Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir

(1)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP

BELANJA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Oleh

HENRI EDISON H. PANGGABEAN

077017085/Akt

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP

BELANJA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENRI EDISON H. PANGGABEAN

077017085/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Nama Mahasiswa : Henri Edison H. Panggabean Nomor Pokok : 077017085

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Agusni Pasaribu, MBA, Ak) (Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,

MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 04 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Agusni Pasaribu, MBA, Ak Anggota : 1. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Fahmi Natigor, SE, M.Ec, Ac

4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :

“PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA

DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 04 Mei 2009 Yang membuat pernyataan


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir.

Populasi penelitian ini adalah APBD Pemerintahan Kabupaten Toba samosir, dengan menggunakan data runtun waktu (time Series) selama 8 tahun yaitu tahun 2000-2007. Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Toba Samosir tentang Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah dalam bentuk laporan triwulan selama delapan tahun yaitu tahun 2000-2007 terdiri dari 32 triwulan. Laporan keuangan selama 32 triwulan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dan pengolahan data menggunakan teknik analisis Regresi Berganda.

Hasil penelitian membuktikan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah secara Parsial maupun secara Simultan yang dinyatakan dalam Koefisien Determinasi (R2) sebesar 78,5%, yang artinya Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Pajak Daerah, Retribusi Derah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebesar 78,5% sedangkan sisanya 21,5% dipengaruhi oleh variabel lain. Kata kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(7)

ABSTRACT

The goal of research is to know the effect Original Local Revenue to Local Budget of Toba Samosir District.

The population of research is APBD of Toba Samosir District, by using time series data during 8 years, namely 2000-2007. The object of observation is result of financial report of Toba Samosir district about the Local Revenue and Local Budget in quartal reports for eight years, 2000-2007, consisting of 32 quartals. The financial report for 32 quartals has been made as sampel of the research. Data collected was secondary data and processing of data using Regression Linier Analysis.

The result indicated that Local Tax, Local Retribution, and Others Legal Local Revenue has positive effect and sigificantly on Local Budget partially or simultaneously expressed in Coefficient of Determination (R2) as 78,5 %, it means Local Budget can be explained by Local Tax, Local Retribution, and Others Legal Local Revenue for 78,5 %, and remaining 21,5 % is effected by another variables Keyword : Local Tax, Local Retribution, and Others Legal Local Reveue.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir”. Adapun penulisan tesis ini merupakan tugas akhir untuk mencapai derajat Strata Dua (S2) pada Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mengalami kesulitan-kesulitan namun dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan

melalui Program Beasiswa Unggulan selama tiga semester berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun 2009.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc. Yang senantiasa memantau perkembangan mahasiswa Sekolah Pascasarjana serta meningkatkan layanan pendidikan

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA. Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang yang juga selaku dosen penguji yang telah memberi saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Bapak Dr. Agusni Pasaribu, MBA. Ak, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainnya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dra. Sri Mulyani, M.Si Ak, selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainnya penulisan tesis ini.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(9)

6. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si. Ak, Bapak Dr. Fahmi Natigor, M.Si. Ak, selaku dosen penguji yang telah memberi saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Pengelola, Dosen Pengajar dan Staf Sekretariat Magister Ilmu Akuntansi, yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Bapak Bupati Toba Samosir, yang telah memberikan izin untuk mengikuti pendidikan S-2 pada Program Studi Magister Ilmu Akuntansi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda M. Panggabean, Ibunda R. Simanjuntak dan adik-adik saya yang senantiasa membawakan penulis dalam Doa untuk keberhasilan dan kesuksesan saya.

10.Seluruh keluarga dan sahabat-sahabat saya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan studi saya.

11.Seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Akuntansi konsentrasi Akuntansi Pemerintahan Angkatan I, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan hingga menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati dan menyertai kita semua. Penulis menyadari tesis ini memiliki banyak kekurangan karena kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini, dan kiranya tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, 04 Mei 2009 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Henri Edison H. Panggabean Tempat/Tanggal Lahir : Aek Imbo/20 Juli 1980 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Bendungan I No 79A Kel. Bangun Mulia Medan

Status : Belum menikah

Nama Ayah : Marsaidi Panggabean Nama Ibu : Redinse Simanjuntak

Pendidikan

2007-2009 : S-2 Program Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

1998-2003 : S-1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan 1995-1998 : SMA Negeri-5 Medan

1992-1995 : SMP Negeri Patumbak

1986-1992 : SD Inpres No.175758 Hutagurgur Kec. Sipahutar

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Originalitas Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Landasan Teori ... 6

2.1.1 Kebijakan Otonomi Daerah... 6

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)... 7

2.1.3 Kemampuan Keuangan Daerah... 13

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah... 17

2.1.5 Dana Perimbangan... 24

2.1.6 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah... 31

2.1.7 Belanja Daerah... 32


(12)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 37

3.1 Kerangka Konseptual... 37

3.2 Hipotesis Penelitian ... 38

BAB IV METODE PENELITIAN... 39

4.1 Jenis Penelitian ………... 39

4.2 Lokasi Penelitian ... 39

4.3 Populasi dan Sampel... 39

4.4 Metode Pengumpulan Data... 40

4.5 Variabel Penelitian ... 40

4.6 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 41

4.7 Model dan Teknik Analisis Data... 42

4.7.1 Perumusan Model... 42

4.7.2 Pengujian Normalitas Data... 43

4.7.3 Pengujian Asumsi Klasik... 44

4.7.3.1 Uji heterokedastisitas... . 44

4.7.3.2 Uji autokorelasi... 45

4.7.2.3 Uji multikolinieritas... 45

4.7.4 Pengujian Hipotesis... 45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 47

5.1 Hasil Penelitian... 47

5.1.1 Deskripsi Data... 47

5.1.2 Pengujian Normalitas Data... 48

5.1.3 Pengujian Asumsi Klasik... 49

5.1.3.1 Pengujian heterokedastisitas... 49

5.1.3.2 Pengujian autokorelasi... 50

5.1.3.3 Pengujian multikolinieritas... 51

5.1.4 Pengujian Hipotesis... 51

5.2 Pembahasan Penelitian... 54

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(13)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 57

6.1 Kesimpulan... 57

6.2 Keterbatasan Penelitian... 57

6.3 Saran... 58


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1 Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Toba Samosir

T.A. 2002 s/d TA.2006 ... 3

2.1 Review Peneliti Terdahulu... 36

4.1 Definisi Operasional Variabel... 42

5.1 Deskripsi Data... 48

5.2 Uji Normalitas... 49

5.3 Uji Autokorelasi... 50

5.4 Uji Multikolinieritas... 51

5.5 Pengujian Goodness of Fit……….. 52

5.6 Uji F... 52

5.7 Uji t... 53

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daaerah... 13 3.1 Pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah... 37 5.1 Scatterflot... 50


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Sampel PAD THD BD... 62

2. Deskripsi Data... 63

3. Uji Normalitas... 63

4. Uji Hipotesis ... 64

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia tercinta. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang lebih dikenal dengan “Otonomi Daerah”. Walaupun istilah otonomi daerah bukanlah hal yang baru karena sudah ada seiring dengan Undang-Undang Dasar 1945. Otonomi daerah saat ini dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah. Pemberlakuan kedua Undang-Undang ini berkonsekuensi pada perubahan pola pertanggungjawaban daerah atas dana yang dialokasikan. Pola pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability) kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Otonomi daerah pada hakekatnya adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Bastian (2006:2) menyatakan bahwa otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang


(18)

dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut. Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, salah satu bentuk pelayanan tersebut adalah memberikan informasi yang transparan dan akuntabel. Dalam konsep otonomi daerah maka diperlukan :

1. Pemberdayaan masyarakat.

2. Demokratisasi dalam arti pemberian tanggung jawab kepada seluruh masyarakat.

3. Peluang untuk mempercepat perolehan kesejahteraan masyarakat secara merata.

4. Peningkatan mutu layanan birokrasi.

5. Peningkatan mutu pengawasan melalui legislatif.

Pengendalian dan perencanaan juga berperan dalam keberhasilan otonomi daerah, Yuwono dkk, (2005:4) menyatakan bahwa sistem pengendalian manajemen merupakan salah satu aspek manajemen yang berperan dalam pengendalian seluruh aktivitas organisasi agar sesuai dengan perencanaan yang dilakukan secara sistematis. Keberhasilan pelaksanaan kewenangan daerah sangat bergantung pada kemampuan membiayai kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam wewenang. Daerah yang mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) yang besar akan memperoleh pendapatan yang relatif besar dibandingkan dengan daerah yang tidak mempunyai SDA.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(19)

Sebagai konsekuensi di dalam melaksanakan otonomi daerah, pemerintah kabupaten dituntut untuk mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang menjadi kewenangannya. Hal ini menandakan bahwa daerah harus berusaha untuk mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan tolak ukur bagi daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Toba Samosir selama lima tahun terakhir yaitu periode tahun 2002 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.1 dibawah ini :

Tabel 1.1 Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Toba Samosir T. A 2002 s/d T. A 2006

N o Tahun Anggaran APBD (Rp) PAD (Rp) Kontribusi (%) 1 2 3 4 5 2002 2003 2004 2005 2006 183.242.491.165,96 224.682.353.342,91 206.935.631.168,00 157.038.062.500,69 266.376.803.950,09 14.352.279.023,27 13.389.417.772,84 4.376.147.771,43 4.073.269.734,62 7.014.350.603,54 7,83 5,96 2,12 2,59 2,63 Rata-rata 207.655.068.425,53 8.641.092.981,14 4,61 Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah Kab. Toba Samosir

Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa besarnya PAD Kabupaten Toba Samosir pada periode 2002-2006 cenderung menurun dan kontribusinya terhadap APBD relatif kecil.


(20)

Mardiasmo dkk, (2000:3-4) menyatakan bahwa sisi pendapatan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah. Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi pendapatan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal. Dalam hal ini penelitian akan meneliti pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah sebagai salah satu kriteria kesiapan pemerintah Kabupaten Toba Samosir di dalam melaksanakan otonomi daerah.

Dari fenomena di atas dalam kontes otonomi daerah, semestinya kemampuan untuk menyelenggarakan otonomi tersebut ditunjukkan dengan peranan Pendapatan Asli Daerah yang signifikan di dalam membiayai Belanja Daerahnya yang tercermin pada kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD daerah yang bersangkutan. Melihat kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD daerah Kabupaten Toba Samosir, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir ?

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pelatihan intelektual, mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep ilmiah khususnya ilmu akuntansi sektor publik

2. Bagi praktisi, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah kabupaten Toba Samosir dan dapat menjadi acuan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

3. Bagi akademik, Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wacana dalam perkembangan ilmu akuntansi sektor publik.

1.5 Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dan konstruksi pemikiran yang terdapat pada penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada daerah penelitian, waktu penelitian, lokasi serta karakteristik sosial ekonomi dan sumber daya alamnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kebijakan Otonomi Daerah

Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan pemerintahan daerah dalam mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi : Pemerintahan daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. UUD 1945 Pasal 18 tersebut dipertegas dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

Dalam UU No 32 Tahun 2004 pasal 1 dijelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut Suparmoko (2002:18) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum dengan daerah tertentu

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(23)

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Tujuan utama pembentukan pemerintahan di daerah pada prinsipnya adalah untuk lebih memberdayakan peran serta pemerintah dan masyarakat di daerah dalam pembangunan wilayah. Mardiasmo (2002:59) menyatakan bahwa tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Pemahaman APBD terus bergulir dari orde lama sampai pada era pasca reformasi. Di era orde lama Mamesah (1995:20) dalam Halim (2007:19) mengatakan bahwa APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tinginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

Penganggaran daerah di era pra reformasi juga diungkapkan oleh Yuwono dkk, (2005:95) yang menyatakan bahwa karakteristik penganggaran keuangan daerah di era pra reformasi sebagai berikut :

1. Sistem input perencanaan. 2. Sistem output perencanaan.


(24)

3. Dilihat dari susunan strukturnya, APBD terdiri atas pendapatan dan belanja, dimana belanja dibagi dua, yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan.

4. Memakai sistem proses perencanaan line-item budget dan incremental, sedangkan pendekatan penyusunan yang diterapkan adalah berorientasi pada input dan fragmental.

5. Dokumen penyusunan yang digunakan DUKDA/DUPDA

6. Pinjaman dan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu sebagai unsur pendapatan daerah.

7. Dana transfer dari pusat terdiri atas sumbangan, subsidi, dan ganjaran. 8. Pembentukan dana cadangan tidak diperkenankan.

9. Pengeluaran tidak tersangka terdiri atas pengeluaran rupa-rupa dan pelaksanaannya berdasarkan kebijakan kepala daerah.

10.APBD kabupaten/kota disahkan oleh gubernur, sedangkan untuk propinsi disahkan oleh menteri dalam negeri.

11.Untuk perubahan APBD, pihak DPRD cukup diberitahu.

12.Pelimpahan kewenangan otoritas dari perangkat pengelola keuangan daerah tergantung kepada kebijakan kepala daerah dan pelimpahan kewenangan otorisator, ordinator, dan kompatibel.

Pada era orde baru Wajong (1962:81) dalam Halim (2007:19) mengatakan bahwa APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD) memberikan

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(25)

kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran. Dari kedua defenisi Halim (2007:19) menyimpulkan bahwa anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara rinci.

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran, biasanya satu tahun.

Penganggaran daerah di era reformasi memiliki karakteristik yang berbeda dari pengelolaan keuangan daerah pada era pra reformasi, hal ini diungkapkan oleh Yumono dkk, (2005:95) yang menyatakan bahwa perbedaan karakteristik penganggaran di era pra reformasi dengan penganggaran di era reformasi adalah sebagai berikut :

1. Pengertian daerah adalah provinsi dan kota/kabupaten.

2. Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat lainnya.


(26)

3. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepala daerah dan arah kebijakan umum APBD merupakan dokumen kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif.

4. Perbedaan sistem output, perencanaan asas APBD memakai sistem surplus/defisit anggaran.

5. Untuk susunan struktur APBD terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

6. Sistem perencanaannya adalah performance budget, standard pelayanan, orientasi output-outcome, dan integrated.

7. Dokumen penyusunan anggaran memakai RASK (Rencana Anggaran Satuan Kerja).

8. Pinjaman dan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu merupakan jenis pembiayaan.

9. Dana transfer dari pusat terdiri atas dana perimbangan (Dana Bagi Hasil, PBB, PPh, BPHTB, dan SDA),DAU, DAK.

10.Sistem pencatatan dan pelaporan menggunakan system akuntansi berpasangan dan basis kas modifikasian.

11.Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas : a) Laporan realisasi anggaran

b) Neraca

c) Laporan arus kas

d) Catatan atas laporan keuangan

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(27)

12.Dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur rencana strategis daerah (renstrada)

13.Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos pendapatan, tetapi masuk dalam pos penerimaan.

14.Masyarakat dilibatkan dalam penyusunan APBD, di samping pemerintah daerah dan DPRD.

15.Indikator kinerja pemerintah daerah mencakup : a) Perbandingan antara anggaran dan realisasi.

b) Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya. c) Target dan persentase fisik proyek.

d) Laporan pertanggungjawaban kepala daerah pada akhir tahun anggaran bentuknya berupa laporan perhitungan APBD yang dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah, apabila dua kali ditolak oleh DPRD.

Pada era pasca reformasi bentuk APBD banyak mengalami perubahan yang cukup mendasar. Bentuk APBD yang pertama didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah, serta tata cara penyusunan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa :

1. APBD merupakan pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.


(28)

2. APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, Anggaran Belanja, dan Pembiayaan,

3. Pendapatan Daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah.

4. Belanja Daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Menurut Permendagri No.13 tahun 2006 menyebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah rencana keuangan pemerintah daerah yang harus disetujui bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dapat disajikan dalam gambar dibawah ini :

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(29)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD )

Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pembiayaan Daerah

PAD Belanja Tidak Langsung Penerimaan Pembiyaan 1. Pajak Daerah 1. Belanja Pegawai 1. SILPA

2. Retribusi Daerah 2. Bunga 2. Pencairan dana cadangan

3. Hasil Pengelolaan 3. Subsidi 3. Hasil penjualan kekayaan daerah 4. Hibah kekayaan daerah

yang dipisahkan 5. Bantuan Sosial yang dipisahkan 4. Dll PAD yang Sah 6. Belanja Bagi Hasil 4. Penerimaan pinjaman Dana Perimbangan 7. Bantuan Keuangan daerah

1. Dana Bagi Hasil 8. Belanja tak terduga 5. Penerimaan kembali 2. Dana Alokasi Umum Belanja Langsung pemberian pinjaman 3. Dana Alokasi Khusus 1. Belanja Pegawai 6. Penerimaan piutang Lain-Lain Pendapatan 2. Belanja Barang dan Jasa daerah

Daerah yang Sah 3. Belanja Modal Pengeluaran Pembiayaan 1. Hibah tak mengikat 1. Pembentukan dana 2. Dana darurat dari cadangan

pemerintah 2. Investasi Pemda

3. Dana bagi hasil pajak 3. Pembayaran pokok utang dari provinsi 4. Pemberian pinjaman 4. Dana penyesuaian & daerah

Dana otonomi khusus 5. Bantuan keuangan dari provinsi

Gambar 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

2.1.3 Kemampuan Keuangan Daerah

Landasan hukum untuk penerapan akuntansi dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good governance telah disiapkan oleh pemerintah dalam satu paket UU Bidang Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggungjawab Keuangan Negara. Bastian (2006:14)


(30)

menyatakan ada 4 prinsip dasar pengelolaan Keuangan Negara yang telah dirumuskan dalam 3 paket UU Bidang Keuangan Negara, yaitu :

1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja. 2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah. 3. Pemberdayaan manajer profesional

4. Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional, dan mandiri, serta penghindaran terhadap terjadinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sudah tentu berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah. Devas et.al, (1989:279) menjelaskan bahwa tujuan utama pengelolaan keuangan pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban (Accountability), Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangan kepada lembaga atau orang yang berkepentingan. Unsur tanggungjawab ini adalah meliputi keabsahan dengan berpangkal pada ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan merupakan tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penghamburan dan penyelewengan, dan memastikan bahwa semua sumber pendapatan dan penggunaannya adalah tepat dan sah.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(31)

2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Kejujuran. Urusan keuangan harus diserahkan kepada pegawai yang jujur dan kesempatan untuk berbuat curang dipersempit.

4. Efisiensi dan Efektivitas. Tata cara mengurus keuangan daerah harus menggunakan manajemen pengawasan yang baik, sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya seefisien mungkin dan memerlukan jangka waktu pelaksanaan yang seefektif mungkin.

5. Pengendalian. Petugas keuangan daerah, DPRD, dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan yang direncanakan bisa tercapai. Untuk itu semua pihak yang berkepentingan dalam pengawasan ini harus mengusahakan agar selalu mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah sesuai dengan rencana dan sasaran.

Hal ini berkaitan erat dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan, dan keleluasaan (diskresi) kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menentukan penggunaan dana untuk melaksanakan urusan daerah. Di dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, unsur penting yang selalu menjadi perhatian pemerintahan adalah dalam hal pengadaan sumber pembiayaan.


(32)

Ditunjukkan oleh Kaho (2001:124) bahwa salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan keuangan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.

Faktor keuangan daerah menjadi begitu penting karena tanpa ada biaya yang cukup, pemerintah tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Pamudji dalam Kaho (2001:125) menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Pendapatan yang relatif sama juga dikedepankan oleh Syamsi (1983) dalam Kaho (2001:125) yang menempatkan keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Secara umum keberhasilan keuangan daerah ditunjukkan oleh kemampuan daerah meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk faktor-faktor produksi dan keadilan. Musgrave & Musgrave (1993:237) menyebutkan bahwa asal-usul prinsip kemampuan keuangan adalah muncul dari prinsip manfaat. Dengan demikian kembali penerimaan pajak dan retribusi. Pada pasal 1 ayat 6 Permendagri No.13 Tahun 2006

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(33)

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya semua bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No. 17 Tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan Daerah (basis kas) adalah penerimaan oleh bendahara umum daerah atau oleh entitas pemerintah lain yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Penerimaan tersebut menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan Daerah (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Yuwono dkk, (2005:107) menyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Lebih lanjut Halim (2007:96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.


(34)

Sesuai UU No.33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyata-nyata kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan tersebut sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Kecilnya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD merupakan bukti kekurangmampuan daerah dalam mengelola sumber daya perekonomian terutama sumber-sumber pendapatannya.

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang Sah.

2.1.4.1 Pajak daerah

Halim (2007:96) menyatakan Pajak Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Simanjuntak (2003:32) menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti propinsi, kabupaten maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing. Kesit (2003:2) menyatakan bahwa Pajak Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(35)

seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Wewenang mengenakan pajak atas penduduk untuk membiayai layanan masyarakat merupakan unsur penting dalam pemerintahan daerah. Diungkapkan oleh Devas et.al, (1989:58) bahwa sistem perpajakan yang dipakai sekarang ini banyak mengandung kelemahan, dan tampaknya bagian terbesar dari pajak daerah lebih banyak menimbulkan beban daripada menghasilkan penerimaan bagi masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu melakukan perubahan sistem pajak daerah merupakan langkah logis untuk langkah berikutnya.

Pembaharuan yang dilakukan pemerintah misalnya dengan diterbitkannya UU No. 34 Tahun 2004 tentang pajak dan retribusi sebagai perubahan UU No. 18 Tahun 1997. Dengan diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2004 ini jenis pajak daerah jumlahnya menjadi berkurang. Terakhir pemerintah menerbitkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan tentang pembagian hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta pembagian berbagai penerimaan Negara.

Davey (1988:40–41) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam mengelola sumber-sumber penerimaan pajak daerah tergantung pada


(36)

kemampuan pemerintah daerah itu sendiri dalam mengoptimalkan faktor-faktor yang turut menentukan keberhasilan tersebut. Devas et. al, (1989:72) memberikan penjelasan bahwa kemampuan menghimpun dana adalah perbandingan antara penerimaan dari pajak dengan restribusi atau disebut dengan upaya (tax effort).

Mardiasmo dkk, (2002:146–147) mengungkapkan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pemerintahan pusat, pemerintahan daerah perlu diberikan otonomi dan keleluasan daerah. Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah dengan menghitung potensi penerimaan pajak daerah yang rill yang dimiliki oleh daerah tersebut, sehingga bisa diketahui peningkatan kapasitas pajak (tax capacity) daerah. Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah.

2.1.4.2 Retribusi daerah

Pemungutan retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagai dari biaya pelayanannya. Besarnya retribusi seharusnya (lebih kurang) sama dengan nilai layanan yang diberikan. Menurut Sumitro (1987:15) Retribusi ialah pembayaran pada negara yang dilakukan oleh

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(37)

mereka yang menggunakan jasa-jasa. Lebih lanjut Syamsi (1994:221) mengatakan bahwa :

Retribusi adalah iuran masyarakat tertentu (individu yang bersangkutan) yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah yang prestasinya ditunjuk secara langsung, dan pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dengan kata lain yang lebih sederhana, retribusi adalah pungutan yang dibebankan kepada seseorang karena menikmati jasa secara langsung.

Davey (1988:31) mengatakan bahwa Retribusi merupakan sumber penerimaan yang sudah umum bagi semua bentuk Pemerintahan Regional, restribusi tersebut mungkin juga merupakan sumber utama dari pendapatan badan-badan pembangunan daerah. Sedangkan Redjo (1998:89) berpendapat bahwa retribusi ialah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang diterima langsung dengan adanya pembayaran retribusi tersebut, misalnya uang langganan air minum, uang langganan listrik dan lain-lain. Koswara (2001:191) menjelaskan bahwa retribusi daerah adalah imbalan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung seseorang atau badan atau jasa layanan, pekerjaan, pemakaian barang, atau izin yang diberikan oleh pemerintah daerah. Simanjuntak (2003:34) menyatakan bahwa retribusi daerah merupakan iuran rakyat kepada pemerintah berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa balik atau kontra prestasi dari pemerintah yang secara langsung ditunjuk.


(38)

Mengenai potensi Retribusi Daerah, Koswara (2001:191) memaparkan bahwa seperti halnya dengan pajak daerah, hanya dengan beberapa jenis retribusi yang secara efektif berperan sebagai sumber pendapatan daerah. Walaupun demikian Devas et. al, (1989:91) mengatakan bahwa Retribusi merupakan sumber pendapatan yang sangat penting dan hasil retribusi hampir mencapai setengah dari seluruh pendapatan daerah. Dalam dimensi potensi daerah yang demikian itu, pemerintahan daerah hendaknya dapat mengembangkan inisiatif dan upaya untuk meningkatkan penerimaan Retribusi Daerah. Upaya ini antara lain dilakukan dengan cara memberikan pelayanan publik secara profesional dan mampu memberikan kepuasan kepada setiap penerimaan pelayanan.

Davey (1988:148) mengungkapkan beberapa pendapat mungkin akan timbul pada elastisitas retribusi yang harus responsive kepada pertumbuhan penduduk dan pendapatan. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan atau konsumsi akan suatu pelayanan. Dalam konteks yang demikian itu, pengelolaan sumber-sumber PAD dari jenis retribusi tentu mempunyai konsekwensi yang harus dipikirkan oleh pemerintah daerah. Artinya pemerintah daerah tidak boleh memikirkan bagaimana memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dari pemungutan retribusi, tetapi pemerintah daerah bertanggungjawab atas konsekuensi pemungutan retribusi tersebut.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(39)

2.1.4.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Sesuai UU No. 33 Tahun 2004, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

2.1.4.4 Dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sesuai UU No. 33 Tahun 2004 disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagaimana akibat dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.


(40)

2.1.5 Dana Perimbangan

Penyelengaraan pemerintahan di daerah pada hakekatnya selalu berpengang teguh pada asas desentralisasi, dekonsentralisasi dan tugas pembantuan yang pada prinsipnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan ketiga asas tersebut, hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam bidang keuangan memerlukan aturan yang jelas dan pengolahannya harus transparan. Diutarakan oleh Davey (1988:254) hal penting guna penentuan kekuatan dan bobot keuangan pemerintah daerah adalah melalui perpaduan antara alokasi tanggungjawab dengan sumber-sumber dana di setiap tingkat dan daerah.

Devas et.al, (1989:191) menyatakan bahwa ketimpangan antar daerah dapat dikatakan kelemahan utama sistem hubungan keuangan di Indonesia dan garis-garis ketimpangan antar daerah tersebut tidak jelas benar. Lebih lanjut Devas et.al, (1989:179) mengungkapkan bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah pada prinsipnya adalah menyangkut pembagian tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan. Selain itu juga menyangkut pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Tujuan utama hubungan ini adalah untuk mencapai perimbangan agar potensi dan sumber daya di masing-masing daerah bisa dibagi dengan sesuai. Elmi (2002:54) juga memberikan beberapa penjelasan mengenai tujuan ideal adanya kebijakan pembentukan dana perimbangan keuangan antara pemerintah

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(41)

pusat dan pemerintah daerah, yaitu dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat dan pemerintah daerah yang selama ini tertinggal di bidang pembangunan.

Menyadari akan pentingnya harmonisasi hubungan antara pusat dan daerah ini, selanjutnya pemerintah menerbitkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada pasal 1 UU ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem keuangan pemerintahan dalam Negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban, pembagian kewenangan, dan tanggungjawab serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut.

Selanjutnya untuk terpenuhinya sistem hubungan antara pusat dan daerah, Davey (1988:255) menguraikan ada 4 (empat) pra syarat yaitu :

1. Menjamin adanya pembagian kekuasaan secara rasional tingkat-tingkat pemerintahan dalam memungut dan membelanjakan sumber dana pemerintahan.

2. Menjamin adanya bagian yang memadai dari sumber-sumber dana secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi,


(42)

3. Menjamin pembagian yang adil di antara daerah-daerah atas pengeluaran pemerintah, atau sekurang-kurangnya ada perkembangan yang memang diusahakan ke arah itu.

4. Menjamin adanya suatu upaya pajak (tax effort) di dalam memungut pajak dan retribusi oleh pemerintahan daerah yang sesuai dengan pembagian hasil yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintahan dalam masyarakat.

Pada aspek hubungan pemerintahan pusat dan daerah ini Elmi (2002:55) juga mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan yang mengatur mengenai perimbangan keuangan lebih adil dan rasional. Artinya bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan memperoleh bagian pendapatan dengan jumlah yang lebih besar sedangkan daerah-daerah lainnya akan mengutamakan bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini sesuai dengan pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menjelaskan dana perimbangan terdiri atas :

1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(43)

Mardiasmo (2002:141) memberikan perincian bahwa pembagian dana perimbangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sumber pendapatannya berasal dari :

1. Penerimaan dari Pajak dan Bukan Pajak. Penerimaan dari pajak hanya diperoleh dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pungutan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Selanjutnya penerimaan bukan pajak adalah penerimaan yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam, seperti sumber daya hutan, pertambangan umum, perikanan, dan khususunya pengambilan minyak bumi dan gas. 2. Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum yang berasal dari

pemerintah pusat yang sebelumnya dinamakan dana subsidi.

3. Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Khusus berasal dari APBN dan dialokasiakan ke kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang bersifat khusus, tertanggung pada tersedianya dana dalam APBN. Kebutuhan khusus ini misalnya, kebutuhan di kawasan transmigrasi, pembangunan jalan di kawasan terpencil, pembangunan irigasi primer, dan saluran drainase primer.

2.1.5.1 Dana bagi hasil pajak dan bukan pajak

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 160 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:


(44)

1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kelautan.

2. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kelautan.

3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri atas :

1. Penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. 2. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran

tetap dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

3. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan.

4. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

5. Penerimaan pertambangan gas yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(45)

6. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian pemerintah, iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

2.1.5.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan untuk propinsi dan kabupaten/kota dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangankan kebutuhan dan potensi daerah.

DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi daerah dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil. Jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah yang dimaksud adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai peraturan penggajian pegawai negeri sipil termasuk didalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21). Yani (2008:144) menyatakan bahwa kebutuhan fiskal adalah kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar


(46)

umum. Kebutuhan pendanaan suatu daerah dihitung dengan pendekatan total pengeluaran rata-rata nasional. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Yani (2008:145) menyebutkan bahwa alokasi DAU untuk suatu daerah dapat dihitung dengan menggunakan formula

DAU = CF + AD

Dimana :

DAU = Dana Alokasi Umum CF = Celah Fiskal

AD = Alokasi Dasar

CF = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.

2.1.5.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari Dana Perimbangan sesuai dengan UU No. 33

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(47)

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

DAK bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat.

Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan fiskal daerah didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah dengan belanja pegawai negeri sipil daerah pada APBD tahun anggaran.

Yani (2008:172) menyatakan bahwa DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana yang merupakan prioritas nasional dibidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi, dan air berih), kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, serta lingkungan hidup.

2.1.6 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan pendapatan daerah yang tidak termasuk dalam kelompok pendapatan asli daerah. Yani


(48)

(2008:211) menyatakan bahwa cakupan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terdiri dari :

1. Hibah yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat. 2. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan

korban/kerusakan bencana alam.

3. Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.

4. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

5. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. Menurut UU No.32 Tahun 2004 Pasal 164 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan seluruh Pendapatan Daerah selain PAD dan Dana Perimbangan, yang meliputi Hibah, Dana Darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.

2.1.7 Belanja Daerah.

Belanja Daerah menurut Kepmendagri nomor 29 tahun 2002 adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Menurut UU No. 23 tahun 2002, Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(49)

kekayaan bersih pada tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh bendahara umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja Daerah (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Halim (2007:322) menyatakan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih. Lebih lanjut Yuwono dkk, (2005:108) menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belanja daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Didalam ketentuan umum Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pada pasal 1 ayat 16 disebutkan bahwa belanja daerah adalah kewajiban


(50)

pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 20 ayat 3 menyebutkan bahwa Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (a) meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Abdul Halim (2004) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Study Kasus Kabupaen /Kota di Jawa dan Bali. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Pemerintahan Daerah dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Pemerintahan Daerah

Kusumayoni (2004) yang meneliti tentang kemampuan keuangan daerah di kabupaten Klungkung menemukan bahwa kemampuan keuangan daerah yang diproksikan dalam pendapatan asli daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran daerah. Dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa PDRB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pandapatan asli daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(51)

Maulida (2007) yang meneliti tentang pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah menemukan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap prediksi Belanja Daerah, dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh Positif terhadap Prediksi Belanja Daerah.

Andra (2007) meneliti tentang kemampuan keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap belanja daerah di kabupaten aceh tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah kabupaten aceh tenggara.

Syukriy Abdullah (2008), meneliti tentang Pengalokasian Belanja fisik dalam anggaran Pemerintahan Daerah: studi emperis atas Determinan dan konsekwensinya terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera dan Bangka-Belitung. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Belanja Modal berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan dan Bantuan Pemerintah berpengaruh terhadap Belanja Modal, sementara PAD tidak berpengaruh terhadap belanja Modal.


(52)

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

Peneliti Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Abdul

Halim

2004 Pengaruh Dana

Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Study Kasus Kabupaen /Kota di Jawa dan Bali

- DAU - PAD

DAU dan PAD mempengaruhi Belanja Pemerintah Daerah

Kusumayon 2004 Analisis kemampuan

keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah di kab. Klungkung.

- PAD - Pajak - Retribus

i

Kemampuan keuangan daerah yang diproksikan dalam pendapatan asli daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran daerah dan PDRB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pandapatan asli daerah, pajak daerah, dan restribusi daerah

Novi Pratiwi Maulida

2007 Pengaruh DAU dan

PAD terhadap prediksi Belanja Daerah.

- DAU - PAD -

Flypap er Effect

DAU dan PAD mempengaruhi prediksi Belanja Daerah

Andra Eka Saputra

2007 Analisis

kemampuan keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap belanja daerah di kabupaten aceh tenggara

- PAD - Pajak - Retribus

i

Kemampuan keuangan daerah berpengaruh secara positif terhadap total belanja daerah di kabupaten aceh tenggara.

Syukriy Abdullah

2008 Pengalokasian Belanja fisik dalam anggaran Pemerintahan Daerah: studi emperis atas Determinan dan konsekwensinya terhadap Belanja Pemeliharaan

- Belanja Modal - Bantuan

Pemerint ah - PAD

Belanja Modal berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan, Bantuan Pemerintah berpengaruh terhadap Belanja Modal, sementara PAD tidak Berpengaruh terhadap Belanja Modal

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(53)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti pada gambar 3.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara parsial terhadap Belanja Daerah. Dan pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara simultan terhadap Belanja Daerah.

Retribusi Daerah

Lain-lain PAD yang Sah

Pajak Daerah

Belanja Daerah


(54)

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(55)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan struktur teori untuk membangun satu atau dua lebih hipotesis yang membutuhkan pengujian secara kualitatif dan statistika. Penelitian ini melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah dan melakukan penafsiran dimasa mendatang. Jenis penelitian ini adalah penelitian uji hipotesis yang mengambil sampel dari populasi dan menetapkan kriteria sesuai dengan tujuan penelitian.

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir dengan alasan penelitian yang sejenis belum pernah diteliti di Kabupaten Toba Samosir dan peneliti berdomisili di kabupaten tersebut sehingga dapat mempermudah melakukan penelitian.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah APBD Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir, dengan menggunakan data runtun waktu (time series) selama 8 tahun yaitu tahun 2000 - 2007. Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Toba Samosir tentang Pendapatan Asli Daerah dan


(56)

Belanja Daerah dalam bentuk laporan triwulan selama delapan tahun yaitu tahun 2000-2007 terdiri dari 32 triwulan. Laporan keuangan selama 32 triwulan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian adalah data sekunder time series berupa realisasi Pendapatan Asli Daerah dan realisasi Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir selama periode pengamatan. Sumber data tersebut diperoleh dari Badan Pengelolah Keuangan Daerah (BPKD) Toba Samosir. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku literature, jurnal maupun hasil publikasi dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel independent (X) dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan indikatornya adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Variabel dependent (Y) adalah Belanja Daerah.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(57)

4.6 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel 4.6.1 Variabel Independent

4.6.1.1 Pajak daerah (X1)

Pajak Daerah adalah jumlah realisasi penerimaan pajak daerah. Realisasi pajak daerah meliputi realisasi berbagai jenis pajak daerah yang ada di kabupaten Toba Samosir. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

4.6.1.2 Retribusi daerah (X2)

Retribusi daerah merupakan realisasi penerimaan dari restribusi yang dipungut dari masyarakat oleh pemerintahan kabupaten Toba Samosir. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

4.6.1.3 Dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (X3)

Dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

4.6.2 Variabel Dependent 4.6.2.1 Belanja daerah (Y)

Belanja daerah merupakan jumlah realisasi seluruh belanja daerah baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.


(58)

Table 4.1 Defenisi Operasional Variabel

Variabel Defenisi Skala Ukur

Belanja Daerah (Y)

Belanja daerah merupakan jumlah realisasi seluruh belanja daerah baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung.

Rasio Pajak Daerah (X1) Pajak Daerah adalah jumlah realisasi

penerimaan pajak daerah. Realisasi pajak daerah meliputi realisasi berbagai jenis pajak daerah yang ada di kabupaten Toba Samosir

Rasio

Retribusi Daerah (X2)

Retribusi daerah merupakan realisasi penerimaan dari restribusi yang dipungut dari masyarakat oleh pemerintahan kabupaten Toba Samosir.

Rasio

Lain-lain PAD yang Sah (X3)

Dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.

Rasio

4.7Model dan Teknik Analisis Data 4.7.1 Perumusan Model

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan metode Ordinary Least Squere (OLS). Dengan analisis ini pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent yang diteliti bisa diketahui. Model persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis yang berbunyi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir, adalah sebagai berikut :

BD = d0 + d1PjD + d2ReD + d3LPAD

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(59)

dimana :

BD = Belanja Daerah d0 = Konstanta d1,d2,d3= Koefisien estimasi

PjD = Pajak Daerah

ReD = Retribusi Daerah

LPAD = Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

4.7.2 Pengujian Normalitas Data

Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk melihat normalitas digunakan data uji statistik. Test sederhana yang dapat dilakukan adalah nilai Skewness atau Kurtosis. Nilai Z statistik untuk dapat dihitung dengan rumus :

ZSkewness = N Skewness

6

Sedangkan nilai Z Kurtosis dapat dihitung dengan rumus:

ZKurtosis =

N Kurtosis


(60)

Dimana N adalah jumlah sample. Jika nilai Zhitung > Ztabel, maka distribusi tidak normal. Pada tingkat signifikasi 5% nilai Ztabel = 1,96. Jadi jika nilai Zhitung yaitu ZSkewness, dan ZKurtosis < Ztabel (1,96), maka data terdistribusi normal dan model tersebut memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005:77).

4.7.3 Pengujian Asumsi Klasik 4.7.3.1 Uji heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya dapat dilihat :

1) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu –y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(61)

4.7.3.2 Uji autokorelasi

Menguji Autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Uji Autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW). Jika nilai Durbin-Witson terletak antara – 2 sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi.

4.7.3.3Uji multikolinieritas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah pada model regresi di temukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah multikolinieritas. Pada model regresi yang baik tidak terdapat korelasi di antara variabel independent. Pendeteksiannya dengan menggunakan tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance value > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.

4.7.4. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian secara parsial dan simultan. Pengujian secara parsial


(62)

digunakan uji statistik t. Uji koefisien regresi dengan uji t (t-test) diperlukan untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Pengujian secara simultan digunakan uji signifikansi simultan (uji statistik F) dan penentuan Koefisien Determinasi (R2) yang bermaksud untuk menjelaskan pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(63)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari BPKD Pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Data penelitian ini berupa hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Toba Samosir tentang Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah dalam bentuk laporan triwulan selama delapan tahun yaitu tahun 2000-2007 terdiri dari 32 triwulan. Laporan keuangan selama 32 triwulan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 5.1, maka deskripsi statistik dari data penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rata-rata Pajak Daerah (PjD) dengan jumlah data 32 adalah 337.582.580,11 dengan standard deviasi 146.984.668,52 hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variabel Pajak Daerah karena standard deviasinya lebih kecil dari mean.

2. Rata-rata Retribusi Daerah (ReD) dengan jumlah data 32 adalah 313.094.142,51 dengan standard deviasi 144.470.821,37 hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variabel Retribusi Daerah karena standard deviasinya lebih kecil dari mean.


(64)

3. Rata-rata Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (LPAD) dengan jumlah data 32 adalah 1.643.286.523,26 dengan standard deviasi 1.344.063.131,39 hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variabel Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah karena standard deviasinya lebih kecil dari mean.

4. Rata-rata Belanja Daerah (BD) dengan jumlah data 32 adalah 49.535.840.093,98 dengan standard deviasi 20.364.181.199,08 ini menunjukkan tidak ada outlier pada variabel total Belanja Daerah karena standard deviasinya lebih kecil dari mean.

Tabel 5.1 Deskripsi Data

N Mean Std. Deviation

BD 32 49.535.840.093,98 20.364.181.199,08

PjD 32 337.582.580,11 146.984.668,52

ReD 32 313.094.142,51 144.470.821,37

LPAD 32 1.643.286.523,26 1.344.063.131,39 Valid N

(listwise) 32

5.1.2 Pengujian Normalitas Data

Uji Normalitas data dilakukan dengan Uji statistik sederhana. Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa nilai Zhitung yaitu nilai ZSkewness dan nilai ZKurtosis < 1,96, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah berdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas.

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(65)

Tabel 5.2 Uji Normalitas

N Skewness Kurtosis

Statistik Statistik

Std.

Error Statisti

Std. Error

BD 32 -,062 ,414 -,029 ,809

PjD 32 ,188 ,414 -,411 ,809

ReD 32 ,914 ,414 1,051 ,809

LPAD 32 ,327 ,414 -1,318 ,809

Valid N

(listwise) 32

5.1.3 Pengujian Asumsi Klasik

5.1.3.1 Pengujian heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana dasar analisanya dapat dilihat (1) jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heterokedastisitas. (2) jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu –y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil pengolahan data pada gambar 5.1 terlihat tidak ada pola pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu-y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi Heterokedastisitas.


(66)

Regression Standardized Predicted Value 3 2 1 0 -1 -2 Regressio n Stan dardized Residual 3 2 1 0 -1 -2

Dependent Variable: BD

Gambar 5.1 Scatterflot

5.1.3.2 Pengujian autokorelasi

Salah satu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson (DW-test). Berdasarkan pengolahan data pada Tabel 5.3 diperoleh Nilai Durbin-Watson terletak diantara -2 sampai +2 ini menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi artinya tidak terjadi hubungan antara variabel independent.

Tabel 5.3 Uji Autokorelasi

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,886(a) ,785 ,762 9943941012,82 1,440

a Predictors: (Constant), LPAD, PjD, ReD b Dependent Variable: BD

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(67)

5.1.3.3 Pengujian mulitikoliniearitas

Uji Multikolinieritas dideteksi dengan menggunakan Tolerance Value dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Tolerance Value > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi Multikolinieritas. Berdasarkan pengolahan data pada Tabel 5.4 terlihat bahwa nilai tolerance semua variabel indevendent > 0,1 dan nilai VIF < 10, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut bebas Multikolinieritas.

Tabel 5.4 Uji Multikolinieritas Collinearity Statistics Model

Tolerance VIF

1

PjD ReD LPAD

,496 ,424 ,724

2,016 2,356 1,381 a Dependent Variable: BD

5.1.4 Pengujian Hipotesis

Pengaruh Pajak Daerah (PjD), Retribusi Daerah (ReD), dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (LPAD) secara bersama-sama terhadap Belanja Daerah (BD)

Pengujian Goodness of fit dilakukan untuk menentukan Kelayakan suatu model regresi dan dapat dilihat dari nilai R square. Dari hasil pengolahan data seperti pada Tabel 5.5 diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,785 angka tersebut menunjukkan bahwa


(68)

variabel dependent dapat dijelaskan oleh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebesar 78,50%, sedangkan sisanya 21,50% dipengaruhi variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model penelitian ini.

Tabel 5.5 Pengujian Goodness of Fit

Mode

l R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,886(a) ,785 ,762 9943941012.82053 1,440

a Predictors: (Constant), LPAD, PjD, ReD b Dependent Variable: BD

Lebih lanjut dilakukan uji F untuk melihat Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara simultan terhadap Belanja Daerah. Dari hasil pengolahan data seperti pada Tabel 5.6 diperoleh F-hitung 34,004 dengan Sig.F = 0,000. Pada g = 0,05 diperoleh F-tabel 4,17. Hasil tersebut menunjukkan bahwa F-hitung (34,004) > F-tabel (4,17), maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendaptan Asli Daerah yang Sah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah.

Tabel 5.6 Uji F

Model df Mean Square F Sig.

1 Regression Residual Total 3 28 31 3362333730971446000000.000 98881962866454100000,000 34,004 ,000(a)

a Predictors: (Constant), LPAD, PjD, ReD b Dependent Variable: BD

Henri Edison H.Panggabean : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir, 2009


(1)

Koswara, E. 2001.

Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat.

Yayasan Pariba. Jakarta.

Kusumayoni. 2004.

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai

Pengeluaran Daerah di Kab. Klungkung.

Tesis S2 PPS UNPAD. Bandung

(tidak dipublikasikan).

Mardiasmo dan Akhmad Makhfatih. 2000.

Perhitungan Pajak dan Retribusi Daerah

di Kabupaten Mangelang.

Laporan Akhir Kerjasama Pemda Kabupaten

Magelang dengan PAU-SE UGM.

Mardiasmo. 2002,

Akuntansi Sektor Publik,

Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2002.

Otonomi Daerah dan Manajemen Keuangan Daerah.

Andi.

Yogyakarta.

Maulida, Novi Pratiwi. 2007.

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah.

Tesis S2 UII.

Yogyakarta.

Musgrave, Richard A. Peggy B. Musgrave. 1993.

Keuangan Negara Dalam Teori

dan Praktek.

Erlangga. Jakarta.

Redjo, Samagio Ibnu. 1998.

Keuangan Pusat dan Daerah.

BKU Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ekonomi Pascasarjana Kerjasama Universitas Padjajaran. Bandung.

Republik Indonesia,

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara.

……….,

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

……….,

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

……….,

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

……….,

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

……….,

Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.


(2)

………...,

Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006

tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Tahun Anggaran 2007.

Simanjuntak, Oloan. 2003.

Hukum Pajak.

Nomensen-press. Medan.

Sri Mulyani. 2003.

Statistik Untuk Ekonomi

. UI-Press. Jakarta.

Sugiono. 2001.

Statistik Non Parametrik untuk Penelitian.

Alfebeta. Bandung.

Sumitro, Rohmat. 1987.

Azas dan Dasar Perpajakan

. Eresco. Bandung.

Suparmoko. 2002.

Ekonomika Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.

Andi. Yogyakarta.

Syamsi, Ibnu. 1994.

Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara.

Rineka Cipta.

Jakarta.

Trihendradi, C. 2006.

SPSS 15.

Andi Yogyakarta.

Yuwono, Sony. Dkk. 2005.

Penganggaran Sektor Publik.

Bayumedia Publising.

Surabaya.

Yani, Ahmad. 2008.

Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di

Indonesia.

Rajagrafindo Persada. Jakarta


(3)

Lampiran 1

DATA SAMPEL PAD THD BD

No BELANJA PAJAK RETRIBUSI LAIN-LAIN PEND ASLI

DAERAH DAERAH DAERAH PAD YANG SAH DAERAH

1 10.887.688.400,00 83.559.144,05 90.384.270,00 44.236.233,00 218.179.647,05 2 11.524.543.289,44 104.680.700,00 131.795.300,00 50.741.100,00 287.217.100,00 3 12.665.878.500,00 166.875.400,00 223.450.300,00 61.276.100,00 451.601.800,00 4 14.902.897.500,00 188.520.600,00 284.556.300,00 68.700.500,00 541.777.400,00 5 36.672.503.600,00 101.305.654,31 135.860.523,50 1.567.450.360,00 1.804.616.537,81 6 38.017.868.500,00 152.475.650,00 186.127.600,00 2.175.500.500,00 2.514.103.750,00 7 40.677.577.201,13 252.878.200,00 286.835.300,00 2.466.554.000,00 3.006.267.500,00 8 42.300.707.500,00 304.125.600,00 337.865.600,00 2.976.512.500,00 3.618.503.700,00 9 43.550.674.800,00 205.359.866,41 224.650.730,45 2.127.750.126,41 2.557.760.723,27 10 44.743.784.840,96 305.767.500,00 310.745.500,00 2.654.750.100,00 3.271.263.100,00 11 46.822.676.125,00 345.875.700,00 498.171.200,00 3.097.540.500,00 3.941.587.400,00 12 48.125.355.400,00 446.040.300,00 510.253.300,00 3.625.374.200,00 4.581.667.800,00 13 53.867.255.300,00 257.451.639,84 185.283.603,25 1.815.960.729,75 2.258.695.972,84 14 55.150.321.392,91 308.281.500,00 216.475.400,00 2.378.283.100,00 2.903.040.000,00 15 56.274.125.450,00 388.551.300,00 516.655.500,00 2.712.540.100,00 3.617.746.900,00 16 59.390.651.200,00 439.850.500,00 746.740.300,00 3.423.344.100,00 4.609.934.900,00 17 49.445.230.400,00 332.175.609,00 145.673.729,00 255.547.300,00 733.396.638,00 18 50.689.250.200,00 402.255.300,00 236.520.300,00 360.225.200,00 999.000.800,00 19 51.725.850.468,00 462.552.300,00 358.250.100,00 387.532.100,00 1.208.334.500,00 20 55.075.300.100,00 533.675.100,00 451.012.500,00 450.728.233,43 1.435.415.833,43 21 35.085.435.200,00 205.675.728,00 199.873.608,00 212.579.248,62 618.128.584,62 22 38.165.051.600,69 288.551.500,00 261.305.400,00 316.351.100,00 866.208.000,00 23 40.375.225.600,00 389.221.200,00 342.153.300,00 386.075.500,00 1.117.450.000,00 24 43.412.350.100,00 469.330.600,00 403.200.250,00 598.952.300,00 1.471.483.150,00 25 64.380.287.200,00 264.490.236,00 212.491.674,00 574.124.500,00 1.051.106.410,00 26 65.575.435.750,09 315.874.900,00 264.335.700,00 989.627.100,00 1.569.837.700,00 27 66.685.645.500,00 416.281.400,00 385.292.100,00 1.126.312.200,00 1.927.885.700,00 28 69.735.435.500,00 665.125.200,00 437.670.200,00 1.362.725.393,54 2.465.520.793,54 29 82.556.855.839,00 400.289.036,00 206.865.972,00 2.945.724.419,50 3.552.879.427,50 30 83.725.225.100,00 450.524.500,00 317.583.500,00 3.329.651.300,00 4.097.759.300,00 31 84.924.565.250,00 551.625.400,00 399.480.300,00 3.718.823.400,00 4.669.929.100,00 32 88.015.230.200,00 603.395.300,00 511.453.200,00 4.323.675.200,00 5.438.523.700,00


(4)

Lampiran 2

Deskripsi Data

Descriptive Statistics

32 49535840093,98 20364181199,08 32 337582580,1128 146984668,52487 32 313094142,5062 144470821,36840 32 1643286523,2578 1344063131,394 32

BD PjD ReD LPAD

Valid N (listwise)

N Mean Std. Deviation

Lampiran 3

Uji Normalitas

Descriptive Statistics

32 -,062 ,414 -,029 ,809

32 ,188 ,414 -,411 ,809

32 ,914 ,414 1,051 ,809

32 ,327 ,414 -1,318 ,809

32 BD

PjD ReD LPAD

Valid N (listwise)

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

N Skewness Kurtosis

Lampiran 4

Uji Hipotesis

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1


(5)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1

,886(a) ,785 ,762 9943941012.820

53 1,440

a Predictors: (Constant), LPAD, PjD, ReD b Dependent Variable: BD

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 10087001192914330000000.000 3 3362333730971446000000.000 34,004 ,000(a) Residual 2768694960260716000000,000 28 98881962866454100000,000

1

Total 12855696153175050000000.000 31

a Predictors: (Constant), LPAD, PjD, ReD b Dependent Variable: BD

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Collinearity Statistics Model

B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 15804486763,923 4667652853,440 3,386 ,002

PjD 125,827 17,251 ,908 7,294 ,000 ,496 2,016

ReD 67,159 18,975 ,476 3,539 ,001 ,424 2,356

LPAD 7,474 1,561 ,493 4,787 ,000 ,724 1,381

a Dependent Variable: BD


(6)

Regression Standardized Predicted Value 3 2

1 0

-1 -2

Regr

e

s

s

io

n

S

ta

n

da

rdized R

e

sidua

l 3 2 1 0 -1 -2

Scatterplot

Dependent Variable: BD