SISWA SMA Sekolah Menengah Atas PERBEDAAN

Universitas Sumatera Utara - Termasuk dalam suku Jawa adalah suku lain yang ada di pulau Jawa Betawi, Banten, Sunda, Jawa dan Madura - Warga negara asing tercakup dalam lainnya Berdasarkan tabel 1 BPS, 2006 , dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud etnis Non Tionghoa di kota Medan adalah suku Melayu, Karo, Simalungun, Tapanuli, Mandailing, Jawa, Minang, Aceh, dan Warga Negara asing.

D. SISWA SMA Sekolah Menengah Atas

Sardiman 2003 menyebutkan bahwa dalam kegiatan belajar – mengajar di sekolah, siswa menempati posisi sentral karena siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita - cita, memiliki tujuan dan ingin mencapainya secara optimal sehingga siswa diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Pada umumnya di Indonesia, siswa Sekolah Menengah Atas SMA memiliki usia berkisar 1516- 1819. Pada usia tersebut, individu berada pada tahapan masa remaja. Menurut Piaget dalam Papalia, 2008, pada masa remaja ini, individu berada pada tahap operasional formal yang ditandai dengan berkembangnya kemampuan untuk berpikir abstrak dan menggunakan cara berpikir ilmiah dalam mengatasi suatu masalah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Menengah Atas termasuk temaja pertengahan yang berada antara usia 15-18 tahun. Pada usia ini remaja sudah mampu untuk berpikir abstrak dalam mengatasi suatu masalah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

E. PROFIL SMA SUTOMO 1 MEDAN

1. Deskripsi Perguruan Sutomo

Perguruan Sutomo adalah nama sekolah swasta di Medan yang dikelola Yayasan Perguruan Sutomo. Kelompok ini mencakup Sutomo 1 yang terdiri dari play group, TK, SD, SMP, dan SMA, dan Sutomo 2 yang terdiri dari TK, SD, SMP, dan SMA. Di antara keduanya, Sutomo 1 merupakan sekolah yang lebih dominan dan luas dikenal. Play group, TK, dan SD Sutomo 1 terletak di Jalan Jambi, Medan Perjuangan sementara SMP dan SMA Sutomo 1 terletak di Jalan Letkol Martinus Lubis, Medan Kota. Sutomo 2 terletak seluruhnya di Pulo Brayan, Medan Timur. Lebih dari 15 ribu siswa bersekolah di Perguruan Sutomo. Mayoritas siswanya adalah warga keturunan Tionghoa sekitar 80, sedangkan etnis Tionghoa mewakili 40 komposisi guru. Kebanyakan guru di SD Sutomo 1 adalah masyarakat etnis Tionghoa, sedangkan kebanyakan guru di SMP SMA Sutomo 1 adalah masyarakat etnis Batak.

2. Visi

Menjadikan Perguruan Sutomo sebagai Lembaga Pendidikan yang Cerdas dan Unggul dalam mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kepada seluruh masyarakat dan membangun karakter bangsa.

3. Misi

Membentuk siswa yang unggul, kreatif, cerdas, terampil, bertanggung jawab, dinamis dan berbudi pekerti luhur, serta bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

4. Kurikulum dan Sistem Pendidikan

Pendidikan di sekolah ini berbasis kurikulum Nasional KTSP yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan Republik Indonesia. Siswa juga dibekali dengan kemampuan berbahasa asing yakni bahasa Mandarin dan bahasa Inggris. Fasilitas laboratorium bahasa sebagai media pembelajaran bahasa Inggris. Selain itu siswa dibekali kemampuan teknologi informatika yang bekerja sama dengan BINUS Center dengan adanya laboratorium komputer. Dalam praktikum pelajaran IPA Biologi, Fisika, Kimia dan Elektronik dilakukan secara berkala sesuai dengan materi pelajaran melalui fasilitas Laboratorium IPA dan elektronik. Sejak tahun pelajaran 199596, dibuka kelas plus kelas unggulan yang bertujuan menampung siswa-siswi paling berprestasi, dimana penyajian materi pelajaran lebih cepat dibandingkan dengan kelas umum. Pada tahun 2001 SMA Sutomo 1 diberikan izin oleh Dirjen Pendidikan Pusat untuk membuka Kelas Akselerasi di mana pendidikan SMA dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 tahun. Pada tahun 2005 dibuka Kelas Internasional yang masih dalam tahap rintisan sebelum dioperasikan sepenuhnya pada tahun 20072008. Kelas Internasional menggunakan materi pelajaran yang disajikan dalam bahasa inggris.

F. PERBEDAAN

SELF-EFFICACY PADA SISWA TIONGHOA DAN NON TIONGHOA DI SMA MAYORITAS ETNIS TIONGHOA Sekolah pembauran atau pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya Akhmad, 2008. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pemerintah memunculkan satu kebijakan asimilasi yang merupakan cara agar minoritas dapat melebur ke dalam kelompok mayoritas Mendatu, 2010. Pada tahun 1967 pemerintah mendirikan Sekolah Nasional Proyek Khusus SNPK sebagai sekolah pembauran berdasarkan Instruksi Presiden Kabinet No. 37UInG1967. Sekolah dilihat sebagai salah satu wadah pembauran melting pot antara kelompok pribumi dengan kelompok non pribumi, agar generasi muda non pribumi dapat meleburkan diri dan budayanya ke dalam budaya nasional melalui wadah pendidikan. Pada tahun 1975, SNPK dirubah menjadi Sekolah Nasional Swasta yang kemudian menjadi basis sekolah asimilasi pembauran. Sekolah pembauran mewajibkan komposisi siswa-siswa 50 non pribumi dan 50 siswa pribumi Pelly, 2003. Salah satu sekolah pembauran di Sumatera Utara yang ikut serta melaksanakan Instruksi Presiden Kabinet No. 37UInG1967 adalah Yayasan Perguruan SMA Sutomo 1 Medan. Di sekolah ini terdapat siswa pribumi non pribumi yaitu sekitar 80 dan sisanya sekitar 20 etnis non Tionghoa yang terdiri dari Batak, Karo, Jawa, dll, dengan komposisi tidak mencapai 50. Dengan adanya suatu budaya yang mayoritas tentu akan berefek terhadap kelompok minoritas yakni siswa etnis non Tionghoa salah satunya terjadinya culture shock. Fenomena ini akan dialami oleh setiap orang yang melintasi dari suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup dengan orang-orang yang memiliki perbedaan baik secara pakaian, rasa, nilai, bahkan bahasa dengan yang dipunyai oleh orang tersebut Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Culture shock ini bisa dilihat dari kelompok siswa sebagai minoritas di sekolah ini harus hidup dengan nilai-nilai dan budaya yang berbeda dengan mereka. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan kemungkinan mempengaruhi self-efficacy mereka. Hal ini sesuai dengan Bandura 1997 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi self- efficacy adalah budaya. Bandura 1997 mengatakan Budaya mempengaruhi self- efficacy melalui nilai values, kepercayaan beliefs, dan proses pengaturan diri self- regulatory process yang berfungsi sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self- efficacy. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa budaya individu di suatu sekolah memberi peran penting dalam self-efficacy individu tersebut. Di Sutomo sendiri, setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan suatu tugas baik dalam tugas sehari-sehari maupun saat ujian dan juga performa yang dihasilkan oleh setiap siswa berbeda-beda dimana fenomena yang terjadi di Sutomo setiap tahunnya banyak siswa yang berasal dari etnis mayoritas yakni etnis Tionghoa memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dari etnis non Tionghoa. Bandura 1997 mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu. Aspek-aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura 1997, yaitu level, generality, dan strength. Hal inilah yang menunjukkan kemungkinan adanya perbedaan self-efficacy antara kelompok siswa etnis Tionghoa dan etnis non Tionghoa. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

G. HIPOTESA PENELITIAN