Perbedaan Self Confidence pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang Aktif dan Tidak Aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan

(1)

PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP

YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS)

DI SMPN 1 PERBAUNGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

MEGAWATI

051301013

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Perbedaan self confidence pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan

Megawati dan Tarmidi

ABSTRAK

Siswa berada pada tahap remaja awal, pada tahapan ini adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi harus mempunyai keberanian atau percaya diri dalam menjalin interaksi dengan orang lain, keberanian ini diartikan sebagai self confidence. Salah satu bentuk interaksi siswa adalah di sekolah, sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan

self confidence siswa yaitu OSIS. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah

cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS di kec.Perbaungan. Alat ukur yang digunakan adalah skala self confidence. Skala self confidence memiliki nilai reliabilitas (r) 0,917 yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik yang diungkapkan Ignoffo (1999) yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki potensi dan kemampuan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang siswa yang terdiri 50 siswa yang aktif dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Perolehan hasil uji t = 5,151 ; p = 0,882 (<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa SMP yang aktif dengan yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa yang aktif dalam OSIS memiliki tingkat self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul perbedaan self confidence

pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah di SMPN 1 Perbaungan, merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikolgi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibunda yang senantiasa melimpahkan kasih sayang yang tulus kepada penulis, mendidik dan membimbing, memotivasi dan memberikan nasehat bagi penulis serta selalu mendoakan penulis dalam setiap aktivitas. Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada kedua orangtua penulis di dunia dan di akhirat. Skripsi ini juga penulis persembahkan kepada abang-abang tercinta yang bersedia mendengar curhatan adiknya (B’Anto, B’Andi, B’Teja, B’Ali) semoga kalian tetap menjadi abang terbaik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Tarmidi, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak atas arahan dan bimbingan yang telah Abang berikan, atas kesabaran Abang membimbing dan mengajari penulis hingga skripsi ini selesai.


(4)

3. Sri Supriyantini, M.Si, psikolog, Rr. Lita Hadiati, S.Psi, psikolog, Filia Dina Anggaraeni, M.Pd, Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi, psikolog, Fastirola, M.Psi, psikolog, Dian Ulfa Sari, M.Psi, psikolog selaku dosen di Departemen Pendidikan. Terima kasih atas bimbingan, saran dan diskusi mengenai skripsi ini.

4. Para pegawai Fakultas Psikologi USU. Bapak Aswan, Bapak Iskandar, Bapak Anto, Kak Ari makasi ya kak uda membuatkan surat penelitian mega, Kak Erna, Kak Devi, Bang Sono, Bang Endang atas bantuannya.

5. Noni, Ema, Febri, Qorin, Debby atas bantuan yang kalian berikan. Mendengarkan curhatan penulis dalam hal apapun, memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis. Semangat buat kalian semua ya teman.

6. Ratna, Diah, Isha, makasi ya atas saran-saran untuk menyelesaikan skripsi, sukses buat kalian.

7. Seluruh teman-teman angkatan 2005 lainnya atas perhatian, dukungan, serta untuk semua kebersamaan yang penuh suka dan duka selama di Psikologi USU.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara semua. Semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan , Juni 2009


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Self Confidence... 10

1. Pengertian self confidence... 10

2. Karakteristik self confidence... 12

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence... 16

B. Siswa ... 20

1. Pengertian siswa ... 20

2. Pengertian siswa sekolah menengah pertama... 20

3. Pengertian siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS... 21 C. Organisasi Sekolah... 21

D. Perbedaan Self Confidence pada Siswa SMP yang Aktif dan Tidak Aktif Dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah... 28 E.Hipotesis... 30


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi ... 33

2. Metode pengambilan sampel ... 34

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 34

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 35

1. Validitas alat ukur ... 35

2. Daya Beda Aitem………... 36

3. Reliabilitas alat ukur ... 36

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 37

1. Hasil Uji Coba Skala Self Confidence... 37

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 42

1. Tahap Persiapan... 42

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 43

3. Pengolahan Data... 43

H. Metode Analisis Data... 43

BAB IV ANALISA DATA A. Gambaran Subjek Penelitian... 45

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 45

B. Hasil Penelitian... 46

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 46

2. Hasil Analisa Data... 48

C. Hasil Tambahan... 52

1. Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin 52 2. Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Usia………... 54


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 60

B. Saran……… 61


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba………

37

Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba... 39

Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian... 40

Tabel 4 Reliabilitas Skala Self Confidence……… 41

Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

Tabel 6 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia... 46

Tabel 7 Hasil Uji Coba Normalitas……… 47

Tabel 8 Uji Homogenitas………... 48

Tabel 9 Hasil Perhitungan Statistik Uji t... 49

Tabel 10 Skor Empirik dan Hipotetik Self Confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif……… 50 Tabel 11 Kategorisasi Data Empirik Self Confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dalam OSIS……… 51 Tabel 12 Kategorisasi Data Empirik self confidence pada Siswa SMP Yang Tidak Aktif dalam OSIS………. 51 Tabel 13 Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin….. 52

Tabel 14 Skor Hipotetik self confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif dalam OSIS………. 53 Tabel 15 Kategorisasi Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin……... 53

Tabel 16 Gambaran Skor self confidence Berdasarkan Usia………. 54

Tabel 17 Skor Hipotetik Self confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif Dalam OSIS……… 54 Tabel 18 Kategorisasi Self Confidence Berdasarkan Usia………... 54


(9)

Perbedaan self confidence pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan

Megawati dan Tarmidi

ABSTRAK

Siswa berada pada tahap remaja awal, pada tahapan ini adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi harus mempunyai keberanian atau percaya diri dalam menjalin interaksi dengan orang lain, keberanian ini diartikan sebagai self confidence. Salah satu bentuk interaksi siswa adalah di sekolah, sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan

self confidence siswa yaitu OSIS. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah

cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS di kec.Perbaungan. Alat ukur yang digunakan adalah skala self confidence. Skala self confidence memiliki nilai reliabilitas (r) 0,917 yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik yang diungkapkan Ignoffo (1999) yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki potensi dan kemampuan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang siswa yang terdiri 50 siswa yang aktif dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Perolehan hasil uji t = 5,151 ; p = 0,882 (<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa SMP yang aktif dengan yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa yang aktif dalam OSIS memiliki tingkat self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami pertumbuhan secara fisik dan perkembangan menuju tingkatan yang lebih tinggi. Menurut Hurlock (2002), terdapat tahapan-tahapan dalam perkembangan manusia yaitu periode pranatal, masa neonatal, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, masa remaja awal, masa remaja akhir, masa dewasa dini, masa dewasa madya dan masa lanjut usia. Setiap tahapan dalam perkembangan manusia memiliki tugas perkembangan pada masing-masing tahapan. Manusia dianggap berhasil dalam setiap tahapan perkembangan ketika individu mampu melewati tugas perkembangan dalam tahapan tersebut.

Salah satu tugas perkembangan manusia berada pada tahapan remaja merupakan masa peralihan menuju kedewasaan, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar dengan yang lainnya. Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson (dalam Santrock, 1995) masa remaja adalah masa


(11)

terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri, individu dihadapkan dengan temuan siapa mereka, bagaimana mereka kira-kira nantinya, dan ke mana mereka menuju dalam kehidupannya. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Papalia, 2001). Tahapan remaja terdiri dari remaja awal dan remaja akhir.

Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya dengan kata lain individu mengalami krisis identitas, remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah, orang tua maupun masyarakat. Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti organisasi yang ada di sekolah. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi maka individu harus mempunyai keberanian atau percaya diri (self confidence)untuk menjalin interaksi dengan orang lain (Putri & Hadi, 2005).

Self confidence atau percaya diri itu sendiri menurut Lauster (dalam Sakinah, 2005) adalah sikap positif individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Menurut Afiatin dan Martaniah (1998), kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau kemampuan yang dimilikinya.

Self confidence atau percaya diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling

mendasar dalam praktek hidup kita. Pertama, self confidence terkait dengan bagaimana seseorang memperjuangkan keinginannya untuk meraih sesuatu (prestasi atau


(12)

performansi). Kedua, self confidence terkait dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang menghambat perjuangannya. Orang yang kepercayaan dirinya bagus akan cenderung berkesimpulan bahwa dirinya “lebih besar” dari masalahnya. Sebaliknya, orang yang memiliki rasa percaya diri rendah akan cenderung berkesimpulan bahwa masalahnya jauh lebih besar dari dirinya. Self confidence dapat dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan (Iswidharmanjaya, 2004).

Melalui interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya seseorang akan belajar mengenali diri sendiri. Individu akan memperoleh informasi mengenai dirinya dari interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya tetapi jika tidak ada interaksi dengan lingkungan maka individu tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam. Penilaian baik atau buruk yang diterima dari orang lain turut mempengaruhi self confidence

seseorang. Penilaian yang baik oleh orang lain akan menimbulkan self confidence dalam diri seseorang, sebaliknya penilaian yang buruk oleh orang lain akan menurunkan self confidence seseorang. Peningkatan self confidence juga dapat diperoleh dari sekolah sehingga sekolah turut mempengaruhi self confidence atau percaya diri seseorang (Iswidharmanjaya, 2004).

Sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan self

confidence siswa. Menurut Kurnia (2005) mengikuti Organisasi merupakan salah satu

upaya untuk pengembangan diri, melatih keterampilan berbicara di depan umum. Remaja dapat mengembangkan diri dengan menyalurkan bakat serta kreativitas yang telah dimilikinya. Terlibat dalam organisasi juga merupakan satu upaya yang cukup baik untuk mengasah self confidence, dan mengenali diri sendiri melalui pergaulan dengan teman sebaya. Mengasah self confidence dengan berbicara di depan umum juga tidaklah mudah,


(13)

seseorang harus mampu menguasai keadaan sehingga tidak terlihat cemas ataupun gugup ketika sedang berbicara di depan orang banyak. Mengenali diri sendiri dapat dilakukan di sekolah melalui pergaulan dengan teman sebaya.

Menurut Iswidharmanjaya (2004) mengenali diri sendiri dapat dilakukan di sekolah melalui pergaulan dengan teman sebaya ketika bergabung dalam organisasi yang ada di sekolah. Individu berusaha saling mengenali anggota satu sama lain ketika tergabung dalam organisasi di sekolah. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya akan menimbulkan rasa percaya diri dalam diri seseorang, sebaliknya penolakan oleh teman sebaya menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman yang lain. Selain pergaulan dengan teman sebaya, pengalaman juga berpengaruh terhadap

self confidence.

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self confidence, baik pengalaman berupa keberhasilan maupun kegagalan. Dari berbagai pengalaman, pengalaman seseorang dalam berorganisasi dapat membuat seseorang lebih percaya diri untuk mengikuti organisasi. Seseorang yang telah memiliki pengalaman mengikuti organisasi cenderung tidak ragu untuk tergabung dalam organisasi di kemudian hari. Keberhasilan yang didapatkan dari pengalaman dalam berorganisasi akan memudahkan seseorang untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dalam berorganisasi dapat menghambat pengembangan self confidence dalam mengikuti organisasi di sekolah (Iswidharmanjaya, 2004).

Organisasi di sekolah memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang banyak. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah cenderung mempunyai


(14)

self-confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence

adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan pengalaman. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Siswa melakukan interaksi dengan teman sebaya dalam mengikuti organisasi dimana hubungan dengan teman sebaya ikut menentukan pembentukan self confidence seseorang (Iswidharmanjaya, 2004).

Menurut Adhi (2008) terdapat beberapa manfaat yang dimiliki oleh OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) yaitu sebagai berikut: meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah air, meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur, meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, meningkatkan ketrampilan, kemandirian dan percaya diri, meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani, menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi seni. Berdasarkan manfaat dari OSIS salah satunya dapat meningkatkan rasa percaya diri sehingga jelas bahwa OSIS bermanfaat dalam peningkatan percaya diri atau self confidence siswa.

Organisasi yang ada di sekolah tidak hanya OSIS, terdapat beberapa macam organisasi sekolah, mulai dari majalah sekolah hingga organisasi-organisasi yang dibentuk secara ilegal. Tujuan siswa yang tertarik menjadi anggota kebanyakan hanya untuk mencari popularitas dan sekedar ingin terlihat ”sibuk” tetapi semua ini kembali kepada pribadi masing-masing. Organisasi yang populer dan dikenal oleh banyak orang menjadi sebuah label yang akan tertempel pada seseorang jika mengikuti organisasi sekolah (Aya, 2008).


(15)

Fenomena yang didapat dari sebuah media elektronik menyatakan bahwa dengan mengikuti organisasi sekolah dapat meningkatkan percaya diri atau self confidence, dalam hal ini OSIS, seperti yang dikemukakan oleh salah satu siswa:

“Ikut OSIS saja, ikut pramuka juga boleh khan masih 16 taon, masih kelas 1 khan kalo ga salah? yup setuju gw. Ikut saja organisasi-organisasi di skul, walo ngga banyak andil buat organisasi itu, tapi setidaknya lo active member, dari situ lo juga kan bisa belajar sosialisasi dan kenal banyak karakter. Gw dulu juga maen ikut ekskul paskibra (walo latihannya tau sendiri seperti apa), tapi gw beruntung bgt bisa menjadi anggota karena banyak belajar, dan yang pasti pengalamannya, dan meningkatkan percaya diri

gw. Yah, mengingatkan klo gw di SMA itu bahagia dan menyenangkan. (outer_space23 15-11-2008, 01:41 AM)

Hal yang sama juga dinyatakan oleh R, salah seorang siswa SMP Negeri di Perbaungan bahwa ikut OSIS membuat percaya diri yaitu :

”Setelah saya bergabung dalam OSIS, saya menjadi percaya diri, bisa punya banyak teman trus ngerasa populer daripada tidak bergabung di OSIS. OSIS bikin hidup lebih hidup, heee... Kan selama ini saya termasuk orang yang pendiam karena saya gak PD untuk bergabung sama teman-teman yang lain.”

R (Komunikasi personal, 7 Mei 2009)

Penelitian oleh Asmiana (2003) mengenai perbedaan rasa percaya diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi.

Penelitian oleh Isnandar (2005), mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi kelas X. Dari perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang


(16)

positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 2005/2006.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Asmiana (2003) pada mahasiswa mengenai perbedaan rasa percaya diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian oleh Isnandar (2005) mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi kelas X, maka dirasa perlu diadakan penelitian untuk melihat perbedaan self confidence antara siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) pada siswa SMP.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan self confidence

pada siswa SMP yang aktif dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dalam OSIS dengan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS .


(17)

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikanm yaitu memberikan informasi mengenai bagaimana percaya diri atau self confidence siswa SMP yang aktif dan yang tidak aktif dalam OSIS.

2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah diharapkan dari data penelitian yang didapatkan data mengenai perbedaan self confidence pada siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.

a. Pihak sekolah dapat mengetahui perbedaan self confidence pada siswa yang aktif berorganisasi dan tidak aktif berorganisasi dalam OSIS yang ada di sekolah tersebut. Hal ini berguna dalam memberikan pembinaan kepada siswa dalam mengembangkan

self confidence.

b. Bagi siswa dapat menambah informasi, gambaran, serta wacana mengenai self confidence atau percaya diri pada siswa yang aktif dalam OSIS dan yang tidak aktif dalam OSIS. Hal tersebut berguna dalam mengembangkan self confidence atau percaya diri siswa.

c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan self confidence


(18)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi pembahasan secara teoritis tentang self confidence, Organisasi Siswa Intra Sekolah, perbedaan self confidence siswa yang aktif dalam OSIS dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS, dan hipotesa penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri atas identifikasi variabel, defenisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas alat ukur, reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek, hasil penelitian dan pembahasan mengenai data-data penelitian berdasarkan teori yang relevan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran-saran yang diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian atau peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Self Confidence

1. Pengertian self confidence

Self-confidence atau percaya diri adalah sejauhmana anda punya keyakinan terhadap penilaian anda atas kemampuan anda dan sejauh mana anda bisa merasakan adanya “kepantasan” untuk berhasil. Ignoffo (1999) secara sederhana mendefenisikan self confidence berarti memiliki keyakinan terhadap diri sendiri. Menurut Neill (dalam Hadi & Putri, 2005) self confidence adalah kombinasi dari self esteem dan self-efficacy.

Lauster (dalam Fasikhah, 1994), menyatakan bahwa self confidence merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.

Self confidence adalah sikap positif seorang individu yang merasa memiliki

kompetensi atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap dirinya maupun lingkungan (Jacinta, 2002). Menurut Hasan (dalam Iswidharmanjaya, 2004) menyatakan self confidence adalah percaya akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkan secara tepat.


(20)

Coopersmith (dalam Nazwali, 1996) menjelaskan bahwa ketika individu lebih aktif, mempunyai perilaku yang bertujuan, bersemangat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok cenderung memiliki

self confidence yang tinggi. Sedangkan menurut Hakim (2002) menjelaskan self

confidence yaitu sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan

yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Menurut Uqshari (2005) self confidence

adalah keyakinan seorang individu akan kemampuan yang dimiliki sehingga merasa puas dengan keadaan dirinya.

Bandura (dalam Sakinah, 2005) mendefenisikan self confidence sebagai suatu keyakinan seseorang yang mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Sedangkan Breneche dan Amich (dalam Kumara, 1988) self confidence

merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dalam menentukan standar, karena ia selalu dapat menentukan sendiri.

Self confidence bukan merupakan sesuatu yang sifatnya bawaan tetapi merupakan

sesuatu yang terbentuk dari interaksi. Waterman (dalam Sakinah, 2005) mengatakan bahwa untuk menumbuhkan self confidence diperlukan situasi yang memberikan kesempatan untuk berkompetisi, karena menurut Markus dan Wurf (dalam Sakinah, 2005) seseorang belajar tentang dirinya sendiri melalui interaksi langsung dan komparasi sosial. Dari interaksi langsung dengan orang lain akan diperoleh informasi tentang diri dan dengan melakukan komparasi sosial seseorang dapat menilai dirinya sendiri bila dibandingkan dengan orang lain. Seseorang akan dapat memahami diri sendiri dan akan


(21)

tahu siapa dirinya yang kemudian akan berkembang menjadi percaya diri atau self confidence.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self confidence adalah perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri yang mencakup penilaian dan penerimaan yang baik terhadap dirinya secara utuh, bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang lain sehingga individu dapat diterima oleh orang lain maupun lingkungannya. Penerimaan ini meliputi penerimaan secara fisik dan psikis.

2. Karakteristik self confidence

Menurut Ignoffo (1999), terdapat beberapa karakteristik yang menggambarkan individu yang memiliki self confidence yaitu :

a. Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri. b. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki.

c. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan. d. Berpikir positif dalam kehidupan.

e. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan. f. Memiliki potensi dan kemampuan.

Menurut Hakim (2002) mengungkapkan beberapa ciri-ciri orang yang memiliki self confidence adalah :

a. Selalu bersikap tenang dan tidak mudah menyerah. b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul pada situasi tertentu. d. Memiliki kondisi mental dan fisik cukup menunjang penampilan.


(22)

e. Memiliki kecerdasan yang cukup.

f. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.

g. Memiliki keahlian dan keterampilan yang menunjang kehidupannya, misal keterampialn bahasa asing.

h. Memiliki kemampuan sosialisasi.

i. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.

j. Memiliki pengalaman hidup yang menempah mentalnya menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi berbagai cobaan.

k. Selalu bersikap positif dalam menghadapi berbagai masalah.

l. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi.

Menurut Lauster (dalam Fasikhah, 1994), terdapat beberapa karakteristik untuk menilai self confidence dalam diri individu, diantaranya:

a. Percaya kepada kemampuan sendiri

Suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang ber-hubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut.

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

Dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut.

c. Memiliki konsep diri yang positif

Adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri.


(23)

d. Berani mengungkapkan pendapat

Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lauster (dalam Fasikhah, 2004) menyebutkan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki self confidence adalah tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleran, cukup berambisi, tidak perlu dukungan orang lain, tidak berlebihan, optimistik, mampu bekerja secara efektif, bertanggung jawab atas pekerjaannya, dan merasa gembira.

Waterman (dalam Yulianti, 2005) mengatakan bahwa orang yang mempunyai self confidence adalah mereka yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depannya. Menurut Lauster dan Rakhmat (dalam Afiatin & Martaniah, 1998 ) ciri-ciri individu yang memiliki self confidence yang rendah adalah sebagai berikut :

a. Individu merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak adekuat. Ia cenderung merasa tidak aman dan tidak bebas bertindak, cenderung ragu-ragu dan membuang-buang waktu dalam mengambil keputusan, memiliki perasaan rendah diri dan pengecut, kurang bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan pihak lain sebagai penyebab masalahnya, serta merasa pesimis dalam menghadapi rintangan.

b. Individu merasa tidak diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Ia cenderung menghindari situasi komunikasi karena merasa takut disalahkan atau direndahkan, merasa malu jika tampil di hadapan orang banyak.


(24)

c. Individu tidak percaya terhadap dirinya dan mudah gugup. Ia merasa cemas dalam mengemukakan gagasannya dan selalu membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain.

Menurut Ignoffo (1999), terdapat 7 ciri-ciri individu yang memiliki self confidence

yangrendah pada individu, yaitu : a. Perfeksionis

b. Penilaian negatif c. Pasrah dan putus asa. d. pemikiran yang dangkal e. Rasa cemas.

f. Berpikir sebagai korban, g. Self-Fulfilling Prophecy

Dapat disimpulkan bahwa orang yang percaya diri atau self confidence memiliki sikap yang tenang dan bersikap positif dalam menghadapi berbgai masalah dan tidak mudah menyerah, memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, percaya kepada kemampuan sendiri, berani mengungkapkan pendapat, tidak mementingkan diri sendiri melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depannya. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut individu mempunyai kemungkinan untuk lebih sukses dalam menjalani kehidupan bila dibandingkan dengan orang yang kurang atau tidak percaya diri atau self confidence rendah.


(25)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence

Self confidence merupakan sesuatu yang berasal dan berakar dari pengalaman masa

kanak-kanak dan berkembang, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain. Pengalaman saat berhubungan dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukan kita akan membentuk gagasan dan penilaian dalam diri kita yang dapat mempengaruhi percaya diri atau self confidence.

Menurut Iswidharmanjaya (dalam Yulianti, 2007) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi self confidence, yaitu :

a. Orang tua

Dalam hal informasi dan cermin tentang diri seseorang, orang tua memegang peranan yang paling istimewa. Jika orang tua secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang maka akan memberikan pandangan kepada anak bahwa dia pantas dicintai baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Sebaliknya, jika orang tua tidak memberikan kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan dengan anak, maka anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kurang. Penilaian yang diberikan oleh orang tua sebagian besar akan menjadi penilaian yang dipegang oleh anak. Harapan orang tua akan menjadi masukan ke dalam cita-cita anak. Jika anak tidak mampu memenuhi harapan-harapan itu, maka ada kemungkinan anak akan mengembangkan rasa tidak berguna dan percaya diri yang rendah.

b. Saudara sekandung

Hubungan dengan saudara kandung juga penting dalam pembentukan rasa percaya diri. Anak sulung yang diperlakukan seperti pemimpin oleh adik-adiknya dan mendapat banyak kesempatan untuk berperan sebagai penasehat, mendapat banyak


(26)

keuntungan untuk mengembangkan rasa percaya dirinya. Sedangkan anak bungsu mungkin mengalami hal yang berlawanan. Mungkin dia terus menerus dianggap dan diperlakukan sebagai anak kecil, akibatnya self confidence berkembang amat lambat bahkan sulit tumbuh.

c. Sekolah

Siswa yang sering mendapat perlakuan buruk (dihukum dan ditegur) cenderung lebih sulit mengembangkan rasa percaya dirinya. Sebaliknya siswa yang banyak dipuji, mendapat penghargaan, dan diberi hadiah cenderung mempunyai self confidence yang tinggi.

d. Teman sebaya

Dalam pergaulan dengan teman-teman, apakah kita disenangi, dikagumi, dan dihormati atau tidak, ikut menentukan dalam pembentukan rasa percaya diri seseorang. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya akan menimbulkan rasa percaya diri dalam diri seseorang. Sebaliknya, penolakan oleh teman sebaya menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman yang lain. Dengan demikian, lama kelamaan percaya diri akan menghilang. Jadi, untuk dapat diterima dalam pergaulan seorang remaja cenderung untuk bertingkah laku sesuai dengan perilaku teman sekelompoknya.

e. Masyarakat

Sebagai anggota masyarakat kita dituntut untuk bertindak menurut cara dan norma dalam masyarakat. Semakin mampu seseorang memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, maka percaya dirinya akan semakin berkembang. Self confidence atau


(27)

percaya diri seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian yang diberikan oleh masyarakat. Jika seseorang sudah dicap jelek, maka akan sulit baginya untuk mengubahnya.

f. Pengalaman

Banyak pandangan mengenai diri seseorang yang dipengaruhi oleh pengalaman, keberhasilan, dan kegagalan yang dialami. Keberhasilan akan memudahkan seseorang untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dapat menghambat pengembangan percaya diri.

Selain itu Iswidharmanjaya (dalam Yulianti, 2007) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya self confidence:

a. Proses belajar

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri dirasakan sejak usia dini. Pola asuh yang diberikan orang tua memiliki peranan yang besar dalam menumbuhkan percaya diri anak. Pola asuh yang diberikan meliputi kasih sayang, perhatian, penerimaan, serta yang paling penting adalah kelekatan emosi dengan orang tua secara tulus. Dengan adanya kehangatan dan asuhan dari orang tua, rasa percaya diri anak akan mulai bersemi. Kalau anak merasa dirinya berharga dan bernilai dimata orang tuanya, akan cenderung manjadi anak yang semakin percaya diri.

Selain pola asuh, perilaku orang tua juga memiliki peran dalam proses pembentukan sikap percaya diri, karena biasanya anak yang masih kecil akan menirukan apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Sebaliknya orang tua yang kurang memberikan perhatian, suka mengkritik, tidak pernah memberikan pujian ataupun tidak pernah puas melihat prestasi anaknya akan menurunkan percaya diri anaknya.


(28)

b. Konsep diri

Untuk menjadi pribadi yang memiliki percaya diri, seorang individu membutuhkan konsep diri yang positif. Konsep diri adalah gambaran yang dipegang seseorang menyangkut dirinya sendiri. Jika seorang individu sudah mengenal keadaan dirinya dan dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki maka individu tersebut akan memiliki percaya diri yang baik.

c. Interaksi dengan lingkungan

Seseorang akan belajar mengenai diri sendiri melalui interaksi langsung dengan orang lain. Dengan berinteraksi, seorang individu akan memperoleh informasi mengenai dirinya dari orang lain. Tetapi jika tidak ada orang lain yang menilai maka individu tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam.

Jadi, dalam menyusun alat ukur guna melihat perbedaan self confidence antara siswa SMP yang aktif dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS. Peneliti mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Ignoffo(1999). Alat ukur di susun berdasarkan karakteristik dari

self confidence yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, serta memiliki potensi dan kemampuan.


(29)

B. Siswa

1. Pengertian siswa

Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pada tahap ini, menurut Erickson (dalam Hanum, 2000) siswa memasuki tahap awal dari perkembangan remaja. Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik (khas untuk dirinya) sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992).

Menurut Monks (dalam Hanum, 2000), pada umumnya siswa adalah remaja masih belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi. Rata-rata remaja menyelesaikan sekolah lanjutan pada usia kurang lebih 18 tahun.

2. Pengertian siswa sekolah menengah pertama

Siswa sekolah menengah pertama adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama. Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis berusia antara 12-15 tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (dalam Hanum, 2000) adalah antara 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir.

Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu: pertama, periode masa puber usia 12-18 tahun, dalam tahap ini anak tidak suka


(30)

diperlakukan seperti anak kecil lagi, anak mulai bersikap kritis. mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya, memperhatikan penampilan, plin-plan, suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib. Kedua, periode remaja adolesen usia 19-21 tahun, dalam tahap ini perhatian anak tertutup pada hal-hal realistis, mulai menyadari akan realitas, sikapnya mulai jelas tentang hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri & Hadi, 2005).

Jadi, siswa SMP berada pada tahap perkembangan remaja awal ataupun periode masa puber, berusia 12-15 tahun. Pada tahap ini remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya, maka dapatlah dikatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya di sekolah ataupun di masyarakat mempengaruhi self confidence mereka.

3. Pengertian siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS

Siswa SMP yang aktif dalam organisasi adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama dan tergabung dalam organisasi di sekolah. Siswa SMP yang tidak aktif dalam organisasi adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama tetapi tidak tergabung dan tidak pernah bergabung dalam salah satu organisasi sekolah (Asmiana, 2003).

C. Organisasi Sekolah

Secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau kelompok


(31)

kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.

Secara Organisasi OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi bagian / alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah. Secara Sematis di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/0/1993 disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS.

Kepanjangan OSIS terdiri dari, Organisasi, Siswa, Intra, Sekolah: Masing-masing mempunyai pengertian:

1. Organisasi, secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau kelompok kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.

2. Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

3. Intra adalah berarti terletak di dalam dan di antara. Sehingga OSIS berarti suatu organisasi siswa yang ada di dalam dan di lingkungan sekolah yang bersangkutan. 4. Sekolah adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.

OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan meliputi Perwakilan Kelas dan Pengurus OSIS sebagai perangkat utamanya, merupakan wadah bagi siswa dalam menyalurkan, membina, meningkatkan kemampuan,


(32)

kreativitas dan intelektual mereka dalam bidang non akademis pada umumnya dan keorganisasian pada khususnya. Kondisi umum suatu organisasi mempengaruhi kinerja organisasi tersebut dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Begitu pula Perwakilan Kelas sebagai salah satu perangkat utama OSIS Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

Adapun faktor-faktor pendukung yang menunjang tercapainya visi misi Perwakilan Kelas yang sesuai dengan tujuan OSIS ialah anggota Perwakilan Kelas yang solid dan berperan aktif, tanggapan dan partisipasi yang positif dari seluruh warga Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan, kebijakan-kebijakan komprehensif dari pihak sekolah, kerja sama yang baik dari pihak DPO, PO, dan sub seksi dalam setiap pelaksanaan program kerjanya dan komunikasi dua arah yang cukup baik dengan seluruh elemen di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

Sedangkan hal-hal yang dapat menghambat kinerja Perwakilan Kelas diantaranya adalah kurang optimalnya proses fungsi PK, kegiatan akademis sekolah yang sedang dalam masa peningkatan sehingga ruang gerak kegiatan non akademis menjadi terbatas seperti sulitnya mendapat izin dalam melaksanakan program kerja, dan adanya perdebatan konseptual dalam perumusan pelaksanaan program kerja.

Dikarenakan kondisi-kondisi tersebut di atas maka Perwakilan kelas dituntut untuk lebih peka, kritis, fleksibel, dan dinamis terhadap situasi yang ada dan lebih transparan dalam sosialisasi hasil kinerja Perwakilan Kelas sebagai media aspirasi berlandaskan Anggaran Dasar OSIS, Anggaran Rumah Tangga Perwakilan Kelas, dan Kode Etik Perwakilan Kelas.


(33)

1. VISI

Perwakilan Kelas SMP Negeri 1 Perbaungan sebagai perangkat OSIS yang berfungsi sebagai legislator, supervisor, korektor, dan advisor bagi seluruh kegiatan OSIS, serta sebagai media aspirasi siswa dalam bidang kesiswaan pada khususnya dan sekolah pada umumnya yang berlandaskan IMTAQ, IPTEK, budi pekerti luhur, serta semangat kekeluargaan yang selaras dengan profesionalitas kerja sesuai dengan AD/ART dan Kode Etik Perwakilan Kelas.

2. MISI

Untuk mencapai visi di atas, maka Perwakilan Kelas periode 2008-2009 memiliki misi-misi sebagai berikut :

a. Berpegang teguh kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Menerapkan dan mengaplikasikan IMTAQ dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengedepankan profesionalitas kerja tanpa mengesampingkan kekeluargaan.

d. Mempelajari secara seksama serta berperilaku sesuai dengan Tata Tertib Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

e. Membahas, menimbang, merevisi, dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan standarisasi pengawasan serta aturan perundangan OSIS lainnya sebagai perwujudan fungsi Legislator.

f. Menampung, menyortir serta mengakomodir seluruh aspirasi yang terkait dengan kinerja OSIS dari berbagai elemen di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan sebagai perwujudan fungsi Media Aspirasi.

g. Melaksanakan pengawasan secara maksimal terhadap kinerja OSIS sebagai perwujudan fungsi Supervisor.


(34)

h. Meninjau kembali serta memberikan pembetulan atas perkara yang terkait dengan kinerja OSIS sebagai perwujudan fungsi Korektor.

i. Memberikan masukan baik pada saat pra pelaksanaan, pelaksanaan maupun pasca pelaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas OSIS sebagai perwujudan fungsi Advisor.Berupaya secara maksimal dalam menempatkan diri sebagai rekan kerja Pengurus OSIS (PO) dan semua sub seksi yang ada di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

j. Melaksanakan kaderisasi untuk mencari bibit- bibit unggul dalam rangka regenerasi kepengurusan OSIS Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

Secara fungsional, dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan khususnya di bidang pembinaan kesiswaan arti yang terkandung lebih jauh dalam pengertian OSIS adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaan, di samping ketiga jalur yang lain yaitu : Latihan Kepemimpinan, Ekstrakurikuler dan Wawasan Wiyatamandala. Secara Sistem, apabila OSIS dipandang suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat kehidupan berkelompok siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini OSIS dipandang sebagai sistem, dimana sekumpulan para siswa mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu mencapai tujuan. Oleh karena OSIS sebagai suatu sistem memiliki beberapa ciri pokok:

1. Berorientasi pada tujuan.

2. Memiliki susunan kehidupan kelompok. 3. Memiliki sejumlah peranan.

4. Terkoordinasi.


(35)

Salah satu ciri pokok suatu organisasi ialah memiliki berbagai macam fungsi dan peranan. Demikianlah pada OSIS sebagai suatu organisasi memiliki beberapa peranan atau fungsi dalam mencapai tujuan. Sebagai suatu organisasi perlu untuk memperhatikan faktor-faktor yang sangat berperan, agar OSIS sebagai organisasi tetap hidup dalam arti tetap memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan perkembangan.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar OSIS tetap eksis yaitu: 1. Sumber daya.

2. Efisiensi.

3. Koordinasi kegiatan sejalan dengan tujuan. 4. Pembaharuan.

5. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan luar. 6. Terpenuhinya fungsi dan peran seluruh komponen.

Berdasarkan prinsip-prinsip organisasi tersebut agar OSIS selalu dapat mewujudkan peranannya sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan perlu di pahami apa sebenarnya arti, peran dan manfaat apa saja yang diperoleh melalui OSIS tersebut.

Peranan adalah manfaat atau kegunaan yang dapat disumbangkan OSIS dalam rangka pembinaan kesiswaan. Sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan, peranan OSIS adalah:

1. Sebagai wadah

Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di Sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya tujuan pembinaan kesiswaan. Oleh sebab itu OSIS dalam mewujudkan fungsinya sebagai wadah. Wahana harus selalu bersama-sama dengan jalur lain, yaitu latihan


(36)

kepemimpinan, ekstrakurikuler, dan wawasan wiyatamandala. Tanpa saling berkerjasama dari berbagai jalur, peranan OSIS sebagai wadah tidak akan berfungsi lagi.

2. Sebagai penggerak atau motivator

Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan, semangat para siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. OSIS akan tampil sebagai penggerak apabila para pembina, pengurus mampu membawa OSIS selalu dapat menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan yang diharapkan, yaitu menghadapi perubahan, memiliki daya tangkal terhadap ancaman, memanfaatkan peluang serta perubahan, yang paling penting adalah memberikan kepuasan kepada anggota. Dengan bahasa manajemen OSIS mampu memainkan fungsi intelektual, yaitu mampu meningkatkan keberadaan OSIS baik secara internal maupun eksternal. Apabila OSIS dapat berfungsi demikian sekaligus OSIS berhasil menampilkan peranannya sebagai motivator.

3. Peranan yang bersifat preventif

Apabila peran yang bersifat intelek dalam arti secara internal OSIS dapat menggerakan sumber daya yang ada secara eksternal OSIS mampu mengadaptasi dengan lingkungan, seperti : menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan sebagainya. Dengan demikian secara preventif OSIS berhasil ikut mengamankan sekolah dari segala ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Peranan Preventif OSIS akan terwujud apabila peranan OSIS sebagai pendorong lebih dahulu harus dapat diwujudkan.


(37)

1. Meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah air. 3. Meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur.

4. Meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan. 5. Meningkatkan keterampilan, kemandirian dan rasa percaya diri.

6. Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani.

7. Menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi seni.

D. Perbedaan Self Confidence Pada Siswa SMP yang Aktif dan Tidak Aktif dalam OSIS.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress). Menurut Erickson (dalam Santrock, 1995) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini diperkuat oleh Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Papalia, 2001). Tahapan remaja terdiri dari remaja awal dan remaja akhir.

Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya, remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah, orang tua maupun masyarakat. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi maka individu


(38)

harus mempunyai keberanian atau self confidence untuk menjalin interaksi dengan orang lain ( Putri & Hadi, 2005).

Self confidence itu sendiri menurut Lauster (dalam Sakinah, 2005) adalah sikap positif individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Menurut Afiatin dan Martaniah (1998), self confidence merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau kemampuan yang dimilikinya. Self confidence dapat dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat (Iswidharmanjaya, 2004).

Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti organisasi yang ada di sekolah. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). OSIS memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang banyak. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence

adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan pengalaman (Iswidharmanjaya, 2004).

Penelitian oleh Asmiana (2003) mengenai perbedaan rasa percaya diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi.


(39)

Penelitian oleh Isnandar (2005), mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi kelas X. Dari perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 2005/2006.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa ada perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS, yaitu siswa SMP yang aktif dalam OSIS memiliki self confidence lebih tinggi daripada siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi : identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, subyek penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis data (Hadi, 2002).

A.Identifikasi Variabel

Variabel tergantung : Self confidence

Variabel bebas : Keaktifan siswa dalam OSIS a. Aktif dalam OSIS b. Tidak aktif dalam OSIS

B.Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : self confidence

Self confidence adalah perasaan yakin terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga

tidak merasa cemas dan gugup dalam bertindak dan jika melakukan kesalahan, merasa bebas untuk melakukan segala hal yang disukai serta bertanggung jawab terhadap perbuatannya, bersikap hangat dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta mampu mengenal kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Self confidence dalam penelitian akan diukur


(41)

dengan Skala self confidence yang disusun oleh peneliti berdasarkan karakteristik self confidence yang diungkapkan oleh Ignoffo (1999) yaitu (1) memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, (2) yakin dengan kemampuan yang dimiliki, (3) melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif dalam kehidupan, (5) bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki potensi dan kemampuan.

Perbedaan Self confidence dapat dilihat dari besarnya skor yang diperoleh dari skala

self confidence pada siswa SMP. Skor yang tinggi pada Skala self confidence

menunjukkan self confidence yang tinggi pada individu, sebaliknya skor yang rendah pada self confidence menunjukkan self confidence yang rendah pada individu.

2. Varibel bebas : keaktifan siswa dalam OSIS

Keaktifan siswa dalam OSIS adalah siswa yang aktif dalam OSIS dan siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa SMP yang aktif dalam OSIS adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama serta tergabung dalam OSIS, mengikuti program yang dilakukan OSIS dengan proporsi 50%. Siswa SMP yang tidak aktif dalam organisasi adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama, tidak memiliki pengalaman berorganisasi dan tidak menjadi pengurus dalam OSIS.


(42)

C.Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi yang di pakai dalam penelitian ini adalah Siswa Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Perbaungan, dengan karakteristik populasi penelitian adalah (1) siswa SMP/sederajat yang berada di kecamatan Perbaungan, (2) aktif dan tidak aktif dalam OSIS. Alasan menggunakan Siswa SMP karena menurut teori perkembangan Erickson (dalam Santrock, 1995), individu yang berada pada tahapan identitas dan kebingungan identitas adalah remaja berusia 10-20 tahun. Siswa SMP berada pada tahapan remaja awal berusia 12-15 tahun.

Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah. Pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2002). Siswa SMP yang aktif dalam OSIS adalah siswa SMP yang tergabung dalam OSIS dan berpartisipasi dalam kegiatan OSIS di sekolah dengan proporsi 50% dari seluruh kegiatan yang diadakan OSIS, sedangkan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS adalah siswa SMP yang tidak tergabung dalam kepengurusan OSIS dan tidak pernah ikut dalam kepanitiaan kegiatan OSIS. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 orang, dengan perbandingan 50 orang yang aktif dalam OSIS dan 50 orang yang tidak aktif dalam OSIS. Menurut Azwar (2004), secara tradisional, statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Sedangkan sampel yang akan digunakan untuk uji coba skala penelitian ini adalah 120 orang.


(43)

2. Metode pengambilan sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan-keadaan insidental atau kebetulan. Dalam incidental sampling hanya individu atau kelompok yang kebetulan di jumpai atau yang dapat dijumpai saja yang diselidiki sesuai dengan karakteristik penelitian. Alasan peneliti menggunakan teknik incidental, karena relatif sulit bagi peneliti untuk menjumpai setiap siswa SMP/sederajat.

D.Alat Ukur yang Digunakan

Sesuai dengan metode self-reports, maka pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala. Skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala yang digunakan adalah skala self confidence yang terdiri dari kumpulan pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik dalam self confidence.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 6 karakteristik self confidence, yaitu (1) memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, (2) yakin dengan kemampuan yang dimiliki, (3) melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif dalam kehidupan, (5) bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki potensi dan kemampuan.

Skala ini terdiri dari aitem-aitem yang berbentuk pernyataan dengan pilihan jawaban. Variasi bentuk pilihan jawaban menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden. Dalam skala ini ada empat pilihan respon, yaitu :


(44)

SS = Sangat Sesuai

S = Sesuai

TS = Tidak Sesuai STS = Sangat Tidak Sesuai

Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favorabel atau tidak favorabel. Untuk aitem favorabel, SS diberi skor empat, S diberi skor tiga, TS diberi skor dua, dan STS diberi skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak favorabel, SS diberi skor satu, S diberi skor dua, TS diberi skor tiga, STS diberi skor empat.

Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus diisi oleh subjek penelitian. Identitas diri tersebut meliputi nama, jenis kelamin, usia, keaktifan dalam organisasi, dan banyaknya program OSIS yang diikuti.

E. Validitas, Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Situmorang, dkk (2007) menyatakan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Di dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan content validity dan face validity. Conten validity (Validitas isi) tes ditentukan melalui pendapat profesional (profesional judgement) dalam proses telaah soal. Pendapat profesional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing. Face validity, apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkap apa yang hendak di ukur maka face validity telah terpenuhi.


(45)

2. Daya Beda Aitem

Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2006).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefesien korelasi antara distribusi skor aitem dengan skor kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri, dengan menggunakan koefesien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0.05), akan menghasilkan koefesien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2006). Perhitungan daya beda aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS version 12.0 for windows

3. Reliabilitas Alat Ukur

Prosedur pengujian reliabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien reliabilitas alpha. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh melalui penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden (single-trial administration. Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien alpha dari Cronbach. Teknik koefesien alpha untuk menguji reliabilitas alat ukur dihitung dengan bantuan program SPSS version 12.0 for windows.


(46)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala self confidence dilakukan pada 120 orang yang terdiri dari siswa SMP sederajat yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS.

1. Hasil uji coba skala self confidence

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur untuk mengetahui sejauhmana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang hendak di ukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran (Azwar, 2004).

Tabel 1.Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba Jumlah aitem

No Aspek Indikator perilaku

Fav Unfav

F %

1. Memiliki cara pandang yang positif

terhadap diri

1. Menerima semua kekurangan yang di miliki.

2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri

3. Bersikap optimis.

1, 60, 70 20, 43

2, 19

25 6, 56 37, 53

12 16,66

2. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki

1. Bersikap tenang dalam

mengerjakan sesuatu.

2. Mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan.

3. Tidak cemas menghadapi berbagai situasi. 30, 64 5, 49 31, 58 3, 42 35, 68 4, 48

12 16,66

3. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan

1. Berani untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide.

2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.

3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat sendiri 7, 27 32, 54 10, 38 44, 65 8, 67 21, 59

12 16,66

4. Berpikir positif dalam

kehidupan

1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

2. Sabar menghadapi berbagai permasalahan hidup.

3. Tidak mudah putus asa.

9, 28 22, 39 12, 47 46, 66 11, 55 29, 61


(47)

5. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

1. Tidak selalu memerlukan bantuan orang lain.

2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.

3. Bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya

45, 69 51, 72 14, 71 13, 26 15, 33 36, 52

12 16,66

6. Memiliki potensi dan kemampuan yang bernilai bagi orang lain.

1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.

2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.

3. Memiliki kemampuan dalam bidang tertentu. 16, 57 34 40, 63 23, 41 17, 24, 62 18, 50

12 16,67

Total 36 36 72 100

Keterangan :

*Fav : Aitem favorable

**Unfav : Aitem unfavorable *** F : Frekuensi

Hasil uji coba terhadap skala self confidence menunjukkan koefisien reliabilitas rxx=0.936 dengan rit aitem yang bergerak dari -0,203 sampai dengan 0,644. Jumlah aitem

yang diujicobakan adalah 72 aitem, dan dari 72 aitem terdapat 57 aitem yang memiliki daya diskriminasi aitem yang tinggi (rit ≥ 0,3). Tabel 2 menunjukkan aitem-aitem setelah dilakukan uji coba.


(48)

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba Nomor aitem

No Aspek Indikator perilaku

Fav Unfav Jumlah

1. Memiliki cara pandang yang positif

terhadap diri

1. Menerima semua kekurangan yang di miliki.

2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri

3. Bersikap optimis.

1, 60, 70

20, 43

2, 19

25 6, 56 37, 53

10

2. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki

1. Bersikap tenang dalam

mengerjakan sesuatu.

2. Mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan.

3. Tidak cemas menghadapi berbagai situasi. 30, 64 5, 49 31, 58 3, 42 35, 68

4, 48

11 3. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan

1. Berani untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide.

2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.

3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat sendiri.

7, 27 32, 54

10, 38

44, 65

8, 67 21, 59

9

4. Berpikir positif dalam

kehidupan

1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

2. Sabar menghadapi berbagai permasalahan hidup.

3. Tidak mudah putus asa.

9, 28 22, 39 12, 47

46, 66

11, 55

29, 61

8

5. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

1. Tidak selalu memerlukan bantuan orang lain.

2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.

3. Bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya

45, 69 51, 72

14, 71

13, 26

15, 33 36, 52 9 6. Memiliki potensi dan kemampuan yang bernilai bagi orang lain.

1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.

2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.

3. Memiliki kemampuan dalam bidang tertentu.

16, 57

34 40, 63

23, 41 17, 24,

62 18, 50

10


(49)

Hasil uji coba skala self confidence setelah aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah dibuang (rit < 0.3), sehingga menjadi 57 aitem yang menunjukkan koefisien

reliabilitas rxx=0.936 dengan rit aitem yang bergerak dari -0,203 sampai dengan 0,644.

Setelah dilakukan uji coba, maka peneliti melakukan penomoran kembali pada setiap aitem untuk digunakan dalam penelitian, seperti yang tertera pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian Nomor aitem

No Aspek Indikator perilaku

Fav Unfav Jumlah

1. Memiliki cara pandang yang positif

terhadap diri

1. Menerima semua

kekurangan yang di miliki.

2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri

3. Bersikap optimis.

(10) 1, (24) 60 (2) 20 ( 12) 2, (5) 19

(50) 25 (41) 6,(30) 56 (53)37, (35)53

10

2. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki

1. Bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu. 2. Mampu berkomunikasi

secara baik dengan lingkungan.

3. Tidak cemas

menghadapi berbagai situasi. (3)30, (26)64 (37)5, (52)49 (14)31, (38)58 (19)3, (45)42 (49)35, (55)68 (21)48 11 3. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan

1. Berani untuk

mengeluarkan pendapat atau ide-ide.

2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.

3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat sendiri

(17)7, (31)27 (57)32, (44)54 (15)38 (51)65 (6)67 (22)21, (56)59 9


(50)

4. Berpikir positif dalam kehidupan

1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

2. Sabar menghadapi

berbagai permasalahan hidup.

3. Tidak mudah putus asa.

(34)28 (23)22, (48)39 (4)12, (46)47 (11)66 (43)55 (29)61 8 5. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

1. Tidak selalu

memerlukan bantuan orang lain.

2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.

3. Bertanggung jawab atas

keputusan dan perbuatannya (33)45, (16)69 (7)51 (25)14, (39)71 - (36)15, (18)33 (32)36, (9)52 9 6. Memiliki potensi dan kemampuan yang bernilai bagi orang lain.

1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.

2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.

3. Memiliki kemampuan dalam bidang tertentu.

(1)16 (13)34 (28)40, (42)63 (20)23, (40)41 (27)17, (47)24, (54)62 (8)18 10

Total 30 27 57

Hasil penelitian skala self confidence yang diujikan pada 100 orang siswa SMP, diperoleh nilai reliabilitas  0.917. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini :

Tabel 4. Reliabilitas Skala Self Confidence

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items


(51)

G.Prosedur pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan, yang dilakukan oleh peneliti adalah : a. Pembuatan alat ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala self confidence yang disusun oleh peneliti berdasarkan enam karakteristik self confidence yang diungkapkan oleh Ignoffo (1999). Skala ini terdiri dari 72 aitem. Penyusunan skala dioperasionalisasikan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan dan kemudian dibuat

blue print dari skala tersebut. b. Uji coba alat ukur

Uji coba skala self confidence dilakukan di Mts. Al Washliyah 16 Perbaungan pada tanggal 10 Mei 2010 kepada 120 siswa, dan semuanya dapat dikumpulkan.

c. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur maka peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut ke dalam alat ukur yang digunakan untuk mengambil data penelitian.


(52)

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Setelah alat ukur direvisi, maka dilaksanakan penelitian pada subjek yang memenuhi ciri-ciri populasi. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Perbaungan dengan melibatkan siswa yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS. Peneliti terlebih dahulu meminta izin dan kesediaan subjek untuk mengisi skala. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan alat ukur berupa skala kemudian meminta subjek untuk memberi respon pada skala tersebut.

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 20 Mei 2010 kepada 50 siswa yang aktif dalam OSIS dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS.

3. Pengolahan data

Setelah diperoleh data dari skala self confidence, maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisa menggunakan bantuan program SPSS versi 12.

H. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistic dengan bantuan komputerisasi Program SPSS versi 12.00 for windows. Alasan yang mendasari digunakannya analisa statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan atau generalisasi penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan universal (Hadi, 2000).

Metode analisis data yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik analisa independent sample t-test dengan


(53)

bantuan SPSS version 12.0 for windows. Uji-t digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata sampel dengan nilai hipotesisnya (Trihendradi, 2005). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena hipotesis penelitian ini bersifat komparatif maka menggunakan t-test. Oleh karena sampel yang tidak berhubungan maka menggunakan analisa yang bersifat

independent.

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap variabel-variabel penelitian yang meliputi :

1. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung telah terdistribusi secara normal. Data penelitian dikatakan terdistribusi secara normal jika p > 0.05.

Uji Normalitas sebaran pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan

Kolmogorov smirnov, dengan bantuan SPSS version 12.0 for Windows. 2. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian bersifat homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan ANOVA melalui Levene Statistic dengan bantuan SPSS version 12.0 for Windows.


(54)

BAB IV ANALISA DATA

Pada bab berikut ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Bab ini akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dan dilanjutkan dengan hasil penelitian, analisa dan interpretasi data penelitian. Pada akhir bab ini terdapat juga pembahasan mengenai hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori yang mendukung.

A. Gambaran Subjek Penelitian 1. Gambaran umum subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang siswa SMP Negeri 1 Perbaungan, yang terdiri dari 42 laki-laki dan 58 Perempuan, yang berada pada rentang usia 13-15 tahun. Dari kelompok subjek penelitian ini diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri demografi subjek penelitian, yang terdiri dari jenis kelamin dan usia pada tabel 5 dan 6 berikut ini :

a. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel berikut :

Tabel 5. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Aktif OSIS Tidak aktif OSIS Jumlah Persentase

Laki-laki 23 19 42 orang 42 %

Perempuan 27 31 58 orang 58%


(55)

Berdasarkan data penelitian pada tabel 5, maka dapat dilihat bahwa jumlah subjek berdasarkan jenis kelamin dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 42 % sedangkan subjek dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 58 %.

b. Gambaran subjek berdasarkan usia

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel berikut :

Tabel 6. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Aktif OSIS Tidak aktif OSIS Jumlah Persentase

13 tahun 13 orang 18 orang 31 orang 31 %

14 tahun 36 orang 29 orang 65 orang 65 %

15 tahun 1 orang 3 orang 4 orang 4 %

Total 50 orang 50 orang 100 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel 6,, maka subjek terbanyak adalah subjek yang berusia 14 tahun sebanyak 65 orang (65 %), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek yang berusia 15 tahun yakni 4 orang (4 %).

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian

Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas sebaran dan uji homogenitas pada variabel-varriabel penelitian tersebut. Uji asumsi tersebut dilakukan dengan bantuan SPSS version 12.0 for Windows.


(56)

a. Uji normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas sebaran menggunakan Kolmogorov-Smirnov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Hasil Uji Coba Normalitas

Aktif Tidak aktif

N 50 50

Normal

Parameters(a,b)

Mean

164,26 146,26

Std. Deviation 17,095 17,840

Most Extreme Differences

Absolute

,127 ,105

Positive ,084 ,069

Negative -,127 -,108

Kolmogorov-Smirnov Z ,895 ,760

Asymp. Sig. (2-tailed) ,400 ,610

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Alasan peneliti menggunakan metode ini karena kedua data penelitian merupakan data ordinal. Data dikatakan berdistribusi normal jika harga  > 0.05. Dari hasil uji normalitas data siswa SMP yang aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah, diperoleh  = 0,400, sedangkan hasil data pada siswa SMP yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah diperoleh  = 0.610. Hasil ini menunjukkan bahwa penyebaran data self

confidence antara siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra


(1)

b Teknik pengambilan sampel harusnya mengikuti kaidah dari teknik proportional random sampling. Dimana menurut Hadi (2000), proportional random sampling

adalah pengambilan sampel penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil sampel mengikuti proposi besarnya jumlah anggota dari sub-sub populasi, dengan demikian jumlah sampel pada penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini peneliti hanya mengambil sampel berdasarkan proporsi jumlah anggota dari masing-masing kelompok yang ada di lapangan. Peneliti tidak memperhatikan proporsi berdasarkkan jenis kelamin serta usia dari masing-masing kelompok yang ada.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini yang dilanjutkan dengan pemberian saran-saran, baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Ada perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah. Hal ini diperoleh dengan melihat nilai signifikansi 2-tailed melauli uji independent sample t-test yaitu p=0,000 (hasil analisis uji t diperoleh nilai 5,151 dengan signifikansi sebesar .882 (p<0.05) ). Hasil ini menunjukkan bahwa Hipotesa nol (Ho)ditolak dan hipotesis alternative (Ha) yang dibuat oleh peneliti dapat diterima.

2. Siswa SMP yang aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah memiliki self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMP yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah.

3. Berdasarkan jenis kelamin, subjek yang berjenis kelamin laki-laki yang berada pada kategori rendah sebanyak 0%, sedang 29% dan kategori tinggi sebanyak


(3)

4. Berdasarkan usia, subjek yang berusia 13 tahun memiliki kategorisasi tinggi sebanyak 8%, sedang 21% dan rendah 2%; subjek yang berusia 14 tahun memiliki kategorisasi tinggi sebanyak 14%, sedang 47% dan rendah 4%; pada usia 15 tahun memiliki kategorisasi tinggi sebanyak 1%, sedang 3% dan rendah 0%.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka peneliti memberikan saran-saran kepada pihak sekolah, siswa dan peneliti selanjutnya. Adapun saran-saran tersebut adalah :

1. Bagi pihak sekolah

Pihak sekolah diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan perhatian yang telah diberikan pada kegiatan OSIS selama ini karena berdasarkan hasil penelitian, kegiatan OSIS yang telah diselenggarakan oleh OSIS dapat meningkatkan self confidence siswa.

2. Bagi siswa

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan bagi remaja siswa-siswi SMPN 1 Perbaungan diharapkan dapat mengikuti OSIS yang ada di sekolah karena berdasarkan hasil penelitian OSIS dapat meningkatkan self confidence dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh OSIS. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh OSIS di SMPN 1 Perbaungan, dapat dilihat akan banyak pengalaman dan pembelajaran baru dari tiap-tiap kegiatan yang dilaksanakan.


(4)

3. Bagi penyelenggara kegiatan OSIS

Melihat manfaat yang diberikan dari pelaksanaan kegiatan OSIS yang sudah ada dapat meningkatkan self confidence siswa, maka diharapkan pihak penyelenggara kegiatan OSIS dapat lebih banyak lagi menjaring anggota dengan mempromosikan kegiatan OSIS secara intensif dan dengan cara-cara yang kreatif, sehingga siswa lebih tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan OSIS di sekolah.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang ingin membuat penelitian yang sejenis, disarankan agar : a. Berkaitan dengan keterbatasan teori seperti yang telah dikemukakan pada pembahasan

di bab sebelumnya, maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih memperkaya referensi teori-teori yang berkaitan dengan self confidence dan kegiatan OSIS. Sehingga kendala-kendala yang akan terjadi dalam proses pelaksanaan penelitian lebih bisa diminimalisir.

b. Menggunakan subjek penelitian yang lebih luas untuk dibandingkan hasilnya. Sebaiknya menggunakan teknik pengambilan sampel penelitian sesuai dengan ketentuan atau kaidah pelaksanaan teknik proportional random sampling yang tepat agar hasilnya dapat digeneralisasikan pada populasi. Yaitu, dengan memperhatikan proporsi subjek berdasarkan sus-sub populasi dari amsing-masing kelompok subjek seperti jenis kelamin, usia atau kelas. Hal ini disesuaikan dengan teori yang digunakan peneliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, L. (2008). OSIS dan ekstrakulikuler lainnya, nasibmu kini. [On-line], Available FTP : http://sidoarjosaiki.wordpress.com/2009/01/22/osis-dan-ekstra-kurikuler-lainnya-nasibmu-kini/. Tanggal akses : 5 februari 2009.

Afiatin, T, Martaniah, SM. (1998). Peningkatan kepercayaan diri remaja melalui konseling kelompok.Jurnal Psikologia Nomor 6 Tahun III 1998. 66-79.

Arikunto, S. (1999). Prosedur penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Asmiana, W. (2003). Perbedaan rasa percata diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah malang (Tesis). [On-line], Available FTP : www.digilib@umm.ac.id . Tanggal akses : 5 februari 2009.

Aya. (2008). Organisasi sekolah, organisasi atau senioritas?. [On-line], Available FTP : http://www.ayaelectro.wordpress.com/2008/04/02/organisasi-sekolah-organisasi atau senioritas. Tanggal akses : 8 februari 2009.

Azwar, S. (2000). Sikap manusia: teori dan pengukurannya (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, S. (2006).

Bandura, A. (1977). A self efficacy toward a unifying theory of behavioural change

(Psychological review).

Fasikhah, S.S. (1994). Peranan kompetensi sosial pada T.L koping remaja akhir. Tesis. Yogyakarta. Program P.S UGM Yogyakarta.

Hadi, S. (2000). Methodology research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hadi & Putri (2005). Bagaimana lebih memahami seorang diri remaja. [On-line],

Available FTP : http://www.fpsi.unair.ac.id/files/bagaimana%20lebih%20memahami%20seoran

g%20diri%20remaja.pdf. Tanggal akses : 5 februari 2009.

Hakim, T. (2002). Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta : Puspa Suara


(6)

Hurlock, B. E. (2002). Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan

(5ed). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Ignoffo, M. (1999). Everything you need to know about self confidence. (Revised edition). New York : The Rosen Publishing Group, Inc.

Isnandar, R. (2005). Hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganissai dengan prestasi belajar siswa kelas X di sekolah menengah kejuruan (SMK). [On-line], Available FTP : http://digilib.uns.ac.id/abstrak_3431_hubungan- antara-rasa-percaya-diri-dan-aktivitas-berorganisasi-dengan-prestasi-belajar-siswa-kelas-x-di-sekolah-menengah-kejuruan-(smk).html. Tanggal akses : 17 maret 2009.

Jacinta, R. (2002). Memupuk rasa percaya diri. [On-line], Available FTP: http://www.e-psikologi.com/dewasa/161002.htm. 5 februari 2009.

Kumara (1988). Studi pendahuluan tentang validitas dan reliabilitas. The test of self confidence. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Sakinah, N. (2005). Hubungan keharmonisan keluarga dengan self confidende (skripsi). Samana, A. (1992). Sistem pengajaran, prosedur perkembangan sistem instruksi. Jakarta

: Rhineka Putri.

Santrock, J.W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Situmorang, SH. Dkk. (2008). Analisis data penelitian (Menggunankan program SPSS). Medan : USU Press.

Sulaeman, D (1995). Psikologi remaja. Bandung: Mandar Maju.

Trihendradi, C. (2005). Statistik inferen teori dasar & aplikasinya menggunakan SPSS 12. Yogyakarta: Andi.

Uqshari, Y. (2005). Percaya diri pasti. Jakarta : Gema Insani.

Yulianti, I. (2007). Hubungan antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas internasional SMAN1 Medan (Skripsi).