Jenis – Jenis Hak Kebendaan yang Dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia

BAB II OBJEK JAMINAN FIDUSIA

A. Jenis – Jenis Hak Kebendaan yang Dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia

Hukum jaminan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Meskipun di dalam perjanjian jaminan perorangan yang diperjanjikan bukan benda tertentu tetapi kesanggupan pihak ketiga, namun pada hakikatnya tetap akan berkaitan dengan benda juga, yaitu benda milik pihak ketiga itu. 29 Pengaturan hukum benda dalam KUHPerdata terdapat dalam Buku II tentang Hukum Kebendaan. Sistem yang terdapat dalam buku II ini bersifat tertutup, dalam arti bahwa orang tidak dapat menciptakan atau mengadakan hak–hak kebendaan yang baru menyimpang dari apa yang telah ditentukan dalam perundang-undangan. H.F.A Vollmar menyatakan bahwasanya hak-hak kebendaan baru dan yang lain daripada yang telah diatur dalam undang-undang tidak diadakan lagi. Itulah pendapat umum yang diperkuat oleh putusan H.R. dan berdasarkan pertimbangan bahwa di dalam KUHPerdata tidak terdapat ketentuan-ketentuan umum bagi hak-hak kebendaan seperti yang terdapat dalam buku ketiga bagi perjanjian dan lagi adalah tidak sewajarnya, dimana hak kebendaan yang telah diakui oleh undang-undang itu tunduk pada peraturan – peraturan yang keras, bila orang bebas untuk mengadakan hak-hak kebendaan baru yang pada dasarnya tidak ada ketentuan umum atau yang khusus dengan perkataan lain untuk hak-hak kebendaan itu berlaku system tertutup, 29 Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal 58. Universitas Sumatera Utara artinya tidak ada alasan lagi untuk manambah hak-hak kebendaan selain apa yang telah diatur oleh undang-undang. 30 Pembahasan mengenai hukum benda sebagaimana diatur dalam buku II KUHPerdata hendaknya dengan mengingat berlakunya UUPA yang mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960. Dengan berlakunya UUPA memberikan pengaruh perubahan besar terhadap berlakunya buku II KUHPerdata dan juga terhadap berlakunya Hukum Tanah di Indonesia, akibatnya terdapat pasal-pasal yang masih barlaku penuh. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi dan pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh. 31 Pasal 499 KUHPerdata memuat pengertian kebendaan yang secara lengkap berbunyi bahwasanya menurut paham Undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Pendekatan kata pengertian benda secara yuridis ialah segala sesuatu yang dapat menjadi objek eigendom hak milik Pasal 499 KUHPerdata. 32 Ini berarti pengertian benda dalam KUHPerdata tidak hanya terbatas pada barang goederen, lichamelijke zakem, tetapi juga mencakup hak rechten, onlichamelijke zaken. Dua pengertian tentang banda dalam KUHPerdata memang diakui dan banyak dibahas oleh para pakar, menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan dalam KUHPerdata kata zaak dipakai dalam dua arti. Pertama dalam arti barang yang berwujud, kedua dalam arti bagian daripada harta kekayaan. Selanjutnya dalam arti 30 H.F.A. Vollmar, Hukum Benda Menurut KUHPerdata, disadur oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1990, hal 35. 31 Lihat lebih lanjut dalam Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 5. 32 Ibid, hal 13 Universitas Sumatera Utara kedua yakni selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu sebagai barang yang tak berwujud. 33 Menurut Riduan Syahrani pengertian zaak benda sebagai objek hukum tidak hanya meliputi “barang yang berwujud” yang dapat ditangkap dengan panca indera, akan tetapi juga “barang yang tidak berwujud” yakni hak-hak atas barang yang berwujud. 34 Bahkan untuk pasal-pasal tertentu ada pengertian dari zaak yang berbeda jauh dengan kedua pengertan benda seperti tersebut dalam Pasal 499 KUHPerdata di atas. Pasal-pasal terebut adalah Pasal 1792 KUHPerdata zaak berarti “perbuatan hukum”, Pasal 1354 KUHPerdata zaak berarti “kepentingan”, dan Pasal 1263 KUHPerdata zaak berarti “kenyataan hukum”. 35 Terlepas dari pengertian zaak dalam KUHPerdata untuk lebih konkritnya kita dapat melihat pada cara-cara pembedaan benda dalam KUHPerdata. Dalam KUHPerdata benda dapat dibedakan menjadi : 1. Barang – barang yang bergerak dan barang – barang yang tak bergerak ; 2. Barang – barang yang dapat dipakai habis verbruikbaar dan barang-barang yang tak dapat dipakai habis onverbruikbaar. Oleh Riduan Syahrani disebut juga benda yang musnah dan benda yang tetap ada; 33 Ibid, hal 14 34 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung, 1989, hal 116. 35 Disarikan dari Sri Soedewi Masjhoen, Op.cit hal 15, lihat juga Riduan Syahrini, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op.cit, hal 32 Universitas Sumatera Utara 3. Barang – barang yang sudah ada togenwoordige zaken dan barang-barang yang masih akan ada toekomstigezaken; 4. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti; 5. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi; 6. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan; 7. Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar. 36 Dari cara-cara pembedahan benda tersebut diatas, pembedahan yang terpenting ialah pambedahan antara barang bergerak dan barang tak bergerak, pembedahan mana terdapat dalam buku II bagian III title I Pasal 506 – 518. 37 Pentingnya pembedaan ini terdapat dalam hal penyerahan, pembedahan, benzit dan kadaluarsa. Dalam BW mengenal pembedaan dalam “roerende” dan “onroernde” goederen, code civil Perancis dalam “meuble” dan “immeuble” Jerman mengenalnya juga, malahan sebagaimana diketahui peraturan yang terdapat dalam Pasal 1977 ayat 1 itu dikatakan berasal dari Jerman, dan lain – lain. 38 Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya sistem hukum pasti membedakan benda atas benda bergerak dengan benda tak bergerak. Perbedaan semacam ini menurut Subekti adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindarkan. Pembagian tersebut adalah sesuatu yang sesuatu dengan kodrat alam dimana barang yang dapat dibawa kemana-mana harus tunduk pada peraturan yang 36 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, hal 19, lihat juga Riduan Syahrani, Ibid, hal 117‐123. 37 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op cit hal 39 bandingkan dengan Subekti, Suatu Tentang Sistem Hukum Jaminan Benda Menurut KUH Perdata, disadur oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1990, hal 35 38 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op cit hal 39 bandingkan dengan Subekti, Suatu Tentang Sistem Hukum Jaminan Nasional, seminar Hukum Jaminan diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN berkerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Binacipta, Yogyakarta, 1978, hal 22 Universitas Sumatera Utara berlainan daripada yang berlaku untuk barang yang sepanjang masa tetapi ditempatnya. Benda dari macam yang pertama mudah dihilangkan, sedangkan benda dari macam yang kedua tidak mungkin dihilangkan. Oleh karena itu, maka pembagian dan perbedaan dalam perlakuan terhadap dua macam benda tersebut, adalah sesuatu yang dimana-mana terjadi secara otomati. 39 Sehubungan dengan begitu penting dan utamanya pembedaan benda atas benda bergerak dan benda tak bergerak, maka perlu melihat hal-hal penting yang muncul dari pembedaan tersebut. Seperti telah disebutkan di atas, hal penting tersebut adalah dalam hal bezit, penyerahan, pembebanan dan kadaluarsa. Pembahasan mengenai bezit, diatur dalam Pasal 1977 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwasanya terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Dalam hal ini ditentukan bahwa sepanjang mengenai barang bergerak, maka siapa yang menguasainya dalam istilah hukum disebut beztter dianggap sebagai pemilik-eigenaar-bezit geldt als volkomen title. Kata “dianggap” perlu diperhatikan karena anggapan tersebut dapat dibuktikan tidak benar secara sah, dengan perkataan lain, anggapan bahwa bezitter adalah eigenaar akan dianggap benar sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam hubungan ini adalah terkenal ajaran tentang penghalusan hukum rechtsverfijning dari Paul Scholten yang menambahkan pada ketentuan tersebut dua persyaratan, yaitu ketentuan tersebut hanya berlaku untuk transaksi perdagangan dan pihak yang menerima barang itu harus “beritikad baik” dalam arti bahwa ia sama 39 Subekti, Loc.cit Universitas Sumatera Utara sekali tidak mengetahui bahwa ia berhadapan dengan orang yang senarnya bukan pemilik. 40 Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa dalam tinjauan hukum benda kita tidak dapat melepaskan diri dari eksistensi dari UUPA. Dalam UUPA dikenal pula pembagian benda yang berbeda dari pembagian benda menurut KUHPerdata pembagian benda menurut UUPA berdasarkan atas Hukum Adat sebagaimana terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria atas bumi, air da ruang angkasa ialah hukum adat. Hukum adat membedakan antara benda tanah dan benda lain selain tanah. Pembedaan atas benda tanah sebagai benda utama, karena itu di dalam Hukum Adat tanah mempunyai kedudukan yang sangat istimewa. 41 Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum benda, terdapat beberapa asas umum yang melandasarinya. Asas umum dalam KUHPerdata antara lain : 1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan baru selain yang telah disebut secara limitif dalam undang-undang. Asas ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan; 2. Asas absolut, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Setiap orang harus menghorati hak tersebut; 3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk menyerahkan bendanya; 4. Asas mengikuti droit de suite, bahwa hak kebendaan mengikuti bendanya di tangan siapapun berada; 40 Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, h.15. 41 Djuhandah Hasan, Op.cit. h.102 Universitas Sumatera Utara 5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan bukti pemilikan; 6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terdapat benda yang dapat ditentukan; 7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara totalitas atau secara keseluruhan dan tidak pada bagian – bagian benda; 8. Asas perletakan ascsi yaitu asas yang meletakkan benda pelengkap pad benda pokoknya; 9. Asas besit merupakan title merupakan, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini dewasa ini hanya dapat berlaku bagi benda bergerak tidak asas nama ataupun tidak terdaftar. 42 Sri Soedewi Masychun Sofwan menyebutkan asas-asas umum itu sebagai berikut : 1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan Hukum Benda merupakan hukum pemaksa dwingend recht jadi tidak dapat disimpangi; 2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat dipindahtangankan; 3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya dapat menjadi pemilik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan; 4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek; 5. Asas tidak dapat dipisahkan onsplitbaarheid, yang berhak tidak dapat memindahtangankan sebagai wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya; 42 Ibid, hal.62. Universitas Sumatera Utara 6. Asas prioritas, semua hak kebendaan member wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari eigendom meskipun luasnya berbeda; 7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda milik orang lain, tidak dapat seorang pun untuk kepentingannya memperoleh hak gadai atas berang miliknya sendiri; 8. Perlakuan ata benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring; 9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya harus dengan pendaftaran di dalam register umum; 43 10. Sifat Perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan. Hak kebendaan zakelijkrecht ialah hak mutlak atas sesuatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. 44 Kemutlakan hak tersebut terletak pada kekuasaan langung yang dapat dipertahankan kepada apapun juga. KUHPerdata Indonesia ebaga suatu edisi konkordan dari BW Belanda merupakan bagian sistem hukum yang menganut sistem Eropa Kontinental civil law countries sebagaimana umumnya berlaku pada negara-negara eropa Barat. Di dalam sistem Eropa Kontinental Civil Law Countries hak kebendaan yang paling penting adalah hak milik, sedangkan hak milik ini adalah hak yang absolut. Hak milik merupakan ciri fundamental dari sistem Eropa Kontinental dan merupakan hak induk dan sumber kepemilikan mekipun dalam perkembangannya berkurang hanya 43 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, h.24. 44 Djuhaendah Hasan, Op.cit, h.53. Universitas Sumatera Utara sebagai milik saja. Dalam sistem Eropa Kontinental hak milik sebgai hak kebendaan yang paling penting, maka menurut pendapat Vollmar hak milik bukanlah yang terpenting, tetapi hak kebendaan yang paling sempurna. Kesempurnaan ini ditekankan pada kekuasaan yang sangat luas terhadap suatu benda. 45 Hak yang berseberangan dengan hak benda adalah hak perorangan antara hak kebendaan dan hak-hak perorangan tidak dapat dibedakan secara mutlak, lebih baik perbedaan itu diletakkan pada banyak atau sedikitnya sifat-sifat kebendaan yang nampak. Dengan kata lain perkataan dapat dikatakan, bahwa ada hak-hak yang tidak dapat dimaksudkan ebagai hak kebendaan secara sempurna, tetapi mempunyai akibat kebendaan atau droit de suit zaaksggevolg. 46 Sifat – sifat kebendaan yang dapat membedakannya dari hak perorangan adalah sebagai berikut : 1. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, dalam artian dapat dipertahankan terhadap siapapun; 2. Hak kebendaan mempunyai sifat mengikuti ditangan siapapun benda tersebut berada droit de suit; 3. Hak kebendaan mempunyai sifat yang tua mengalahkan yang muda, maksudnya yang terjadi terlebih dahulu akan dimenangkan terhadap yang terjadi kemudian; 4. Hak kebendaan mempunyai sifat mendahului droit de preference; 5. Pada hak kebendaan, gugatannya adalah gugat kebendaan; 6. Pemindahan akan hak kebendaan dapat secara penuh dan bebas. 45 H.F.A Vollmar, Op cit, hal 34 46 Ibid, lihat juga Sri Soedewi Masjchien Sofwan, Op.cit, h.27. Universitas Sumatera Utara Seperti telah disebutkan di atas, bahwa antara hak kebendaan dan hak perorangan tidak dapat dibedakan secara mutlak, dalam praktek kita jumpai hak-hak perorangan yang mempunyai sifat kebendaan. 47 1. Mempunyai sifat absolute mutlak yaitu dapat diperthankandilindungi terhadap setiap gangguan dari pihak ketiga misalnya hak penyewa, mendapatkan perlindungan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata setelah adanya Arrest 1919; 2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya droit de suite misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya. Perjanjian sewa tidak akan putus dengan berpindahnyadijualnya barang yang disewa; 3. Mempunyai sifat prioritas yaitu pada hak perorangan kita jumpai juga adanya hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak yang terjadi kemudian, misalnya pembelipenyewa pertama berhadapan dengan pembelipenyewa kedua. Dalam kerangka hukum jaminan, jaminan kebendaan dibedakan atas jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak. Dengan telah dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Tanggungan serta Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia selanjutnya disebut UUJF, maka di Indonesia saat ini berlaku beberapa bentuk lembaga jaminan, yaitu : a. Hak Tanggungan, diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan b. Hipotik, diatur dalam : 1 KUHP Perdata dan KUH Dagang; 47 Sri Soedewi Masjchien Sofwan, Op.cit, h.28 Universitas Sumatera Utara 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran; 3 PP No.23 Tahun 1985; 4 Stb. 1934-74; dan 5 Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan c. Gadai, diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata; d. Fidusia, diatur dalam Undang-Undang No.42 Tentang Jaminan Fidusia untuk jaminan perorangan BorgtochPersonal Guarantee diatur dalam pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Mengenai ruang lingkup dan objek jaminan fidusia di atur dalam Pasal 1 angka 2 dan 4, Pasal 2 dan Pasal 3 UUJF. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa UUJF berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia dan kemudian dipertegas oleh Pasal 3 yang menyatakan UUJF tidak berlaku terhadap : 1 Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan atas benda-benda tersebut wajib didaftar ; 2 Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 dua puluh M3 atau lebh ; 3 Hipotek atas pesawat terbang dan 4 Gadai. Objek jaminan fidusia yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak Universitas Sumatera Utara khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, serta dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan defenisi benda sebagai segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Beralihnya hak atas piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia, juga akan mengakibatkan beralihnya jaminan fidusia kepada kreditur baru. Ini merupakan konsekuensi logis dari sifat accessoris dari jaminan fidusia yang timbul, bearish dan hapusnya adalah mengikuti perjanjian pokoknya Pasal 19 UUJF. Demikian pula dengan benda yang dijamin dengan jaminan fidusia, walaupun benda tersebut dialihkan dengan cara apapun, maka jamianan fidusia tetap melekat pada benda tersebut. Mengenai hapusnya jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 UUJF sebagai barikut : Pasal 25 1 Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut : a Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia b Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau c Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia 2 Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 10 huruf b Universitas Sumatera Utara 3 Penerima fidusia memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Bahwa jaminan fidusia berakhir karena hutang yang dijamin dengan fidusia hapus, adalah suatu konsekuensi logis dari sifat jaminan fidusia sebagai perjanjian yang bersifat accessories. Karena hapusnya jaminan fidusia terjadi demi hukum, maka pemberi fidusia tidak perlu berbuat apa-apa, bahkan termasuk seandainya pemberi fidusia tidak tahu akan hapusnya perikatan pokok tersebut. 48 Mengenai eksekusi atas objek dari jaminan fidusia dapat dilakukan dengan menggunakan sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan ekskutorial, sehingga tidak perlu melalui proses pengalihan pada umumnya. Eksekusi jaminan fidusia menurut Pasal 29 Undang – Undang Nomor 42 tentang jaminan fidusia hanya mengenal dua cara eksekusi meski perumusannya seakan-akan menganut 3 cara yakni : 49 Pertama ; melaksanakan titel eksekusi dengan menjual objek jaminan fidusia melalui lelang atas kekuasaan penerima fidusia sendiri dengan menggunakan parate eksekusi, kedua menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. 48 J. Satrio, Supra Note 73, h.302 49 Bachtiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi jaminan fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Volume 11, 2000, h.21 Universitas Sumatera Utara Objek Jaminan Fidusia adalah berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat di bebani Hak Tanggungan berdasarkan Undang- Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia. Dengan keluarnya UUJF dapat saja Jaminan Fidusia diberikan terhadap bangunan yang tidak bisa dijaminkan melalui Hak Tanggungan. 50 Terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, maka dengan keluarnya UUJF dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, tetapi sampai saat ini belum pernah terjadi hal tersebut di Kantor Pendaftaran Fidusia selanjutnya disebut dengan KPF Kantor Wilayah Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara. Namun ada yang ingin melakukan pembebanan Jaminan Fidusia . Dengan objek tersebut, akan tetapi pihak Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan karena adanya keraguan dengan perangkat undang-undang yang dikeluarkan tersebut apakah dapat melindungi hak-hak pihak kreditor. 51 Mengenai benda yang dijadikan objek jaminan fidusia secara rinci Munir Fuady melihat objek jaminan fidusia secara lebih luas yaitu terdapat dalam ketentuan dalam Pasal 1 ayat 4, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 UUJF, yaitu sebagai berikut : 52 1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum; 2. Dapat atas benda berwujud; 3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang; 50 Tan Kamello, op. cit, hal 229 51 Wawancara dengan Juraini Sulaiman Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil DepKumHAM Sumatera Utara, tanggal 14 September 2009 52 Munir Fuady, Op.cit, h. 22-23. Universitas Sumatera Utara 4. Benda bergerak; 5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan; 6. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik; 7. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri; 8. Dapat atas satu satuan atau jenis benda; 9. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda; 10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia; 11. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia; 12. Benda persediaan inventory, stock perdagangan dapat juga menjadi objek jaminan fidusia. Dengan kata lain, objek Jaminan Fidusia itu berupa : 1 Benda bergerak yang berwujud; 2 Benda bergerak yang tidak berwujud; 3 Benda bergerak yang tidak terdaftar; 4 Benda bergerak yang tidak terdaftar; 5 Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan; 6 Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek; 7 Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan Universitas Sumatera Utara Sementara itu, Sutarto juga mengatakan, bahwa yang dapat menjadi objek Jaminan Fidusia yaitu : 1. Benda bergerak berwujud, contohnya : a. Kendaraan bermotor seperti mobil, bus, truk, sepeda motor dan lain – lain. b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanahbangunan pabrik. c. Alat-alat investasi kantor. d. Perhiasan. e. Persediaan barang atau inventory, stock barang, dagangan dengan daftar mutasi barang. f. Kapal laut berukuran dibawah 20 m 3 . g. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televise, lemari es, mesin jahit. h. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin penyedot air dan lain-lain. 2. Barang bergerak tidak terwujud, contohnya : a. Wesel. b. Sertifikat deposito. c. Saham. d. Obligasi. e. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang diperoleh kemudian. 3. Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan baik benda bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. 4. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan. 5. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara UU No. 16 Tahun 1985 dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang lain sesuai Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. 6. Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh Kemudian hari.

B. Objek Jaminan Fidusia

Dokumen yang terkait

Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Fidusia Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

0 26 5

Analisa Hukum Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia)

4 24 95

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pdt./2014/PT.TK).

0 3 16

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pdt./2014/PT.TK).

0 2 12

ASPEK HUKUM PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN MOBIL PERSPESKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN Aspek Hukum Pendaftaran Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Mobil Perspesktif Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jamina

0 2 12

Jaminan Fidusia Atas Pesawat Terbang Dalam Perjanjian Kredit Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR DENGAN JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 0 88

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR DENGAN JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 1 88

Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 111

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR DENGAN JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI

0 0 62