BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami pertumbuhan secara fisik dan perkembangan menuju tingkatan yang lebih tinggi.
Menurut Hurlock 2002, terdapat tahapan-tahapan dalam perkembangan manusia yaitu periode pranatal, masa neonatal, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak
akhir, masa remaja awal, masa remaja akhir, masa dewasa dini, masa dewasa madya dan masa lanjut usia. Setiap tahapan dalam perkembangan manusia memiliki tugas
perkembangan pada masing-masing tahapan. Manusia dianggap berhasil dalam setiap tahapan perkembangan ketika individu mampu melewati tugas perkembangan dalam
tahapan tersebut. Salah satu tugas perkembangan manusia berada pada tahapan remaja merupakan masa
peralihan menuju kedewasaan, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar dengan yang lainnya. Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja
yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan storm and stress sampai sekarang masih banyak
dikutip orang. Menurut Erickson dalam Santrock, 1995 masa remaja adalah masa
9
Universitas Sumatera Utara
terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri, individu dihadapkan dengan temuan siapa mereka, bagaimana mereka kira-kira nantinya, dan ke mana mereka menuju
dalam kehidupannya. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion confussion,
moratorium, foreclosure , dan identity achieved Papalia, 2001. Tahapan remaja terdiri
dari remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk
di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya dengan kata lain individu mengalami krisis identitas, remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain
dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah, orang tua maupun masyarakat. Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti
organisasi yang ada di sekolah. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi maka individu harus mempunyai keberanian atau percaya diri self confidence untuk menjalin interaksi
dengan orang lain Putri Hadi, 2005. Self confidence
atau percaya diri itu sendiri menurut Lauster dalam Sakinah, 2005 adalah sikap positif individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan
penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Menurut Afiatin dan Martaniah 1998, kepercayaan diri merupakan aspek
kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau kemampuan yang dimilikinya.
Self confidence atau percaya diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling
mendasar dalam praktek hidup kita. Pertama, self confidence terkait dengan bagaimana seseorang memperjuangkan keinginannya untuk meraih sesuatu prestasi atau
10
Universitas Sumatera Utara
performansi. Kedua, self confidence terkait dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang menghambat perjuangannya. Orang yang kepercayaan dirinya
bagus akan cenderung berkesimpulan bahwa dirinya “lebih besar” dari masalahnya. Sebaliknya, orang yang memiliki rasa percaya diri rendah akan cenderung berkesimpulan
bahwa masalahnya jauh lebih besar dari dirinya. Self confidence dapat dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan Iswidharmanjaya, 2004.
Melalui interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya seseorang akan belajar mengenali diri sendiri. Individu akan memperoleh informasi mengenai dirinya dari
interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya tetapi jika tidak ada interaksi dengan lingkungan maka individu tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam. Penilaian
baik atau buruk yang diterima dari orang lain turut mempengaruhi self confidence seseorang. Penilaian yang baik oleh orang lain akan menimbulkan self confidence dalam
diri seseorang, sebaliknya penilaian yang buruk oleh orang lain akan menurunkan self confidence
seseorang. Peningkatan self confidence juga dapat diperoleh dari sekolah sehingga sekolah turut mempengaruhi self confidence atau percaya diri seseorang
Iswidharmanjaya, 2004. Sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan self
confidence siswa. Menurut Kurnia 2005 mengikuti Organisasi merupakan salah satu
upaya untuk pengembangan diri, melatih keterampilan berbicara di depan umum. Remaja dapat mengembangkan diri dengan menyalurkan bakat serta kreativitas yang telah
dimilikinya. Terlibat dalam organisasi juga merupakan satu upaya yang cukup baik untuk mengasah self confidence, dan mengenali diri sendiri melalui pergaulan dengan teman
sebaya. Mengasah self confidence dengan berbicara di depan umum juga tidaklah mudah,
11
Universitas Sumatera Utara
seseorang harus mampu menguasai keadaan sehingga tidak terlihat cemas ataupun gugup ketika sedang berbicara di depan orang banyak. Mengenali diri sendiri dapat dilakukan di
sekolah melalui pergaulan dengan teman sebaya. Menurut Iswidharmanjaya 2004 mengenali diri sendiri dapat dilakukan di sekolah
melalui pergaulan dengan teman sebaya ketika bergabung dalam organisasi yang ada di sekolah. Individu berusaha saling mengenali anggota satu sama lain ketika tergabung
dalam organisasi di sekolah. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya akan menimbulkan rasa percaya diri dalam diri seseorang, sebaliknya penolakan oleh
teman sebaya menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman
yang lain. Selain pergaulan dengan teman sebaya, pengalaman juga berpengaruh terhadap self confidence
. Pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self confidence, baik
pengalaman berupa keberhasilan maupun kegagalan. Dari berbagai pengalaman, pengalaman seseorang dalam berorganisasi dapat membuat seseorang lebih percaya diri
untuk mengikuti organisasi. Seseorang yang telah memiliki pengalaman mengikuti organisasi cenderung tidak ragu untuk tergabung dalam organisasi di kemudian hari.
Keberhasilan yang didapatkan dari pengalaman dalam berorganisasi akan memudahkan seseorang untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dalam
berorganisasi dapat menghambat pengembangan self confidence dalam mengikuti organisasi di sekolah Iswidharmanjaya, 2004.
Organisasi di sekolah memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang banyak. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah cenderung mempunyai self-
12
Universitas Sumatera Utara
confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence
adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan pengalaman. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS Organisasi Siswa
Intra Sekolah. Siswa melakukan interaksi dengan teman sebaya dalam mengikuti organisasi dimana hubungan dengan teman sebaya ikut menentukan pembentukan self
confidence seseorang Iswidharmanjaya, 2004.
Menurut Adhi 2008 terdapat beberapa manfaat yang dimiliki oleh OSIS Organisasi Siswa Intra Sekolah yaitu sebagai berikut: meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah air, meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur, meningkatkan kemampuan
berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, meningkatkan ketrampilan, kemandirian dan percaya diri, meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani, menghargai
dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi seni. Berdasarkan manfaat dari OSIS salah satunya dapat meningkatkan rasa percaya diri
sehingga jelas bahwa OSIS bermanfaat dalam peningkatan percaya diri atau self confidence
siswa. Organisasi yang ada di sekolah tidak hanya OSIS, terdapat beberapa macam organisasi
sekolah, mulai dari majalah sekolah hingga organisasi-organisasi yang dibentuk secara ilegal. Tujuan siswa yang tertarik menjadi anggota kebanyakan hanya untuk mencari
popularitas dan sekedar ingin terlihat ”sibuk” tetapi semua ini kembali kepada pribadi masing-masing. Organisasi yang populer dan dikenal oleh banyak orang menjadi sebuah
label yang akan tertempel pada seseorang jika mengikuti organisasi sekolah Aya, 2008.
13
Universitas Sumatera Utara
Fenomena yang didapat dari sebuah media elektronik menyatakan bahwa dengan mengikuti organisasi sekolah dapat meningkatkan percaya diri atau self confidence,
dalam hal ini OSIS, seperti yang dikemukakan oleh salah satu siswa: “Ikut OSIS saja, ikut pramuka juga boleh khan masih 16 taon, masih kelas 1 khan kalo
ga salah ? yup setuju gw. Ikut saja organisasi-organisasi di skul, walo ngga banyak
andil buat organisasi itu, tapi setidaknya lo active member, dari situ lo juga kan bisa belajar sosialisasi dan kenal banyak karakter. Gw dulu juga maen ikut ekskul paskibra
walo latihannya tau sendiri seperti apa, tapi gw beruntung bgt bisa menjadi anggota karena banyak belajar, dan yang pasti pengalamannya, dan meningkatkan percaya diri
gw
. Yah, mengingatkan klo gw di SMA itu bahagia dan menyenangkan. outer_space23 15-11-2008, 01:41 AM
Hal yang sama juga dinyatakan oleh R, salah seorang siswa SMP Negeri di Perbaungan bahwa ikut OSIS membuat percaya diri yaitu :
”Setelah saya bergabung dalam OSIS, saya menjadi percaya diri, bisa punya banyak teman trus ngerasa populer daripada tidak bergabung di OSIS. OSIS bikin hidup lebih
hidup, heee... Kan selama ini saya termasuk orang yang pendiam karena saya gak PD untuk bergabung sama teman-teman yang lain.”
R Komunikasi personal, 7 Mei 2009 Penelitian oleh Asmiana 2003 mengenai perbedaan rasa percaya diri antara
mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki
rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi.
Penelitian oleh Isnandar 2005, mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi
kelas X. Dari perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
14
Universitas Sumatera Utara
positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 20052006.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Asmiana 2003 pada mahasiswa mengenai perbedaan rasa percaya diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak
aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian oleh Isnandar 2005 mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas
berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi kelas X, maka dirasa perlu diadakan penelitian untuk melihat perbedaan self confidence antara
siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah OSIS pada siswa SMP.
B. Rumusan Masalah