Analisis Hukum Terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Perbankan Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999

TESIS

Oleh

SRI HIDAYANI 067005024/ HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Humaniora

Dalam program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI HIDAYANI 047005035/ HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL : ANALISIS HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN

JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN MENURUT UNDANG – UNDANG NO. 42 TAHUN 1999

NAMA : SRI HIDAYANI

NIM : 067005024

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

MENYETUJUI, KOMISI PEMBIMBING

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS ( Ketua )

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Prof.Dr. Runtung, SH, M. Hum

( Anggota ) ( Anggota )

Ketua Program Studi Ilmu Hukum D e k a n

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum

NIP. 131 570 455


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Hidayani

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 10 Mei 1983 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri 067890 Medan ( Lulus tahun 1989 )

- Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Medan ( Lulus tahun 1995 )

- Sekolah Menengah Atas Swasta Al – Azhar Medan ( Lulus tahun 2000 )

- Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( Lulus tahun 2005 )

- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara(Lulusan Tahun 2010 )


(5)

Telah diuji pada

Tanggal 09 Februari 2010

PANITIA UJIAN TESIS

KETUA : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

ANGGOTA : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum. Prof. Dr. Sunarni, SH, M.Hum


(6)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMEBRIAN KREDIT PERBANKAN MENURUT UU No. 42

TAHUN 1999 Sri Hidayani Tan Kamello M. Yamin Runtung Sitepu INTISARI

Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunas hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan. Fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia adalah penyelenggaraan pelayanan hukum terhadap pendaftaran jaminan fidusia untuk terciptanya tertib hukum di masyarakat sebagaimana keinginan dari UUJF itu sendiri. Jika dilihat dari arti fungsi, maka fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia lebih bersifat administratif, tetapi tidak hanya semata-mata hanya berfungsi administratif maksudnya ketika jaminan fidusia didaftarkan fungsi substantif lebih dominan. Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia menurut sosiologis adalah merupakan aspek dinamis kedudukan status, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan pendekatan yuridis normative, yaitu mencari data yang digunakan dengan berpegang pada segi-segi yuridis dan disamping itu juga berusaha untuk menelaah kaedah-kaedah hukum atau praktek prosedur berlaku dalam pendaftaran jaminan fidusia dalam pemberian kredit perbankan.

Hasil penelitian menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia tentang objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud, benda bergerak dan tidak berwujud, benda tidak bergerak dan yang tidak dibebani dengan Hak Tanggungan. Setelah dikeluarkannya UUJF ada suatu kewajiban agar setiap Jaminan Fidusia harus di daftarkan kepada pejabat yang berwenang yaitu Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran tersebut dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas dari Jaminan Fidusia. Tujuannya adalah semakin terpublikasi jaminan hutang, akan semakin baik sehingga kreditor atau khalayak ramai dapat mengetahuinya atau punya akses untuk mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan hutang tersebut. Perjanjian hanya diikat antara notaris dengan kreditor setelah terjadi masalah maka dari salah pihak bank baik itu melalui notaris mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, setelah membuat permohonan di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia apabila terjadi permasalaha antara pihak debitur dengan kreditor agar mempunyai kepastian hukum dan juga mempunyai kekuatan hukum tetap.


(7)

ANALYSIS OF LAW ON FIDUCIARY REGISTRATION IN CREDIT BANKING

OF LAW NO 42 OF 1999 SRI HIDAYANI TAN KAMELLO

M. YAMIN RUNTUNG SITEPU

ABSTRACT

Function of guaranties legally is certainty juridical for creditor in loan agreements or loan receivables or certainty in the realization of an achievement in an agreement. This legal certainty is a binding agreement guaranteed through collateral agencies. Fiduciary function registration office is the organization of legal services to the fiduciary security registration for the creation of legal order in society as well as the desire of uujf itself. If the views of the meaning of the function, the function of fiduciary registration office is more administrative, but not solely mean an administrative function only when the fiduciary security registered substantive functions are more dominant. Fiduciary role of the registration office according to the sociological position is a dynamic aspect of status, if someone is exercising their rights and obligations in accordance with the position.

The method used in this research was conducted with a normative juridical approach, namely to find the data used to hold on to the juridical aspects and in addition it also seeks to examine law-principles or practice prevailing in the registration procedure on fiduciary in banking credit.

The results of Statutory Fiduciary guarantees research about the objects given a broad understanding of movable tangible, movable and intangible, it does not move and that is not encumbered with a Mortgage. After issuing UUJF, there an obligation that each Fiduciary shall have been registered with the competent authorities of Fiduciary Registration Office. Registration is intended to satisfy the principle of publicity of Fiduciary. The goal is getting published collateral, the better so that the creditors or the general public may know or have access to find important information about the loan guarantees. Agreement between the notary only bound by creditors after the problem occurred from either the bank either through deed enrolled in Fiduciary Registration Office, after making a request at the Registration Office in the event problem Fiduciary between debtor and creditor in order to have legal certainty and also have the power remain legal.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Abstrak

Abstrac

Daftar isi... i

Kata Pengantar ... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

a. Kerangka Teori... 11

b. Konsepsi... 17

G. Metode Penelitian... 21

a. Lokasi Penelitian ... 21

b. Jenis dan Sifat Penelitian ... 21

c. Pendekatan Penelitian ... 22

d. Sumber Data... 22

e. Alat Pengumpulan Data ... 24


(9)

BAB II OBJEK JAMINAN FIDUSIA ... 26

A. Jenis-Jenis Hak Kebendaan yang dapat dijadikan objek jaminan ... 26

B. Objek Jaminan Fidusia ... ` 41

a. Kebendaan Berwujud dan Tidak Berwujud ... 44

b. Kebendaan Bergerak dan Kebendaan tidak Bergerak... 45

c. Perbedaan Benda ke Dalam Kebendaan Tanah dan Kebendaan Bukan Tanah ... 47

C. Prosedur Pengikatan Jaminan Fidusia ... 54

BAB III HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI PADA KANTOR JAMINAN FIDUSIA WILAYAH SUMATERA UTARA ... 66

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian kredit Dengan Jaminan Fidusia ... 66

B. Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Pada Proses Pendaftaran Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia... 72

BAB IV PERJANJIAN YANG MENGIKAT PADA KANTOR JAMINAN FIDUSIA WILAYAH SUMATERA UTARA ... 79

A. Pengetian Kredit yang dijaminkan dengan Fidusia ... 79

1. Pengertian Perjanjian Kredit di dalam Perbankan ... 81

2. Perjanjian Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit ... 83


(10)

B. Pendaftaran Jaminan Fidusia Pada Kantor Jaminan Fidusia ... 93

a. Eksekusi Berdasarkan grosse Sertifikat Jaminan Fidusia ... 97

b. Eksekusi Berdasarkan Parate Eksekus ... 100

c. Penjualan di bawah tangan ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 107


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis sanjungkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

Dalam penyusunan Tesis ini Penulis telah banyak mendapatkan bantuan materil maupun dukungan moril dan bimbingan (penulisan) dari berbagai pihak. Untuk itu penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Chairuddin P Lubis, DTM H, SP(A) K

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. T. Chairuddin Nisa B, MSc.

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH 4. Komisi Pembimbing : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS., Prof. Dr. M. Yamin,

SH, CN, MS, dan Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum

5. Komisi Penguji : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M. Hum dan Prof. Dr. Sumarni, SH, M. Hum

6. Ayahanda yang tercinta Syafaruddin, SH, M. Hum dan Ibunda yang tersayang Ana Chandra Dewi

7. Suami yang tercinta dan tersayang Brigadir Ardiansyah Gulton, SH dan ananda tersayang Daffa Satritama Gultom serta Abang dan Adik-Adik Penulis yang telah mendukung untuk menyelesaikan tesis ini.

8. Rekan-Rekan Mahasiswa/i Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara seangkatan 2006

9. Seluruh staff/pegawai Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

10.Ibu Juraini Sulaiman, SH, M. Hum Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil DepKumHAM Sumatera Utara

11.Bapak Jawasmer, Staf Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia di Kanwil DepKumHAM Sumatera Utara


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis sanjungan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul

”Analisis Hukum Terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Perbankan Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999”. Tesis ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperolah gelar Magister Humaniora pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berisikan pembahasan tentang manfaat lembaga jaminan fidusia dalam menyelesaikan permasalahan kredit perbankan, dikarenakan masih banyaknya pemberian kredit perbankan terhadap kreditur selalu bermasalah. Fakta telah menunjukkan bahwa Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Dimana didalam kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk menerima saran maupun kritikan yang konstruktif, dari para pembaca demi penyempurnaannya dalam upaya menambah khasanah pengetahuan dan bobot dari Tesis ini. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat....

Medan, November 2009

P e n u l i s


(13)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMEBRIAN KREDIT PERBANKAN MENURUT UU No. 42

TAHUN 1999 Sri Hidayani Tan Kamello M. Yamin Runtung Sitepu INTISARI

Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunas hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan. Fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia adalah penyelenggaraan pelayanan hukum terhadap pendaftaran jaminan fidusia untuk terciptanya tertib hukum di masyarakat sebagaimana keinginan dari UUJF itu sendiri. Jika dilihat dari arti fungsi, maka fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia lebih bersifat administratif, tetapi tidak hanya semata-mata hanya berfungsi administratif maksudnya ketika jaminan fidusia didaftarkan fungsi substantif lebih dominan. Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia menurut sosiologis adalah merupakan aspek dinamis kedudukan status, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan pendekatan yuridis normative, yaitu mencari data yang digunakan dengan berpegang pada segi-segi yuridis dan disamping itu juga berusaha untuk menelaah kaedah-kaedah hukum atau praktek prosedur berlaku dalam pendaftaran jaminan fidusia dalam pemberian kredit perbankan.

Hasil penelitian menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia tentang objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud, benda bergerak dan tidak berwujud, benda tidak bergerak dan yang tidak dibebani dengan Hak Tanggungan. Setelah dikeluarkannya UUJF ada suatu kewajiban agar setiap Jaminan Fidusia harus di daftarkan kepada pejabat yang berwenang yaitu Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran tersebut dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas dari Jaminan Fidusia. Tujuannya adalah semakin terpublikasi jaminan hutang, akan semakin baik sehingga kreditor atau khalayak ramai dapat mengetahuinya atau punya akses untuk mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan hutang tersebut. Perjanjian hanya diikat antara notaris dengan kreditor setelah terjadi masalah maka dari salah pihak bank baik itu melalui notaris mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, setelah membuat permohonan di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia apabila terjadi permasalaha antara pihak debitur dengan kreditor agar mempunyai kepastian hukum dan juga mempunyai kekuatan hukum tetap.


(14)

ANALYSIS OF LAW ON FIDUCIARY REGISTRATION IN CREDIT BANKING

OF LAW NO 42 OF 1999 SRI HIDAYANI TAN KAMELLO

M. YAMIN RUNTUNG SITEPU

ABSTRACT

Function of guaranties legally is certainty juridical for creditor in loan agreements or loan receivables or certainty in the realization of an achievement in an agreement. This legal certainty is a binding agreement guaranteed through collateral agencies. Fiduciary function registration office is the organization of legal services to the fiduciary security registration for the creation of legal order in society as well as the desire of uujf itself. If the views of the meaning of the function, the function of fiduciary registration office is more administrative, but not solely mean an administrative function only when the fiduciary security registered substantive functions are more dominant. Fiduciary role of the registration office according to the sociological position is a dynamic aspect of status, if someone is exercising their rights and obligations in accordance with the position.

The method used in this research was conducted with a normative juridical approach, namely to find the data used to hold on to the juridical aspects and in addition it also seeks to examine law-principles or practice prevailing in the registration procedure on fiduciary in banking credit.

The results of Statutory Fiduciary guarantees research about the objects given a broad understanding of movable tangible, movable and intangible, it does not move and that is not encumbered with a Mortgage. After issuing UUJF, there an obligation that each Fiduciary shall have been registered with the competent authorities of Fiduciary Registration Office. Registration is intended to satisfy the principle of publicity of Fiduciary. The goal is getting published collateral, the better so that the creditors or the general public may know or have access to find important information about the loan guarantees. Agreement between the notary only bound by creditors after the problem occurred from either the bank either through deed enrolled in Fiduciary Registration Office, after making a request at the Registration Office in the event problem Fiduciary between debtor and creditor in order to have legal certainty and also have the power remain legal.


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebutuhan akan dana yang dberikan oleh pihak perbankan dalam dunia

perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan

dengan adanya jaminan sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.

Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian

kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan

para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Djuhaendah Hasan mengatakan

bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunas hutang di

dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu

prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu

perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui

lembaga-lembaga jaminan.1

Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan

hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi sutau

prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan

jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.

      

1

Djuhaenda Hasan, Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Proyek Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998, hal 68. 


(16)

Lembaga jaminan kebendaan dapat berupa hak tanggungan, kredit verban 2, fidusia,

dan gadai.3

Sehubungan dengan adanya jaminan sebagai pengamanan pemberian dana

atau kredit, maka secara garis besar ada dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan

perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang paling diminati oleh pihak bank

dan pihak lainnya sebagai kreditur adalah jaminan kebendaan.

Menurut Djuhaendah Hasan, jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas

suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat

diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cidera

janji (wanprestasi). Di dalam jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang

menjadi objek jaminan sehingga dalam pratek jaminan kebendaan lebih disukai dari

pada jaminan perorangan karena sifatnya yang lebih menguntungkan pihak kreditur.4

Salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia

adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia merupakan salah satu lembaga jaminan atas

benda bergerak yang sering digunakan dalam berbagai aktifitas bisnis di masyarakat

karena mudah proses untuk pengikatannya.

Sejalan dengan perkembangan lembaga jaminan yang dikehendaki, agar

dituangkan dalam aturan-aturan hukum yang lebih baku, terutama lembaga jaminan

fidusia yang pada awalnya hanya bersumber pada Burgerlijke Wetbook (BW). Pada

      

2

Credit Verband sudah tidak berlaku lagi stelah keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. 

3

Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam hukum Jaminan

Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 68 

4


(17)

tanggal 9 September 1999 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesian dalam

rapat paripurna memutuskan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) jaminan

fidusia untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan disahkan RUU Fidusia oleh

Presiden maka terpenuhilah pengaturan fidusia secara komprehensif dan memberikan

kejelasan serta kepastian hukum.

Jaminan fidusia ini biasanya sering dilakukan oleh pihak debitur atau

penerima pinjaman terutama untuk golongan ekonomi menengah ke bawah. Hal

tersebut dikarenakan, benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tetap berada di

tangan debitur, sedangkan hak kepemilikannya saja yang diberikan sebagai jaminan

kepada kreditur. Dengan demikian, denda objek jaminan fidusia tersebut masih dapat

dipergunakan pihak debitur dalam aktifitas sehari-harinya.

Ratnawati L. Prasodjo, staf ahli Menteri Kehakiman, dalam diskusi

Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia, menjelaskan apa yang melatarbelakangi diajukan

Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu :

1. Memenuhi tuntutan pembangunan ekonomi

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari Pembangunan Nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. dalam rangka membangun secara berkesinambungan dibutuhkan dana yang besar. Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk untuk dapat terpenuhinya kebutuhan akan dana yang besar tersebut. Kegiatan pinjam meminjam memerlukan perlindungan melalui sebuah lembaga jaminan yang mampu memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pihak yang terlibat. Lembaga jamina fidusia merupakan salah satu bentuk jaminan yang belum ada pengaturanya secara utuh.

2. Kebutuhan Masyarakat.

Lembaga jaminan fidusia memungkinkan pra pembeli fidusia untuk tetap menguasai benda yang dijaminkan, agar dapat tetap melangsungkan kegiatan usahanya. Awalnya jaminan fidusia hanya berlaku bagi benda-benda bergerak


(18)

berwujud yang berbentuk peralatan usaha, dalam perkembanganya objek fidusia meliputi benda tetap.5

Dari pengamatan terhadap Pasal-Pasal Undang-Undang No. 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia, lembaga ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memberikan kedudukan preferen pada kreditor.

2. Mengikuti objek yang dijaminkan (droit de siute).

3. Memenuhi asa spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan

memberikan kepastian hukum pda pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

Tujuan dari pengaturan lembaga fidusia ini diharapkan dapat memperkecil

kesulitan yang dihadapi oleh para pihak terutama kreditor yang ternyata debitor tidak

memenuhi prestasinya sebagaimana mestinya, apabila benda di tangan debitor.

Eksetensi fidusia sebagai lembaga jaminan di Indonesia dulunya hanya

didasari pada yurisfrudensi. Hal ini dikarenakan tidak jelasnya konsep mengenai

objek fidusia itu sendiri, baik dari sejak lahirnya fidusia dan pengakuannya dalam

yurisprudensi tersebut.

Pada awalnya, lembaga jamina fidusia ini dikenal dalam lembaga hukum

Romawi dengan nama Fiducia cum creditore, sedangkan di Indonesia sendiri

kebendaan Fidusia diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan

Hooggerechtshop (HGH) tanggal 18 Agustus 1932, dan khususnya adalah pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum

      

5

Ratnawati L. Prasodjo, Undang Tentang Jaminan Fidusia,Diskusi Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Pendaftaranya, Hotel Regent, 23 September 1999, hal.30 


(19)

possesorium sulit dibayangkan apabila dimengerti dan dipahami oleh orang Indonesia. Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possesorium ini

bukan hanya monopoli hukum Barat saja. Kalau diteliti dan dicermati, dalam hukum

adat di Indonesia pun mengenal konstruksi demikian.6

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya

disebut UUJF) dalam Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa jaminan fidusia adalah

hak jaminan atas benda bergerak baik itu berwujud maupun yang tidak berwujud dan

benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak

tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima

fidusia terhadap kreditur lainnya.

Akan tetapi, ada hal yang harus didasari bahwa pada Pasal 2 UUJF juga

memberikan suatu batasan terhadap ruang lingkup berlakunya setiap perjanjian yang

bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Hal ini kembali

dipertegas melalui rumusan dalam Pasal 3 UUJF yang menyatakan bahwasannya

UUJF tidak berlaku terhadap :

1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,sepanjang peraturan

perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda

tersebut wajib didaftarkan.

2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) meter

atau lebih.

       6 


(20)

3. Hipotik atas pesawat terbang.

4. Gadai

Berdasarkan penjelasan secara umum dan singkat tentang UUJF di atas, maka

dalam hal ini lembaga jaminan fidusia ini digunakan secara luas dalam berbagai

transaksi pinjam meminjam atau kredit karena proses pembebanannya dianggap

sederhana, mudah dan cepat, serta adanya kepastian hukum dengan cara

mendaftarkan jaminan fidusia tersebut. Pendaftaran jaminan fidusia tersebut

memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap

kteditur lain. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk

tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan.

Hal ini berbeda dengan gadai walaupun objek gadai hamper sama dengan

objek fidusia yaitu juga sama-sama benda bergerak berwujud, namun karena objek

gadai berada pada penerima gadai, maka objek gadai tersebut tidak dapat

dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kesehariannya oleh si pemberi gadai seperti

sepeda motor, mobil dan sebagainya. Apabila tidak dilakukan maka akan mengalami

kekurangan. Hal ini dinyatakan oleh Mariam Darus bahwasanya jika menalaah sistem

hukum jaminan maka tampaklah bahwa hukum jaminan belum berada dalam system

hukum yang bulat dan tuntas dimana pengaturannya masih bersifat sporadic dan

belum tuntas.7

Fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia adalah penyelenggaraan pelayanan hukum

terhadap pendaftaran jaminan fidusia untuk terciptanya tertib hukum di masyarakat

      

7

Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam Hukum Jaminan


(21)

sebagaimana keinginan dari UUJF itu sendiri. Jika dilihat dari arti fungsi, maka

fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia lebih bersifat administratif, tetapi tidak hanya

semata-mata hanya berfungsi administratif maksudnya ketika jaminan fidusia

didaftarkan fungsi substantif lebih dominan. Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia

menurut sosiologis adalah merupakan aspek dinamis kedudukan status, apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.8

Dengan melihat pengertian kata dasar dari peranan sebagaimana telah

disebutkan di atas, maka jika dihubungan dengan peranan Kantor Pendaftaran Fidusia

ada 2 (dua) jenis yaitu :

1. Peranan Pasif

Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat pasif ini ada kaitannya dengan

fungsi kantor pendaftaran yang bersifat administratif, maksudnya adalah bahwa

kantor pendaftaran fidusia hanya menunggu siapa saja yang mau mendaftarkan

jaminan fidusia kepada kantor pendaftaran Jaminan Fidusia, dan karena tidak

aktif mencari siapa yang mau mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor

Pendaftaran Fidusia, walaupun di dalam Pasal 11 Ayat (1) UUJF Jaminan Fidusia

wajib didaftarkan.

2. Peranan Aktif

Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat aktif ini ada kaitannya dengan

fungsi kantor pendaftaran fidusia yang bersifat subtansi, maksudnya adalah

bahwa ketika ada yang mendaftarkan Jaminan fidusianya ke Kantor Pendaftaran

      

8

Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990, hal 243. 


(22)

Fidusia, maka Kantor Pendaftaran Fidusia berhak melakukan pengecekan setiap

permohonan pendaftaran tidak mencantumkan apa yang disebutkan dalam Pasal

13 ayat (2) UUJF seperti data perjanjian pokok yang dijaminkan, uraian fisik

benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang

menjadi objek jaminan fidusia, maka pihak Kantor Pendaftaran Fidusia akan

mengembalikan kepada pemohon untuk diperbaiki kembali dan kalau sudah benar

akan diproses sampai keluar Sertifikat Jaminan Fidusianya.

Dalam pelaksanaan Pendaftaran Fidusia terlibat 2 (dua) pihak yaitu Pemohon

dan Kantor Pendaftaran Fidusia. Pemohon dapat mengajukan pendaftaran jaminan

fidusia jika sudah ada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pada Pasal 12 UUJF menyatakan

bahwa Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut :

1. Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)

UUJF dilakukan pada kantor pendaftaran fidusia;

2. Untuk pertama kali, kantor pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta dengan

wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia;

3. Kantor pendaftaran Fidusia sebagaimana yang dimaksud ayat (2) berada dalam

lingkup tugas Departemen Hukum dan Hak asasi Manusia RI;

4. Ketentuan mengenai pembentukan Kantor pendaftaran Fidusia untuk daerah lain

dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan keputusan Presiden.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (4) UUJF serta keputusan Presiden No. 139 tahun

2000 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia yang menyatakan mengenai

kedudukan Kantor Pendaftaran Fidusia adalah setiap ibukota propinsi di wilayah


(23)

2000). Alas an dibuatnya Keppres No. 139 tahun 2000 adalah melaksanakan Pasal 12

UUJF.

Sehubungan dengan pertanyaan tersebut di atas, maka yang perlu untuk

diteliti sebenarnya adalah Analisis Hukum Terhadap Pendaftaran Jaminan

Fidusia Dalam Pemberian Kredit Perbankan Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan kenyatan tersebut, menimbulkan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah objek yang dapat didaftarkan dalam perjanjian Kredit dengan Jaminan

Fidusia?

2. Bagaimana Hambatan-Hambatan yang terjadi pada proses pendaftaran Jaminan

Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia?

3. Apakah semua perjanjian Jaminan Fidusia yang diikat didaftarkan di Kantor

Pendaftaran Fidusia?

C. Tujuan penelitian

Mengacu pada Permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui objek apa yang dapat didaftarkan dalam perjanjian kredit

dengan jaminan fidusia

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi pada proses pendaftaran

jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran fidusia

3. Untuk mengetahui bentuk perjanjian jaminan fidusia yang diikat dan didaftarakan


(24)

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum

khususnnya di bidang jaminan fidusia dalam hubungannya dengan jasa yang

dikuasai oleh pemerintah.

2. Secara Praktis sebagai sumber pemikiran dan masukan para pihak yang

berkepentingan khususnya masyarakat luas tentang fungsi dan kegunaan UUJF.

E. Keaslian penelitian

Sepanjang yang diketahui dari hasil hasil penelitian yang sudah ada dan yang

sedang dilaksanakan terhadap analisis Hukum terhadap pendaftaran jaminan Fidusia

dalam pemberian Kredit Perbankan Menurut Undang – Undang No. 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia.

Adapun penelitian mengenai jaminan yang sudah dilaksanakan oleh saudara

Juraini Sulaiman, Mahasiswa pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum dengan Nomor

Induk Mahasiswa 047005035, meneliti tentang Analisis Yuridis fungsi dan peranan

Kantor Pendaftaran Fidusia ditinjau dari Undang- undang No.42 Tahun 1999 tentang

jaminan fidusia (Suatu penelitian di kantor wilayah departemen Hukum dan HAM

Sumatera Utara). Penelitian tersebut mempermasahkan dan membahas tentang

bagaimana fungsi dan peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ditinjau dari

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pendaftran Jaminan Fidusia

dan prosedur yang ditempu pihak Kantor Pendaftran Fidusia dalam memberikan


(25)

Dewi, Mahasiswi KeNotarisan dengan Induk Mahasiswa 002111047,

menelitih tentang Pemberian Kredit Bank dengan Jaminan Fidusia telah keluarnya

Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia di Kota Binjai.

Penelitian tersebut mempermasalahkan dan membahas tentang peraturan

perundang-undangan yang mengatur pemberian kredit bank dengan jaminan fidusia sebelum atau

sudah dikeluarkannya Undang-Undang No, 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

serta Pendaftaran Fidusia setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia serta hambatan-hambatan yang terjadi dalam

melakukan pendaftaran jaminan fidusia dan eksekusi terhadap jaminan fidusia setelah

dikelurkannya Undang-Undang No. 42 bTahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan asli, baik disegi materi

dari sifat penelitiannya belum ada yang menelitih sebelumnya. Sehingga dengan

begitu, dapat saya pertanggungjawabkan Kemudian hari.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk gambaran yang sistematis

mengenai masalah yang akan ditelitih. Teori ini masih bersifat sementara yang akan

dibuktikan kebenarannya dengan cara menelitih secara realitas. Kerangka teoritis

lazimnya dipergunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dan juga dapat

dipergunakan dalam penelitian hukum, yaitu pada penelitian hukum sosiologis atau

empiris.9

       9 


(26)

Fungsi teori dalam penelitian dimaksudkan untuk memberikan

arahan/petunjuk dan merambalkan serta menjelaskan gelaja yang diamati untuk dikaji

dengan norma hukum.10Menurut teori konpensional, tujuan hukum adalah untuk

mengwujudkan keadilan (rechtgerehtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit), dan

kepastian hukum (rechtszekerheid).11 Hukum perbankan berkembang sesuai dengan

perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang hukum perbankan.

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud

maupun tidak berwujud dan bangunan/rumah di atas tanah orang lain baik yang

terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan,

yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan penulasan

hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia

terhadap kreditur lainnya.12

Fidusia adalah lembaga yang berasal dari system hukum perdata barat yang

eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan system civil law. Istilah

civil law berasal dari kata latin “jus civilei”, yang diperlakukan kepada masyarakat Romawi. Selain jus civilei terdapat pula hukum yang mengatur warga Romawi

dengan orang asing yang dikenal dengan “jus gentium”.13

       10 Tan 

Kamello,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT Alumni, 

Bandung, 2004, hal 17. 

11 Ahmad Ali, 

Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologi, PT Agung, Jakarta, 

2002, hal 35 

12 Pengertian Jaminan Fidusia di dalam UU Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999 Pasal 1 angka 

2 UU Jaminan Fidusia dapat disimpulkan bahwa objek Jaminan Fidusia meliputi benda bergerak dan  tidak bergerak. 

13 


(27)

Hukum Romawi memuat ketentuan khususnya di bidang hukum perjanjian

pada tingkat awal perkembangannya, dimana tidak terdapat bentuk yuridis yang

memadai untuk memberikan jaminan baik benda bergerak maupun benda tidak

bergerak, karena hak gadai dan hipotik sebagai hak jaminan bentuk lembaga jaminan

pada saat itu sangat dirasakan dalam hubungannya dengan peminjaman uang,

sehingga praktek menggunakan konstruksi hukum yang ada yaitu pemberian jaminan

kebendaan oleh debitur kepada krediturnya dengan pengalihan hak milik secara

kepercayaan.14

Salah satu fungsi bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat, bank

melakukan secara aktif usahanya yakni memberikan kredit kepada pihak nasabah

beditur. Bank memberikan kredit didasarkan kepada prinsip kehati-hatian. Pada

prinsipnya dalam hukum adat tidak terdapat pengaturan secara khusus mengenai

benda.

Pada ahli hukum hanya menjelaskan hukum adat tentang benda antara lain

hukum tanah, hukum transaksi yang berkaitan dengan tanah dan hukum perutangan.

Oleh karena itu dalam penyusunan hukum benda yang dipergunakan adalah prinsip

hukum adat mengenai tanah, yang dikombinasikan dengan hukum benda dalam BW

serta hukum benda dari system hukum anglo saxon. Asas mempertahankan

kepribadian bangsa lewat hukum adat ini diikuti oleh prinsip nasionalitas

sebagaimana tercantum pada Pasal 9, 21, 30, dan 36 UUPA, sebaliknya terhadap

benda bukan tanah belum ada larangannya untuk menerapkan prinsip nasionalitas.

       14 


(28)

Penjaminan atas benda bukan tanah dapat dilakuakn dengan 2 (dua) cara

yaitu :

a. Penggunaan lembaga jaminan fidusia yang dibebankan terhadap benda bukan

tanah sebagai jaminan utang yang penguasaannya tetap berada di tangan debitur;

b. Lembaga gadai yang dibebani terhadap benda bukan tanah yang penguasaannya

diserahkan kepada kreditur;

Adanya pola pembagian benda yang demekian, berarti tidak terdapat tumpang

tindih antara hukum jaminan yang mengatur tentang tanah dan hukum jaminan yang

mengatur tentang bukan tanah. Hal tersebut juga akan menjadi koreksi terhadap

UUJF sehingga dapat mengatasi ketidak jelasan objek jaminan fidusia.

Praktek jaminan fidusia telah lama dkenal sebagai salah satu instrument

jaminan kebendaan bergerak yang bersifat non-possessory, berbeda dengan jaminan

kebendaan yang bersifat possessory seperti gadai, jaminan fidusia memungkinkan

pihak debitur sebagai pemberi jaminan untuk tetap menguasai dan mengambil

manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan tersebut. Pada awalnya benda

yang menjadi objek jaminan fidusia hanya terbatas pada kekayaan benda bergerak

yang berwujud dalam persediaan (inventory).15

Terdapat beberapa ketentuan perundang-undangan yang membahas mengenai

fidusia sebagai suatu instrument jaminan. Meskipun begitu, secara umum tidak ada

panduan teknis mengenai pelaksanaan instrumen fidusia tersebut. Lahirnya jaminan

fidusia merupakan murni didasarkan pada ketentuan Pasal 1320 jo.1338 BW

      

15 Widjaja Gunawan Ahmad Yani, 

Jaminan Fidusia (seri Hukum Bisnis), PT Raja Grafindo 


(29)

mengenai kebebasan berkontrak. Pada Pasal 1 ayat (2) UUJF menyatakan

bahwasanya hak tanggungan tetap berada dalam penguasaan pemberi jaminan fidusia

sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada penerima jaminan fidusia terhadap kreditur lainnya. Dengan

keluarnya UUJF ini, maka dengan melihat ketentuan yang terdapat pada Pasal 17

UUJF menggariskan bahwasanya pembebanan hak jaminan pada benda bergerak

menjadi lebih memiliki kepastian hukum, karena status kreditur dijamin dengan

adanya institusi pendaftaran yang berfungsi untuk mendata pembebanan jaminan

fidusia guna mencegah terjadinya pembebanan ulang jaminan fidusia terhadap barang

yang sama tanpa sepengetahuan penerima jaminan fidusia yang pertama.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwasanya

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.

Kata “kredit” berasal dari bahasa romawi yaitu “credere” yang artinya

“percaya”. Dalam Bahasa Inggris disebut dengan faith atau trust.16 Dengan demikian

kredit menunjukkan hubungan kepercayaan antara pihak yang memberikan kredit

(kreditur) dengan yang menerima kredit (debitur). Sementara pada Pasal 1 ayat 11

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7

Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwasanya kredit adalah penyedian

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

       16 Badarulzaman Mariam Darus, 


(30)

kesepakatan pinjam-pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

meminjam untuk mengembalikan atau melunasi hutang setelah jangka waktu yang

telah ditentukan dengan pemberian bunga. Namun undang-undang tersebut tidak

menemukan lebih lanjut mengenai bagaiman bentuk persetujuan pinjam-meminjam

tersebut. Perbedaan terletak pada bentuk kontra-prestasi yang akan diberikan nasabah

peminjam dana (debitur) kepada bank (investor) atas pemberian kredit atau

pembiayaan. Pada bank konvensional, kontrak prestasinya berupa bunga, sedangkan

bank syariah kontrak prestasinya berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan

persetujuan atau kesepakatan bersama.

KUHPerdata merumuskan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH-Perdata yaitu:

Pasal 1131 KUH-Perdata berbunyi :”Segala kebendaan siberhutang baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada

dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Pasal 1132 KUH-Perdata berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan

bersama-sama bagi semua benda yang menguntungkan padanya, pendapatan penjualan

benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang

masing-masing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk

didahulukan”.

Pasal 8 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan

bahwasanya dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisa yang mendalam atas


(31)

atau mengembalikan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Keberadaan Kantor Fidusia ini berada

dalam lingkup tugas Departemen Hukum Dan HAM (Hak Asasi Manusia), segala

keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada pada

Kantor Pendaftaran Fidusia terdapat pada Pasal 18 UUJF.

Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan penerima fidusia, kuasa

atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang

memuat :

a. Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia;

b. Tanggal, nomor akta Jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang

membuat akta Jaminan fidusia;

c. Data perjanjian pokok yang menjadi objek Jaminan fidusia;

d. Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan fidusia;

e. Nilai penjaminan; dan

f. Nilai benda yang menjadi objek Jaminan fidusia.

Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan fidusia dalam Buku Daftar

Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan

pendaftaran. Sebagai bukti kreditur bahwa ia merupakan pemegang Jaminan fidusia

adalah Sertifikat Jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia pada


(32)

fidusia. Berdasarkan Pasal 17 UUJF menyebutkan bahwasanya pemberi fidusia

dilarang melakukan fidusia ulang terhadap objek jaminannya fidusia yang sudah

terdaftar. Fidusia ulang oleh pemberi Fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak

ketiga tidak dimungkinkan atas benda yang dijadikan objek jaminan fidusia karena

hak kepemiliknnya beralih kepada penerima fidusia.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungi antara teori yang ada dengan kegiatan

observasi dalam penelitian, dan juga antar abstrak dan realitas.17 Konsep diartikan

sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneraliskan dari hal-hal yang

khusus,18 yang disebut dengan operasional. Pentingnya suatu definisi operasional

adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran dari suatu istilah

yang dipakai,selain dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses

penelitian ini.

Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan beberapa

defenisi operasional tersebut yaitu :

      

17 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 

Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal 

34 

18 Sumadi Suryabrata, 


(33)

a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.19

b. Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan atau persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mengwajibkan pihak meminjam untuk mengembalikan atau

melunasi hutang setelah jangka waktu yang telah ditentukan dengan pemberian

bunga.20

c. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai

piutang karena perjanjian atau undang-undang.21

d. Debitur adalah orang atau badan usaha yang memilki hutang kepada bank atau

lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.22

Bahwa setiap bank yang memberikan kredit pada pihak debitur harus adanya

jaminan yang harus dijaminkan kepada pihak bank, dimana antara pihak debitur dan

pihak kreditur telah membuat perjanjian agar pihak bank dapat mengeluarkan kredit

yang dibutuhkan oleh pihak debitur dalam membangun usahanya dan apabila pihak

debitur tidak dapat membayar utangnya pada pihak bank, maka pihak kreditur baik

itu melalui pengadilan atau kantor penfadratan fidusia berhak melelang barang yang

menjadi jaminan utang debitur agar dapat melunasinya.

      

19 Lihat Undang‐Undang RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang‐Undang 

No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 

20 Lihat Pasal 1 Ayat 11 Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.  21 Riduan Tobink dan Bill Nikholaus, 

Kamus Istilah Perbankan, Atalya Rileni Sudeco, Jakarta, 

2003, hal 118 

22 


(34)

Asas jaminan fidusia menurut Tan Kamello berdasarkan UUJF anatar lain : a. Bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan

dari kreditur-kreditur lainnya;

b. Bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia

dalam tangan siapa pun benda tersebut berada (droit de suite atau zaaksgevolg);

c. Benda jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lain tersebut asas

asesoritas;

d. Bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru aka nada

(kontinjen);

e. Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada;

f. Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat

di atas tanah milik orang lain;

g. Bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek di

atas tanah milik orang lain;

h. Bahwa pemberian jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan

hukum atas objek jaminan fidusia;

i. Bahwa jaminan fidusia harus didaftrakan ke kantor pendaftaran fidusia;

j. Bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh

kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun itu diperjanjikan;

k. Bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima

fidusia yang terlebihdahulu mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia dari pada


(35)

l. Bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus

mempunyai itikat baik;

m. Bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi;23

Pendaftaran benda jaminan yang ada di luar Negeri berdasarkan pasal 11

ayat (2) UUJF menyebutkan bahwasannya kewajiban pendaftaran tetap berlaku

sekalipun benda yang dijaminkan benda luar Negeri. Hal ini berarti bahwa

pendaftaran tetap dilakukan di dalam negeri sesuai dengan ketentuan UUJF. Akan

tetapi dari pernyatan tersebut, maka ada kesulitan atau kendala yang bisa timbul jika

benda tersebut tidak dikenal lembaga pendaftaran tersebut. Hal ini juga menjadi

kesulitan, karena dalam penjelasan Pasal 11 UUJF mengatakan bahwa pendaftaran

tersebut harus dilakukan di tempat kedudukan pemberi fidusia.

G.Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Medan pada Kantor Wilayah Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara. Objek penelitian ini adalah

Jaminan Fidusia yang di daftarkan pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara yang berkenaan dengan objek,

Hambatan-Hambatan dan Perjanjian Jamanina Fidusia yang dilakukan di Kantor

Pendaftaran Fidusia yang ditinjau dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia.

2. Jenis dan Sifat Penelitian

       23 Tan Kamello, 

Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT Alumni, 

Bandung, 2004, hal 157‐170   


(36)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode penelitian

normatif yang bersifat kualitatif yaitu metode penelitian yang mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan.24 Dalam penelitian ini

dipergunakan adalah merujuk pada sumber hukum yakni penelitian yang mengacu

norma-norma hukum terdapat dalam perangkat hukum. Tujuan pendaftaran dilakukan

untuk mendapatkan kepastian hukum.

Penelitian ini adalah yang bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian

yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) tentang kondisi atau gejala

yang menjadi objek penelitian. Setelah itu diadakan suatu telaah secara kritis, dalam

arti memberikan penjelasan-penjelasan atas fakta atau gejala tersebut, baik dalam

kerangka sistematisasi, maupun sinkronisasi, dengan berdasarkan pada aspek yuridis.

Dengan demikian akan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum terhadap beberapa pendekatan, dengan pendekatan

tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu

hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Penelitian ini sendiri akan

menggunakan metode pendekatan Normatif atau Undang-Undang. Pendekatan ini

dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang

bersangkutpaut dengan isu hukum yang menjadi objek penelitian ini.

Pendekatan Normatif yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan

yang merupakan isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini yaitu untuk meninjau

      

24 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 

Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Perdasa, 


(37)

begaimana pelaksanaan terhadap objek yang dapat didaftarkan, Hambatan-Hambatan

dan Perjanjian Pendaftaran Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia dan juga untuk

melihat apakah pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Jaminan

Fidusia secara langsung dalam masyarakat sudah sinkron atau sesuai dengan perintah

Undang-Undang atau belum.

4. Sumber Data

Adapun penelitian hukum yang digunakan dalam tesi ini diperoleh dari :

a. Bahan Penelitian Primer yaitu :

1) Peraturan dasar (konvensi) tentang jaminan fidusia, antara lain Undang-undang

No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Undang-undang No.4 Tahun

1996 Tentang Hak Tanggungan, dan Undang-undang No.10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang-undang No.7 Tahun tentang Perbangkan.

2) Peraturan Pemerintah No.86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran

Jaminan Fidusia dan Biaya Perbankan Akta Jaminan Fidusia, Keputusan

Presiden No.139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran

fidusia disetiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia,

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

No. M. OB.PR.07.01 Tahun 2000 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran

Jaminan Fidusia di seluruh Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia, dan Surat Edaran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia No.C-27.0110 Tahun 2004 Tentang Kewanangan Penandatanganan


(38)

b. Bahan Penelitian Skunder

Bahan Penelitian skunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, misalnya karya dikalangan hukum ditambah dengan data yang

diperoleh dari lapangan berupa table tentang objek jaminan fidusia yang didaftarakan,

hasil wawancara dari Narasumber yang berkompeten dibidang jaminan fidusia yang

dilaksanakan pada Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Sumatera Utara.

c. Bahan Penelitian tertier atau bahan hukum penunjukan mencangku :

1. Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan skunder. Contohnya buku-buku, literature, media

elektronik dan lain sebagainya.

2. Bahan-bahan hukum primer, skunder dan tertier (penujang) diluar bidang hukum

yang dipergunakan untuk melengkapi atau penujang data penelitian.

5. Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini adapun tehnik yang digunakan

sebagai berikut:

a. Studi Keperpustakan

Studi Keperpustakan dilakukan dengan menelaah semua literatur pusaka yang

berhubungan dengan topik penelitian baik yang bersifat normatif maupun yang


(39)

b. Studi dokumen yaitu membaca, mempelajari, meneliti literatur,

dokumen-dokumen tertulis serta dokumen-dokumen-dokumen-dokumen lainnya yang relevan dengan kerangka

dasar penelitian;

c. Wawancara yaitu dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang

bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti. Adapun yang akan menjadi responden adalah :

Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatera Utara;

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian hukum kepustakaan (normatif) kegiatan analisis data

sebenarnya telah dimulai sejak sebelum penyusunan kerangka acuan penelitian

sampai pada saat terakhir penulisan laporan penelitian. Supaya laporan penelitian itu

benar-benar memuat hasil pemikiran dan pendapat yang didasarkan informasi yang

selengkap-lengkapnya.25 (interprestasi) hukum yang dikenal, seperti penafsiran

autentik, penafsiran menurut tata bahasa (gramatikal), penafsiran berdasarkan sejarah

perundang-undangan (wethistoris) atau berdasarkan sejarah hukum (rechthistoris),

penafsiran sistematis, penafsiran sosiologi, teleologis, penafsiran fungsional, ataupun

penafsiran futuristik (suatu pemikiran) 26 Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis

bahan-bahan yang telah dikumpulkan tentu saja harus dilakukan menurut cara-cara

analisis atau penafsiran 27. Bertitik tolak dan pemikiran tersebut dalam penelitian mi

       25C.F.G.  Sunaryati  Hartono, 

Penelitian  Hukum Di  Indonesia  Pada Akhir  Abad ke  20

(Bandung : Alumni, 1994) hal 151  

26

Ibid. hlm. 152  


(40)

digunakan penafsiran fungsional (penafsiran bebas) yang tidak mengikat dan

sepenuhnya kepada kalimat dan kata-kata peraturan, melainkan mencoba untuk

memahami maksud yang sebenarnya dan suatu peraturan dengan menggunakan

berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih

memuaskan 28 serta tidak menutup kemungkinan metode penafsiran lain sesuai

dengan kebutuhan. Alasan menggunakan metode penafsiran tersebut didasarkan pada

pertimbangan bahwa tidak dapat disangkal bahwa dalam hukum berkaitan erat

dengan faktor-faktor lain non hukum, oleh karena itu penggunaan metode

interprestasi mi diharapkan dapat langsung mengkait kepada faktor-faktor tersebut.

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian

dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum

dilakukan analisis lebih lanjut penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

dan Evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk

selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan

analisis dan penulisan laporan penelitian.

       28. Satjipto Raharjo, 


(41)

BAB II

OBJEK JAMINAN FIDUSIA

A. Jenis – Jenis Hak Kebendaan yang Dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia

Hukum jaminan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya

sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Meskipun di dalam perjanjian

jaminan perorangan yang diperjanjikan bukan benda tertentu tetapi kesanggupan

pihak ketiga, namun pada hakikatnya tetap akan berkaitan dengan benda juga, yaitu

benda milik pihak ketiga itu.29

Pengaturan hukum benda dalam KUHPerdata terdapat dalam Buku II tentang

Hukum Kebendaan. Sistem yang terdapat dalam buku II ini bersifat tertutup, dalam

arti bahwa orang tidak dapat menciptakan atau mengadakan hak–hak kebendaan yang

baru menyimpang dari apa yang telah ditentukan dalam perundang-undangan.

H.F.A Vollmar menyatakan bahwasanya hak-hak kebendaan baru dan yang

lain daripada yang telah diatur dalam undang-undang tidak diadakan lagi. Itulah

pendapat umum yang diperkuat oleh putusan H.R. dan berdasarkan pertimbangan

bahwa di dalam KUHPerdata tidak terdapat ketentuan-ketentuan umum bagi hak-hak

kebendaan seperti yang terdapat dalam buku ketiga bagi perjanjian dan lagi adalah

tidak sewajarnya, dimana hak kebendaan yang telah diakui oleh undang-undang itu

tunduk pada peraturan – peraturan yang keras, bila orang bebas untuk mengadakan

hak-hak kebendaan baru yang pada dasarnya tidak ada ketentuan umum atau yang

khusus dengan perkataan lain untuk hak-hak kebendaan itu berlaku system tertutup,

       29 


(42)

artinya tidak ada alasan lagi untuk manambah hak-hak kebendaan selain apa yang

telah diatur oleh undang-undang.30

Pembahasan mengenai hukum benda sebagaimana diatur dalam buku II

KUHPerdata hendaknya dengan mengingat berlakunya UUPA yang mulai berlaku

sejak tanggal 24 September 1960. Dengan berlakunya UUPA memberikan pengaruh

perubahan besar terhadap berlakunya buku II KUHPerdata dan juga terhadap

berlakunya Hukum Tanah di Indonesia, akibatnya terdapat pasal-pasal yang masih

barlaku penuh. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi dan pasal-pasal yang masih

berlaku tetapi tidak penuh.31

Pasal 499 KUHPerdata memuat pengertian kebendaan yang secara lengkap

berbunyi bahwasanya menurut paham Undang-undang yang dinamakan kebendaan

ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.

Pendekatan kata pengertian benda secara yuridis ialah segala sesuatu yang dapat

menjadi objek eigendom (hak milik) Pasal 499 KUHPerdata.32 Ini berarti pengertian

benda dalam KUHPerdata tidak hanya terbatas pada barang (goederen, lichamelijke

zakem), tetapi juga mencakup hak (rechten, onlichamelijke zaken).

Dua pengertian tentang banda dalam KUHPerdata memang diakui dan

banyak dibahas oleh para pakar, menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan dalam

KUHPerdata kata zaak dipakai dalam dua arti. Pertama dalam arti barang yang

berwujud, kedua dalam arti bagian daripada harta kekayaan. Selanjutnya dalam arti

       30 

H.F.A. Vollmar, Hukum Benda (Menurut KUHPerdata), disadur oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1990, hal 35. 

31 

Lihat lebih lanjut dalam Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 5. 

32 


(43)

kedua yakni selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu

sebagai barang yang tak berwujud.33

Menurut Riduan Syahrani pengertian zaak (benda) sebagai objek hukum tidak

hanya meliputi “barang yang berwujud” yang dapat ditangkap dengan panca indera,

akan tetapi juga “barang yang tidak berwujud” yakni hak-hak atas barang yang

berwujud.34 Bahkan untuk pasal-pasal tertentu ada pengertian dari zaak yang berbeda

jauh dengan kedua pengertan benda seperti tersebut dalam Pasal 499 KUHPerdata di

atas. Pasal-pasal terebut adalah Pasal 1792 KUHPerdata zaak berarti “perbuatan

hukum”, Pasal 1354 KUHPerdata zaak berarti “kepentingan”, dan Pasal 1263

KUHPerdata zaak berarti “kenyataan hukum”.35

Terlepas dari pengertian zaak dalam KUHPerdata untuk lebih konkritnya kita

dapat melihat pada cara-cara pembedaan benda dalam KUHPerdata. Dalam

KUHPerdata benda dapat dibedakan menjadi :

1. Barang – barang yang bergerak dan barang – barang yang tak bergerak ;

2. Barang – barang yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang yang

tak dapat dipakai habis (onverbruikbaar). Oleh Riduan Syahrani disebut juga

benda yang musnah dan benda yang tetap ada;

       33 

Ibid, hal 14     34 

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung, 1989, hal 116.

  35 

Disarikan dari Sri Soedewi Masjhoen, Op.cit hal 15, lihat juga Riduan Syahrini, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op.cit, hal 32 


(44)

3. Barang – barang yang sudah ada (togenwoordige zaken) dan barang-barang yang

masih akan ada (toekomstigezaken);

4. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti;

5. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi;

6. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan;

7. Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar.36

Dari cara-cara pembedahan benda tersebut diatas, pembedahan yang

terpenting ialah pambedahan antara barang bergerak dan barang tak bergerak,

pembedahan mana terdapat dalam buku II bagian III title I Pasal 506 – 518.37

Pentingnya pembedaan ini terdapat dalam hal penyerahan, pembedahan, benzit dan

kadaluarsa. Dalam BW mengenal pembedaan dalam “roerende” dan “onroernde”

goederen, code civil Perancis dalam “meuble” dan “immeuble” Jerman mengenalnya juga, malahan sebagaimana diketahui peraturan yang terdapat dalam Pasal 1977 ayat

(1) itu dikatakan berasal dari Jerman, dan lain – lain.38 Hal ini menunjukkan bahwa

pada umumnya sistem hukum pasti membedakan benda atas benda bergerak dengan

benda tak bergerak.

Perbedaan semacam ini menurut Subekti adalah sesuatu yang tidak dapat kita

hindarkan. Pembagian tersebut adalah sesuatu yang sesuatu dengan kodrat alam

dimana barang yang dapat dibawa kemana-mana harus tunduk pada peraturan yang

       36 Sri Soedewi Masjchoen, 

Ibid, hal 19, lihat juga Riduan Syahrani, Ibid, hal 117‐123. 

37 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op cit hal 39 bandingkan dengan 

Subekti, Suatu Tentang Sistem Hukum Jaminan Benda (Menurut KUH Perdata), disadur oleh Chidir Ali, 

Tarsito, Bandung, 1990, hal 35 

38 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op cit hal 39 bandingkan dengan 

Subekti, Suatu Tentang Sistem Hukum Jaminan Nasional, seminar Hukum Jaminan diselenggarakan 

oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) berkerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas  Gajah Mada, Binacipta, Yogyakarta, 1978, hal 22 


(45)

berlainan daripada yang berlaku untuk barang yang sepanjang masa tetapi

ditempatnya. Benda dari macam yang pertama mudah dihilangkan, sedangkan benda

dari macam yang kedua tidak mungkin dihilangkan. Oleh karena itu, maka

pembagian dan perbedaan dalam perlakuan terhadap dua macam benda tersebut,

adalah sesuatu yang dimana-mana terjadi secara otomati.39

Sehubungan dengan begitu penting dan utamanya pembedaan benda atas

benda bergerak dan benda tak bergerak, maka perlu melihat hal-hal penting yang

muncul dari pembedaan tersebut. Seperti telah disebutkan di atas, hal penting tersebut

adalah dalam hal bezit, penyerahan, pembebanan dan kadaluarsa.

Pembahasan mengenai bezit, diatur dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata

yang menyatakan bahwasanya terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga,

maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa

yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Dalam hal ini ditentukan bahwa

sepanjang mengenai barang bergerak, maka siapa yang menguasainya (dalam istilah

hukum disebut beztter) dianggap sebagai pemilik-eigenaar-(bezit geldt als volkomen

title). Kata “dianggap” perlu diperhatikan karena anggapan tersebut dapat dibuktikan tidak benar secara sah, dengan perkataan lain, anggapan bahwa bezitter adalah

eigenaar akan dianggap benar sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya.

Dalam hubungan ini adalah terkenal ajaran tentang penghalusan hukum

(rechtsverfijning) dari Paul Scholten yang menambahkan pada ketentuan tersebut dua

persyaratan, yaitu ketentuan tersebut hanya berlaku untuk transaksi perdagangan dan

pihak yang menerima barang itu harus “beritikad baik” dalam arti bahwa ia sama

       39 


(46)

sekali tidak mengetahui bahwa ia berhadapan dengan orang yang senarnya bukan

pemilik.40 Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa dalam tinjauan hukum benda kita

tidak dapat melepaskan diri dari eksistensi dari UUPA. Dalam UUPA dikenal pula

pembagian benda yang berbeda dari pembagian benda menurut KUHPerdata

pembagian benda menurut UUPA berdasarkan atas Hukum Adat sebagaimana

terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria atas bumi, air da ruang angkasa

ialah hukum adat. Hukum adat membedakan antara benda tanah dan benda lain selain

tanah. Pembedaan atas benda tanah sebagai benda utama, karena itu di dalam Hukum

Adat tanah mempunyai kedudukan yang sangat istimewa.41

Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum

benda, terdapat beberapa asas umum yang melandasarinya.

Asas umum dalam KUHPerdata antara lain :

1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan

baru selain yang telah disebut secara limitif dalam undang-undang. Asas ini

dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan;

2. Asas absolut, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun.

Setiap orang harus menghorati hak tersebut;

3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk

menyerahkan bendanya;

4. Asas mengikuti (droit de suite), bahwa hak kebendaan mengikuti bendanya di

tangan siapapun berada;

       40 

Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), h.15. 

41 


(47)

5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan bukti pemilikan;

6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terdapat benda yang dapat

ditentukan;

7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara

totalitas atau secara keseluruhan dan tidak pada bagian – bagian benda;

8. Asas perletakan (ascsi) yaitu asas yang meletakkan benda pelengkap pad benda

pokoknya;

9. Asas besit merupakan title merupakan, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan

terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini dewasa ini hanya dapat berlaku

bagi benda bergerak tidak asas nama ataupun tidak terdaftar.42

Sri Soedewi Masychun Sofwan menyebutkan asas-asas umum itu sebagai berikut :

1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan Hukum Benda merupakan hukum

pemaksa (dwingend recht) jadi tidak dapat disimpangi;

2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat

dipindahtangankan;

3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya

dapat menjadi pemilik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan;

4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek;

5. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitbaarheid), yang berhak tidak dapat

memindahtangankan sebagai wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada

padanya;

       42 


(48)

6. Asas prioritas, semua hak kebendaan member wewenang yang sejenis dengan

wewenang-wewenang dari eigendom meskipun luasnya berbeda;

7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda

milik orang lain, tidak dapat seorang pun untuk kepentingannya memperoleh hak

gadai atas berang miliknya sendiri;

8. Perlakuan ata benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan

mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring;

9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya

harus dengan pendaftaran di dalam register umum;43

10.Sifat Perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.

Hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas sesuatu benda dimana

hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu dan dapat dipertahankan

terhadap siapapun juga.44 Kemutlakan hak tersebut terletak pada kekuasaan langung

yang dapat dipertahankan kepada apapun juga.

KUHPerdata Indonesia ebaga suatu edisi konkordan dari BW Belanda

merupakan bagian sistem hukum yang menganut sistem Eropa Kontinental (civil law

countries) sebagaimana umumnya berlaku pada negara-negara eropa Barat. Di dalam sistem Eropa Kontinental (Civil Law Countries) hak kebendaan yang paling

penting adalah hak milik, sedangkan hak milik ini adalah hak yang absolut. Hak

milik merupakan ciri fundamental dari sistem Eropa Kontinental dan merupakan hak

induk dan sumber kepemilikan mekipun dalam perkembangannya berkurang hanya

       43 

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, h.24. 

44 


(49)

sebagai milik saja. Dalam sistem Eropa Kontinental hak milik sebgai hak kebendaan

yang paling penting, maka menurut pendapat Vollmar hak milik bukanlah yang

terpenting, tetapi hak kebendaan yang paling sempurna. Kesempurnaan ini

ditekankan pada kekuasaan yang sangat luas terhadap suatu benda.45

Hak yang berseberangan dengan hak benda adalah hak perorangan antara

hak kebendaan dan hak-hak perorangan tidak dapat dibedakan secara mutlak, lebih

baik perbedaan itu diletakkan pada banyak atau sedikitnya sifat-sifat kebendaan yang

nampak. Dengan kata lain perkataan dapat dikatakan, bahwa ada hak-hak yang tidak

dapat dimaksudkan ebagai hak kebendaan secara sempurna, tetapi mempunyai akibat

kebendaan atau droit de suit (zaaksggevolg).46

Sifat – sifat kebendaan yang dapat membedakannya dari hak perorangan

adalah sebagai berikut :

1. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, dalam artian dapat dipertahankan

terhadap siapapun;

2. Hak kebendaan mempunyai sifat mengikuti ditangan siapapun benda tersebut

berada (droit de suit);

3. Hak kebendaan mempunyai sifat yang tua mengalahkan yang muda, maksudnya

yang terjadi terlebih dahulu akan dimenangkan terhadap yang terjadi kemudian;

4. Hak kebendaan mempunyai sifat mendahului (droit de preference);

5. Pada hak kebendaan, gugatannya adalah gugat kebendaan;

6. Pemindahan akan hak kebendaan dapat secara penuh dan bebas.

       45 H.F.A Vollmar, Op cit, hal 34  46 


(50)

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa antara hak kebendaan dan hak

perorangan tidak dapat dibedakan secara mutlak, dalam praktek kita jumpai hak-hak

perorangan yang mempunyai sifat kebendaan.47

1. Mempunyai sifat absolute (mutlak) yaitu dapat diperthankan/dilindungi terhadap

setiap gangguan dari pihak ketiga misalnya hak penyewa, mendapatkan

perlindungan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata setelah adanya Arrest 1919;

2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suite) misalnya hak sewa

senantiasa mengikuti bendanya. Perjanjian sewa tidak akan putus dengan

berpindahnya/dijualnya barang yang disewa;

3. Mempunyai sifat prioritas yaitu pada hak perorangan kita jumpai juga adanya hak

yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak yang terjadi kemudian,

misalnya pembeli/penyewa pertama berhadapan dengan pembeli/penyewa kedua.

Dalam kerangka hukum jaminan, jaminan kebendaan dibedakan atas

jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak. Dengan telah dikeluarkannya

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut Undang-Undang

Hak Tanggungan) serta Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia (selanjutnya disebut UUJF), maka di Indonesia saat ini berlaku beberapa

bentuk lembaga jaminan, yaitu :

a. Hak Tanggungan, diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan

b. Hipotik, diatur dalam :

1) KUHP Perdata dan KUH Dagang;

       47  


(51)

2) Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran;

3) PP No.23 Tahun 1985;

4) Stb. 1934-74; dan

5) Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan

c. Gadai, diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata;

d. Fidusia, diatur dalam Undang-Undang No.42 Tentang Jaminan Fidusia untuk

jaminan perorangan (Borgtoch/Personal Guarantee) diatur dalam pasal 1820

sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata.

Mengenai ruang lingkup dan objek jaminan fidusia di atur dalam Pasal 1

angka 2 dan 4, Pasal 2 dan Pasal 3 UUJF. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa UUJF

berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan

jaminan fidusia dan kemudian dipertegas oleh Pasal 3 yang menyatakan UUJF tidak

berlaku terhadap :

1) Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan atas benda-benda

tersebut wajib didaftar ;

2) Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3

atau lebh ;

3) Hipotek atas pesawat terbang dan

4) Gadai.

Objek jaminan fidusia yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 adalah benda


(52)

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, serta dalam Pasal 1

angka 4 disebutkan defenisi benda sebagai segala sesuatu yang dapat dimiliki dan

dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun

yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan atau hipotek.

Beralihnya hak atas piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia, juga akan

mengakibatkan beralihnya jaminan fidusia kepada kreditur baru. Ini merupakan

konsekuensi logis dari sifat accessoris dari jaminan fidusia yang timbul, bearish dan

hapusnya adalah mengikuti perjanjian pokoknya (Pasal 19 UUJF). Demikian pula

dengan benda yang dijamin dengan jaminan fidusia, walaupun benda tersebut

dialihkan dengan cara apapun, maka jamianan fidusia tetap melekat pada benda

tersebut.

Mengenai hapusnya jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 UUJF sebagai

barikut :

Pasal 25

1) Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :

a) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia

b) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau

c) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia

2) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim


(53)

3) Penerima fidusia memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia mengenai

hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan

melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau

musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut.

Bahwa jaminan fidusia berakhir karena hutang yang dijamin dengan fidusia

hapus, adalah suatu konsekuensi logis dari sifat jaminan fidusia sebagai perjanjian

yang bersifat accessories. Karena hapusnya jaminan fidusia terjadi demi hukum,

maka pemberi fidusia tidak perlu berbuat apa-apa, bahkan termasuk seandainya

pemberi fidusia tidak tahu akan hapusnya perikatan pokok tersebut.48

Mengenai eksekusi atas objek dari jaminan fidusia dapat dilakukan dengan

menggunakan sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan ekskutorial,

sehingga tidak perlu melalui proses pengalihan pada umumnya. Eksekusi jaminan

fidusia menurut Pasal 29 Undang – Undang Nomor 42 tentang jaminan fidusia hanya

mengenal dua cara eksekusi (meski perumusannya seakan-akan menganut 3 cara)

yakni :49

Pertama ; melaksanakan titel eksekusi dengan menjual objek jaminan fidusia melalui

lelang atas kekuasaan penerima fidusia sendiri dengan menggunakan parate eksekusi,

kedua menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar kesepakatan

pemberi dan penerima fidusia.

       48 

J. Satrio, Supra Note 73, h.302 

49 

Bachtiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi jaminan fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Volume 11, 2000, h.21


(54)

Objek Jaminan Fidusia adalah berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas tanah

milik orang lain yang tidak dapat di bebani Hak Tanggungan berdasarkan

Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan

Fidusia. Dengan keluarnya UUJF dapat saja Jaminan Fidusia diberikan terhadap

bangunan yang tidak bisa dijaminkan melalui Hak Tanggungan.50

Terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan,

maka dengan keluarnya UUJF dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, tetapi

sampai saat ini belum pernah terjadi hal tersebut di Kantor Pendaftaran Fidusia

selanjutnya disebut dengan KPF ) Kantor Wilayah Departeman Hukum dan Hak

Asasi Manusia Sumatera Utara. Namun ada yang ingin melakukan pembebanan

Jaminan Fidusia .

Dengan objek tersebut, akan tetapi pihak Kantor Pendaftaran Fidusia tidak

melakukan karena adanya keraguan dengan perangkat undang-undang yang

dikeluarkan tersebut apakah dapat melindungi hak-hak pihak kreditor.51

Mengenai benda yang dijadikan objek jaminan fidusia secara rinci Munir

Fuady melihat objek jaminan fidusia secara lebih luas yaitu terdapat dalam ketentuan

dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 UUJF, yaitu sebagai berikut :52

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;

2. Dapat atas benda berwujud;

3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;

       50 

Tan Kamello, op. cit, hal 229 

51 

Wawancara dengan Juraini Sulaiman Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil DepKumHAM Sumatera Utara, tanggal 14 September 2009 

52 


(1)

Sementara itu, dalam hal mengenal pelayanan prima, maka pelayanan prima tersebut juga mempunyai beberapa prinsip yang mesti dijalankan antara lain : mengutamakan pelanggan, sistem yang efektif, melayani dengan hati nurani, perbaikan yang berkelanjutan, dan memberdayakan pelanggan.

3. Perjanjian ini dapat diikat di Kantor Pendaftaran Fidusia setelah adanya permohonan yang dibuat oleh pihak bank yang bersengketa, tetapi yang terjadi biasanya yang mendaftar di Kontor Pendaftaran Fidusia itu tidak langsung pihak bank tetapi pihak bank memintak salah satu Notaris yang mempunyai kerjasama dengan bank untuk mendaftarkan perjanjian tersebut agar mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila terjadi sengketa atau pihak kreditor ingkar janji (wanprestasi). maka pihak Kantor Pendaftaran Fidusia bisa langsung Eksekusi Jaminan Fidusia.

Pasal 15 UUJF menyatakan bahwa dalam sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.


(2)

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Dengan adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka pihak kreditor yang mempunyai masalah dalam pengambilan kredit di bank dapat menyelesaikan melalui Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yang ada di Sumatera Utara. Sehingga pihak debitur tidak bisa membohongi semua kredit yang bermasalah atau masyarakat awam yang tidak tahu ada hukum yang mengatur tentang permasalahan yang dihadapinya.

2. Kepada semua pihak baik itu pengusaha maupun pemberi modal dalam proses pemberian kredit, hendaknya melihat usaha apa yang akan dilaksanakannya sebagai bagian dunia usaha yang perlu diberdayakan, sehingga proses pemberian kredit tidak terlalu memberatkan terhadap penerima usaha dengan tetapi tidak meninggalkan prinsip kehati-hatian untuk mengambil suatu kredit melalui pihak perbankan.

3. Hendaknya lembaga pembiayaan perbankan maupun lembaga non perbankan dapat memberikan akses kredit kepada usaha kecil dengan persyaratan yang lunak.


(3)

DAFTARA PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001

Badrulzaman, Mariam Darus, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam Hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998.

---, Aneka Hukum Bisnis, Penerbitan Alumni, Bandung, 1994

---, Mengatur Jaminan Fidusia dengan Undang-Undang dan Penerapan Sistem Pendaftaran, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 10

Bachtiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Volume 11, 2000

Budi Untung. H, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta : Andi, 2000

Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, Bandung, Adtya Bakti, 2000

Gandraprawira D, Pengaturan Hukum Tentang Gadai (Pand), Seminar Hukum Jaminan BPHN, Yogyakarta : Binacipta, 1978

Hasan, Djuhaenda, Perjanjian Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Proyek Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998


(4)

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008 cetakan ke-IV

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995

Kartasapoetra. G dan R. G. Kartasapoetra, Pembahasan Hukum Benda Hipotek, Hipotrk dan Hukum Waris, Bumi Angkasa, Jakarta, 1990, hal 1-3

Kamello Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang didambakan, PT Alumni, Bandung, 2004

Kartono, Hak-Hak Jaminan Kredit, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta, 1997

Prasodjo L Ratnawati, Undang Tentang Jaminan Fidusia, Diskusi Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Pendaftarannya, Hotel Regent, 23 September 1999, hal 30

Salim HS, H, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004

Satrio J, Hukum Jaminan Hak Kebendaan Fidusia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2002

---, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian-Buku I, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1995


(5)

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung : Mandar Madju, 2000)

Soewarso, Indrawati, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 2002

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia Di Dalam Praktek Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Fakultas Hukum Gajah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta, 1997

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandun, PT Citra Aditya Bakti, 1995

---, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Alumni, 1982

Syahrani Riduan, Seluk-Beluk Asas-Asas Hukum Perdata, PT Alumni Bandung, 1989

Sjahdeini Remy Sutan, Hak Jaminan dan Kepailitan, Jurnal Hukum Bisnis Volume I, Jakarta : Yayasan Pengembangan Bisnis, 2000

Usman Rachmadi, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pusaka Utama, 2001

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta, PT Raja Grafindo Perdasa, 2001

---,Jaminan Fidusia, Jakarta Raja Grafindo Perdasa, 2001


(6)

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Republik Indonesia, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 jo Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia

Republik Indonesia, Keputusan Presiden No. 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia disetiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M. OB. PR.07.01 Tahun 2000 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia diseluruh Kantor Departemen

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2009 Tentang Biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).


Dokumen yang terkait

Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Fidusia Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

0 26 5

Analisa Hukum Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia)

4 24 95

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pdt./2014/PT.TK).

0 3 16

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pdt./2014/PT.TK).

0 2 12

ASPEK HUKUM PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN MOBIL PERSPESKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN Aspek Hukum Pendaftaran Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Mobil Perspesktif Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jamina

0 2 12

Jaminan Fidusia Atas Pesawat Terbang Dalam Perjanjian Kredit Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR DENGAN JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 0 88

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR DENGAN JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 1 88

Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 111

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR DENGAN JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI

0 0 62