24
Ditemukannya teknologi radio FM, semakin meramaikan dunia musik di tahun 1950-1960an. Jika radio AM jangkauannya terlalu luas sehingga cenderung
„main aman‟ dengan hanya menyiarkan musik-musik mainstream, maka radio FM yang jangkauannya lebih kecil bisa memberikan tempat pada studio-studio
rekaman independen yang berskala kecil untuk memasarkan produknya. Dengan kata lain, tidak seperti radio AM, radio FM lebih menawarkan beragam genre
seperti blues, jazz dan rock n‟ roll yang ternyata lebih menarik perhatian para
penikmat musik dari kalangan muda.
29
Seperti stasiun radio AM, label-label rekaman besar saat itu, seperti Columbia, Victor, Capitol, MGM atau Mercury, lebih suka bermain aman, yaitu
dengan hanya memasarkan musik-musik yang mainstream. Sampai awal tahun 1950, musik di Amerika cenderung homogen. Musik pop bertempo lambat
mendominasi isi siaran musik di radio-radio besar. Hal ini membuat kalangan remaja
–yang memang selalu ingin mencari hal baru, mencoba untuk menciptakan musik baru yang lebih enerjik.
Di pertengahan tahun 1950an, label-label kecil independen mulai merilis lagu-lagu yang berirama atau bertempo lebih cepat. Jenis musik yang kemudian
dikenal dengan nama rock and roll ini, sebenarnya adalah campuran dari berbagai elemen seperti rhythm and blues, gospel dan musik country.
30
Kalangan kulit hitam punya andil besar dalam munculnya genre musik ini. Elvis Presley yang
dikenal sebagai “raja rock and roll” pun terinspirasi dan banyak mengadaptasi gaya bermusik dari para musisi kulit hitam.
6
Roger Fidler, Mediamorfosis Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003, h. 31.
7
George Rodman, Mass Media in Changing World: History, Industry, Controversy, h. 220.
25
Tidak hanya di Amerika Serikat, musik rock juga mendapatkan tempat yang sangat besar di kalangan remaja di Inggris. Bahkan perkembangannya jauh lebih
pesat ketimbang di AS. Band-band seperti The Beatles, The Rolling Stones atau The Who menjadi magnet besar bagi munculnya para pelaku bisnis musik.
Terutama ketika band-band Inggris ini menginvasi tanah Amerika. Musik rock menjadi bisnis yang sangat menggiurkan dan menarik banyak penggemar dari
berbagai kalangan. Musik rock juga melahirkan banyak genre lainnya seperti punk, metal dan lain sebagainya. Sehingga dengan demikian, rock menjadi jenis musik
yang paling banyak berkembang dari waktu ke waktu. Pertumbuhan berbagai genre musik populer, sama pesatnya dengan
perkembangan teknologi yang semakin memudahkan para pendengarnya. Mulai dari ditemukannya teknologi stereo, tape recorder, Compact Disc, sampai
munculnya situs-situs yang menyediakan fitur untuk mengunduh download lagu-lagu secara bebas. Jika kita petakan, maka pertumbuhan industri musik dan
rekaman dapat disederhanakan dan dicirikan dengan beberapa peristiwa penting berikut ini:
1. Penemuan alat-alat seperti fonograf oleh Thomas Edison, dan gramofon
oleh Emile Berliner, yang menjadi cikal bakal munculnya industri rekaman.
2. Ampex menciptakan tape recorder berkualitas tinggi, dan Minnesota
Mining and Manufacturing 3M mengembangkan pita plastik. Penggunaan kaset membuat suara dapat diedit dan disempurnakan,
sesuatu yang tidak dapat dilakukan pada piringan cakram.
31
8
Shirley Biagi, MediaImpact: Pengantar Media Massa Terj. Jakarta: Salemba Humanika, 2010, h. 121.
26
3. Peter Goldmark menciptakan alat perekam panjang long playing –LP
record yang dapat memutar musik selama 23 menit. 4.
Pada tahun 1956, teknologi suara stereo mulai dikenal. 5.
Perusahaan rekaman Motown mempopulerkan jenis musik blues dan rock and roll.
6. Pada 1979, Sony memperkenalkan alat musik stereo pribadi yang diberi
nama Walkman. 7.
Munculnya compact disc CD yang dapat memberikan suara yang jernih dan mengubah dunia musik dengan suara yang direkam pada
plastik alumunium berukuran 4,7 inchi, serta diputar menggunakan laser.
32
Sejak kemunculannya, CD secara otomatis menggantikan peran piringan hitam vinyl dan kaset tape sejak pertengahan 1980an.
Keuntungan CD selain kualitasnya yang lebih baik dari kaset adalah: CD lebih praktis dan mudah dibawa kemana saja.
8. Adanya teknologi MP3 di tahun 1999, yang membuat masyarakat
semakin mudah mendapatkan musik dari internet. 9.
Pada tahun 2003, Apple meluncurkan iTunes, sebuah toko musik online, dengan harga 99 sen per lagu.
33
Munculnya teknologi radio FM, saluran televisi MTV, sampai adanya situs Napster, membuat musik semakin bisa dijangkau kemana saja. Baik musisi dan
perusahaan rekaman semakin kreatif pula dalam mempromosikan album atau single yang mereka ciptakan. Dewasa ini, industri musik populer dikuasai oleh
beberapa perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan besar terus berlomba-lomba
9
Ibid., h. 121.
10
Ibid., h. 122.
27
dalam menciptakan “bintang populer” yang digandrungi oleh masyarakat umum. Layaknya perusahaan besar pada umumnya, orientasinya hanya satu, yakni
keuntungan yang besar.
B. Teori Kritis dalam Musik Kritis
Musik ketika diiringi dengan tujuan komersil, maka semua yang diciptakan –baik lagu maupun album, harus juga mengikuti hukum pasar, yaitu menjual
sesuai dengan apa yang digemari oleh masyarakat pada saat itu. Tujuan komersil ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan-perusahaan lain yang mengejar
keuntungan dengan sebanyak-banyaknya. Musisi pun tak punya banyak pilihan selain membuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan pasar, walau mungkin itu
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan si musisi. Nilai estetik dalam musik terpaksa tunduk oleh hasrat mencari keuntungan.
Menurut Theodore Adorno dalam Dialectic of Enlightment
34
, musik populer dihasilkan melalui dua proses dominasi industri budaya, yakni standarisasi dan
individualitas keragaman semu.
35
Standarisasi menyatakan bahwa musik pop mempunyai kemiripan dalam hal nada dan rasa antara satu dengan lainnya hingga
dapat dipertukarkan.
36
Hal ini bisa menjelaskan tentang permasalahan yang sering dialami oleh musik pop dalam hal originalitas. Standarisasi ini membuat musisi
secara sadar maupun tak sadar, berkarya menurut standar yang berlaku. Setelah menstandarisasi musik, elit-elit industri juga membuat keragaman
semu, dengan tujuan untuk mengaburkan keragaman rasa yang terdapat pada
11
Bisa dilihat di http:www.marxists.orgreferencearchiveadorno1944culture-industry.htm
.
12
Dominic Strinati, Budaya Populer: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer Terj. Yogyakarta: Jejak, 2007, h. 73.
13
Ibid., h. 73.
28
setiap orang ketika menikmati musik. Dominic Strinati menjelaskan bahwa keragaman atau individualitas rasa adalah hal yang dihasilkan suatu produk
budaya dalam mempengaruhi suasana individual.
37
Dalam konteks musik, individualitas rasa adalah hal yang bisa membangkitkan keragaman suasana atau
atmosfir tertentu di antara para pendengar musik. Adorno mengambil contoh musik klasik karya Beethoven dalam hal
standarisasi dan keragaman rasa. Musik klasik dinilai sebagai musik yang mampu menjelaskan tantangan fetisisme komoditas
38
karena musik klasik seperti Beethoven adalah musik serius yang meninggalkan komoditas.
39
Hal ini disebabkan karena musik klasik seperti ini mempunyai detail yang berbeda
dengan musik klasik lainnya, sehingga menimbulkan keragaman rasa diantara para penggemarnya.
Berbeda dengan musik klasik tersebut, musik pop yang telah distandarisasi justru semakin menihilkan adanya detail. Dengan standar yang sudah baku baik
dari sisi produksi maupun konsumsi di masyarakat, musisi seakan tidak boleh banyak membuat variasi dalam menciptakan karyanya. Sedangkan masyarakat
juga sulit untuk keluar dari “jalur” dalam memilih musik yang ingin didengarnya. Akibatnya seperti yang ditakutkan, muncul fetisisme komoditas, yang misalnya
kemudian membuat masyarakat mengagung-agungkan sosok seorang musisi, ketimbang kualitas karya-karya yang telah dibuatnya.
14
Ibid., h. 70.
15
Fetisisme komoditas adalah bagaimana industri melakukan suatu upaya agar masyarakat melakukan pemujaan yang salah terhadap suatu produk budaya. Contohnya sederhananya adalah
seseorang yang lebih bangga memamerkan tiket konser yang mahal ketimbang menikmati konsernya itu sendiri.
16
Ibid., h. 74.
29
Agar keragaman rasa tersebut tidak keluar, maka para kapitalis yang berlindung dalam industri musik kemudian menciptakan keragaman semu agar
masyarakat punya sedikit kebebasan atau pilihan dalam memilih musik pop. Keragaman semu diciptakan dengan cara memberi sedikit variasi untuk
mengaburkan banyak kemiripan di dalam musik pop, sehingga terkesan berbeda padahal seragam. Dengan demikian walaupun sudah dimunculkan beberapa detail,
namun standarisasi tetap berjalan karena pada dasarnya semua itu juga sudah distandarisasikan sebelumnya.
Kemunculan fenomena seperti ini, menurut Adorno merupakan kehendak kaum kapitalis yang ingin memanipulasi selera musik masyarakat.
40
Mereka tergoda untuk menciptakan suatu pasar yang sangat menguntungkan dalam
masyarakat demi kelangsungan bisnisnya. Musik bagi mereka hanya menjadi produk industri biasa yang bisa mengantarkan uang dalam jumlah banyak dan
juga cepat. Komodifikasi budaya oleh para kapitalis ini jugalah yang kemudian menghilangkan pikiran kritis manusia yang sudah terlanjur tunduk pada tatanan
yang sudah baku. Mahzab Frankfurt dengan tokoh-tokohnya seperti Theodore W. Adorno,
Walter Benjamin, Erich Fromm, Herbert Marcuse Jurgen Habermas dan lain sebagainya, sering dikenal dengan teori kritisnya pada budaya populer. Banyak
dari anggota Mazhab ini yang menganggap bahwa industri budaya hanyalah “pabrik selingan” yang merupakan hasil dari penyeragaman budaya yang
menyisakan ruang kecil bagi aksi politis yang produktif,
41
tak terkecuali musik.
17
John Storey, Teori Budaya dan Budaya Pop Terj. Yogyakarta: Jalasutra, 2003, h. 148.
18
John Hartley, Communication, Cultural and Media Studies: Konsep Kunci Terj. Yogyakarta: Jalasutra, 2010, h. 184.
30
Bagi kelompok Mahzab Frankfurt, masyarakat harus terlibat dalam kritik berkelanjutan. Hal ini demi memecah sistem kontekstual yang telah diterima.
Dengan melakukan kritik, maka kita bisa membantu menciptakan kesadaran akan kemungkinan patahnya struktur dominasi yang ada.
42
Kritisisme dari Teori Kritis Mahzab Frankfurt terletak pada usaha mereka untuk menyingkap dan menyobek
selubung-selubung ideologis yang menutupi kenyataan tak manusiawi dari kesadaran kita.
43
Sehingga sesuai dengan gagasan Karl Marx, dengan kritisisme tersebut masyarakat bisa terbebas dari belenggu penindasan dan pengisapan. Para
pemikir mazhab Frankfurt memang dikenal memiliki ketertarikan dengan pemikiran-pemikiran Karl Marx. Namun mereka memodifikasi pemikiran Marxist
tersebut agar bisa lebih sesuai dengan tantangan budaya di zaman modern. Kritisisme mazhab Frankfurt juga tidak terlepas dari kritik. Mahzab ini
dianggap terlalu memandang tinggi konspirasi dalam membentuk tingkah laku atau budaya, dan mengabaikan fakta bahwa budaya diciptakan melalui hubungan
yang saling mempengaruhi. Berbeda dengan pandangan Adorno dan Mazhab Frankfurt, para pemikir dari Mazhab Birmingham memiliki perspektif yang
memandang bahwa budaya popular bukanlah suatu budaya rendahan atau suatu hal yang remeh.
44
Tokoh-tokoh cultural studies seperti Raymond Williams dan Richard Hoggart, beranggapan bahwa budaya bisa dilihat sebagai penentu dan
juga bagian dari aktivitas sosial. Budaya juga merupakan area penting bagi reproduksi ketimpangan kekuatan sosial dan komponen utama dari ekonomi dunia
yang meluas.
45
19
Ibid., h. 185.
20
Alex Sobur, Analisis Teks Media Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, h. 144.
21
Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek Terj.Yogyakarta : Bentang, 2004, h. 46.
22
John Hartley, Cultural and Media Studies: Konsep Kunci, h. 33.