitas, dan event-event.

4. Visi dan Misi

Terlahir di tengah kondisi Indonesia yang mengalami perubahan secara cepat dalam aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan IPTEK, Republika mengusung keterbukaan sebagai kunci. Republika memposisikan diri untuk ikut mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki masa-masa dinamis tanpa perlu kehilangan kualitas yang dimiliki.

Republika mengusung motto “mencerdaskan kehidupan bangsa” untuk menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru. Bagi Harian Umum ini, keterbukaan dan perubahan sudah dimulai dan tak ada kata kembali apabila ingin memperoleh kemajuan. Mengupayakan perubahan-perubahan berarti


(50)

mengadakan pembaharuan, tetapi tidak harus mengganggu stabilitas yang sudah dibangun.

Republika memiliki visi untuk menegakkan amar ma’ruf nahi

munkar, membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat, mengkritisi tanpa menyakiti, mencerdaskan, mendidik, dan mencerahkan, serta berwawasan kebangsaan.

Keberpihakan Republika terarah pada penduduk Indonesia yang mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Republika sebagai media massa hanya sebagai penopang agar langkah itu bermanfaat bagi kesejahteraan bersama. Berdasarkan latar belakang tersebut, Republika memiliki misi dalam berbagai bidang, antara lain:

a. Bidang Politik

Republika berkomitmen untuk mendorong demokratisasi dan optimalisasi lembaga-lembaga negara, partisipasi politik semua lapisan masyarakat, dan pengutamaan kejujuran dan moralitas dalam politik.

b. Bidang Ekonomi

Republika menjunjung keterbukaan dan demokratisasi ekonomi sebagai bentuk kepedulian Republika, mempromosikan profesionalisasi yang mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dalam manajemen, menekankan perlunya pemerataan


(51)

sumber-41

sumber daya ekonomi, serta mempromosikan prinsip-prinsip etika dan moralitas dalam bisnis.

c. Bidang Kebudayaan

Republika senantiasa mendukung sikap yang terbuka dan apresiatif terhadap beragam bentuk kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mempromosikan berbagai bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan, mempertajam kepekaan nurani, serta bersikap kritis terhadap bentuk-bentuk kebudayaan yang cenderung mereduksi dan mendangkalkan nilai-nilai kemanusiaan.

d. Bidang Keagamaan

Republika mendorong sikap beragama yang terbuka sekaligus kritis terhadap realitas sosial-ekonomi kontemporer,

mempromosikan semangat toleransi yang tulus,

mengembangkan penafsiran ajaran-ajaran ideal agama dalam rangka mendapatkan pemahaman yang segar dan tajam, serta mendorong pencarian titik temu di antara agama-agama.

e. Bidang Hukum

Republika berusaha mendorong terwujudnya masyarakat yang sadar hukum, menjunjung tinggi supremasi hukum, mengembangkan mekanisme checks and balances


(52)

pemerintah-masyarakat, menjunjung tinggi HAM, serta mendorong pemberantasan tindakan KKN secara tuntas.

5. Sebaran Pembaca Republika

Berdasarkan hasil survei terakhir yang dihimpun Republika, pembaca setia didominasi pria dengan usia produktif sebagai pekerja profesional dan pembaca muda. Dengan tingkat kesamaan informasi (duplikasi) dengan media lain sejenis, koran Republika menyajikan keragaman dan kedalaman informasi yang berbeda. Hasil survei Nielsen Consumer Media View Survei 2013, 70 persen pembaca koran Republika adalah pria, dan 30 persennya wanita; 26 persen berusia 20-29 tahun, 28 persen berusia 30-39 tahun, 21 persen berusia 40-49 tahun, 20 persen berusia 15-19 tahun, dan 5 persen berusia di atas 50 tahun.

6. Sirkulasi dan Distribusi Republika di Indonesia

Republika menorehkan sejarah dengan menerapkan cetak jarak jauh pertama kali di Indonesia. Cetak jarak jauh ini memudahkan pengiriman ribuan lembar koran ke daerah, khususnya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Saat ini Republika mencetak sekitar 130.000 eksemplar per hari. Pembaca koran Republika adalah pembaca yang loyal, sebanyak 80 persen membeli secara berlangganan. Distribusi koran Republika menjangkau seluruh Indonesia, dari Provinsi Aceh hingga ke Papua, terutama perkotaan.


(53)

43

Berdasarkan hasil survei Republika, 86 persen pembacanya berada di Pulau Jawa dan 66 persen di Jabodetabek dan Banten.

7. Penghargaan-penghargaan4

Republika bukan sekadar koran biasa, terbukti dari eksistensinya hingga kini dan berbagai penghargaan yang pernah diraih. Beberapa penghargaan yang pernah disabet Republika baru-baru antara lain:

a. Juara pertama lomba perwajahan media cetak pada 1993.

b. Meraih predikat sebagai koran terbaik di 2004 dan 2005. Predikat tersebut diberikan oleh Dewan Pers yang menilai dari sisi penerapan kaidah jurnalistik.

c. Penghargaan dari Majalah Cakram sebagai koran nasional terbaik di 2006.

d. Beberapa kali meraih penghargaan dari Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa sebagai koran berbahasa Indonesia terbaik, peringkat I maupun peringkat di bawahnya.

e. Penghargaan desain halaman muka terbaik se-Asia dari Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN IFRA) pada 2009.

f. Pemenang pertama Husni Thamrin Award 2011.

g. Nominasi Adiwarta kategori cetak dan online pada 2012.

4

Disarikan dari Media Kit Harian Republika dan Koran Republika edisi 25 februari 2016.


(54)

h. Gold Winner The Best of National Newspaper IPMA 2013.

i. Bronze Winner The Best of National Newspaper IPMA 2013.

j. Tiga besar koran terpopuler 2014 versi 4International Media and Newspapers.

k. Golden Winner The Best of National Newspaper IPMA 2016.

l. Peraih penghargaan Hari Pers Nasional 2016 (Jurnalisme Inovasi Kategori Siber).

m.Gold Winner The Best of Nasional Newspaper IYRA 2016 (Indonesia Young Readers Award)


(55)

45

8. Struktur Organisasi

Tabel 2 Struktur Organisasi Harian Republika

Pemimpin Redaksi Nasihin Masha

Wakil Pemimpin Redaksi Irfan Junaidi

Redaktur Pelaksana Koran Subroto

Redaktur Pelaksana Newsroom Elba Damhuri

Redaktur Pelaksana Republika Online (ROL)

Maman Sudiaman

Redaktur Senior Agung P Vazza

Wakil Redaktur Pelaksana Nur Hasan Murtiaji

Firkah Fansuri

S Kumara Dewatasari

Asisten Redaktur Pelaksana EH Ismail

Heri Ruslan

Wulan Tunjung Palupi Priyantono Oemar Joko Sadewo Johar Arief Stevy Maradona

Editor Bahasa Abdul Sahal

Foto Yoga Ardhi

Edwin Dwi Putranto Musiron

Desain/Infografis Sarjono

M. Ali Imron


(56)

B. Rubrik Pesta Demokrasi

Rubrik “Pesta Demokrasi” adalah sebuah rubrik yang dikhususkan untuk pemberitaan partai-partai politik menjelang Pemilihan Umum 2014. Kolom berjumlah dua halaman ini bertujuan untuk memudahkan pembaca mencari berbagai berita mengenai politik menjelang Pemilu 2014.

Sebagai media cetak, Republika selalu mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Menjelang pemilihan umum, Republika menyediakan rubrik khusu untuk membahas berita-berita terkait pemilihan tersebut. Sebelum rubrik “Pesta Demokrasi” muncul, terdapat rubrik “Pilkada Daerah” untuk membahas berita-berita menjelang Pilkada DKI Jakarta.

C. Pekerja Media di Republika

Mayoritas pekerja media di Republika adalah muslim dengan berbagai latar belakang, baik berasal dari NU maupun Muhammadiyah. Republika tidak menutup peluang bagi nonmuslim untuk bergabung dengan Republika, tapi mereka tidak diletakkan dalam bagian redaksional yang dapat menentukan kebijakan isi media. Mereka biasanya diletakkan di bagian marketing atau sirkulasi. Pekerja di Republika juga dilarang menjadi pengurus partai tertentu, hanya diperbolehkan menjadi simpatisan partai atau organisasi kemasyarakatan guna menghindari adanya conflic of interest. Hal ini disebutkan pada wawancara dengan Wakil Redaktur Kolom Pesta Demokrasi, Fakhrudin:


(57)

47

“Wartawan memang dilarang mengikuti aktivitas dalam arti fungsionaris partai dalam tanda kutip. Maksudnya, dilarang supaya tidak ada conflic of interest. Pilihan parpol kita pada satu parpol, tapi harus berada di luar sistem partai itu. Menjadi pengurus atau fungsionaris partai, tidak boleh. Menjadi simpatisan partai, no problem. Ada peraturan tertulisnya di Republika yang melarang karyawan Republika untuk menjadi pengurus partai, kecuali pengurus ormas, ikatan pengusaha, dan sejenisnya.”5

D. Hubungan Republika dengan Pemerintah

Dalam buku “Republika: 17 Tahun Melintasi Zaman” karya Anif Punto Utomo, disebutkan bahwa sebelum diakuisisi oleh Mahaka Media, Republika memiliki sikap membela pemerintahan atau partai politik tertentu. Pada era kepemimpinan Soeharto, Republika menjadi oposisi. Berbeda ketika masa pemerintahan B.J Habibie, Republika tampil menjadi pendukung utama. Hal ini terjadi karena adanya kedekatan khusus antara Republika dengan B.J Habibie. Ketika Gus Dur menjadi orang nomor satu di Indonesia, Republika awalnya mendukung, kemudian akhirnya menjadi oposisi. Terakhir pada awal-awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dukungan Republika terhadap pemerintahan dapat dilihat dari penganugerahan penghargaan Tokoh Perubahan 2005 ke SBY.6

Republika tidak selalu bersikap netral, tapi memberikan dukungan pada pihak-pihak yang dianggap menguntungkan umat Islam Indonesia.

Pada akhir tahun 2000, pasca krisis moneter, daya beli masyarakat menurun dan berimbas pada iklan. Republika sebagai harian politik Islam mengalami penurunan jumlah pengiklan karena sebagian besar

5

Berdasarkan wawacara penulis dengan Redaktur Rubrik Pesta Demokrasi, Muhammad Fakhruddin pada 30 Januari 2015.

6

Anif Punto Utomo,Republika 17 Tahun Melintas Zaman (Jakarta: Harian Umum Republika,2010) h. 52-53


(58)

pengiklan memiliki kepentingan politik yang berbeda.7 Saat itulah

Republika menjual saham mayoritasnya ke Mahaka Media karena hampir bangkrut dan membutuhkan investasi hingga miliaran. Mahaka Media mengambil alih kepemilikan Republika dari PT Abdi Bangsa dan menjadi pemegang saham mayoritas, yaitu 39,91 persen. Republika yang awalnya berstatus koran politik diganti dengan idiom organisasi bisnis profesional. Pemberitaan yang dimuat Republika pun mengurangi porsi politik dan menambah feature-feature Islami.

Mahaka Media sebagai pemilik baru Republika sangat berbeda dengan ICMI. Sebagaimana tertuang dalam skripsi karya Fajriannoor, Fanani dengan judul “Analisis Kebijakan Redaksional Harian Republika pada Pemberitaan Religio Politik Masa Kampanye Presiden Tahun 2009”,

Universitas Diponegoro halaman 27, hasil wawancara dengan Wakil Pimpinan Redaksi Republika Arys Hilman yang menyatakan:

“Mahaka Media ini perusahaan yang bergerak di bidang media massa dengan spesifikasi tertentu, misalnya Republika yang untuk komunitas muslimnya, tapi juga ada misalnya Mahaka itu punya majalah golf, punya koran berbahasa mandarin, semuanya komunitas ya, punya radio yang ditujukan untuk anak muda, namanya Gun FM”8

Mahaka Media adalah perusahaan bisnis media yang orientasinya pada pasar-pasar tertentu, berbeda dengan ICMI yang merupakan organisasi muslim yang melahirkan usaha-usaha bernafas islami seperti Republika dan Bank Muamalat. Mahaka Media didirikan pada 1993

7Ibid.,

h. 53.

8

Fanani Fajriannoor, skripsi dengan judul “Analisis Kebijakan Redaksional Harian Republika pada Pemberitaan Religio Politik Masa Kampanye Presiden Tahun 2009”, Universitas Diponegoro h. 27.


(59)

49

oleh empat pengusaha muda yaitu Erick Thohir, Wisnu Wardhana, Muhammad Lutfi, dan Harry Zulnardy. Awal mulanya, perusahaan ini bergerak di bidang perkebunan dan pertambangan. Kemudian pada 1999 mulai masuk ke dunia bisnis media dengan mendirikan Radion One dan pada tahun 2000 mengakuisisi Republika. Erick Thohir, pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengembangan sayap media dari PT Mahaka menyatakan dalam suatu wawancara dengan Rindi, Kam, dan Aloysius Rebong:

“Grup Mahaka sekarang bergerak di sektor industri dan perkebunan. Itu semua sifatnya alam kan? Mungkin nggak suatu hari nanti alam itu habis? Mungkin dong. Makanya, kita musti memiliki bisnis lain yang market oriented. Lalu, terpikirlah untuk masuk ke bisnis media”9

Wawancara tersebut memperlihatkan visi dan misi Erick Thohir dan Mahaka Media terhadap Republika. Republika adalah harian yang memiliki market komunitas tertentu dalam masyarakat, yaitu umat Islam. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Mahaka Media, karena sudah memiliki pasar tersendiri.

Meski demikian, visi Republika sebagaimana dijelaskan di awal, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat, mengkritisi tanpa menyakiti, mencerdaskan, mendidik, dan mencerahkan, serta berwawasan kebangsaan. Visi tersebut tidak berubah meski kepemilikan Republika sudah berpindah tangan. Mahaka Media melihat Republika memiliki pasar pembaca yang mumpuni sehingga perubahan terhadap visi media tersebut tidaklah perlu.

9

Rindi/Kam/Aloysius Rebong (2011) Obsesi Erick Thohir di bisnis media dalam http://www.erickthohir.com diunduh pada tanggal 2 Januari 2015 pukul 23.44 WIB


(60)

50

TEMUAN DAN ANALISIS

Penelitian ini menggunakan teknik analisis wacana Teun van Dijk. Sebuah wacana terbentuk berdasarkan hasil elaborasi dari teks, kognisi sosial, dan konteks sosial, sebagaimana dijelaskan oleh van Dijk.1

Penulis memaparkan hasil temuan data dari pemberitaan tentang partai politik Islam dalam Ruprik “Pesta Demokrasi” di Harian Republika dengan judul Koalisi Parpol Islam Butuh Tokoh Pengikat (terbit 11 Februari 2014), Parpol Islam Perlu Figur (terbit 13 Februari 2014), Parpol Islam Berminat dengan PDIP (terbit 12 Maret 2014), Elektabilitas Parpol Islam Mampu Usung Capres (terbit 15 Maret 2014), dan Saatnya Tetapkan Capres Islam (terbit 20 Maret 2014).

Penulis melakukan tiga langkah dalam melakukan penelitian ini. Pertama, penulis melakukan bedah teks mulai dari struktur makro, superstruktur, hingga struktur mikro. Kedua, penulis mewawancarai wartawan dan redaktur yang bertanggung jawab terhadap kelima berita tersebut untuk meneliti lebih dalam terkait kognisi sosial pembuat berita. Ketiga, penulis menganalisis konteks sosial yang berkembang di masyarakat yang melatarbelakangi Republika mengangakat wacana tentang parpol Islam dalam Rubrik “Pesta Demokrasi”.

1


(61)

51

A. Analisis Teks

Analisis Teks Berita Koalisi Parpol Islam Butuh Tokoh Pengikat (terbit 11 Februari 2014)

a. Struktur Makro

Elemen tematik mengarah pada gambaran umum dari suatu teks atau bisa disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dalam teks. Tema juga sering disebut dengan topik karena sama-sama menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan dalam pemberitaannya. Ketika meliput suatu peristiwa dan memandang suatu masalah, wartawan pasti memiliki sikap mental atau pikiran tertentu. Topik di sini dipahami sebagai mental atau kognisi wartawan dalam membuat sebuah pemberitaan.2

Berita ini mengangkat topik pembahasan mengenai peluang parpol Islam untuk menguasai kursi pemerintahan jika bersatu dalam koalisi. Oleh karena itu, dibutuhkan tokoh pengikat yang mampu menyatukan seluruh parpol Islam. Subtopik yang mendukung berita ini antara lain;

a) Kesamaan Parpol Islam

Era demokrasi membuat masyarakat ramai-ramai membentuk partai politik sebagai sarana partisipasi politik. Pada era ini, lahir banyak partai politik, terutama partai politik dengan ideologi tertentu seperti Islam. Ideologi dan platform yang dianut partai tersebut sama,

2Ibid.


(62)

namun partainya berbeda-beda. Dalam berita ini, dijelaskan bahwa parpol Islam memiliki potensi untuk menguasai kursi pemerintahan setelah Pemilu 2014 jika bersatu dalam koalisi. Sayangnya, faktor pemersatu tersebut belum ditemukan, seperti tokoh pemersatu. Belum ada yang dapat menyatukan parpol-parpol tersebut menjadi satu kesatuan dalam koalisi.

b) Sejarah koalisi parpol Islam

Koalisi parpol Islam bukanlah hal baru. Di berita ini sedikit disinggung sejarah pemilu di Indonesia yang menerangkan bahwa perjalanan koalisi parpol Islam selalu melemah di tengah perjalanan sampai akhirnya bubar karena tidak adanya kesatuan visi misi yang jelas. Koalisi parpol Islam terakhir terjadi saat terbentuk koalisi poros tengah yang diusung Amien Rais pada 1999 lalu.

c) Koalisi Poros Tengah Jilid Dua

Pada berita ini dijelaskan saran-saran dari beberapa narasumber agar parpol Islam mewujudkan koalisi poros tengah jilid dua agar dapat memenangkan Pemilu 2014. Cara-cara yang dapat ditempuh juga dijabarkan, antara lain menyusun program bersama, menyamakan kepentingan politis, dan menciptakan saingan bersama.

b. Struktur Superstruktur

Dalam sebuah teks atau wacana, umumnya terdapat skema atau alur yang menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun hingga menjadi satu kesatuan arti. Demikian pula dengan berita,


(63)

53

umumnya skema yang terkandung dalam sebuah berita tidak disusun dengan kerangka linier.

Alur berita dimulai dari paragraf 1,2,3,4 yang berisi pernyataan dari pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris. Ia berpendapat, parpol Islam dapat menguasai kursi pemerintahan jika berkoalisi. Namun, koalisi dirasa sulit terjadi karena tidak ada tokoh pengikat yang menyatukan parpol Islam di Indonesia saat ini. Komentar verbal untuk memperkuat pernyataan tersebut dikutip wartawan pada paragraf dua, “Mereka ini (parpol Islam) tidak punya tokoh. Ada beberapa, tapi didelegitimasi oleh parpol Islam lainnya.” juga menilai bahwa parpol Islam tidak terlalu diminati karena tidak pernah menunjukkan elektabilitas yang tinggi.

Paragraf 5 dan 6 pernyataan dari Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Norma Pertama. Menurutnya, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan poros tengah jilid dua seperti dengan menyusun program bersama, menyamakan kepentingan politis, dan menciptakan saingan bersama. Akan tetapi, ia juga beranggapan koalisi parpol Islam akan sulit terbentuk karena masing-masing dari mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri.

Paragraf 7 dan 8 menutup berita dengan pendapat positif dari Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali yang meyakini koalisi poros tengah bisa terbentuk kembali pada Pemilu 2014.


(64)

Sebagaimana dikatakan van Dijk, bahwa skematik merupakan strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Wartawan dapat memilih bagian mana yang dianggap perlu ditonjolkan dalam berita dan mana yang diletakkan di akhir. Pada berita ini, wartawan lebih mengedepankan pernyataan-pernyataan dari tokoh yang menilai koalisi di antara parpol Islam dapat terbentuk. Wartawan mewacanakan ke pembaca, parpol Islam memiliki kesempatan menguasai kursi pemerintahan seusai Pemilu 2014, meskipun koalisi tersebut sulit terwujud karena tidak adanya keberadaan tokoh pengikat.

c. Struktur Mikro

Menurut van Dijk, makna wacana dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks seperti kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar yang digunakan pada suatu teks. Pemakaian kata, kalimat, dan gaya tertentu tidak hanya dipandang sebagai cara berkomunikasi, tapi dipandang sebagai politik komunikasi, suatu cara untuk memengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang.3 Pada

analisis struktur mikro, yang harus diperhatikan adalah semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.

3Ibid.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)