Gambar 2.3. Reaksi Gliserolisis
2.5. Trigliserida
Trigliserida merupakan ester antara gliserol dengan asam lemak. Trigliserida ini secara alami terdapat hewan dan minyak nabati. Lemak hewan sebenarnya bukan
terminologi yang tepat karena ada juga trigliserida dari hewan yang dikategorikan sebagai minyak misalnya minyak ratif yang berasal dari jenis burung unta dan
kaswari, di samping itu trigliserida yang berasal dari ikan juga adalah kategori minyak seperti minyak ikan.
Minyak nabati tidak semua dapat dimakan, karena minyak nabati seperti minyak jarak dan minyak tall tidak dapat digunakan sebagai minyak makan. Minyak jarak luas
penggunaannya sebagai pelapis pelindung, bahan dasar pembuatan plastik dengan menggubahnya terlebih dahulu menjadi asam azelat, plastisizer, pelumas dan cairan
hidrolik. Sedangkan minyak yang dapat dimakan seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak inti sawit, minyak kacang kedelai dan sebagainya Austin,
1998.
Universitas Sumatera Utara
Trigliserida antara gliserol dengan asam lemak biasanya berkisar dari C4-C24 baik yang jenuh maupun yang tidak jenuh. Asam lemak jenuh diantaranya butirat C4,
kaprilat C8, kaprat C10, laurat C12, palmitat C16, stearat C180 dan arakhidat C20; sedangkan asam lemak tak jenuh di antara oleat C18:1, linoleat C18:2,
linolenat C18:3 dan sebagainya Meyer, 1973.
Gambar 2.4. Struktur Trigliserida
Trigliserida yang tersusun dari asam lemak tidak jenuh akan berrwujud cair dan mempunyai titik cair yang rendah, umumnya trigliserida ini terdapat pada minyak
nabati. Trigliserida yang tersusun dari asam lemak jenuh akan berwujud padat dan mempunyai titik didih cair yang lebih tinggi, umumnya trigliserida ini terdapat pada
minyak hewani. Gliserida dalam minyak dan lemak bukan merupakan gliserida sederhana tiga gugus hidroksinya berikatan dengan tiga asam dari jenis yang sama
pada gliserol, tetapi merupakan gliserida campuran Christie, 1982.
2.6. Gliserol
Gliserol adalah senyawa yang ttidak berwarna, larutan kental, tidak berbau, dengan rasa yang sangat manis, mempunyai titik lebur 20
˚C, titik did ih 290
˚C sedikit
Universitas Sumatera Utara
terdekomposisi. Dapat bercampur sempurna dengan air dan alkohol, sedikit larut dalam eter, tidak larut dalam koroform Austin, 1985.
Gliserol mengandung tiga gugus hidroksi yang terdiri dari dua gugus alkohol primer dan satu gugus akohol sekunder. Atom karbon yang terdapat dalam giserol dapat
ditunjukan sebagai atam karbon α, β, dan γ. CH2OH.CHOH.CH2OH
α β γ
Gambar 2.5. Struktur Gliserol
Gliserol juga merupakan produk sampingan dari produksi biodiesel melalui transesterifikasi, membentuk gliserol mentah yang berwarna gelap dan kental seperti
sirup. Reaksi pembentukan gliserol melalui transesterifikasi sebagai berikut .
Gambar 2.6. Pembentukan Gliserol Melalui Reaksi Transesterifikasi 2.7. Pelarut
Penggunaan pelarut yang cocok pada sistem akan memperbaiki bercampurnya substrat sehingga sistem akan homogen dan meningkatkan konversi substrat, waktu
reaksi, dan distribusi produk membentuk monogliserida Damstrup et al, 2005. Pelarut seperti n-heksan, n-heptan, dioksan, asetonitril, aseton, isooktan, 2-metil 2-
Universitas Sumatera Utara
propanol ter-butanol, 2-metil 2-butanol ter-pentanol, atau campuran beberapa pelarut akan berguna untuk reaksi interesterifikasi. Tabel II menunjukkan kandungan
monogliserida setelah reaksi gliserolisis dalam berbagai pelarut :
Pelarut Kandungan Monogliserida
Tidak menggunakan pelarut 0.0 ± 0.00
Kloroform 0.0 ± 0.00
n-Heptan 1.1 ± 0.02
n-Heksan 1.4 ± 0.03
Iso-oktan 1.5 ± 0.17
Asetonitril 2.0 ± 0.07
Toluen 2.9 ± 0.20
2-Butanon 5.4 ± 0.10
Aseton 11.5 ± 0.73
Isopropanol 18.0 ± 0.31
Etanol 21.0 ± 0.18
3-Pentanon 29.4 ± 0.26
Tert-pentanol 64.9 ± 1.12
Tert-Butanol 83.6 ± 0.14
Tabel 2.2. Yield Monogliserida dengan Perbandingan Jenis Pelarut
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Dramstrup et al 2005 Pelarut tunggal yang dapat mengikat minyak dan gliserol dalam sistem homogen
sebenarnya sangat sulit didapatkan, terutama mengenai dampak pelarut tersebut bagi aplikasi makanan. Pelarut hidrokarbon umumnya tidak mungkin digunakan untuk
tujuan ini, di samping bersifat toksin pelarut hidrokarbon juga jarang dipakai dalam proses ini, dan efeknya terhadap aktivitas katalitik enzim.
Sementara itu, beberapa alkohol yang memiliki lebih dari lima atom karbon dapat digunakan karena terdiri dari gugus –OH yang bersifat polar dan rantai karbon yang
bersifat nonpolar. Pelarut tersebut memberikan kemungkinan untuk dapat mengikat minyak dan gliserol dalam satu sistem. Alkohol sebenarnya bersifat kompetitif
terhadap gliserol, khususnya alkohol primer. Penggunaan alkohol tersier walau bagaimanapun adalah pertimbangan utama karena struktur alkohol tersier memiliki
hydrant sterik yang kuat untuk aktivitas enzim. Asumsi ini juga telah dikemukakan oleh studi terdahulu dengan penggunaan alkohol tert-butanol Rendon et al, 2001.
2.8. Enzim