Modifikasi Lemak dan Minyak yang Dikatalisis Enzim Lipase Gliserolisis

biasa digunakan dalam makanan. Digliserida menunjukkan pengaruh yang menguntungkan secara luas mengenai kemampuannya untuk mengurangi berat badan Meng, 2006. Dewasa ini, monogliserida diproduksi dengan sintesis kimia menggunakan gliserol, lemak, dan suatu katalis alkali yang dicampur dan dipanaskan pada suhu hampir 250 ˚C. CaOH 2 digunakan sebagai katalis dalam produksi monogliserida untuk industri makanan Sonntag, 1982. Produksi ini menghasilkan yield 40-60 monogliserida; sisanya adalah campuran digliserida dan trigliserida Krog, 1990. Karena digliserida tidak cukup baik digunakan sebagai emulsifier Henry, 1995 destilasi vakum harus digunakan untuk memperoleh jumlah monogliserida yang tinggi, biasanya 95 Krog, 1990. Namun proses tersebut membutuhkan penggunaan energi yang sangat tinggi untuk sintesis kimia dan dan destilasi untuk memperoleh produk. Temperatur yang tinggi juga mengubah warna dan rasa dari produk. Oleh karena itu penggunaan sintesis enzimatis menggunakan lipase lebih diminati, yang membutuhkan temperatur yang rendah dan menghasilkan produk yang lebih baik Berger, 1992.

2.3. Modifikasi Lemak dan Minyak yang Dikatalisis Enzim Lipase

Umumnya interesterifikasi dalam kimia secara umum memproduksi lemak dan minyak termodifikasi. Enzim lipase dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis trigliserida, digliserida, dan monogliserida, dalam kondisi air berlebi, namun di bawah kondisi air yang terbatas dapat terjadi reaksi balik yakni pembentukan ester. Interesterifikasi dan hidrolisis yang dikatalisis enzim lipase mengikuti reaksi Ping Pong Bi Bi untuk multi substrat. Macata et al, 1992 Universitas Sumatera Utara Dalam aplikasi enzim lipase untuk modifikasi lemak dan minyak enzim lipase yang bersifat tidak spesifik menghasilkan posisi sebaran yang sama yang dinilai kurang efisien dari segi biaya dan peralatan untuk aplikasi ini. Spesifitas posisi 1 dan 3 dari trigliserida disebabkan oleh ketidakmampuan dari enzim lipase untuk berikatan pada posisi 2 dikarenakan halangan sterik mencengah jalan masuk dari asam lemak pada posisi sn-2 terhadap sisi aktif enzim. Posisi dan spesifitas asam lemak dari enzim lipase yang berbeda telah digunakan reaksi yang dikatalisis enzim lipase yakni meliputi transesterifikasi, asidolisis, gliserolisis, dan esterifikasi untuk mengembangkan kualitas lemak dan minyak. • Transesterifikasi Transesterifikasi yang dikatalisis oleh enzim lipase didefinisikan sebagai pergantian dari gugus asil antara dua ester yang adalah trigliserida, walaupun juga dapat berbentuk etil ester atau metil ester. • Asidolisis Asidolisis didefinisikan sebagai transfer suatu gugus asil antara asam dan ester, dan biasanya menggabungkan asam lemak menjadi trigliserida • Gliserolisis Gliserolisis adalah suatu reaksi antara trigliserida dan gliserol, sedangkan esterifikasi adalah reaksi antara gliserol dan asam lemak bebas

2.4. Gliserolisis

Gliserolisis adalah reaksi penting antara gliserol dengan minyak atau lemak untuk memproduksi mono- dan digliserida. Reaksi gliserol akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi Universitas Sumatera Utara dengan waktu yang relatif singkat perlu adanya bantuan katalis. Reaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam maupun basa. Reaksi dengan katalis basa biasanya lebih cepat Kimmel, 2004. Proses gliserolisis kimiawi dengan menggunakan metode batch atau proses kontinu. Temperatur tinggi berkisar antara 220-250 ˚C dan katalis alkali anorganik digunakan untuk mempercepat reaksi. Prosedur proses kontinu menghasilkan monogliserida dengan kualitas lebih baik daripada dengan menggunakan metode batch karena proses kontinu menggunakan pemanasan dan waktu reaksi yang singkat. Keterbatasan dalam proses kimia meliputi bentuk warna produk yang gelap dan rasa seperti terbakar. Yield monogliserida yang dihasilkan melalui gliserolisi kimiawi adalah 40-60 dan membutuhkan proses destilasi molekuler yang mahal. Proses gliserolisis kimiawi tidak relevan terhadap aplikasi untuk biologi dan nutrisi Yamane, 1999. Selain menggunakan katalis kimia, reaksi gliserolisis bisa juga dilakukan dengan katalis enzim. Enzim yang sering dipakai adalah enzim lipase. Temperatur yang digunakan reaksi gliserolisis dengan katalis enzim sekitar 30 ˚C. Hal ini disebabkan katalis enzim tidak bisa bekerja atau akan mati pada suhu yang tinggi. Oleh karena temperatur yang digunakan rendah, reaksi gliserolisis dengan katalis enzim sebagai katalis adalah mahalnya harga enzim Kaewthong et al, 2005. Gliserolisis secara kimia menghasilkan yield 25-35 McNeill, 1991. Yield tertinggi hanya terjadi jika dalam proses di mana monogliserida dipindahkan dari campuran reaksi. Dalam gliserolisis fase padat, temperatur reaksi dikurangi setelah selang waktu tertentu dan monogliserida mulai menbentuk kristal secara langsung dalam tabung pereaksi. Yield akhir dari 50-95 dihasilkan dengan metode ini. Pada penelitian Berger dan Schneider menggunakan suatu sistem dengan reaktor dan Universitas Sumatera Utara tabung kristalisasi yang didinginkan, dan campuran reaksi mengalir di antara kedua tabung. Pada akhir reaksi di dapat yield mencapai 95-98 Berger et al, 1992. Monogiserida yang dihasikan melalui gliserolisis secara bioteknoogi yang telah dilakukan adalah pemanfaatan lipase terjebak lipase immobil pada pembentukan monogliserida dari minyak zaitun. Pada reaksi enzimatis ini, pembentukan monogliserida dilakukan dengan menggunakan fase padat penjebak mikroba agar dapat dipisahkan kembali dari campurannya dengan hasil reaksi untuk digunakan kembali sehingga menurunkan biaya produksi. Bahan penopang padat yang berfungsi sebagai adsorben yang berpori adalah CaCO 3 , CaSO 4 .2H 2 O, Ca 2 P 2 O 7 , dan celite. Mikroba yang digunakan adalah Pseudomonas sp KWI-56 lipase PSL, Chromobacterium Viscosum lipase CPL dan Pseudomonas pseudoalkali lipase PPL. Reaksi gliserolisis minyak zaitun secara enzimatis di atas dapat menghasilkan 90 monogliserida dengan lama reaksi 72 jam Rosu dkk, 1997. Reaksi gliserolisis enzimatis pada suhu rendah memiliki kelemahan karena mengandung tiga fase, yaitu fase hidrofobik minyak, fase gliserol hidrofilik, dan fase enzim padat. Karena enzim memiliki karakteristik hidrofilik, gliserol sering mengikat partikel enzim dan membuat akses molekul minyak ke partikel enzim menjadi sulit. Hal ini menyebabkan rendemen monogliserida menjadi relatif rendah dan waktu reaksi tidak praktis dari sudut pandang industri. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Reaksi Gliserolisis

2.5. Trigliserida