1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara terjadinya xerostomia dengan penggunaan obat bronkodilator pada pasien PPOK.
2. Ada hubungan antara terjadinya xerostomia dengan penggunaan obat bronkodilator pada pasien PPOK terhadap jenis obat.
3. Ada hubungan antara terjadinya xerostomia dengan penggunaan obat bronkodilator pada pasien PPOK terhadap lama pemberian obat.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat bronkodilator pada pasien PPOK akan berhubungan dengan terjadinya xerostomia.
2. Menambah wawasan peneliti mengenai penggunaan obat bronkodilator pada pasien PPOK berhubungan dengan terjadinya xerostomia.
3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut terhadap timbulnya xerostomia akibat obat bronkodilator pada pasien PPOK.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Menambah wawasan pasien PPOK dan tenaga kesehatan tentang terjadinya xerostomia pada pasien berhubungan dengan penggunaan obat bronkodilator.
2. Sebagai usaha dalam mengatur rencana perawatan bagi setiap gejala xerostomia yang timbul pada pasien PPOK akibat penggunaan obat bronkodilator.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit paru obstruktif kronik PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif yang tidak menular, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat reversibel parsial. Penyakit PPOK berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas racun.
11
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama penyakit PPOK. Selain itu, terdapat faktor-faktor risiko lainnya seperti riwayat terpajan polusi udara di
lingkungan dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang dan defisiensi antitripsin alfa-1 yang sangat jarang terjadi di
Indonesia.
6,11
Diagnosis PPOK ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan uji faal paru.
8,12
Gejala awal PPOK berupa batuk produktif yang sebagian besar terjadi diantara perokok berusia 40-50
tahun, sementara dyspnea sesak napas merupakan gejala lanjutan pada usia 50-60 tahun.
12
Penyakit paru obstruktif kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau sering merupakan gabungan keduanya.
7,8,12
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas dimana penderita mengalami batuk kronis dan produksi sputum berlebihan yang terjadi minimal selama tiga bulan
dalam dua tahun berturut-turut, disertai rasa kelelahan dan rasa tidak nyaman pada penderita.
8,12,20
Gejala-gejala pada bronkitis kronik seperti batuk kronik dan produktif, obstruksi jalan napas dan gangguan pertukaran gas merupakan akibat
perubahan patologi struktur paru. Perubahan struktur paru yang disebabkan oleh proses inflamasi kronik tersebut berupa peningkatan ukuran epitel-epitel kelenjar,
hipertrofi otot polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan jalan napas. Perubahan bronkiolus dan gangguan pertukaran
gas di alveoli menyebabkan aliran darah dan aliran udara ke dinding alveoli yang
Universitas Sumatera Utara
tidak sesuai mismatched, dimana sebagian tempat alveoli terdapat aliran darah yang adekuat, tetapi sangat sedikit aliran udara dan sebaliknya pada sebagian tempat
lain. Selain itu, juga terjadi penurunan kerja otot-otot respirasi dan penyempitan jalan napas yang menimbulkan hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli, hingga
akhirnya menyebabkan peningkatan karbondioksida dalam darah dan kekurangan oksigen. Sementara itu, mediator-mediator inflamasi yang didominasi oleh sel T
limfosit CD8+, makrofag dan neutrofil mengakibatkan hipertrofi kelenjar-kelenjar yang memproduksi mukus dan peningkatan jumlah sel goblet, sehingga terjadi
hipersekresi mukus.
20
Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal dan kerusakan dinding alveoli.
8
Pada emfisema terjadi penurunan elastisitas alveoli dan berkurangnya permukaan pertukaran gas
sehingga pernapasan menjadi susah. Merokok adalah penyebab utama selain polusi dan faktor herediter.
21,22
Gejala awal emfisema berupa sesak napas dan batuk yang disertai penurunan aktivitas menjadi sangat terbatas, hingga akhirnya terjadi
kerusakan alveoli yang permanen dan hilangnya kemampuan pertukaran gas oleh seluruh bagian paru. Emfisema tidak dapat disembuhkan, tetapi perubahan sikap
dengan berhenti merokok dan perawatan dapat menurunkan degenerasi paru dan mengatasi simtom.
21
2.2 Obat Bronkodilator