Tanda dan Gejala Diagnosis

sel asinar, perubahan duktus epitelium, fibrosis dan degenerasi jaringan adiposa kelenjar saliva. 36 Kelenjar saliva yang paling radiosensitif yaitu kelenjar parotid, diikuti kelenjar submandibula, sublingual dan kelenjar saliva minor. Efek akut radioterapi pada fungsi salivasi berlangsung pada minggu pertama radioterapi. Radiasi pada minggu pertama menyebabkan penurunan saliva sebesar 50-60 dan setelah tujuh minggu mengalami penurunan sebesar 20. 3 Fungsi salivasi terus menurun hingga beberapa bulan setelah radioterapi 1-3 bulan. 3,36 Jumlah dosis, durasi dan lamanya radioterapi berhubungan dengan keparahan xerostomia. 3

2.3.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klinis xerostomia yaitu sebagai berikut: 1. Tanda Mukosa oral terlihat kering dan eritema, dorsal lidah terlihat berlobus dan fisur, yang disertai dengan atrofi papila filiformis. 32,37 Xerostomia mengakibatkan mukosa menjadi rentan terhadap trauma, kandidiasis, terjadinya sindrom mulut terbakar dan halitosis. 3 Prevalensi kandidiasis dan angular cheilitis meningkat akibat menurunnya aktivitas cleansing dan antimikroba saliva. 37 Penderita xerostomia juga akan rentan terhadap karies servikal, karies rekuren, erosi enamel dan penyakit periodontal. 3,32,37 2. Gejala Penderita xerostomia akan mengalami kesulitan berbicara, mengunyah dan menelan serta mengalami perubahan pengecapan. Berkurangnya lubrikasi saliva saat makan, bahkan dapat menyebabkan makanan melekat dengan membran oral. Selain itu, penderita mengeluh adanya ketidaknyamanan oral dan pada yang memakai gigi tiruan, xerostomia akan menyebabkan retensi gigi tiruan yang buruk. Penderita xerostomia juga mengeluh adanya peningkatan kebutuhan untuk minum terutama pada malam hari dan ketika makan. 1,32,35 Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Diagnosis

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis xerostomia, diantaranya: 1. Anamnesis dan Kuesioner Xerostomia merupakan keluhan subjektif mulut kering, sehingga diagnosis xerostomia dapat ditegakkan dengan hanya melakukan anamnesis, menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang detail tentang keluhan mulut kering yang dialami seseorang. 4 Kuesioner juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis xerostomia. Pertanyaan dalam kuesioner meliputi gejala xerostomia dan perilaku dalam mengatasinya. 4,38 Tabel 2. Kuesioner untuk mendiagnosis xerostomia 38 1 Apakah mulut anda terasa kering saat ini? 2 Apakah saat mengkonsumsi makanan mulut anda juga terasa kering? 3 Apakah anda mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan yang kering? 4 Apakah anda mengalami kesulitan saat menelan makanan? 5 Apakah mulut anda membutuhkan air minum saat menelan makanan? 6 Apakah anda mengisap permen untuk meringankan mulut kering? 7 Apakah pada malam hari anda bangun untuk minum? 8 Apakah bibir anda terasa kering? 9 Apakah kulit wajah anda terasa kering? 10 Apakah mata anda terasa kering? 11 Apakah hidung anda terasa kering? 2. Pemeriksaan klinis rongga mulut Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan tanda-tanda kekeringan mukosa seperti bibir pecah, mukosa bukal yang pucat, lidah yang licin, eritema dan disertai atrofi papila. Kandidiasis sering ditemukan dan berkontribusi menyebabkan mukosa yang sensitif. Selain itu, lakukan pemeriksaan kelenjar saliva yaitu memeriksa apakah terjadi pembesaran, perubahan tekstur dan rasa sakit, serta memeriksa kuantitas dan kualitas saliva, melihat apakah saliva yang dihasilkan bersih, encer dan banyak. 39 Universitas Sumatera Utara Xerostomia juga ditandai oleh sarung tangan dan kaca mulut yang terasa lengket dengan permukaan mukosa saat dilakukan pemeriksaan. 3 3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan fungsi kelenjar saliva dan laju sekresi saliva dapat dilakukan secara objektif menggunakan metode sialometri. 3 Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap saliva total campuran cairan rongga mulut maupun terhadap saliva individu, baik dalam keadaan tanpa stimulasiistirahat atau dalam keadaan terstimulasi. 27,33 Saliva total lebih banyak digunakan sebagai indikator mulut kering dan penyakit sistemik yang bersangkutan, sementara pemeriksaan saliva individu lebih bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit kelenjar saliva. 27 Teknik pengumpulan saliva dalam keadaan tanpa stimulasi diantaranya dengan metode drainingdrooling, metode spitting, metode swabbing dan metode suction. 40 Pengumpulan saliva yang terstimulasi dapat dilakukan dengan metode mengunyah parafin ataupun dengan mengaplikasikan asam sitrat pada lidah. 40 Total waktu pengumpulan saliva sekitar 5-15 menit. 27 Untuk melakukan pengumpulan saliva istirahat, individu yang akan diukur salivanya, diinstruksikan untuk tidak makan, minum, merokok atau melakukan stimulasi apapun termasuk tindakan higiene oral selama 90 menit sebelum dilakukan pengukuran. 33 a. Saliva total tanpa stimulasi Dalam keadaan tanpa stimulasi, laju alir saliva total normalnya sekitar 0,5 mlmenit dan dikatakan hiposalivasi jika laju alir saliva total kurang dari 0,1 ml menit. 35,39 Pengumpulan saliva total istirahat dapat dilakukan dengan metode draining, spitting, suction dan absorbent swab. 3 Pada metode draining, saliva dibiarkan mengalir dari mulut ke dalam suatu wadah, sementara metode spitting yaitu mengumpulkan saliva dalam mulut yang kemudian ditampung dalam suatu wadahsialometer 1-2 kali setiap menit. Metode suction menggunakan saliva ejector, sementara pada metode swab caranya menggunakan cotton rollsponge yang sebelumnya diukur beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam mulut dan dibiarkan saliva mengalir membasahinya. Cotton rollsponge tersebut kemudian diukur kembali beratnya dan dicari hasil selisihnya. Metode swab merupakan teknik yang efektif Universitas Sumatera Utara untuk memperkirakan derajat salivasi pasien dengan keadaan xerostomia yang parah. 27 b. Saliva total terstimulasi Pada keadaan terstimulasi, laju alir saliva meningkat menjadi 1,5-2 mlmenit dan dikatakan hiposalivasi jika kurang dari 0,7 mlmenit. 33 Pengumpulan saliva total stimulasi dapat menggunakan metode mastikasi dengan parafin wax, metode rangsangan dengan asam sitrat dan metode absorbent dengan sponge. Pada metode mastikasi, individu diberi parafin wax untuk dikunyah selama 5 menit. Setelah itu, saliva yang terakumulasi dalam mulut ditampung setiap menit dalam suatu wadah. Metode rangsangan dengan asam sitrat yaitu dengan mengaplikasikan asam sitrat pada lateral lidah setiap 30 detik selama 5 menit, kemudian saliva dikumpulkan dalam suatu wadah setiap menit. Pada metode absorbentswab, sponge diletakkan di dalam mulut setelah sebelumnya ditimbang beratnya. Kemudian individu diinstruksi untuk mengunyah sponge tersebut. Sponge kemudian diukur kembali beratnya dan dicari hasil selisihnya. 27 c. Saliva individu kelenjar parotid Pengumpulan saliva individu kelenjar parotid dapat dilakukan dengan menggunakan alat cup Carlson-Crittendencup Lashley. Alat cup Lashley terdiri dari dua chamber, dimana bagian dalam chamber diletakkan diatas orifisi duktus stensen mukosa bukal disekitar gigi molar satu permanen, sementara bagian luar chamber dihubungkan ke suction. Dalam keadaan tanpa stimulasi, aliran saliva individu kelenjar parotid sangat rendahhampir tidak ada, sehingga pengumpulan saliva individu kelenjar parotid biasanya dilakukan dalam keadaan terstimulasi menggunakan larutan asam sitrat 2-4. Larutan ini diaplikasikan pada lateral border lidah menggunakan cotton swab dengan interval 30-60 detik selama 10 menit. 27 Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Pengumpulan saliva individu kelenjar parotid. A= Alat cup Lashley, B= Posisi peletakan alat diatas orifisi kelenjar parotid duktus Stensen 27 d. Saliva individu kelenjar submandibula dan sublingual Pengumpulan saliva individu kelenjar submandibula dan sublingual juga dapat dilakukan dalam keadaan tanpa stimulasi maupun dalam keadaan terstimulasi dengan asam sitrat 2-4. Pengumpulan saliva biasanya dilakukan dengan menggunakan metode suction. Pada teknik ini, duktus Stensen dihambat menggunakan cup Lashley atau cotton rolls dan saliva yang terakumulasi pada dasar mulut dapat diaspirasi menggunakan syringe atau menggunakan alat suction yang diperkenalkan Wolff. 27 Gambar 2. Pengumpulan saliva individu kelenjar submandibula dan sublingual. A=Metode suction menggunakan syringe, B= alat suction menurut Wolff 27 A B B A Universitas Sumatera Utara 4. Metode lain Selain metode pemeriksaan seperti penjelasan sebelumnya, untuk mengevaluasi fungsi saliva dapat juga dilakukan dengan melihat kemampuan seseorang untuk mengunyah dan menelan biskuit kering dalam keadaan tanpa air. 3 Sialografi, Ultrasonografi, MRI dan CT scan digunakan untuk mendeteksi adanya keadaan patologis seperti sialolith, obstruksikerusakan duktus, tumor dan kista yang menyebabkan disfungsi kelenjar saliva. 39

2.4 Hubungan Penggunaan Obat Bronkodilator pada Pasien PPOK

Dokumen yang terkait

Hubungan Penggunaan Obat Kardiovaskular Terhadap Terjadinya Xerostomia Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di RSU Dr Pirngadi Medan

3 78 59

Perbandingan nilai Limfosit T CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di RSUP H.Adam Malik Medan

0 68 74

Thalassemia Sebagai Penyakit Kronik Dilihat Dari Sudut Pandang Psikologis

0 80 21

Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

1 63 90

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

1 50 51

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik - Hubungan Penggunaan Obat Bronkodilator Terhadap Terjadinya Xerostomia Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Rsu Dr.Pirngadi Medan

0 0 16

Hubungan Penggunaan Obat Bronkodilator Terhadap Terjadinya Xerostomia Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Rsu Dr.Pirngadi Medan

0 1 13

Hubungan Penggunaan Obat Kardiovaskular Terhadap Terjadinya Xerostomia Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di RSU Dr Pirngadi Medan

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Penggunaan Obat Kardiovaskular Terhadap Terjadinya Xerostomia Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di RSU Dr Pirngadi Medan

1 1 11