AKUNTABILITAS DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA (Studi pada Pemerintah Desa di Kabupaten Magelang)

(1)

i

AKUNTABILITAS DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA (Studi pada Pemerintah Desa di Kabupaten Magelang)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh Ibnu Wardana

7211412171

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1. You are what you think (David Stoop, 1982) 2. “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya

kamu berharap.” (QS 94: 8)

3. “Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS 3: 159)

Persembahan :

1. Almamaterku, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman.

2. Ayahanda tercinta Bapak Jazim Ilyas dan Ibunda Esti Utami yang dengan setulus hati memberikan dukungan moril maupun materiil. Terimakasih untuk kasih sayang, ridho, doa, serta kesabaran yang selalu diberikan.


(6)

(7)

(8)

viii SARI

Wardana, Ibnu. 2016. “Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Pemerintah Desa di Kabupaten Magelang)”. Skripsi. Jurusan Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Henny Murtini, S.E., M.Si. Kata kunci: Akuntabilitas, Pemerintah Desa, Pengelolaan Keuangan, Penyajian Laporan Keuangan, Aksesibilitas, Sistem Pengendalian Internal

Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa sangatlah penting. Hal ini menuntut pemerintah desa untuk mengelola keuangan desa secara profesional, efektif dan efisien, serta akuntabel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan pemerintah desa dalam mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh penyajian laporan keuangan, aksesibilitas laporan keuangan, dan system pengendalian internal terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

Subjek penelitian ini adalah pemerintah desa di Kabupaten Magelang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitan ini yaitu dilakukan secara acak dengan teknik sampling random stratifikasi (stratified random sampling). Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini yaitu lebih meningkatkan pemahaman pemerintah desa terkait dengan aturan-aturan dalam pengelolaan keuangan desa.


(9)

ix ABSTRACT

Wardana, Ibnu. 2016. “Accountability of Financial Management at Local Government (Research on Village Administration in Magelang Regency)”. Final Project. Accounting Department Economic Faculty. Semarang State University. Advisor Henny Murtini, S.E., M.Si.

Keywords: Accountability, Village Administration, Financial Management, Financial Statement, Accessibility, Local Governmental Internal Control System

Accountability in financial mamangement of the village is important. This requires the village administration to manage finances of the village in a professional, effective, efficient, and accountable. The purpose of this research was to determine the readiness of the village administration in achieving accountability in financial management of the village, then conducted research about the effect of financial statements, accessibility of financial statements and internal control system to the accountability of the financial management of the village.

These research subjects are village administrations in Magelang regency. Sampling technique in this research is conducted randomly by stratified random sampling. Data collection instrument in this research was a questionnaire.

The results of this research is indicate that the financial statement presentation significant positive effect on financial management accountability of the village. Accessibility financial report significant positive effect on financial management accountability of the village. Internal control systems significant positive effect on financial management accountability of the village.

Suggestions relating to the results of this research that further enhance the understanding of the village administration related to the rules in the financial management of the village.


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Stewardship Theory ... 10

2.2. Pemerintah Desa ... 12

2.3. Penyajian Laporan Keuangan ... 14

2.4. Aksesibilitas Laporan Keuangan ... 19

2.5. Sistem Pengendalian Internal ... 20

2.6. Pengelolaan Keuangan Desa ... 23

2.7. Penelitian Terdahulu ... 28

2.8. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 35


(11)

xi

3.2. Populasi dan Sampel... 35

3.3. Teknik Pengambilan Data ... 38

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 39

3.4.1. Variabel Penelitian ... 39

3.4.2. Definisi Operasional ... 40

3.4.2.1. Penyajian Laporan Keuangan ... 40

3.4.2.2. Aksesibilitas Laporan Keuangan ... 40

3.4.2.3. Sistem Pengendalian Internal ... 41

3.4.2.4. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 41

3.5. Statistik Deskriptif ... 42

3.5.1. Deskripsi Responden Penelitian ... 42

3.5.2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 43

3.6. Metode Analisis Data ... 44

3.6.1. Model Pengukuran atau Outer Model ... 49

3.6.2. Model Struktural dan Inner Model ... 50

3.6.3. Uji Hipotesis ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1. Hasil Penelitian ... 52

4.1.1. Deskripsi Objek Penelitian... 52

4.1.2. Deskripsi Responden Penelitian ... 52

4.1.3. Deskripsi Variabel Penelitian ... 54

4.2. Analisis Data ... 57

4.3. Uji Outer Model atau Model Pengukuran ... 57

4.3.1. Uji Validitas Convergent ... 58

4.3.1.1. Loading Factor ... 58

4.3.1.2. Average Variance Extracted (AVE) ... 60

4.3.1.3. Uji Reliabilitas ... 61

4.4. Uji Inner Model atau Model Struktural ... 62

4.5. Uji Structural Equation Modeling (SEM) ... 63

4.6. Uji Hipotesis ... 64


(12)

xii

BAB V PENUTUP ... 71

5.1. Simpulan ... 71

5.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 28

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Sampel Penelitian... 37

Tabel 3.3 Interval Nilai Presentase dan Kriteria Penilaian ... 44

Tabel 4.1 Hasil Pengumpulan Data ... 52

Tabel 4.2 Data Statistik Responden ... 53

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Penyajian Laporan Keuangan ... 54

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Variabel Aksesibilitas Laporan Keuangan ... 55

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Variabel Sistem Pengendalian Internal ... 56

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Variabel Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan ... 57

Tabel 4.7 Outer Loadings ... 58

Tabel 4.8 Average Variance Extracted ... 60

Tabel 4.9 Composite Reliability and Cronbach’s Alpha ... 61

Tabel 4.10 Path Coefficient ... 64


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 31 Gambar 4.1 Diagram R Square ... 62 Gambar 4.2 Uji Full Model SEM PLS Algorithm ... 63


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Data Statistik Responden

Lampiran 3. Jawaban Responden Variabel Penyajian Laporan Keuangan Lampiran 4. Jawaban Responden Variabel Aksesibilitas Laporan Keuangan Lampiran 5. Jawaban Responden Variabel Sistem Pengendalian Internal

Lampiran 6. Jawaban Responden Variabel Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Lampiran 7. Uji Validitas

Lampiran 8. Uji Reliabilitas Lampiran 9. Uji Inner Model

Lampiran 10. Full Model SEM PLS Algorithm

Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian dari KESBANGPOL Kabupaten Magelang Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian dari BPMPPT Kabupaten Magelang


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perhatian terhadap desa di Indonesia meningkat dalam akhir tahun ini. Hal ini terjadi karena adanya penetapan peraturan pemerintah UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Hal ini memberikan kesempatan bagi desa untuk mengelola secara mandiri dana desa dan mengembangkan potensinya guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa. Pengelolaan keuangan desa tidak terlepas dari akuntabilitas. Secara umum akuntabilitas diartikan sebagai sebuah bentuk kewajiban untuk mempertanggungjawabkan sebuah keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi dalam mencapai sasaran yang telah diterapkan untuk periode-periode sebelumnya yang dilakukan secara periodik (Mustofa, 2012). Akuntabilitas dalam pemerintah desa sangat penting karena merupakan salah satu bentuk media pertanggungjawaban pemerintah desa sebagai entitas yang mengelola dana desa.

BPKP (2015: 1) menyatakan bahwa dalam APBN-P 2015 telah dialokasikan dana desa kurang lebih sebesar Rp 20,776 triliun kepada 74.093 desa yang tersebar di Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2015 Pasal 29, formula pembagian dihitung berdasarkan jumlah desa, dengan bobot sebesar 90% dan hanya 10% yang dihitung dengan menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografi. Pemerintah lebih menekankan pada asas pemerataan, dimana setiap desa memiliki


(17)

jumlah dana desa yang relatif sama. Tiap desa minimal menikmati dana desa sebesar Rp252,2 juta, apapun besaran/kebutuhan desa tersebut

.

Kebijakan ini memiliki konsekuensi terhadap proses pengelolaannya yang seharusnya dilaksanakan secara profesional, efektif dan efisien, serta akuntabel yang didasarkan pada prinsip-prinsip manejemen publik yang baik agar terhindarkan dari resiko terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan korupsi.

Dikutip dalam www.kemenkeu.go.id Kementerian Desa menginformasikan bahwa 80,0 persen dana desa (Rp16,09 triliun) telah masuk ke RKUD. Namun, pencairan ke RKD baru mencapai 53,05 persen (Rp8,53 triliun) saja. Kalaupun dana desa telah cair ke RKD, masalah lain yang berpotensi untuk mencuat adalah kesalahan dalam menyusun anggaran dan penyelewengannya. Persoalannya bukan semata lemahnya SDM dalam mengelola peruntukan dana desa, melainkan juga ketidaksiapan mental aparat desa. Menghadapi hal tersebut, perlu diberikannya sejumlah program pembangunan kapasitas seperti pelatihan aparatur dan juga pengawasan yang mempersempit ruang bagi tindak penyalahgunaan dengan memperkuat pendampingan dan pengawalan pengelolaan dana desa secara sistemik.

Pengelolaan keuangan desa yang akuntabel merupakan pengelolaan keuangan yang bisa dipertanggungjawakan mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, hingga pelaporan keuangan desa. Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Secara umum, akuntabilitas diartikan sebagai sebuah bentuk kewajiban untuk mempertanggungjawabkan sebuah keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan


(18)

organisasi dalam mencapai sasaran yang telah diterapkan untuk periode-periode sebelumnya yang dilakukan secara periodik (Mustofa, 2012).

Permendagri 113 Tahun 2014 menjelaskan pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Ada pula asas pengelolaan keuangan desa sebagai berikut:

1) Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

2) Pengelolaan keuangan desa, dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Suatu organisasi sektor publik dalam mengelola dana masyarakat dituntut harus mampu memberikan laporan keuangan yang bisa dipertanggungjawabkan. Kepala Desa menjadi penanggungjawab pengelolaan keuangan dan aset desa. PP No. 43 tahun 2014 pasal 103-104 menyatakan tata cara pelaporan yang wajib dilakukan oleh Kepala Desa. Kepala Desa diwajibkan menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap semester tahun berjalan (laporan semesteran). Selain itu, Kepala Desa juga diwajibkan menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran (laporan tahunan). Laporan yang dibuat oleh Kepala Desa ditujukan kepada Bupati/Walikota yang disampaikan melalui camat. Pertanggungjawaban yang tinggi dalam penyajian laporan keuangan akan memicu peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.


(19)

Akuntabilitas yang efektif dapat terwujud apabila informasi yang sampaikan mudah untuk dipahami. Masyarakat sebagai pihak yang memberi kepercayaan kepada pemerintah untuk mengelola keuangan publik berhak untuk mendapatkan informasi keuangan pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pemerintah (Mardiasmo, 2009). Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui pengelolaan keuangan tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas pengaplikasian serta pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat (Halim, 2007).

Menurut UU No. 6 Tahun 2014 pasal 86 menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sistem informasi desa yang dimaksud yaitu fasilitas perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya manusia, serta jaringan yang berisi informasi berkaitan dengan pembangunan desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.

Aksesibilitas dapat diartikan sebagai sarana pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada publik secara terbuka dan jujur berupa laporan keuangan yang dapat di akses dengan mudah oleh berbagai pihak yang berkepentingan (Mustofa, 2012). Permendagri 113 Pasal 40 menyatakan laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa wajib di informasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat media informasi sebagaimana dimaksud antara lain papan pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.


(20)

Dialokasikan dana desa kurang lebih sebesar Rp 20,776 triliun ke seluruh desa di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota berperan mengawasi pengelolaan dana tersebut. Masih rendahnya sumber daya manusia di desa secara langsung akan mempengaruhi tingkat transparansi dan akuntabilitas. Hal tersebut akan memicu terjadinya kecurangan dalam proses pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Salah satu upaya mencegah terjadinya kecurangan yang merupakan unsur utama perbuatan korupsi ini adalah dengan meningkatkan dan membangun pengendalian intern yang baik dan menyeluruh (Ramon, 2014).

Pengendalian internal merupakan sistem/prosedur yang ada dalam suatu organisasi untuk menjaga proses kegiatan operasi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan guna pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Menurut Krismiaji (2010: 218) menyebutkan bahwa pengendalian internal adalah rancana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva dan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.

Peran pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat desa dengan menyajikan laporan keuangan yang akuntabel, memberikan informasi keuangan secara terbuka dan memberikan pengawasan dalam proses pengelolaan keuangan agar menghasilkan pengelolaan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi pemerintah desa menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan stewardship theory yaitu tugas pemerintah menyajikan laporan keuangan, memberikan aksesibilitas laporan keuangan dan sistem pengendalian internal merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat desa.


(21)

Penelitian tentang akuntabilitas pengelolaan keuangan desa masih tergolong penelitian baru, jadi masih sangat jarang ditemukan. Salah satu penelitian terkait akuntabilitas pengelolaan keuangan desa yaitu Lestari (2014) hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) Proses pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan di Desa Pakraman Kubutambahan tidak melibatkan seluruh Krama Desa Pakramannya melainkan hanya melalui perwakilan. 2) Akuntabilitas pengelolaan keuangan berlangsung secara konsisten setiap bulan dengan menggunakan sistem akuntansi sederhana (sistem tiga kolom, yaitu debet, kredit dan saldo). 3) Dengan adanya modal sosial khususnya kepercayaan, Pengurus Desa Pakraman Kubutambahan menyadari bahwa akuntansi merupakan instrumen akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di Desa Pakraman. Manopo (2015) menggambarkan bahwa pelaksanaan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintah desa di desa dirasakan masih lemah, hal ini salah satunya terlihat pada tingkat informasi yang diterima oleh masyarakat tentang berbagai penyelenggaraan pemerintahan di Desa Warisa masih rendah.

Penelitian serupa juga dilakukan di sektor pubilk (daerah), seperti penelitian Wahyuni (2014) dengan hasil penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Sande (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan berpengaruh signifikan positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, aksesibilitas laporan


(22)

keuangan berpengaruh signifikan positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Menurut Hehanussa (2015) penyajian laporan keuangan dan aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Mustofa (2012) menunjukkan penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, aksesibilitas laporan keuangan daerah juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, serta penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Hasil dalam penelitian Yusrianti, dkk (2013) menyatakan bahwa pengungkapan laporan neraca daerah dan aksessibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Hasil penelitian Aliyah dan Nahar (2012) yaitu penyajian laporan keuangan dan aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Riyansa, dkk (2015) menyatakan bahwa penyajian laporan keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sedangkan aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Penelitian terdahulu di atas masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten antara penyajian laporan keuangan dan aksesibilitas laporan keuangan terhadap


(23)

akuntabilitas pengelolaan keuangan. Peneliti menambahkan variabel baru yaitu sistem pengendalian internal yang dirujuk dari Aramide dan Bashir (2015) yang menyatakan sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas keuangan. Atas dasar hal tersebut penulis tertarik meneliti pengaruh penyajian laporan keuangan, aksesibilitas laporan keuangan, serta sistem pengendalian internal terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan yang di desa. Penelitian ini tergolong baru karena obyek dari penelitian ini adalah desa.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh penyajian laporan keuangan, aksesibilitas laporan keuangan, sistem pengendalian internal, terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dan dapat juga dijadikan sebagai bahan referensi atau bukti empiris bagi penelitian selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh penyajian laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa?

2. Apakah terdapat pengaruh aksesibilitas laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa?

3. Apakah terdapat pengaruh sistem pengendalian internal terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa?


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Apakah penyajian laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa?

2. Apakah aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa?

3. Apakah sistem pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa?

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memperkuat bukti empiris mengenai pengaruh penyajian laporan keuangan

dan aksesibilitas laporan keuangan serta sistem pengendalian internal terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

2. Memberikan referensi kepada pihak lain yang tertarik dengan organisasi sektor publik.


(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Stewardship (Grand theory)

Teori mendasari penelitian ini adalah bagian dari agency theory yaitu

stewardship theory (Donaldson dan Davis, 1991), yang menggambarkan situasi dimana para manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan - tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi. Teori tersebut mengasumsikan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan organisasi menggambarkan maksimalisasi utilitas kelompok principals dan manajemen. Maksimalisasi utilitas kelompok ini pada akhirnya akan memaksimumkan kepentingan individu yang ada dalam kelompok organisasi tersebut.

Teori stewardship dapat diterapkan pada penelitian akuntansi organisasi sektor publik seperti organisasi pemerintahan yang sejak awal perkembangannya, akuntansi organisasi sektor publik telah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi hubungan antara stewards dengan principals. Akuntansi sebagai penggerak (driver) berjalannya transaksi bergerak kearah yang semakin kompleks dan diikuti dengan tumbuhnya spesialisasi dalam akuntansi dan perkembangan organisasi sektor publik. Kontrak hubungan antara stewards dan principals atas dasar kepercayaan (amanah = trust), bertindak kolektif sesuai dengan tujuan organisasi.


(26)

Implikasi teori stewardship terhadap penelitian ini, dapat menjelaskan eksistensi Pemerintah Desa (steward) sebagai suatu lembaga yang dapat dipercaya dan bertindak sesuai dengan kepentingan publik dengan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan tepat untuk kesejahteraan masyarakat (principal). Pemerintah desa melaksanakan tugasnya dalam membuat pertanggungjawaban keuangan berupa penyajian laporan keuangan yang akuntabel dan transparan sesuai dengan karakteristik laporan keuangan (relevan, andal, dapat dipahami dan dapat dibandingkan).

Aksesibilitas laporan keuangan merupakan salah satu bentuk transparansi pemerintah desa (steward) terhadap masyarakat (principal) dalam pengelolaan keuangan desa, yaitu dengan cara memberikan akses informasi keuangan kepada masyarakat sehingga pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat (Arifiyadi, 2008). Laporan keuangan yang akuntabel dan transparan dapat terwujud dengan adanya kontrol dalam pembuatan laporan keuangan tersebut, yaitu dengan sistem pengendalian internal sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). Pemerintah desa dapat mengarahkan semua kemampuan dan keahliannya dalam mengefektifkan pengendalian intern untuk dapat menghasilkan laporan informasi keuangan yang berkualitas sebagai bentuk pelayanan yang baik kepada masyarakat.


(27)

2.2. Pemerintah Desa

Pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa. Kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa (UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 18).

Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 menjelaskan bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa dipegang oleh kepala desa. Permendagri 113 menyatakan bahwa dalam siklus pengelolaan keuangan desa merupakan tanggung jawab dan tugas dari kepala desa dan pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (sekretaris desa, kepala seksi dan bendahara desa).

1. Kepala Desa

Kepala desa adalah Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Kepala desa memiliki kewenangan yaitu: Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa, menetapkan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD), menetapkan petugas yang melakukan pemungutan


(28)

penerimaan desa, menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa, dan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa.

2. Sekretaris Desa

Sekretaris desa selaku koordinator PTPKD membantu kepala desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dengan tugas: menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa. Menyusun rancangan peraturan desa mengenai APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa. Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBDesa. Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa. Melakukan verifikasi terhadap Rencana Anggaran Belanja (RAB), bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APBDesa (SPP). Sekretaris desa mendapatkan pelimpahan kewenangan dari kepala desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dan bertanggungjawab kepada kepala desa.

3. Kepala Seksi

Kepala seksi merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya. Sesuai PP Nomor 47 Tahun 2015 pasal 64 dinyatakan bahwa desa paling banyak terdiri dari 3 (tiga) seksi. Kepala seksi mempunyai tugas: Menyusun RAB kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya. Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama lembaga kemasyarakatan desa yang telah ditetapkan di dalam APBDesa. Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan.


(29)

Mengendalikan pelaksanaan dengan melakukan pencatatan dalam buku pembantu kas kegiatan. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada kepala desa. Mengajukan SPP dan melengkapinya dengan bukti-bukti pendukung atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

4. Bendahara Desa

Bendahara desa merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang dijabat oleh kepala/staf urusan keuangan dan memiliki tugas untuk membantu sekretaris desa. Bendahara desa mengelola keuangan desa yang meliputi penerimaan pemdapatan desa dan pengeluaran/pembiayaan dalam rangka pelaksanaan APBDesa. Penatausahaan dilakukan dengan menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank. Penatausahaan yang dilakukan antara lain meliputi yaitu: menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar. Memungut dan menyetorkan PPh dan pajak lainnya. Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.

2.3. Penyajian Laporan Keuangan

IAI-KASP (2015) menjelaskan bahwa membuat laporan keuangan merupakan tahap akhir dari siklus akuntansi. Data laporan keuangan diambil dari seluruh proses yang dilakukan sampai dengan dibuatnya neraca lajur. Data yang diproses berdasarkan neraca lajur itulah digunakan sebagai dasar penyusunan


(30)

laporan keuangan. BPKP (2015) menyatakan laporan keuangan yang harus dibuat oleh pemerintah desa antara lain :

1. Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa

Laporan realiasasi pelaksanaan APBDesa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat, terdiri dari:

a. Laporan Semester Pertama, disampaikan paling lambat pada bulan Juli tahun berjalan.

b. Laporan Semester Akhir Tahun, disampaikan paling lambat pada akhir bulan januari tahun berikutnya.

Laporan realisasi pelaksanaan APBDesa semester pertama menggambarkan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan selama semester I dibandingkan dengan target dan anggarannya, sedangkan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa semester akhir tahun mengambarkan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan sampai dengan akhir tahun, jadi bersifat akumulasi hingga akhir tahun anggaran.

2. Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa

Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa setiap akhir tahun anggaran disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang telah ditetapkan dengan peraturan desa. Setelah pemerintah desa dan BPD telah sepakat terhadap laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa dalam bentuk peraturan desa, maka peraturan desa ini disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa.


(31)

Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana tercantum dalam pada pasal 41 Permendagri 113/2014, disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berkenaan.

3. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa

Laporan realisasi penggunaan dana desa disampaikan kepada Bupati/Walikota setiap semester. Penyampaian laporan realisasi penggunaan dana desa dialakukan:

a. Untuk semester I paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun anggaran berjalan.

b. Untuk semester II paling lambat minggu keempat bulan januari tahun anggaran berikutnya.

Berdasarkan laporan dana desa dari desa-desa yang ada di wilayah kabupaten/kota, Bupati/Walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan dana desa kepada Menteri keuangan dengan tembusan Menteri yang menangani desa, Menteri teknis/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait, dan Gubernur paling lambat minggu keempat bulan Maret tahun anggaran berikutnya.

4. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa

Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa merupakan laporan yang disampaikan secara periodik kepada BPD terhadap pelaksanaan APBDesa yang telah disepakati di awal tahun dalam bentuk peraturan desa. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa dilampiri:


(32)

a. Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran berkenaan

b. Format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan

c. Format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang Masuk ke Desa

Laporan ini disampaikan kepada BPD secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran (PP 43/2014 pasal 51).

Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) menjelaskan tentang karakteristik laporan keuangan yaitu ukuran-ukuran normative yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Berikut adalah karakteristik yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah daerah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki :

1. Relevan

Laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi yang termuat didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta mengoreksi hasil evaluasi meraka di masa lalu. Informasi yang relevan adalah :

a. Memiliki manfaat prediktif (predictive value)

Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang dengan mengacu pada hasil masa lalu dan kejadian masa kini.


(33)

b. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)

Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan alat mengoreksi ekspektasi di masa lalu.

c. Tepat waktu

Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.

d. Lengkap

Informasi disajikan selengkap mungkin yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.

2. Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan, menyajikan fakta secara jujur, dan dapat diverifiakasi. Informasi yang andal setidaknya memenuhi karakteristik sebagai berikut:

a. Dapat diverifikasi

Informasi dalam laporan keuangan dapat diuji. Akan lebih baik apabila dilakukan pengujian lebih dari satu kali oleh pihak yang berbeda dan hasilnya tidak jauh beda.

b. Penyajian jujur

Informasi menggambarkan secara jujur transaksi yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

c. Netralitas

Informasi diarahkan pada kepentingan umum dan tidak mementingkan kepentingan pihak tertentu.


(34)

3. Dapat dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.

4. Dapat dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.

2.4. Aksesibilitas Laporan Keuangan

Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas bukan disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones

et al, 1985). Pemerintah berkewajiban untuk memberikan informasi keuangan yang akan digunakan kepada publik dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik.

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan keuangan yang dapat dibaca dan dipahami. Akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet), dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004).


(35)

Mulyana (2006) mengemukakan bahwa aksesibilitas dalam laporan keuangan sebagai kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi laporan keuangan. Menurut Permendagri 113 laporan keuangan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi atau pelaksanaan APBDes wajib diinformasikan secara tertulis kepada masyarakat dengan menggunakan media yang mudah diakses masyarakat.

2.5. Sistem Pengendalian Internal

Sistem pengedalian intern pemerintah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) mendefinisikan sistem pengendalian internal pemerintah ialah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Menurut PP 60 Tahun 2008, Unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah SPIP terdiri atas unsur:

1. Lingkungan pengendalian

Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian internal dalam lingkungan kerjanya melalui:


(36)

a) Penegakan integritas dan nilai etika. b) Komitmen terhadap kompetensi. c) Kepemimpinan yang kondusif.

d) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. e) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.

f) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia.

g) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif. h) Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

i) Penilaian risiko 2. Penilaian Risiko

Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian risiko terdiri atas: identifikasi risiko dan analisis risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan penilaian risiko dalam rangka tujuan instansi pemerintah yaitu memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu kemudian wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. Tujuan instansi pemerintah dapat terwujud apabila pimpinan instansi pemerintah menetapkan strategi operasional yang konsisten, strategi manajemen terintegrasi, rencana penilaian risiko, dan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

3. Kegiatan pengendalian

Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan


(37)

fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintah. b) Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko. c) Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus instansi

pemerintah.

d) Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis.

e) Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis.

f) Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. 4. Informasi dan komunikasi

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud wajib diselenggarakan secara efektif, untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan instansi pemerintah harus sekurang-kurangnya:

a) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi. b) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus

menerus.

5. Pemantauan pengendalian internal

Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan sistem pengendalian internal. Pemantauan sistem pengendalian internal dilaksanakan


(38)

melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

2.6. Pengelolaan Keuangan Desa

Menurut pasal 71 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 dinyatakan bahwa keuangan desa adalah hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Selanjutnya pada ayat (2)nya dinyatakan bahwa adanya hak dan kewajiban akan menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa.

Pasal 93 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa pengelolaan keuangan desa meliputi : perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Perencanaan

a. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa dibuat, disampaikan oleh kepala desa, dan dibahas dengan Badan Permusyawaratan Desa untuk disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.

b. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disepakati disampaikan oleh kepala desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. c. Bupati/Walikota melakukan evaluasi paling lama 20 (dua puluh) hari kerja


(39)

Bupati/Walikota tidak melakukan evaluasi dalam batas waktu tersebut, maka peraturan desa berlaku dengan sendirinya.

d. Dalam hal ada koreksi yang disampaikan atau penyesuaian yang harus dilakukan dari hasil evaluasi tersebut, maka kepala desa harus melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.

e. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa dan kepala desa tetap menetapkan rancangan peraturan kepala desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa, Bupati/Walikota membatalkan peraturan desa dengan keputusan Bupati/Walikota. Pembatalan peraturan desa tersebut sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Apabila terjadi pembatalan, kepala desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan pemerintah desa.

f. Kepala desa memberhentikan pelaksanaan peraturan desa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud.

g. Dalam hal Bupati/Walikota mendelegasikan evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada camat atau sebutan lain, maka langkah yang dilakukan adalah :

1) Camat menetapkan hasil evaluasi rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya rancangan peraturan desa tentang APBDesa.


(40)

2) Dalam hal ini camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu yang ditetapkan, peraturan desa tersebut berlaku dengan sendirinya. 3) Dalam hal ada koreksi yang disampaikan atau penyesuaian yang harus

dilakukan dari hasil evaluasi tersebut, kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

4) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa dan kepala desa tetap menetapkan rancangan peraturan kepala desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa, camat menyampaikan usulan pembatalan peraturan desa kepada Bupati/Walikota.

2. Pelaksanaan

a. Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa.

b. Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

c. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.

d. Bendahara dapat menyimpan uang dalam kas desa pada jumlah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa.

e. Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.


(41)

f. Pengeluaran desa untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa tetap dapat dikeluarkan walaupun rancangan peraturan desa tentang APBDesa belum ditetapkan.

g. Pelaksana kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen diantaranya Rencana Anggara Biaya (RAB). Sebelum digunakan, RAB tersebut diverifikasi oleh sekretaris desa dan disahkan oleh kepala desa.

h. Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan yang menyebabkan pengeluaran atas beban anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan desa.

3. Penatausahaan

Bendahara desa wajib :

a. Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran dilakukan menggunakan : Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank.

b. Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban. 4. Pelaporan

Kepala desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota yang meliputi :


(42)

a. Laporan semester pertama, berupa Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa.Semester Pertama.

b. Laporan semester akhir tahun, berupa Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester Akhir.

5. Pertanggungjawaban

Kepala desa menyampaikan kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran laporan yang meliputi :

a. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran berkenaan.

1) Merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

2) Diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.

3) Disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain. b. Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan c. Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa. 6. Pembinaan dan Pengawasan

a. Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran dana desa, alokasi dana desa, dan bagi hasil pajak dan retribusi daerah dari Kabupaten/Kota kepada desa.

b. Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.


(43)

2.7. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Nama

Penulis Judul Variabel Hasil

1 Hehanussa, 2015 Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Ambon Variabel Dependen : Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Variabel Independen : Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah

Hasil pengujian secara empiris membuktikan bahwa Penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Aksesibilitas laporan keuangan daerah juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Bukti

empiris juga

memperlihatkan bahwa penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

2 Sande, 2013 Pengaruh

Penyajian Laporan Keuangan dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Variabel Dependen : Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) penyajian laporan keuangan mempengaruhi secara signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan provinsi, 2) aksesibilitas laporan keuangan


(44)

Lanjutan Tabel 2.1

No Nama

Penulis Judul Variabel Hasil

(Studi Empiris Pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat) Variabel Independen : Penyajian laporan keuangan dan aksesibilitas laporan keuangan

memiliki makna positif untuk akuntabilitas pengelolaan keuangan provinsi.

3 Aliyah dan Nahar, 2012 Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Jepara Variabel Dependen : Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Variabel Independen : Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyajian laporan

keuangan dan

aksesibilitas bidang laporan keuangan efek parsial atau bersama-sama positif pada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan. 4 Wahyuni,

2014 Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Variabel Dependen : Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Variabel Independen : Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah

Hasil penelitian ini adalah bahwa kedua neraca dan aksesibilitas laporan keuangan memiliki dampak positif yang signifikan pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah (nilai F-test dari 31,225 pada tingkat signifikansi 0.00).

5 Mustofa, 2012 Pengaruh Penyajian dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Kabupaten Pemalang Variabel Dependen : Akuntabilitas pengelolaan keuangan Variabel Independen : Penyajian dan aksesibilitas laporan keuangan

Hasil menunjukkan bahwa penyajian laporan keuan gan daerah berpengaruh signifikan secara positif

terhadap akuntabilitas

pengelolaan keuangan

daerah, aksesibilitas

berpengaruh positif dan

signifikan terhadap

akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.


(45)

Lanjutan Tabel 2.1

No Nama

Penulis Judul Variabel Hasil

6 Riyansa dkk, 2015 Pengaruh Penyajian dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Variabel Dependen : Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Variabel Independen : Penyajian dan aksesibilitas laporan keuangan daerah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyajian laporan

keuangan belum

berpengaruh pada akuntabilitas pengelolaan keuangan, aksesibilitas laporan keuangan memiliki dampak positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

7 Ramon, 2014 Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Terhadap Akuntabilitas Keuangan Variabel Dependen : Akuntabilitas Keuangan Variabel Independen : Sistem Pengendalian Intern

Hasil dari penelitian ini sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas keuangan.

8 Aramide dan Bashir, 2015

The Effectiveness of Internal Control System and

Financial

Accountability at Local Government Level in Nigeria

Variabel Dependen : Akuntabilitas Keuangan Variabel Independen : Sistem Pengendalian Intern

Hasil dari penelitian ini sistem pengendalian internal berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas keuangan.

9 Yusrianti dkk, 2013

The Effect of Regional Balance Sheet Disclosure and Accessibility Financial

Statements on The Accountability of Regional Financial Management in Palembang City Variabel Dependen : Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Variabel Independen : Pengungkapan Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan

Hasil dari penelitian ini yaitu pengungkapan laporan neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.


(46)

2.8. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis 2.8.1. Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

2.8.2. Hubungan Penyajian Laporan Keuangan dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Penyajian laporan keuangan merupakan salah satu komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi berupa laporan keuangan (Mardiasmo, 2009: 159). Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan akuntabilitas (Nordiawan, 2010).

Penyajian Laporan

Keuangan

Aksesibilitas

Laporan Keuangan

Sistem

Pengendalian

Internal

Akuntabilitas

Pengelolaan

Keuangan Desa


(47)

Penelitian Mustofa (2012) menguji pengaruh penyajian laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pada pegawai pemerintah daerah, dengan hasil analisisnya menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Penyajian laporan keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

2.8.3. Hubungan Aksesibilitas Laporan Keuangan dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Pemerintah desa harus memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan. Kemudahan akses yang diberikan bagi para pengguna laporan keuangan, akan memicu terciptanya akuntabilitas pengelolaan keuangan yang baik. Kemudahan akses laporan keuangan tidak hanya diberikan kepada lembaga legislatif dan badan pengawasan tetapi juga kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada pemerintah desa untuk mengelola keuangan desa.

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, website (internet), dan forum yang memberikan


(48)

perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004).

Hehanussa (2015) dan Sande (2013) menguji pengaruh aksesibilitas laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pada pegawai pemerintah daerah. Hasil analisisnya menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

2.8.4. Hubungan Sistem Pengendalian Internal dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) mendefinisikan sistem pengendalian internal pemerintah ialah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Penelitian Ramon (2014) menguji pengaruh pengendalian internal terhadap akuntabilitas keuangan pada Inspektorat Kota Se Provinsi


(49)

Sumatera Baratdengan hasil analisisnya menunjukkan system pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas keuangan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Sistem Pengendalian Internal berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.


(50)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian studi pengujian hipotesis (hypothesis testing study) untuk menguji pengaruh antar variabel. Menurut Wahyudin (2015: 110) studi pengujian hipotesis bertujuan untuk menganalisis, mendeskripsikan, dan mendapatkan bukti empiris pola hubungan antara dua variabel atau lebih. Teori sangat diperlukan dalam penelitian ini. Teori digunakan sebagai landasan dalam mengajukan sebuah hipotesis maupun untuk menentukan kriteria pengukuran terhadap variabel-variabel yang diteliti.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dapat didefinisikan sebagai himpunan atau sekumpulan elemen, unsur, atau unit dalam suatu kawasan atau ruang lingkup tertentu, yang memiliki atribut atau karakteristik tertentu, dan ditetapkan oleh peneliti sebagai objek analisis penelitian (Wahyudin, 2015: 116). Populasi yang dalam penelitian ini adalah Pemerintah Desa di Kabupaten Magelang. Populasi dalam penelitian ini akan dijelaskan pada tabel 3.1.


(51)

Tabel 3.1 Populasi Penelitian Kabupaten Magelang

No Kecamatan Jumlah Desa

1 Kecamatan Bandongan 14

2 Kecamatan Borobudur 20

3 Kecamatan Candimulyo 19

4 Kecamatan Dukun 15

5 Kecamatan Grabag 28

6 Kecamatan Kajoran 29

7 Kecamatan Kaliangkrik 20

8 Kecamatan Martoyudan 13

9 Kecamatan Mungkid 16

10 Kecamatan Muntilan 14

11 Kecamatan Ngablak 16

12 Kecamatan Ngluwar 8

13 Kecamatan Pakis 20

14 Kecamatan Salam 12

15 Kecamatan Salaman 20

16 Kecamatan Sawangan 15

17 Kecamatan Secang 20

18 Kecamatan Sumbing 17

19 Kecamatan Tegalrejo 21

20 Kecamatan Tempuran 15

21 Kecamatan Windusari 20

Jumlah 372

Sampel adalah cuplikan yang diambil dari populasi, dan menjadi wakil populasi (Wahyudin, 2015: 118). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dilakukan secara random atau acak (probability sampling) dengan teknik sampling acak sederhana (simple random sampling). Mengacu pada pendapat Wahyudin (2015:118) bahwa, sampel random adalah sampel yang diambil atau dicuplik dari populasi, dengan menggunakan prinsip, bahwa semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dapat terpilih sebagai anggota sampel.


(52)

Desa-desa yang akan menjadi sampel pada penelitian ini akan dijelaskan pada tabel 3.2. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling).

Tabel 3.2 Sampel Penelitian Kabupaten Magelang

No Desa No Desa No Desa

1 Bandongan 28 Candisari 55 Ngadiharjo

2 Sidorejo 29 Banjarsari 56 Bumiharjo

3 Rejosari 30 Prajeksari 57 Wringinputih

4 Trasan 31 Tempur rejo 58 Kembanglimus

5 Salamkanci 32 Jogomulyo 59 Tegalarum

6 Sukosari 33 Girirejo 60 Kebonsari

7 Kedungsari 34 Sidoagung 61 Jambewangi

8 Tonoboyo 35 Tanggulrejo 62 Payaman

9 Kalegen 36 Bulurejo 63 Madusari

10 Kebonagung 37 Banjarnegoro 64 Secang

11 Gandusari 38 Jogonegoro 65 Ngabean

12 Sukodadi 39 Kalinegoro 66 Ngadirojo

13 Beseran 40 Sukorejo 67 Ngasem

14 Bumirejo 41 Bondowoso 68 Banyuurip

15 Giriwarno 42 Donorojo 69 Glagahombo

16 Maduretno 43 Danurejo 70 Purwasari

17 Girirejo 44 Sumber rejo 71 Tegalrejo 18 Kaliangkrik 45 Mertoyudan 72 Sidorejo

19 Ngawonggo 46 Banyurojo 73 Sukorejo

20 Sidorejo 47 Blondo 74 Bawang

21 Sukorejo 48 Rambeanak 75 Rejosari

22 Sidowangi 49 Bumirejo 76 Daseh

23 Banjaragung 50 Wanurejo 77 Losari

24 Sangen 51 Tuksongo 78 Pakis

25 Kajoran 52 Tanjungsari 79 Banyusidi

26 Kembangkuning 53 Karanganyar 27 Windusari 54 Karangrejo


(53)

Ukuran sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin. Menurut Wahyudin (2015:128), penggunaan rumus ini perlu memutuskan terlebih dahulu ukuran populasi penelitian (N) dan rentang toleransi kekeliruan yang dapat diterima (e). Adapun rumus tersebut yaitu sebagai berikut:

� = + �� n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = batas toleransi kesalahan (batas toleransi kesalahan dinyatakan dengan presentase)

Populasi yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 372 desa dan batas toleransi kesalahan ditetapkan adalah 0,1, maka besarnya sampel pada penelitian ini adalah:

� = + �� � = + 7 � ,7 � = 79

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 79 desa.

3.3. Teknik Pengambilan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Jawaban diperoleh dari responden atas beberapa item pertanyaan tentang penyajian laporan keuangan, aksesibilitas laporan keuangan, sistem pengendalian internal dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Data primer yang diperoleh


(54)

menggunakan teknik kuesioner dengan mengajukan daftar pertanyaan tertulis kepada narasumber atau responden berkaitan dengan aspek-aspek penting yang berhubungan dengan variabel penelitian (Wahyudin, 2015: 130).

Pertanyaan dalam kuesioner disusun secara terstruktur sesuai indikator tiap variabel penelitian dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari pemerintah desa sebagai responden penelitian. Bobot penilaian atau angka hasil kusioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala likert (likert scale). Skala likert ini menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Kurang Setuju, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Y). Variabel independen dalam penelitian ini adalah penyajian laporan keuangan daerah (X1), aksesibilitas laporan keuangan daerah (X2) dan Sistem Pengendalian Internal (X3). Pengukuran variabel digambarkan dalam skala likert (likert scale). Skala likert ini menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Kurang Setuju, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.


(55)

3.4.2. Definisi Operasional Variabel 3.4.2.1.Penyajian Laporan Keuangan

Penyajian Laporan Keuangan dalam penelitian ini sebagai variabel independen (X1). Penyajian Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas (PSAK 1, 2012). Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) menjelaskan tentang karakteristik laporan keuangan yaitu ukuran-ukuran normative yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya.

Terdapat 4 indikator yang digunakan untuk mengukur penyajian laporan keuangan adalah pemenuhan karakteristik laporan keuangan (relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami). Pengukuran variabel digambarkan dalam skala likert (likert scale). Skala likert ini menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Kurang Setuju, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.

3.4.2.2.Aksesibilitas Laporan Keuangan

Aksesibilitas Laporan Keuangan dalam penelitian ini sebagai variabel independen (X2). Aksesibilitas laporan keuangan adalah kemampuan untuk memberikan akses bagi stakeholder untuk mengetahui atau memperoleh laporan keuangan sebagai bagian dari partisipasi stakeholder.

Menurut Nurmuthmainnah (2015) terdapat 3 indikator yang digunakan untuk mengukur aksesibilitas adalah kemudahan masyarakat mendapatkan informasi (terbuka dimedia massa, mudah diakses, ketersediaan informasi).


(56)

Pengukuran variabel digambarkan dalam skala likert (likert scale). Skala likert ini menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Kurang Setuju, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.

3.4.2.3.Sistem Pengendalian Internal

Sistem Pengendalian Internal dalam penelitian ini sebagai variabel independen (X3). Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) ialah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008.

Terdapat 5 indikator yang digunakan untuk mengukur sistem pengendalian internal adalah sistem pengendalian internal yang telah dipraktikan dilingkungan pemerintahan di berbagai negara yang meliputi: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern. Pengukuran variabel digambarkan dalam skala likert (likert scale). Skala likert ini menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Kurang Setuju, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju. 3.4.2.4.Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dalam penelitian ini sebagai variabel dependen (Y). Akuntabilitas pengelolaan keuangan merupakan proses pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan


(57)

dipertanggungjawabkan (Nurmuthmainnah, 2015). Akuntabilitas keuangan sangat terkait dengan pelaporan keuangan. Mulai dari penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan keuangan (Zeyn, 2011).

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini menurut Zeyn (2011) adalah perumusan rencana keuangan, pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan, melakukan evaluasi atas kinerja keuangan, pelaksanaan pelaporan keuangan. Pengukuran variabel digambarkan dalam skala likert (likert scale). Skala likert ini menggunakan lima angka penilaian yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Kurang Setuju, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.

3.5. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan profil variabel penelitian secara individual (Wahyudin, 2015: 138). Statistik deskriptif dilakukan terhadap data penelitan dan responden. Deskripsi data penelitian meliputi hasil jawaban responden dari instrument penelitian yang telah disebarkan. Sedangkan deskripsi data responden meliputi jenin kelamin, usia, masa kerja sebagai aparatur desa, pendidikan terakhir, jabatan fungsional dan lamanya berada di posisi dan jabatan fungsional.

3.5.1. Deskripsi Responden Penelitian

Deskripsi responden penelitian digunakan untuk memberikan gambaran mengenai demografi responden. Gambaran yang diberikan berupa, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jabatan, dan masa kerja sebagai perangkat desa. Deskripsi


(58)

responden penelitian digunakan untuk mengetahui kumpulan data yang bisa mewakili sampel atau populasi dari setiap data demografi responden.

3.5.2. Deskripsi Variabel Penelitian

Deskripsi variabel penelitian digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tendensi sentral dan masing-masing variabel dalam penelitian ini, antara lain penyajian laporan keuangan, aksesibilitas, dan sistem pengendalian internal sebagai variabel eksogen, serta akuntabilitas pengelolaan keuangan desa sebagai variabel endogen. Tendensi sentral dalam penelitian ini diukur menggunakan mean (nilai masing-masing variabel), nilai minimum (nilai terendah), nilai maksimum (nilai tertinggi masing-masing variabel), dan frekuensi. Deskripsi variabel dalam penelitian ini diolah menggunakan Microsoft Excel.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan teknik analisis ini yaitu:

1. Membuat tabel distribusi jawaban angket variabel endogen dan eksogen. 2. Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor yang telah

ditetapkan.

3. Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap responden. 4. Memasukkan skor tersebut ke dalam rumus sebagai berikut:

DP = � � % Keterangan:

DP : Deskriptif Persentase (%) n : Jumlah nilai yang diperoleh N : Jumlah nilai ideal


(59)

Kriteria interval di dapat dari perhitungan sebagai berikut: Persentase maksimal : 5

5 � % = % Persentase minimal :

5 � % = %

Rentang : 100% - 20% = 80%

Panjang kelas interval : 80% : 5 = 16%

Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan di atas, maka dapat disusun tabel interval nilai persentase indikator penelitian pada gambar Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Interval Nilai Persentase dan Kriteria Penilaian

Sumber: Data primer diolah, 2016 3.6. Metode Analisis Data

Analisis data dan pengujian hipotesis ini menggunakan metode Structural Equation ModelPartial Least Square (SEM-PLS). Model persamaan struktural (SEM) merupakan suatu teknik analisis multivariat yang menggabungkan analisis faktor dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan antara variabel eksogen dan endogen multiple dengan banyak faktor (Ghozali dan Latan, 2012).

SEM merupakan salah satu jenis analisis multivariate (multivatiate analysis) dalam ilmu sosial yang membagi menjadi dua kelompok tujuan untuk

Interval Persen Kriteria

20% < Skor ≤ 36% Sangat Tidak Baik 36% < Skor ≤ 52% Tidak Baik

52% < Skor ≤ 68% Kurang Baik 68% < Skor ≤ 84% Baik


(60)

penggunaannya, (1) bertujuan konfirmasi (primarily confirmatory) dan (2) bertujuan eksplorasi (primarily exploratory).Analisis multivariat digunakan untuk menguji hipotesis yang dikembangkan berdasarkan teori dan konsep yang sudah ada, sedangkan analisis multivariat eksploratoris digunakan untuk mencari pola data dalam kasus di mana belum ada atau masih terbatasnya teori yang menyatakan bagaimana hubungan antarvariabel (Sholihin dan Ratmono, 2013:2).

Secara garis besar tahapan dalam menggunakan SEM adalah sebagai berikut ini (Jogiyanto 2011):

1. Spesifikasi model, yaitu membangun model yang sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian dengan landasan teori yang kuat.

2. Estimasi parameter bebas, yaitu komparasi matrik kovarian yang mempresentasikan hubungan antar variabel dan mengestimasinya ke dalam model yang paling sesuai. Parameter untuk mengukur kesesuaian model adalah

maximum likelihood, weighted least squares atau asymptotically distribution-free methods. Berbagai program yang dapat digunakan antara lain SPSS, AMOS, EQS, LISREL dan Mplus.

3. Assessment of fit, yaitu eksekusi estimasi kesesuaian model dengan menggunakan parameter antara lain: Chi-Square (ukuran dasar kesesuaian model yang secara konseptual merupakan fungsi dari ukuran sampel dan perbedaan antara matrik kovarian yang diobservasi dengan matrik kovarian model), Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA), Standardized Root Mean Residual (SRMR), and Comparative Fit Index (CFI).


(61)

4. Modifikasi model, yaitu mengembangkan model yang diuji di awal untuk meningkatkan goodness-of fit (GOF) model. Peluang untuk mengembangkan model tergantung besarnya degree of freedom dari model. Namun, pengembangan model harus mempertimbangkan dasar teori, tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan alasan atau argument statistis.

5. Interpretasi dan komunikasi, yaitu interpretasi hasil pengujian statistika dan pengakuan bahwa kosntruk yang dibangun berdasarkan model yang paling sesuai. Namun, hasil tersebut dapat dicapai ketika desain riset dibangun secara cermat sehingga dapat membedakan hipotesis rival.

6. Replikasi dan validasi ulang, yaitu kemampuan model yang dimodifikasi untuk dapat direplikasi dan divalidasi ulang sebelum hasil penelitian diinterpretasikan dan dikomunikasikan.

PLS merupakan metode analisis yang powerfull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Ghozali dan Latan, 2012). Partial Least Square (PLS) adalah bagian dari SEM. PLS adalah teknik terbaru yang banyak diminati, karena tidak membutuhkan data yang terdistribusi normal atau sebuah penelitian dengan sampel yang sedikit. Tujuan dari penggunaan PLS yaitu untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten dan untuk perluasan teori yang sudah ada.

SEM memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan pada penelitian yang menghubungkan antara teori dan data, serta mampu melakukan


(62)

analisis jalur (path) dengan variabel laten sehingga sering digunakan oleh peneliti yang berfokus pada ilmu sosial. Pada umumnya terdapat dua jenis SEM yaitu

covariance-based structural equation modeling (CB-SEM) dan variance-based structural equation modeling (PLS-SEM).CB-SEM diwakili oleh software seperti AMOS, EQS, LISREL dan sebagainya sedangkan PLS-SEM diwakili oleh software PLS-Graph, SmartPLS, VisualPLS dan sebagainya (Ghozali dan Latan, 2012).

Analisis data menggunakan CB-SEM memiliki beberapa keterbatasan yaitu: jumlah sampel harus besar (berkisar 200-800 kasus), data harus terdistribusi secara normal multivariate, indikator harus dalam bentuk refleksif, model harus berdasarkan pada teori (teori kuat) dan adanya indeterminacy sehingga sekarang banyak penelitian yang menggunakan SEM berbasis variance atau component yang terkenal dengan Partial Least Square. Pada analsis SEM-PLS data tidak harus terdistribusi normal mutivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval samapi rasio dapat digunakan pada model yang sama), sampel tidak harus besar (berkisar 30-100 kasus), indikator dapat berbentuk refleksif dan formatif, pengujian dapat dilakukan tanpa dasar teori yang kuat namun dapat digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel laten.

Tahapan analisis menggunakan PLS-SEM setidaknya harus melalui lima proses tahapan dimana setiap tahapan akan berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya, yaitu (Ghozali dan Latan 2012):

1. Konseptualisasi model, pada tahap awal peneliti harus melakukan pengembangan dan pengukuran konstruk.


(63)

2. Menentukan metode analisis algorithm, dalam PLS-SEM menggunakan program SmartPLS 3.0 M3, metode analisis algorithmyang disediakan hanyalah algorithm PLS dengan tida pilihan skema yaitu, factorial, centroid, dan path atau structural weighting.

3. Menentukan metode resampling, umumnya terdapat dua metoda yang digunakan oleh peneliti di bidang SEM untuk melakukan proses penyempelan kembali (resampling) yaitu, bootstrapping dan jackknifing.

4. Menggambar diagram jalur, pada tahap ini merekomendasikan untuk menggunakan prosedur nomogram reticular action modeling (RAM) dengan ketentuan sebagai berikut (Falk dan Miller, dalam Ghozali dan Latan,2012): a. Konstruk teoritikal (theoretical constructs) yang menunjukan variabel laten

harus digambar dengan bentuk lingkaran atau buletan elips (circle).

b. Variabel observed atau indikator harus digambarkan dengan bentuk kotak (square).

c. Hubungan-hubungan asimetri (asymmetrical relationships) digambarkan dengan arah panah tunggal (single headed arrow)

d. Hubungan-hubungan simetris (symmetrical relationships) digambarkan dengan arah panah dobel (double headed arrow)

5. Evaluasi model, dalam PLS-SEM dengan program SmartPLS 3.0 dapat dilakukan dengan menilai hasil pengukuran model kemudian dilanjutkan dengan evaluasi model structural dan pengujian signifikansi.


(64)

3.6.1. Model Pengukuran (Outer Model)

Model pengukuran (measurement model) atau outer model menunjukkan bagaimana variabel manifest mempresentasikan variabel laten untuk diukur (Ghozali, 2012). Tahap pertama dalam SEM-PLS adalah menilai outer model, yang memfokuskan pada pengujian validitas dan reliabilitas yang mempresentasikan setiap konstruk.Bagian ini memberikan evaluasi mengenai keakuratan (reliabel) dari item dan juga untuk validitas convergent dan discriminant.Uji validitas convergent indikator refleksif dapat dilihat dari nilai loading factor untuk tiap indikator konstruk. Sedangkan validitas discriminant berhubungan dengan prinsip bahwa manifest variabel konstruk yang berbeda seharunya tidak berkolerasi dengan tinggi (Ghozali & Latan, 2012). Uji yang dilakukan pada model pengukuran atau

outer model sebagai berikut:

1. Convergent Validity untuk menilai validitas convergent dilihat dari nilai

loading factor, untuk indikator refleksif dikatakan tinggi jika nilai loading factor lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian, pada penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading factor 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2012). Konstruk dengan nilai loading factor kurang dari 0,50 harus didrop (dihapus) agar dapat menghasilkan model yang baik.

2. Untuk melihat convergent validity juga dapat dilihat dari nilai Average Variance Extracted (AVE). Nilai AVE harus lebih dari 0.5.

3. Discriminant Validity yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model.


(65)

4. Cronbach Alpha. Uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai cronbach alpha, dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha lebih dari 0,70.

5. Composite Reliability untuk menilai reliabilitas konstruk yang nilai composite reliability harus lebih besar dari 0.7.

3.6.2. Model Struktural (Inner Model)

Model struktural dengan menggunakan PLS, kita mulai dengan melihat nilai

R-Square untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural (Ghozali dan Latan, 2012). Model struktural atau inner model merupakan bagian pengujian hipotesis yang digunakan untuk menguji variabel laten eksogen (independen) terhadap variabel laten endogen (dependen) apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Nilai R-Square 0.75, 0.50, 0.25 menunjukkan bahwa model kuat, moderate, lemah. Pengaruh F2 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= �� �� − � �� �� ��

Dimana R2included dan R2 excluded adalah R-Square dari variabel laten endogen ketika predictor variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam persamaan structural. Nilai f20.02, 0.15, dan 0.35 menunjukkan bahwa predictor

variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah dan besar pada level structural. Disamping melihat besarnya nilai R-Squares, evaluasi model PLS dapat juga dilakukan dengan predictive relevance atau predictive sample, dengan rumus:

= −∑ � ∑


(66)

dimana:

D = omission disatnce

E = the sum of squares of prediction error

O= the sum of squares errors using the mean for prediction

Nilai >0 menunjukkan bahwa model mempunyai mempunyai predictive relevance, sedangkan Nilai <0 menunjukkan bahwa model mempunyai kurang mempunyai predictive relevance.

3.6.3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian. Tingkat reliabilitas yang digunakan adalah 90%, sehingga batas keakuratan sebesar 0,1. Sehingga :

1. Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabel (t-statistik < 1,96), maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Jika nilai t-statistik lebih besar atau sama dengan t-tabel (t-statistik > 1,96), maka Ho ditolak dan Ha diterima.


(67)

52 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Diskripsi Obyek Penelitian

Penelitian ini mengambil populasi seluruh desa yang ada di Kabupaten Magelang sebanyak 372 desa sedangkan yang menjadi sampel ada 79 desa. Kuesioner yang dibagikan ada 79 kuesioner. Penyebaran kuesioner ini dilakukan mulai 22 Juni 2016 sampai dengan 4 Agustus 2016. Jumlah kuesioner yang diisi dan dikembalikan sebanyak 79 (100%) kuesioner dan yang tidak dikembalikan sebanyak 0 (0%) kuesioner, dengan demikian data yang dapat diolah sebanyak 79 (100%) kuesioner. Ringkasan hasil pengumpulan data yang disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Pengumpulan Data

Sumber: Data primer, 2016

4.1.2. Diskripsi Responden Penelitian

Terdapat data responden yang diungkapkan dalam penelitian ini untuk menjelaskan latar belakang serta sebagai kriteria sampel. Data karakteristik responden ditampilkan pada Tabel 4.2.

Keterangan Jumlah Persentase

Kuesioner yang dikirim 79 100%

Kuesioner yang kembali 79 100%

Kuesioner yang tidak kembali 0 0%


(68)

Tabel 4.2

Data Statistik Responden

No Keterangan Jumlah Presentase

1 Jenis kelamin

a. Laki-laki 58 73.42%

b. Perempuan 21 26.58%

Jumlah 79 100.00%

2 Usia

a. 21-30 tahun - 0.00%

b. 31-40 tahun 18 22.78%

c. 41-50 tahun 58 73.42%

d. 50 tahun keatas 3 3.80%

Jumlah 79 100.00%

3 Tingkat Pendidikan

a. SD - 0.00%

b. SMP - 0.00%

c. SMA/SMK 63 79.75%

d D3 - 0.00%

e. S1 16 20.25%

f. Lainnya - 0.00%

Jumlah 79 100.00%

4 Jabatan

a. Kepala Desa 6 7.59%

b. Sekretaris Desa 17 21.52%

c. Bendahara Desa 53 67.09%

d. Lainnya 3 3.80%

Jumlah 79 100.00%

5 Masa Kerja

a. < 1 Tahun 8 10.13%

b. 1- 5 Tahun 12 15.19%

c. 5-10 Tahun 37 46.84%

d. > 10 Tahun 22 27.85%

Jumlah 79 100.00%


(69)

4.1.3. Diskripsi Variabel Penelitian

Peneliti dalam hal ini menggunakan analisis deskripstif berupa mean,

maksimum, minimum, dan frekuensi untuk mempermudah dalam memahami pengukuran indikator-indikator dalam setiap variabel yang diungkapkan dalam penelitian. Berikut disajikan deskripsi masing-masing variabel penelitian.

1. Penyajian Laporan Keuangan

Berdasarkan jawaban responden, ringkasan deskripsi variabel yang tersaji dalam Tabel 4.3 menunjukkan bahwa variabel penyajian laporan keuangan memilliki rata-rata sebesar 89,37% dan dapat diketahui bahwa nilai rata-rata 89,37% termasuk dalam kategori sangat baik. Responden dalam hal ini adalah desa di Kabupaten Magelang memiliki penyajian laporan keuangan yang sangat baik. Kriteria variabel penyajian laporan keuangan disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Variabel Penyajian Laporan Keuangan

Sumber: Data primer, 2016

Interval Persen Kriteria Frekuensi Persentase

20% < Skor ≤ 36% Sangat Tidak Baik - -

36% < Skor ≤ 52% Tidak Baik - -

52% < Skor ≤ 68% Kurang Baik 1 1.27%

68% < Skor ≤ 84% Baik 22 27.85%

84% < Skor ≤ 100% Sangat Baik 56 70.89%

Jumlah 79 100.00%

Tertinggi 100.00%

Terendah 62.50%

Rata-rata 89.37%


(1)

(2)

Lampiran 8 Uji Reliabilitas

Diagram Cronbach’s Alpha


(3)

Lampiran 9 Uji Inner Model

Uji Hipotesis

(Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values, P Values)

R Square AKT 0,483

Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics

(|O/STDEV|) P Values

AKSES -> AKT 0.492 0.483 0.105 4.669 0.000

PLK -> AKT 0.279 0.292 0.101 2.770 0.006


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

AKUNTABILITAS PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDesa) (Studi pada desa Oro-Oro Ombo Kecamatan

10 74 14

ANALISIS AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DALAM MEWUJUDKAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH

6 44 19

Determinan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Pamong Desa di Wilayah Kabupaten Kebumen)

11 69 163

PERAN PEMERINTAH DESA KEDUNGKELOR KECAMATAN WARUREJA KABUPATEN TEGAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

1 16 122

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 (Studi Kasus di Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten

0 6 19

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 (Studi Kasus di Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyola

0 1 18

AKUNTABILITAS KEUANGAN DESA : EVALUASI PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014.

0 1 10

Akuntabilitas Keuangan Desa : Evaluasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Wonogiri Tahun 2014 IMG 20151207 0018

0 0 1

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI URUT SEWU KABUPATEN KEBUMEN

1 5 79

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA PADA KANTOR DESA TANAH BAWAH KECAMATAN PUDING BESAR KABUPATEN BANGKA

0 3 17