Monogliserida dan Digliserida TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Monogliserida dan Digliserida

Monogliserida adalah monoester asam lemak dari gliserol. Monogliserida merupakan lemak yang terdiri dari suatu kepala lipofilik dan ekor hidrofilik, yang memberikan sifat detergen. Sifat inilah yang dapat mengurangi tegangan antar muka dari sistem minyak-air, sehingga monogliserida dapat digunakan sebagai zat pengemulsi dan penstabil dalam industri makanan Birkhahn et al, 1997. Monogliserida dan digliserida adalah emulsifier anionik wo yang umum digunakan dalam makanan, kosmetik dan farmasi kristensen et al, 2005. Sifat dari bahan pengemulsi ini adalah mudah larut dengan bentuk yang bervariasi yakni cair, plastis, maupun padat, bergantung pada proses dan bahan baku yang digunakan. Selain itu mono- dan digliserida digunakan sebagai bahan intermediet dalam industri kimia seperti detergen dan alkalin resin Pantzaris, 1995. Seringkali campuran monogliserida dan digliserida digunakan dalam aplikasi-aplikasi tersebut, dikarenakan keduanya lebih ekonomis dan memberikan performa yang sesuai Fregolente, 2008. Penggunaannya dalam bahan-bahan yang dipanggang, industri permen, es krim, margarin, selai kacang, whipped cream, suatu emulsifier dengan konsentrasi monogliserida yang tinggi yang disebut monogliserida terdistilasi sangat penting peranannya. Monogliserida terdiri dari beberapa jenis, salah satunya adalah gliserol monolaurat atau monolaurin adalah senyawa multifungsi yang memiliki sifat antimikroba . Keistimewaan dari monolaurin adalah dapat menghambat sel vegetatif Bacillus cereus Cotton et al, 1997. Monolaurin dapat menghambat aktivitas Listeria monocytogenes, B. stearothermophilus dan B. cublitis Kabara, 1983. Gliserida dalam bentuk digliserida tidak hanya digunakan bersama-sama dengan monogliserida sebagai emulsifier, namun juga sebagai tujuan untuk meningkatkan nutrisi dari bahan pangan tersebut sebagai pengganti dari minyak trigliserida yang Universitas Sumatera Utara biasa digunakan dalam makanan. Digliserida menunjukkan pengaruh yang menguntungkan secara luas mengenai kemampuannya untuk mengurangi berat badan Meng, 2006. Dewasa ini, monogliserida diproduksi dengan sintesis kimia menggunakan gliserol, lemak, dan suatu katalis alkali yang dicampur dan dipanaskan pada suhu hampir 250 ˚C. CaOH 2 digunakan sebagai katalis dalam produksi monogliserida untuk industri makanan Sonntag, 1982. Produksi ini menghasilkan yield 40-60 monogliserida; sisanya adalah campuran digliserida dan trigliserida Krog, 1990. Karena digliserida tidak cukup baik digunakan sebagai emulsifier Henry, 1995 destilasi vakum harus digunakan untuk memperoleh jumlah monogliserida yang tinggi, biasanya 95 Krog, 1990. Namun proses tersebut membutuhkan penggunaan energi yang sangat tinggi untuk sintesis kimia dan dan destilasi untuk memperoleh produk. Temperatur yang tinggi juga mengubah warna dan rasa dari produk. Oleh karena itu penggunaan sintesis enzimatis menggunakan lipase lebih diminati, yang membutuhkan temperatur yang rendah dan menghasilkan produk yang lebih baik Berger, 1992.

2.3. Modifikasi Lemak dan Minyak yang Dikatalisis Enzim Lipase