Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun)

(1)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

EKSISTENSI BISNIS ETNIS TIONGHOA

(Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual

Spare part

Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan

Maimun)

DIAJUKAN OLEH :

Vorta Rickho Maju Tambunan

030901046

Guna memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatra Utara

Medan

2009


(2)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI

... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

1.3.1. Tujuan Penelitian... 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 7

1.4. Defenisi Konsep ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Eksistensi Bisnis ... 10

2.2. Jaringan Sosial ... 14

2.3. Etika dalam Dunia Bisnis ... 16

2.4. Teori Pertukaran Sosial George Homans... 19 2.5. Kepercayaan (Trust)... 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1. Jenis Penelitian ... 23

3.2. Lokasi Penelitian ... 24

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 24

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.5. Interpretasi Data ... 27

3.7. Keterbatasan Peneliti ... 29

BAB IVDESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA... 30

4.1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 30 4.2. Gambaran Umum Etnis Tionghoa Di Kota Medan ... 4.3. Perkampungan dan Rumah Tionghoa ... 4.4. Profil Informan ... 4.5. Interpretasi

Data………

BAB IV PENUTUP ...

5.1. Kesimpulan... 5.2. Saran ...


(3)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

DAFTAR PUSTAKA


(4)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Abstraksi

Bisnis bagi etnis Tionghoa merupakan roda perekonomian yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ruang lingkup bisnis yang dijalankan oleh etnis ini juga luas mulai dari bisnis perhotelan, bank, properti, elektronik, otomotif sampai aktifitas distribusi. Salah satu perdagangan yang didominasi oleh etnis ini di kota Medan adalah penjualan spare part (suku cadang) sepeda motor dan mobil. Etnis Tionghoa yang pada dasarnya memang suka berkelompok juga mempengaruhi pola lokasi perdagangan yang selalu sejenis dalam satu kawasan, hal ini dapat dilihat pada perdagangan elektronik di jalan Asia dan perdagangan spare part di Kampung Baru, Medan. Beranjak dari fakta yang unik ini maka yang menjadi fokus masalah yang akan diteliti adalah strategi bisnis yang digunakan oleh pedagang spare part sepeda motor etnis Tionghoa di Kampung Baru dan jaringan sosial para pedagang dalam mempertahankan eksistensi bisnisnya. Jenis penelitian yang dipakai adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan berbagai instrumen pendukung seperti observasi,wawancara, dan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa eksistensi etnis Tionghoa memiliki aturan atau norma-norma yang pada umumnya sudah ada disetiap individu atau kelompok-kelompok bisnis, hanya saja keuletan dan kerajinan mereka dalam berusaha yang membuat etnis tionghoa jauh lebih hebat dan dianggap sebagai etnis yang kuat dalam berbisnis. Selain itu, jaringan sosial yang selalu mereka buat dan dipertahankan menjadi salah satu modal dalam mengembangkan bisnis.


(5)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang Masalah

Skripsi yang penulis ajukan ini membahas tentang eksistensi bisnis etnis Tionghoa yang berada di kawasan Kampung Baru, Medan. Adapun alasan penulis mengkaji hal ini dikarenakan adanya pertanyaan yang essensial bagaimana orang Tionghoa atau yang biasa disebut orang China bisa begitu sukses dalam bidang perdagangan dan ekonomi.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa roda perekonomian khususnya dunia bisnis telah menjadi lahan yang tumbuh subur bagi etnis Tionghoa. Hampir setiap jenis-jenis bisnis tidak luput dari campur tangan etnis yang terkenal ulet dan gigih ini. Mulai dari bisnis properti, perhotelan, bank, ritel, hingga pada aktiffitas distribusi. Bahkan mendominasi, walau secara jumlah populasi terbilang minoritas di Indonesia.

Padahal, banyak dikalangan pedagang etnis Tionghoa yang berasal dari keluarga miskin. Kebanyakan dari mereka bermigrasi dari negara asalnya hanya dengan membawa baju yang melekat dibadan dan tidak mempunyai apa-apa termasuk harta benda, bahkan ada yang tidak pernah merasakan pendidikan secara formal. Walau demikian, mereka berhasil muncul sebagai pedagang yang sukses dan kaya. Banyak etnis Tionghoa menjadi kaya raya di luar negeri tetapi tidak di negara asalnya sendiri. perekonomian Asia Tenggara rata-rata dikuasai dan didominasi oleh etnis Tionghoa. Kedatangan mereka pada awalnya bertujuan


(6)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

mencari makan, namun pada akhirnya mereka yang memberi makan dan membuka kesempatan kepada penduduk setempat (Wan Seng, 2007:69).

Berdasarkan sejarahnya orang-orang Tionghoa hidup jauh lebih menderita dari pada kita saat sekarang ini. Karena mereka harus menghadapi alam dengan teknologi yang terbatas. Khusus tentang etnis Tionghoa pada masa itu, hidup mereka juga tidak gampang. Di daratan China yang mengenal 4 musim, kehidupan serba berkekurangan terutama pada musim dingin. Selain daripada itu, sepanjang abad 19 sistem politik di daratan China tidak efektif, banyak bermunculan “raja-raja kecil“ (Wan Seng, 2007) yang bersifat bengis dan menindas daripada mensejahterakan rakyatnya sehingga lebih banyak rakyat miskin yang menderita. Hal ini diakibatkan karena ketidaksanggupan pemerintahan dalam menjangkau dan mengendalikan wilayah yang relatif sangat luas. Inilah faktor penyebab etnis Tionghoa di daratan China lebih memilih untuk meninggalkan negerinya daripada bertahan meskipun hanya bisa mengandalkan sepasang kaki atau sebuah perahu kecil untuk menyebar atau bermigrasi ke banyak wilayah yang khususnya ke bagian selatan negara China.

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi etnis Tionghoa memilih untuk bermigrasi (Charlie, 2004 : 3) :

1. Ilmu geografi yang paling sederhana pada zaman itu mengajarkan bahwa, bagi etnis Tionghoa di pesisir timur daratan China (yang paling banyak melakukan eksodus) ke utara berarti menuju ke Mongolia melalui jalur darat atau menuju kepulauan Jepang/Korea melalui jalur laut dimana keduanya merupakan wilayah pesaing negeri mereka.


(7)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

2. Daratan China bagian utara lebih dingin daripada bagian selatan. Kenyataan ini mengajari mereka untuk hijrah menuju ke daerah yang lebih hangat yaitu ke arah selatan, baik melalui jalur darat maupun jalur laut. 3. Ajakan-ajakan dan kabar yang terdengar dari sesama etnis mereka yang

telah berhasil yang menemukan hidup baru di wilayah selatan menggugah mereka yang masih tinggal di daratan China untuk ikut merantau ke selatan sebagai arah tujuan.

Demikianlah alasan mengapa arus emigrasi etnis Tionghoa di daratan China lebih banyak mengalir ke arah selatan yakni ke wilayah tropis yang relatif beriklim lebih bersahabat dan kebetulan pada masa tersebut sedang membutuhkan banyak tenaga kerja serta tengah membuka diri (tidak menolak) terhadap arus kedatangan warga baru.

Sebagai pendatang, kaum imigran etnis Tionghoa menjadi kelompok minoritas diantara penduduk lokal setempat. Mereka cuma dianggap sebagai “orang asing yang menetap” alias warga kelas dua. Tanpa keahlian berarti dan karena statusnya sebagai pendatang, pilihan mata pencaharian pertama bagi sebagian besar imigran Tionghoa juga terbatas, antara lain adalah menjadi buruh di pelabuhan atau berdagang kecil-kecilan dengan modal secukupnya. Mereka tidak mungkin bertani karena tidak memiliki tanah, tidak mungkin menjadi pegawai negeri sipil karena orang asing, dan tidak mungkin pula menyentuh politik karena kurangnya pendidikan yang mereka miliki. Sebagai minoritas, etnis Tionghoa menjadi lebih waspada dan senantiasa mempersiapkan diri. Mereka sangat beresiko menjadi korban amukan oleh golongan mayoritas atau menjadi target diskriminasi dan intimidasi. Celakanya, posisi kaum imigran Tionghoa pada


(8)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

masa lalu berada pada sebuah point of no return, sehingga terpaksa berjuang menghadapi kemungkinan terburuk atau gugur tetapi tidak bisa mundur. Jelas bagi imigran Tionghoa menjadi minoritas dan akhirnya hidup sebagai pedagang karena paksaan sejak awal. Bertepatan dengan pesatnya perkembangan perdagangan di nusantara pada abad-20, maka imigran Tionghoa yang memang menggeluti bidang perdagangan menemukan momentum maju. Semakin lama posisi mereka sebagai pedagang menjadi semakin kuat dan penting. Status dan peran sebagai pedagang yang menguntungkan, mendorong kaum imigran Tionghoa tumbuh menjadi pedagang kaya seperti efek bola salju yang bereskalasi dengan cepat dan pesat.

Memanfaatkan kekayaannya untuk memutar roda ekonomi rakyat (seperti mengoperasikan penggilangan padi, berjual hasil bumi di pasar, atau mendirikan pabrik kecap), lambat laun posisi imigran Tionghoa semakin diperhitungkan dalam tata kehidupan sosial masyarakat setempat. Walau demikian, secara kwantitas mereka tetap menjadi kaum minoritas.

Di kota Medan khususnya, etnis etnis Tionghoa secara umum menguasai sebagian besar perdagangan yang berada di pusat kota. Bentuk perdagangan yang dilakukan meliputi penjualan bahan makanan, tekstil, elektronik, mobil dan sepeda motor (maupun onderdil atau spare part) dan sebagainya. Hal ini merupakan praktek kegiatan ekonomi yang cenderung didominasi oleh etnis Tionghoa. Salah satu cara mereka berdagang adalah dengan menghadirkan bentuk-bentuk Ruko (Rumah Toko) yang memiliki fungsi sebagai tempat usaha sekaligus sebagai tempat tinggal.


(9)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Bentuk unik yang menyertai dominasi etnis Tionghoa kota Medan dalam bidang ekonomi ini selanjutnya dapat dilihat pada pola-pola persebaran mereka yang terus bertahan hingga sekarang dalam hal penerapan kegiatan perdagangannya melalui bentuk-bentuk berupa ruko tersebut. Alhasil, sering ditemuka n kawasan-kawasan tertentu yang memiliki karakter tersendiri atas bahan-bahan atau barang-barang yang diperdagangkan. Sebagai contoh, kawasan di sekitar jalan Asia yang dipadati oleh sederetan ruko-ruko yang khusus menjual peralatan elektronik seperti televisi, radio, mesin cuci, sampai kepada komponen-komponen kecil peralatan elektronik tersebut. Untuk kawasan Jalan Thamrin dipadati oleh sederetan ruko-ruko yang khusus menjual ikan hias dan peralatan aquarium.

Keseragaman barang-barang dagangan di dalam suatu kawasan pada akhirnya menciptakan semacam karakter atau identitas untuk tempat-tempat tertentu di kota Medan. Sebagai contoh, ketika seorang warga kota Medan ingin membeli peralatan aksesoris mobil, maka dengan segera ia akan menuju jalan Guru Patimpus untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginannya tersebut. Hal ini juga berlaku untuk orang-orang di luar kota Medan yang berkunjung ke kota ini. Jika mereka menginginkan untuk membeli suatu produk tertentu, dengan segera warga setempat akan memberikan petunjuk berupa kawasan tertentu yang khusus menjual produk-produk yang diinginkan.

Dalam realitanya, etnis Tionghoa sering membentuk suatu kelompok bisnis dengan memperluas jaringan-jaringan pemasaran yang bertujuan untuk menguasai pasar. Terdapat keunikan dari pola bisnis yang dijalankan dibanding


(10)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

pelaku-pelaku ekonomi lainnya, terutama dalam hal ikatan dan etika berbisnis dalam kelompok yang dibangun pada suatu kawasan tertentu.

Terlepas dari dimensi ekonomi yang mendasari hubungan yang terjalin diantara pelaku bisnis etnis Tionghoa, penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana dimensi lain yaitu dimensi sosial yang memiliki pengaruh atau peran terhadap perputaran bisnis yang dijalankan oleh etnis Tionghoa. Dalam konteks ini peneliti ingin melihat permasalahan penelitian itu terhadap para pedagang spare part kendaraan bermotor beretnis Tionghoa di kawasan Kampung Baru, Medan.

I.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang menjadi kajian utama pada penelitian ini sekaligus berfungsi sebagai pembatas ruang lingkup penelitian yang akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini antara lain adalah :

1. Bagaimana strategi bisnis yang digunakan oleh pedagang etnis Tionghoa penjual spare part sepeda motor di kawasan Kampung Baru untuk mendapatkan pembeli/pelangganan ?

2. Bagaimana peranan jaringan sosial para pedagang dalam mempertahankan eksistensi bisnis di kawasan Kampung Baru ?


(11)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.3.1 Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan diatas maka tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana strategi bisnis yang digunakan oleh para pedagang spare part dalam mendapatkan konsumen di dalam satu kawasan yang sama dan membuat mereka bertahan dikawasan tersebut.

2. Untuk mengetahui seberapa dalam peranan jaringan sosial para pedagang dalam mempertahankan eksistensi bisnis pedagang spare part di Kampung Baru.

I.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, berikut ini peneliti akan menjabarkan kedua manfaatnya :

1.3.2.1 Manfaat praktis

Manfaat praktis adalah untuk memahami eksistensi bisnis pada etnis tionghoa yang kemudian dapat dijadikan dan mungkin dapat dikombinasikan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam menata kawasan bisnis yang baik didalam kota, khususnya Medan. 1.3.2.2 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah untuk menghasilkan informasi baru mengenai eksistensi bisnis yang dilakoni oleh etnis Tionghoa di kota Medan dan sebagai tambahan pengetahuan dalam kajian sosiologi ekonomi.


(12)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

1.4. Definisi Konsep

1. Eksistensi Bisnis adalah kebebasan dalam melakukan aktifitas ekonomi secara langsung ataupun tidak langsung, individu maupun kelompok yang memungkin mereka untuk tetap bertahan dalam menjalankan aktifitas ekonominya.

2. Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

3. Jaringan Sosial adalah suatu rangkaian hubungan antara satu individu dengan individu lainnya yang dalam hal ini mereka saling memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sosialnya. Jaringan sosial yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah bagaimana rangkaian-rangkaian kerja sama yang saling terhubung antara satu pemilik toko dengan pemilik toko lainnya dan dari sini juga dapat menciptakan sebuah komunitas yang saling berhubungan dan bertukar informasi tanpa harus dibatasi oleh ruang dan waktu.

4. Spare part adalah berbagai jenis suku cadang atau onderdil mesin pada sepeda motor atau mesin-mesin lainnya.

5. Persaingan adalah suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia berkompetisi mencari keuntungan melalui bidang ekonomi tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

6. Strategi adalah cara dengan diikuti tindakan-tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu, yang umumnya adalah kemenangan.

7. Etnis Tionghoa adalah orang yang berciri-ciri berkulit kuning langsat dan bermata sipit yang memiliki kebiasaan berdagang dan membuka usaha.


(13)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Hal ini yang membedakan etnis Tionghoa dengan Etnis Nias yang dikenal juga memiliki ciri-ciri yang sama dengan etnis Tionghoa. Sebutan lain untuk etnis Tionghoa adalah Theng nang. Theng nang biasanya sebutan bagi sesama etnis nya.

8. Pedagang adalah orang yang sehari-harinya melakukan aktivitas berjualan barang-barang kebutuhan hidup, khususnya Kampung Baru, pedagang disini adalah pedagang yang menjual spare part sepeda motor.

9. Feng shui atau yang juga disebut hong shui oleh beberapa informan adalah tata letak yang didasarkan pada kepercayaan yang telah dianut dan selalu digunakan untuk memilih tempat usaha atau tempat tinggal.


(14)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Eksistensi Bisnis

Eksistensi bisnis merupakan kebebasan dalam melakukan aktifitas ekonomi baik secara individu maupun kelompok, seperti yang akan saya bahas di dalam penelitian ini yang mengkhususkan pada etnis tionghoa. Etnis Tionghoa merupakan etnis yang dikenal dengan sistem perekonomian yang sangat baik karena hampir sebagian besar mereka berprofesi sebagai pedagang atau pengusaha.

Dewasa ini peranan etnis Tionghoa sangat signifikan terutama pada bidang ritel dan distribusi. Begitu etnis Tionghoa diganggu, segera terasa guncangan di bidang perekonomian. Persediaan dan distribusi barang terutama sembako terganggu. Harga barang-barang pun termasuk sembako, naik berlipat-lipat (http : //indo983.tripod.com )

Kebangkitan etnis Tionghoa di bidang pemerintahan juga sudah terlihat pada era reformasi, dimana sudah ada muncul kepemimpinan etnis Tionghoa yang berhasil menjabat sebagai salah satu menteri yang paling strategis pada pemerintahan Megawati Soekarno Putri yaitu Kwik Kian-Gie sebagai ketua Bappenas dan menteri perencanaan pembangunan nasional. Sebenarnya, etnis Tionghoa telah memiliki loyalitas terhadap Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sikap mereka yang turut serta dalam memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan. Para investor asing terutama etnis Tionghoa sudah lama berkecimpung ditengah arus pasar bebas. Selain itu, cukup banyak etnis


(15)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Tionghoa yang mampu berasimilasi dalam kehidupan mereka di masyarakat, hidup menyatu dengan masyarakat Indonesia dan mengakui kedaulatan negara Indonesia dengan bersedia menjadi warga negara Indonesia melalui prasyarat yang telah dibuat pemerintah. Loyalitas mereka tersebut juga dapat dilihat pada kesediaan mereka menggunakan bahasa Indonesia dan segala atribut nasional Indonesia, menjalani proses pendidikan yang berbaur dengan pribumi. Namun, terdapat juga diantara mereka yang lebih memilih jalur pendidikan di sekolah swasta dibanding sekolah negeri dengan pertimbangan kwalitas dan mutu pendidikan.

Dengan demikian etnis Tionghoa sudah terbukti mahir dalam berdagang dan merupakan salah satu etnis yang sangat diakui kemampuannya dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1978, dimana negara China baru membuka diri terhadap dunia luar, terutama negara-negara Barat. Sejak itu, perekonomian etnis tionghoa tumbuh secara signifikan, dimana kini mereka tampil sebagai raksasa ekonomi baru dalam tataran global, hal ini juga dapat dilihat di kota-kota besar di Indonesia. Maju pesatnya perekonomian etnis Tionghoa ini dimungkinkan di antaranya karena kemampuan mereka mempraktikkan prinsip-prinsip bisnis yang khusus, yang telah dikenal sejak 2.500 tahun lalu dan terus dikembangkan oleh para pelakunya hingga dewasa ini, sesuai dengan perkembangan zaman dan lingkungan budaya ekonomi dan bisnis yang terus berubah-ubah. (http : //wap.fajar.co.id/news )

Menurut etnis Tionghoa secara umum berdagang itu sama dengan belajar dan merupakan proses yang berkelanjutan/dinamis. Tidak ada istilah berhenti dan diberhentikan dan hanya sang pebisnis itu sendiri yang dapat membuat keputusan


(16)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

berkenaan dengan apa yang harus dan seharusnya dilakukan. Tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan “berhenti” pada mereka. Pedagang yang memiliki orientasi dagang yang jelas akan berusaha untuk memantapkan perdagangannya. Mereka tidak peduli jika terpaksa harus bekerja lebih keras dan lebih lama dibandingkan orang lain. Mereka tidak memperdulikan kata-kata orang. Mereka hanya manusia biasa yang melakukan hal-hal yang dianggap luar biasa oleh orang lain. Kemiskinan, kesusahan, dan ketiadaan modal, tidak sedikit pun mengganggu usahanya.

Dunia etnis Tionghoa adalah di bidang perdagangan. Mereka suka dan tertarik untuk berdagang. Etnis Tionghoa percaya bahwa dengan berdagang, mereka dapat menjadi kaya dan meningkatkan taraf hidupnya. Berdagang memungkinkan mereka berubah dan menjadi golongan yang dinamis. Dunia perdagangan tidak ada batasnya. Setiap orang bebas bergerak di dalamnya selagi memiliki keinginan dan takdir menentukan kita untuk berbuat demikian. Berdagang dapat membangun keyakinan dan kepercayaan. Perdagangan juga dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, interaksi, dan hubungan interpersonal. Orang yang berdagang tidak akan dipandang rendah. Mereka juga tidak perlu takut kehilangan pekerjaan. Tidak ada hal yang perlu kita khawatirkan, kecuali menjaga hati pelanggan dan memahami kehendak pasar.

Orang Tionghoa dan perdagangan sudah bersatupadu serta menjadi satu entitas yang tidak dapat dipisahkan. Mereka yang berdagang sama dengan bekerja untuk diri sendiri. Ini lebih baik daripada bekerja dengan dan untuk orang lain. Orang yang bekerja dan mendapat gaji dianggap belum dewasa. Mereka yang


(17)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

berdagang dianggap sebagai golongan yang matang dan sering dijadikan tempat rujukan.

Pedagang adalah golongan istimewa dan berada dalam kelas tersendiri. Mereka membentuk komunitas yang penting dalam masyarakat Tionghoa, bahkan menjadi identitas, simbol, dan image bagi orang Tionghoa. Dibalik fenomena kegiatan berbisnis etnis tionghoa yang biasanya menghadirkan atau menciptakan kawasan-kawasan yang terspesialisasi ini, tentunya tersirat beragam makna, tujuan, ataupun strategi-strategi yang melandasinya. Hal ini juga dapat ditelaah melalui berbagai pandangan dan pendekatan keilmuan seperti logika pasar, hukum bisnis, studi ekonomi, pola persebaran pemukiman, hingga pandangan-pandangan seperti karakter feng shui yang dapat dipergunakan untuk menjelaskannya. Tak lupa juga adanya pemanfaatan lahan atau tanah yang dulunya dimiliki oleh masyarakat setempat dan akhirnya diambil alih oleh etnis Tionghoa yang memanfaatkan lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Dilema yang dialami masyarakat Tionghoa kini tidak lagi seperti pada zaman dahulu.

Di sisi lain ada juga yang menganggap etnis Tionghoa atau biasa kita sebut orang Cina adalah ancaman bagi perekonomian pada suatu negara atau wilayah. Hal ini dikarenakan etnis Tionghoa memegang peranan kunci roda perekonomian dalam masyarakat manapun. Realita tersebut tidak hanya terlihat di Indonesia akan tetapi di negara - negara Asia Tenggara pada umumnya. Selain daripada itu, ada pula golongan yang melihat dengan kacamata yang sangat sempit bahwasannya orang yang beretnis Tionghoa merupakan suatu masalah yang besar terhadap integritas nasional bangsa Indonesia baik dari segi sosial, budaya, maupun politik. Untuk itu diperlukan suatu pengetahuan dan pemahaman yang


(18)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

lebih mendalam mengenai golongan minoritas ini yang merupakan bagian dari kebhinekaan masyarakat Indonesia.

Perdagangan tidak menjadikan seseorang itu licik, tetapi membolehkan segalanya berjalan dengan licin terutama untuk mendapatkan uang. Persepsi orang Tionghoa pada perdagangan adalah positif. Dunia dagang adalah dunia yang menjanjikan kesenangan, kemewahan, dan kebahagiaan. Perdagangan memperkuat ikatan keluarga dan membentuk ikatan sosial yang kuat. Perdagangan juga menjadi dasar dari kekuatan dan kelangsungan hidup masyarakat Tionghoa ataupun masyarakat lainnya. Etnis Tionghoa tidak suka pada batasan-batasan dan hanya perdaganganlah yang dapat memberikan dunia tanpa batasan kepada mereka. Dalam dunia perdagangan, etnis Tionghoa dapat bergerak dengan bebas, mudah dan cepat. Kebebasan jiwa raga dan juga kebebasan keuangan. Itulah yang disediakan oleh dunia perdagangan yang dianggap sebagai surga oleh etnis Tionghoa yang hidup di dunia nyata.

2.2. Jaringan Sosial

Menurut Ibrahim, jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk formal maupun informal. Hubungan sosial adalah cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang disadari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal (dalam Putra, 2007:20)

Perlunya jaringan sosial di bahas dalam penelitian ini karena jaringan sosial merupakan salah satu cara atau strategi yang di lakukan oleh etnis tionghoa


(19)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

dalam mempertahankan eksistensinya, Banyak pihak menganggap bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi etnis tionghoa saat ini dimungkinkan oleh beberapa faktor utama yaitu : faktor SDM yang melimpah dan murah, dan faktor trust. Dalam kaitan itu, oleh karenanya dipraktikkan sistem bisnis networking. Pedagang atau pengusaha dari etnis Tionghoa berhasil menembus pasar karena memanfaatkan jejaring ini baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kekuatan ekonomi pedagang Tionghoa sebenarnya terletak pada jaringan yang tercipta dikalangan pedagang itu sendiri. Mereka bukan saja menguasai urusan jual beli, melainkan juga pengeluaran, pemasaran, distribusi, promosi sampai menentukan laku atau tidaknya produk itu. Pedagang Tionghoa mempunyai hubungan bisnis yang cukup kuat diantara mereka. Mereka yang berada dalam jaringan akan saling membantu dan mendukung. Keadaan ini selain dapat menguatkan hubungan ikatan kerja sama dengan mereka, juga dapat dengan sengaja menghalangi masuknya pedagang lain—misalnya bukan Tionghoa—ke dalam jaringan perdagangan yang mereka kuasai.

Bangsa-bangsa lain harus belajar dari orang Tionghoa, yang mempratikkan konsep perdagangan secara kecil-kecilan sebelum memulai kepada hal yang besar. Tetapi yang penting bagi mereka adalah bukan masalah kecil atau besarnya suatu perdagangan. Namun, sejauh mana mereka memiliki jaringan dan mendapat dukungan dari pedagang yang lain.

Ada dua bentuk jaringan dagang etnis Tionghoa (Wan Seng, 2007:140) yaitu :


(20)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

1. Jaringan dalam bentuk formal adalah jaringan yang dibentuk melalui pembentukan organisasi kelompok dan asosiasi perdagangan Tionghoa itu sendiri.

2. Bentuk nonformal adalah suatu jaringan yang sudah ada sejak turun-temurun karena lamanya waktu atas berkuasanya suatu kelompok bangsa dalam bidang perdagangan tersebut. Dalam perkembangannya, fenomena tersebut diistilahkan sebagai guanxi (hubungan), di mana dalam praktiknya tidak terbatas pada hubungan kekeluargaan saja, tetapi juga kesamaan asal daerah, kesamaan sekolah dan persahabatan.

Hal-hal yang disebutkan di atas sangat jarang sekali dalam jiwa bangsa atau etnis lain. Mereka tidak hanya sekedar bersaing di antara mereka sendiri, tetapi mereka juga berusaha menjatuhkan lawan atau saingan dagang mereka. Dikalangan pedagang Tionghoa tidak ada perasaan iri hati atau dengki, mereka hanya mencoba persaingan secara sehat dan mereka juga akan selalu membantu pedagang yang berada dalam kelompok dan jaringan dagang mereka.

2.3. Etika Dalam Dunia Bisnis

Etika timbul dari kebiasaan. Etika merupakan menjadi standar dan penilaian konsep seperti tidak tertulis di dalam suatu kelompok bisnis (http://www.wikipedia.id/etika.org).

Menurut Velasquez (dalam Nurrahman, 2009) etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini


(21)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dengan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.


(22)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:

• Pengendalian diri

• Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)

• Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

• Menciptakan persaingan yang sehat

• Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"

• Menghindari sifat 5K (Katabele, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) • Mampu menyatakan yang benar itu benar

• Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah

• Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama • Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah

disepakati

• Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini ( Ritha F. Dalimunthe, 2004).


(23)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

2.4. Teori Pertukaran Sosial George Homans

Inti dari teori pertukaran sosial yang di kemukakan oleh George Homans adalah terletak pada sekumpulan proposisi fundamental. Menurutnya proposisi itu bersifat psikologis karena dua alasan, yaitu : pertama, “Proposisi itu biasanya dinyatakan dan di uji secara empiris oleh orang yang menyebut dirinya sendiri psikolog”. Kedua, “proposisi itu lebih mengenai perilaku manusia individual daripada kelompok atau masyarakat; dan perilaku manusia sebagai manusia, umumnya dianggap menjadi bidang kajian psikologi” ( Homans, dalam Ritzer 2004:359). Berikut ini beberapa proposisi yang di kemukan oleh George Homans berdasarkan pemikiran pada temuan Skinner (Ritzer 2004) :

• Proposisi Sukses

Untuk semua tindakan yang dilakukan seseorang, semakin sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah, semakin besar kemungkinan orang melakukan tindakan itu.

• Proposisi Pendorong

Bila dalam kejadian masa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka makin serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, makin besar kemungkinan orang melakukan tindakan serupa.

• Proposisi Nilai

Makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, makin besar kemungkinan ia melakukan tindakan itu.


(24)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

• Proposisi Deprivasi-Kejemuan

Makin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya. • Proposisi Persetujuan-Agresi

Proposisi A : bila tindakan orang tak mendapatkan hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan marah ; besar kemungkinan ia akan melakukan tindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya.

Proposisi A hanya mengacu pada emosi negatif sedangkan proposisi B menerangkan emosi yang lebih positif.

Proposisi B : bila tindakan seseorang menerima hadiah yang ia harapkan, terutama hadiah yang lebih besar daripada yang ia harapkan, atau tidak menerima hukuman yang ia bayangkan, maka ia akan puas, semakin besar kemungkinannya melaksanakan tindakan yang disetujui dan akibat tindakan itu akan makin bernilai baginya.

• Proposisi Rasionalitas

Dalam memilih di antara berbagai tindakan alternatif, seseorang akan memilih satu di antaranya, yang dia anggap saat itu memiliki value (V), sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas (p), untuk mendapatkan hasil, yang lebih besar.


(25)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

2.5. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan memiliki dampak positif terhadap efesiensi biaya-biaya transaksi. Artinya, antara pedagang dengan pelanggan telah memiliki kepercayaan (saling mempercayai) satu sama lainnya. Adanya rasa kepercayaan akan membuat transaksi jual-beli terus berjalan, sekalipun telah terjadi perjanjian hutang-piutang dalam transaksi ekonomi tersebut.

Qianhong Fu, dalam (Hasbullah, 2006: 12) membagi tiga tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial dan pada tingkatan sistem sosial. Pada tingkatan individual, trust merupakan kekayaan individu, merupakan variabel personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Pada tingkatan hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Sedangkan pada tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai berkembang menurut sistem sosial yang ada.

Banyak peneliti merujuk bahwa trust bersumber dari jaringan itu sendiri.

Jaringan merupakan sumber penting tumbuh dan hilangnya trust dimaksud (Hasbullah, 2006:12). Seperti hubungan yang terjalin antara seorang pedagang di

Tanah Abang, Jakarta Pusat yang memberi cicilan jual-beli barang kepada pedagang lain yang merupakan pelanggannya yang berasal dari Ujung Pandang (Damsar, 2002:33). Cicilan di bayar setiap kali pedagang yang berutang tersebut

datang ke Jakarta untuk membeli barang. Dalam perilaku ekonomi tersebut melekat konsep kepercayaan (trust). Pendekatan aktor dikonsentrasikan untuk melihat bahwa kepercayaan merupakan institusi sosial yang berakar dari hasil evolusi kekuatan-kekuatan politik, sosial, sejarah dan hukum, dipandang sebagai solusi yang efisien terhadap fenomena ekonomi tertentu. Sebaliknya pendekatan aktor yang lebih tersosialisasi memandang bahwa kepercayaan merupakan


(26)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

moralitas umum dalam perilaku ekonomi. Sedangkan pendekatan keterlekatan mengajukan pandangan yang lebih dinamis, yaitu bahwa kepercayaan tidak muncul dengan seketika tetapi terbit dari proses hubungan antar pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama. Kepercayaan bukanlah merupakan barang baku (tidak berubah), tetapi sebaliknya, kepercayaan terus menerus ditafsirkan dan dinilai oleh para aktor yang terlibat dalam hubungan perilaku ekonomi.

Kepercayaan sosial hanya efektif dikembangkan melalui jalinan pola hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat dan berkelanjutan (Ibrahim, 2006:111). Adanya trust menyebabkan mudah dibinanya kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprosikal. Hubungan resiproskal menyebabkan social capital dapat tertambat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang yang melakukan hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan.


(27)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati (Nawawi, 1994:204).

Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian. Berkenaan dengan penelitian ini sebagai studi deskriptif maka penelitian ini akan menggambarkan atau mendeskripsikan bagaimana eksistensi bisnis etnis Tionghoa di kawasan Kampung Baru Medan. Alasan peneliti dalam memilih penelitian kualitatif disebabkan oleh keinginan peneliti untuk menggambarkan lebih dalam tentang aktifitas ekonomi yang pelakunya adalah etnis Tionghoa yang dikenal sebagai kelompok masyarakat yang sampai sekarang masih mempertahankan tradisinya yang dikenal sangat tertutup. Hal ini karena pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara utuh misalnya tentang perilaku, motivasi, tindakan. Selain daripada itu pendekatan ini menggutamakan latar alamiah dengan maksud menggambarkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai metode seperti : wawancara, observasi dan sebagainya. Di dalam pendekatan ini peneliti dapat membangun pandangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara rinci (Moleong, 2005 : 4-6).


(28)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di jalan Brigjend Katamso dimana daerah ini yang biasa juga disebut dengan nama Kampung Baru. Pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan daerah ini termasuk kawasan kota Medan yang terkenal sebagai tempat atau pusat penjualan spare part sepeda motor yang seluruh pedagang atau pengusahanya adalah Orang Cina atau etnis Tionghoa. Pada observasi pra penelitian, peneliti menemukan jumlah toko yang khusus menjual spare part yang ada di sepanjang jalan Brigjen Katamso yaitu berjumlah 39 buah yang semuanya dimiliki oleh etnis Tionghoa.

3.3. Unit Analisis dan Informan

Dalam penelitian ini objek yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah para pengusaha atau pemilik toko yang menjual alat-alat sepeda motor atau yang lazim disebut sebagai spare part di sepanjang jalan Brigjen Katamso. Selanjutnya disebut sebagai informan kunci. Karakteristik informan disini adalah pengusaha atau pemilik toko penjual spare part yang sudah berjualan di kawasan tersebut lebih dari 5 tahun. Informan kunci dalam penelitian ini akan berjumlah 7 orang.

table 1

Daftar nama-nama informan kunci :

No Nama Nama Toko

1 Lim hau Meng Sumber Rezeki 2 Ationg (budiman) Bintang Motor


(29)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

4 Apin Tetap Jaya Oil

5 Ayang (Bakhiem) Maju Jaya Oil 6 Andi Wibowo Laris Jaya Oil

7 Kacuk Irian Motor

Selain dari pada itu peneliti juga akan mengumpulkan data dari informan biasa yang merupakan orang-orang yang sudah biasa berbelanja atau orang yang menjadi langganan tetap di toko penjual spare part dan orang-orang yang sering menunjukkan atau menginformasikan kawasan tersebut yang pada umumnya adalah orang-orang yang berprofesi sebagai mekanik sepeda motor yang membuka usaha perbengkelan disekitar kawasan tersebut. Informan biasa ini disebut sebagai pelanggan karena hampir setiap saatnya berada di kawasan tersebut. Pelanggan adalah pembeli yang selalu memakai barang dan jasa yang ada di kawasan kampung baru. Rutinitas harus dilakukan oleh informan ini seminggu sekali dan juga beliau sering menginformasikan kawasan kampung baru kepada calon-calon pembeli. Informan biasa pada pelanggan disini akan berjumlah 3 orang. Ini untuk menjelaskan identitas kawasan dan hal-hal apa yang membuat mereka tertarik terus berbelanja di kawasan ini.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti akan menggunakan metode tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian.


(30)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

3.4.1 Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

• Observasi non-partisipasi yaitu pengamatan terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Peneliti melakukan observasi pertama (pra penelitian) pada tanggal 4 sampai 7 mei 2009. Observasi kedua akan peneliti lakukan pada tanggal 29 juli 2009 sampai sedang selesai.

• Wawancara mendalam, yang merupakan proses tanya jawab secara langsung ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian. Penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan data sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi tujuan dari penelitian. Pada praktek penelitian yang dilakukan, sebagian besar wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Hokkian (bahasa yang digunakan hampir sebagian besar etnis Tionghoa di kota Medan). Selanjutnya penggunaan metode ini akan disertai dengan alat bantu berupa alat perekam dan pedoman wawancara mendalam (depth interview guidlines). Wawancara akan peneliti lakukan mulai tanggal 30 juli 2009 sampai dengan selesai. Proses wawancara juga terkadang tanpa sepengetahuan dari informan karena peneliti juga menjadi pembeli di tokonya. Hal ini di lakukan agar peneliti


(31)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

bisa sedekat mungkin dengan informan. Hal ini dilakukan demikian karena stereotipe etnis Tionghoa yang sudah dikenal sebagai etnis yang kurang kooperatif di bidang –bidang akademis seperti ini.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, tetapi memiliki fungsi sebagai salah satu aspek pendukung bagi keabsahan penelitian. Data ini berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Penelitian kepustakaan dan Pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal

2. Penelusuran Data Online merupakan tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan penelitian dapat memanfaatkan data. Informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis (Bungin, 2005 : 148 ).

3.5. Interpretasi Data

Penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu


(32)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

pengamatan dan wawancara mendalam, yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan. Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada di dalam fokus penelitian.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan diinterpretasikan secara kualitatif. Tahap ini adalah tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap inilah data akan dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menhumpulkan kebenaran yang berguna untuk menjawab persoalan yang diajukan oleh peneliti.

Analisa data adalah proses pengorganisasian dalam pengurutan data ke dalam pola, kategori, dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data (Moleong, 2005 : 248).


(33)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kampung baru merupakan kelurahan terluas di kota Medan. Hal ini terlihat dari jumlah lingkungan yang ada yaitu 21 lingkugan. Pada saat ini, kelurahan Kampung Baru dipimpin oleh seorang lurah yang berpendidikan dengan gelar master, hal ini merupakan satu-satunya yang ada dikota Medan. Lurah tersebut bernama Drs.Zainul Achmaddin Y. MAP. Demikian menurut penuturan H. Imam Royani yang merupakan salah seorang pengurus P2KP kelurahan Kampung Baru yang penulis temui di kantor kelurahan.

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Medan, luas wilayah Kelurahan Kampung Baru yang berada pada ketinggian 27 m di atas permukaan laut adalah 1,27 km2 yang terdiri dari 21 Lingkungan, 24 RW (Rukun Warga), 52 RT (Rukun Tetangga) dan blok sensus sebanyak 48 buah. Kelurahan Kampung Baru memiliki batas-batas wilayah yang terdiri dari :

• Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Sei Mati • Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Titi Kuning • Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Suka Maju

• Sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Siti Rejo 1 dan Siti Rejo 2 Kelurahan Kampung baru merupakan salah satu kelurahan yang memiliki penduduk yang sangat banyak yaitu sekitar 24.381 jiwa dan kepadatan penduduk per 2

km adalah 16968 dan pembagian berdasarkan jenis kelaminnya adalah laki-laki sebanyak 12205 dan perempuan 12176.


(34)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Tabel 2

Komposisi penduduk berdasarkan etnis/suku

ETNIS JUMLAH (jiwa)

Cina (Tionghoa) 4152

Minang 4120

Jawa 3878

Mandailing 3874

Batak Toba 3780

Melayu 2795

Batak Karo 1776

Aceh 206

Sumber : Profil Kelurahan Kampung Baru 2008

Dari hasil penelitian di lapangan dapat dilihat bahwa kelurahan Kampung Baru memiliki etnis yang beragam, dan berdasarkan tabel komposisi penduduk berdasarkan etnis di kelurahan Kampung Baru diatas maka dapat dilihat bahwa etnis Tionghoa yang berjumlah 4152 jiwa merupakan mayoritas penduduk di kelurahan Kampung baru dan disusul oleh etnis Minang dengan jumlah 4120 jiwa yang berada di urutan kedua. Kemudian diikuti oleh etnis Jawa yang berjumlah 3878 jiwa, Mandailing yang berjumlah 3874 jiwa, Batak Toba yang berjumlah 3780 jiwa, Melayu yang berjumlah 2795 jiwa, Batak Karo yang berjumlah 1776 jiwa dan yang berjumlah paling sedikit adalah etnis Aceh dengan jumlah 206 jiwa. Data mengenai komposisi penduduk kelurahan Kampung Baru berdasarkan etnis ini bersumber dari profil mengenai kelurahan Kampung baru yang diperoleh penulis dari kantor kelurahan setempat di Kampung Baru.


(35)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Tabel 3

Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan

No pekerjaan Jumlah

1 Pedagang 1250

2 Pegawai swasta 963

3 Tukang Becak 356

4 PNS 256

5 Tukang Batu 190

6 Penjahit 162

7 Supir 132

8 Pengusaha 48

9 Tukang Kayu 42

10 Dokter 36

11 TNI/POLRI 28

12 Montir 20

13 Pengrajin 12

14 Pengemudi bajay 3

15 Peternak 0

Sumber : Profil Kelurahan Kampung Baru 2008

Dari hasil penelitian di lapangan dan berdasarkan tabel komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan di atas maka dapat dilihat bahwa kelurahan Kampung Baru memiliki anggota masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai pedagang dengan jumlah 1250 orang, kemudian anggota masyarakat yang bekerja sebagai pegawai swasta menempati urutan kedua terbanyak yakni yang berjumlah 963 orang, lalu diikuti oleh anggota masyarakat yang bekerja sebagai tukang


(36)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

becak yang berjumlah 356 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang berjumlah 256 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai tukang batu yang berjumlah 190 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai penjahit yang berjumlah 162 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai supir yang berjumlah 132 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai pengusaha yang berjumlah 48 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai tukang kayu yang berjumlah 42 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai dokter yang berjumlah 36 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai TNI/POLRI yang berjumlah 28 orang, anggota masyarakat yang bekerja sebagai montir yang berjumlah 20 orang, dan yang terakhir adalah anggota masyarakat yang bekerja sebagai pengemudi bajay yang merupakan minoritas dengan jumlah 3 orang. Data mengenai komposisi penduduk kelurahan Kampung Baru berdasarkan pekerjaan ini bersumber dari profil mengenai kelurahan Kampung baru yang diperoleh penulis dari kantor kelurahan setempat di Kampung Baru.

Penjual sparepart di kawasan kampung baru sudah ada sejak tahun 1990-an hal ini dikatakan oleh pegawai kelurahan yang bernama H. Imam Royani yang pada saat itu sempat di wawancarai dan beliau memberikan informasi tentang kampung baru. Beliau mengatakan sebelumnya kawasan kampung baru tidak ada yang menjual sparepart sepeda motor tetapi yang dulu ada adalah penjual sparepart mobil, bengkel-bengkel sepeda dan tempat orang-orang etnis tionghoa menjual emas dan juga perhiasan lainnya, kemudian lama kelamaan kampung baru berubah menjadi kawasan penjual alat-alat sepeda motor, walaupun masih banyak yang bertahan dengan dagangan lamanya. Ini disebabkan karena tempat


(37)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

ini sangat aman dan memiliki jalan yang luas sebagaimana pendapat IM (Lk, 73 thn) :

“kampong baru ini tempat yang aman dan ramai, dan orang china juga banyak yang tinggal disini”

4.2. Gambaran Umum Etnis Tionghoa di Kota Medan

Setiap etnis atau bangsa pasti mempunyai sejarah dan budayanya sendiri, budaya yang dimilki setiap bangsa mempunyai ciri khas dan keunikan yang membedakan etnis tersebut dengan etnis yang lain. Begitu juga etnis tionghoa atau yang dikenal dengan istilah orang china. Kebudayaan etnis Tionghoa merupakan kebudayaan yang tua di dunia dan merupakan salah satu etnis yang menyebar hampir keseluruh penjuru dunia. Apalagi di Indonesia, hampir di setiap daerah etnis Tionghoa ada dan hidup dengan baik yang hampir sebagian besar dari mereka memiliki profesi yang sama yaitu pedagang. Pada umumnya etnis Tionghoa di kota Medan berada pada pusat-pusat kota yang menjadi daerah pertokoan. Kemudian mereka cenderung tinggal di komplek-komplek perumahan yang sangat aman dan sangat sulit untuk membuka diri dengan etnis lain. Contohnya seperti di daerah Pandau Hilir, Kesawan, dan komplek-komplek perumahan yang dikhususkan untuk etnis tionghoa di Sunggal. Hal ini terjadi karena etnis Tionghoa melihat pemerintah atau masyarakat setempat mempunyai prasangka buruk terhadap mereka. Mereka sering diperlakukan secara diskriminatif hampir disemua bidang. Misalnya mereka tetap di perlakukan sebagai warga asing walau sudah menjadi warga negara Indonesia akibatnya etnis Tionghoa tidak berkeinginan untuk aktif dalam usaha-usaha pembangunan dan perbaikan linkungan bersama kalau pun mau mereka hanya memberikan uang


(38)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

saja. Sebaliknya, kalangan masyarakat selain etnis Tionghoa mempunyai pandangan tertentu, yaitu : yang pertama adanya ajaran agama yang sangat berbeda dengan masyarakat setempat dan mereka juga melihat etnis Tionghoa itu suka merasa hebat dan menilai orang selain tionghoa itu rendah, malas dan tidak bisa di percaya. Mereka juga beranggapan bahwa etnis Tionghoa menguasai sektor perekonomian. Selain itu mereka juga dianggap sebagai antek-antek penjajah untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Hal ini semakin terbukti pada saat demontrasi besar-besaran pada awal Mei 1998 dimana hampir semua etnis Tionghoa hijrah ke negeri tetangga untuk menyelamatkan diri dengan membawa seluruh kekayaannya yang diperoleh dari Indonesia. Setelah berangsur-angsur pulih etnis Tionghoa sudah mau kembali dan membuka usaha mereka dengan modal mereka yang tersisa. Uniknya, sangat sulit sekali untuk mencari etnis tionghoa yang bekerja di bidang pemerintahan hingga saat ini. Tapi akhir ini sudah mulai ada orang etnis tionghoa yang mau berkecimpung kedalam perpolitikan seperti pada PEMILU Legislatif beberapa waktu yang lalu. Pada saat itu sudah banyak pemuda-pemuda etnis tionghoa yang berani ambil bagian dalam pemilihan legislatif tersebut dan banyak calon-calon legislatif yang beretnis tionghoa berasal dari kota Medan. Cerita di atas merupakan sedikit tentang perubahan sikap dari etnis tionghoa yang banyak berubah sejak era reformasi 1998.

4.3. Perkampungan dan Rumah Tionghoa

Sebagian besar dari orang Tionghoa di Indonesia tinggal di kota–kota, maka hanya dibicarakan disini perkampungan Tionghoa yang berada di kota–kota. Perkampungan Tionghoa di kota–kota itu biasanya merupakan deretan


(39)

rumah-Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

rumah yang berhadap-hadapan disepanjang jalan pusat pertokoan hal ini bisa dilihat di kawasan Kampung Baru dan beberapa kawasan bisnis di kota Medan. Deretan rumah-rumah itu, merupakan rumah-rumah petak di bawah satu atap, yang pada umumnya tidak mempunyai pekarangan. Sebagai ganti pekarangan, di atas rumah biasanya ada bagian tanpa atap, untuk menanam tanaman, untuk tempat mencuci piring dan menjemur pakaian. Ruangan paling depan dari rumah selalu merupakan ruangan tamu dan tempat meja abu. Biasanya ruang ini dipakai sebagai toko, sehingga meja abu harus ditempatkan di ruangan di belakangnya. Sesudah itu ada lorong yang disebelah kanan-kirinya ada kamar-kamar tidur. Dibagian belakang ada dapur dan kamar mandi.

Ciri khas rumah-rumah orang Tionghoa dengan tipe kuno adalah bentuk atapnya yang selalu melancip pada ujung-ujungnya, dan dengan ukir-ukiran yang berbentuk naga. Pada rumah orang-orang yang kaya atau memiliki status lebih tinggi, terdapat banyak ukir-ukiran pada tiang-tiang dari balok dan sebagainya, hal ini bisa dilihat pada rumah Po Jung fie yang terletak di pusat kota atau yang biasa disebut dengan nama Kesawan Squere.

Dalam tiap-tiap perkampungan Tionghoa selalu ada satu atau dua kuil. Bangunan ini biasanya masih memilki bentuk yang khas dan kaya dengan ukiran-ukiran Tionghoa. Kuil-kuil itu bukanlah tempat beribadah, tetapi hanya merupakan tempat orang-orang meminta berkah, meminta anak dan tempat orang mengucapkan syukur. Untuk itu ia membakar hio (dupa) kepada dewa yang melindunginya. Besar kecilnya sebuah kuil tergantung pada kekuatan dari umatnya untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaannya. Kuil-kuil itu terbagi dalam tiga golongan yaitu : kuil Budha, kuil Tao, dan kuil yang dibangun


(40)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

untuk menghormati dan memperingati orang-orang yang pada masa hidupnya telah berbuat banyak jasa bagi masyarakat (Koentjaraningrat,1999 : 363-364).

4.4. Profil Informan

4.4.1 Profil Informan Kunci

1. Nama : Lim Hau Meng Nama Toko : Sumber Rezeki

Alamat : Jalan Brigjen Katamso No. 29 Umur : 52 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Lim Hau Meng adalah seorang pria perantauan yang berasal dari Kampung Pon, Serdang Bedagai. Beliau datang ke Medan tahun 1980-an dan mengawali karirnya sebagai penjual air tebu di Kampung Baru, kemudian beliau beralih profesi menjadi penjual mie goreng di Kampung Baru juga. Setelah menikah beliau tidak menjual mie goreng lagi karena kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat. Dengan perlahan-lahan beliau mulai merintis usaha perdagangan sparepart sepeda motor yang modal awalnya di dapat dari kelurga istri nya yang juga menjual sparepart sepeda motor. Beliau mulai membuka usahanya sekitar tahun 2000 ditempat tersebut.

Awalnya ia hanya menjual barang-barang yang berasal dari toko abang ipar nya. Namun dengan kerja kerasnya, sekarang ia sudah dapat membeli


(41)

barang-Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

barang sendiri dan meraup keuntungan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak kelurga istri hingga sekarang.

2. Nama : Ationg (budiman) Nama Toko : Bintang Motor

Alamat : Jalan Brigjen Katamso No. 27B Umur : 42 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Ationg adalah seorang pedagang sprepart yang berjualan bersebelahan dengan Lim Hau Meng. Beliau memulai usahanya tahun 1997 hingga sekarang, beliau mau membuka usaha ini karena usaha ini diberikan oleh orangtuanya. Dalam menjalankan usahanya tersebut, beliau dibantu oleh istrinya dan 2 orang pegawai yang berdomisili di daerah sekitar tempat usaha ationg. Pegawai ini bernama Amir yang berumur 32 tahun dan Effendi yang berumur 25 tahun. Uniknya usahanya tersebut dijalankan oleh istrinya sepanjang hari, beliau berada di toko hanya pada pagi hari saja. Hal ini disebabkan karena beliau tidak terlalu suka berada seharian penuh di dalam toko, kemudian lebih diperburuk lagi kebiasaan Ationg yang gemar bermain judi bola. Informasi ini di dapat dari Pak Amir yang merupakan salah satu pegawainya.


(42)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

3. Nama : Han Tjuan Nama Toko : Honda Jaya

Alamat : Jalan Brigjen Katamso No. 32E Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Han Tjuan merupakan seorang pedagang yang khusus hanya menjual helm (alat pelindung kepala) dan aksesoris tambahan untuk sepeda motor. Lokasi usaha/toko beliau tepat bersebelahan dengan toko Ationg yang berada di sebelah kiri. Han Tjuan memulai usaha penjualan helm dan aksesoris tambahan untuk sepeda motor ini sejak tahun 2007. Beliau masih tergolong ke dalam pedagang yang baru merintis usahanya tersebut karena ia baru 2 tahun ini menjalankannya. Beliau telah menyewa tempat usahanya tersebut selama 5 tahun terhitung sejak 2007 hingga tahun 2012. Han Tjuan merupakan penduduk yang memang lahir dan tumbuh di kawasan Kampung Baru tersebut. Sebelumnya ia adalah seorang karyawan yang bekerja di tempat penjualan mesin dongfeng (generator) sebagai seorang salesman.

Dengan seluruh uang hasil tabungannya, beliau kemudian membuka usaha sendiri dengan menjual helm dan aksesoris sepeda motor. Usaha yang dimilikinya ini dijalankan dengan bantuan dari istrinya. Usaha ini tergolong berkembang karena melalui pengamatan peneliti, toko beliau memang tidak pernah sepi dari kunjungan pembeli yang memiliki sepeda motor.


(43)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

4. Nama : Apin

Nama Toko : Tetap Jaya Oil

Alamat : Jalan Brigjen Katamso no.78 Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Apin merupakan pemilik toko tetap jaya oil yang memulai usahanya pada tahun 2000 hingga sekarang. Beliau memiliki 2 orang anak. Usahanya didirikan dengan modal sendiri melalui pengalaman yang sudah ia dapat sejak masih duduk di bangku SMA. Awal karirnya di bidang penjualan sparepart sepeda motor di mulainya di kota Tebing Tinggi sebagai seorang karyawan toko penjual spare part, kemudian setelah ia menamatkan SMA, beliau mencoba peruntungan di kota Medan juga sebagai karyawan di toko yang juga menjual sparepart sepeda motor di Kampung Baru. Beliau bekerja sebagai karyawan selama 3 tahun. Dengan bekal yang ia dapatkan selama 6 tahun bekerja sebagai karayawan tersebut, ia kemudian mencoba memulai usahanya sendiri dengan modal yang kecil dan kepercayaan dari grosir-grosir dan sales-sales spare part sepeda motor.

Selama 9 tahun bekerja beliau sudah di kategorikan sukses karena beliau sudah dapat membuka toko yang serupa dan dikelola oleh abang kandung, dimana letak toko itu berada di jalan tritura. Selain itu beliau juga sudah dapat digolongkan sebagai grosir besar karena memiliki tempat penyimpanan barang dan stok barang yang cukup banyak dan lengkap. Beliau bekerja tidak sendiri, di tokonya yang sangat ramai itu, beliau di bantu oleh 3 orang anggota keluarganya


(44)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

yaitu ayahnya dan 2 orang adiknya serta 3 orang pegawai upahan yang juga merupakan orang etnis Tionghoa.

5. Nama : Ayang/Bakhiem Nama Toko : Maju Jaya Oil

Alamat : Jalan Brigjen. Katamso No. 25 Umur : 49 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Ayang adalah seorang bapak yang berumur 49 tahun yang telah berdagang di jalan Brigjen Katamso Kampung Baru selama 7 tahun. Pria tamatan SMA ini, tertarik membuka usaha dagang spare part di wilayah tersebut karena lingkungan tempat ia dibesarkan ini ramai dan aman serta mayoritas pemilik usaha dagang spare part di daerah tersebut adalah etnis Tionghoa sehingga ia tetap bertahan untuk berdagang disini. Hal inilah yang menjadi daya tarik kawasan ini untuk membuka usaha dagang spare part disini menurut penuturan Bapak Ayang. Beliau adalah salah satu informan yang baik dan mau diajak bekerja sama. Pak Ayang juga banyak membantu saya dalam melakukan penelitian, beliau yang mengatakan bahwa etnis Tionghoa terdiri dari 7 suku yang berbeda, yaitu : Hokkien, Khek, Tio-Chiu, Kong-Hu, Hai-Nam, Hai-lok-Hong dan Hok-chia. Ke-7 suku memiliki bahasa dan kebiasaan yang berbeda-beda.


(45)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

6. Nama : Andi Wibowo Nama Toko : Laris Jaya Oil

Alamat : Jalan Brigjen Katamso No. 135 Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki Status : Kawin

Pemilik toko sparepart Laris Jaya Oil yang berumur 53 tahun ini sudah berdagang selama 24 tahun sejak tahun 1985 dan mulai berdagang di kawasan Kampung Baru pada tahun 1999. Beliau mengawali usaha dagangnya di jalan Mesjid sebelum membuka toko atau cabang di kawasan ini. Andi Wibowo awalnya mendapatkan informasi tentang kawasan Kampung Baru melalui pemberitahuan yang diperoleh dari temannya. Menurut penilaiannya, situasi yang aman dan ramai di kawasan ini merupakan salah satu hal penting dalam memajukan usahanya sebelum membuka toko di kawasan tersebut. Hal ini dipelajarinya dari pengalamannya dalam membuka usaha perdagangan retail spare part sepeda motor miliknya yang sudah sangat berkembang di beberapa tempat di kota Medan ini yang salah satunya adalah toko miliknya di jalan Mesjid. Andi wibowo merupakan salah satu informan yang sangat sulit untuk diwawancarai karena kesibukannya dalam menjalankan usaha atau toko-toko miliknya yang berjumlah lebih dari satu sehingga menyita banyak waktunya.


(46)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

7. Nama : Kacuk Nama Toko : Irian Motor

Alamat : Jln. Brigjen Katamso gang Sado No. 15D Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Pemilik toko Irian Motor yang bernama Kacuk ini, membuka usaha dagang spare part miliknya di kawasan Kampung Baru dikarenakan beliau tidak ingin mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya yaitu berdagang. Hal ini disebabkan karena sejak kecil ia sudah dibiasakan untuk berdagang makanan ringan bersama dengan orang tuanya. Beliau mengawali usaha dagang spare part di kawasan ini melalui bantuan dari abang kandungnya sendiri yang lebih dahulu membuka toko di kawasan ini. Kacuk adalah salah satu dari beberapa pedagang spare part sepeda motor etnis Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di kawasan Kampung Baru ini. Dengan begitu beliau sangat paham tentang seluk beluk perdagangan yang ada di Kampung Baru dan jaringan-jaringan usaha yang ada di dalamnya. Menurut penuturan kelompok usaha di Kampung Baru tidak terlalu banyak karena ada beberapa pedagang yang memiliki hubungan persaudaraan membuat mereka terkadang tidak mau banyak-banyak memilki relasi bisnis atau pun kelompok usaha yang terdiri dari sesama pedagang.


(47)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

4.4.2. Profil Informan Biasa

1. Nama : H. Imam Royani

Alamat : Jalan Brigjen Katamso Gang Perbatasan No. 5 Umur : 73 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Imam royani adalah seorang pensiunan pegawai dari fakultas teknik USU yang pada tahun 2000 ditugaskan untuk menjabat sebagai sekretaris lurah Kampung Baru dan beliau menjabat tugas itu selama 2 tahun, beliau saat ini bekerja sebagai pengurus P2KP di kelurahan kampung baru dan berkantor di kantor kelurahan tersebut. Pak Imam adalah seorang pegawai yang sangat banyak membantu peneliti selama menjalani penelitian di kampung baru dari mulai profil kelurahan.

2. Nama : Ezra Barus

Alamat : Jalan bunga kantil XVII No. 06 P. Bulan Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Belum kawin

Ezra merupakan seorang pemuda yang gemar memodifikasi sepeda motornya. Beliau biasanya membeli barang-barang untuk sepeda motornya di Kampung Baru. Alasannya memilih tempat itu karena dekat dengan rumah dan


(48)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

beliau sudah cukup lama berlangganan di sebuah bengkel sepeda motor di kawasan Kampung Baru.

3. Nama : M. Fahri

Alamat : Jalan Ngumban Surbakti no. 21 P. Bulan Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Kawin

Fahri yang sering disapa akrab sebagai Pak Ri oleh para pelanggannya merupakan seorang mekanik yang memiliki sebuah bengkel di daerah Padang Bulan. Ia mengelola bengkel kecilnya tersebut seorang diri. Barang-barang sepeda sepeda motor yang ia jual di bengkelnya ia peroleh dengan membelinya di toko spare part yang berada di daerah Kampung Baru dengan harga yang miring atau relatif murah. Beliau mengakui bahwa barang-barang atau spare part yang ia peroleh tersebut selain murah juga berkualitas. Menurut pengakuannya, pelanggannya merasa puas dengan pelayanan yang ia berikan melalui cara kerjanya yang cekatan dan pemberian spare part yang berkualitas kepada para konsumennya yang ia peroleh melalui toko spare part langganannya di daerah Kampung Baru tersebut.


(49)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

4.5. Interpretasi Data

4.5.1. Konsep Bisnis Pedagang Spare part Sepeda motor di Kampung Baru

Bisnis merupakan kegiatan ekonomi yang di lakukan oleh individu atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencari keuntungan yang sesuai dengan keinginannya.

Ketekunan merupakan salah satu faktor keberhasilan etnis Tionghoa dalam kegiatan perdagangan, etnis ini rela menempuh segala tantangan, rintangan dan kesulitan untuk menyukseskan kegiatan perdagangan mereka. Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak sukses berdagang jika mereka tekun dan rajin, karena itu tidak ada alasan bagi siapapun untuk iri hati dan merasa kesal bagi mereka dalam berbisnis.Tapi mereka itu harus menjadi contoh dalam berbisnis dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis. Sekilas terlihat bahwa etnis Tionghoa seperti dilahirkan untuk berdagang, mereka bukan saja berbakat tetapi juga terampil mengendalikan setiap urusan dagang mulai dari tahap perundingan sampai tahap proses penjualan serta mengurus keuangan, bakat ini sebenarnya tidak di anugrahkan pada mereka begitu saja tapi mereka memperolehnya dalam waktu yang lama dan harus menghadapi segala kesulitan dalam perdagangan sebelumnya. Penuturan dari At ( Lk,42 thn) yang mengharus seorang pedagang itu harus memiliki keseriusan dalam melakukan aktiftas perdagangan.

“…qui shenglie itu harus chin-chin, be sai che thij tho.” (red:..buka usaha itu harus betul-betul, gak bleh banyak maen-maen…)

Banyak pedagang gagal karena bersikap "semangat sesaat", jika orang lain berdagang maka dia ikut berdagang, sementara itu konsep perdagangan etnis Tionghoa lebih berdasarkan pada konsep simbiosis yaitu setiap pedagang saling


(50)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

melengkapi. Kegiatan ini sering dirasakan oleh pembeli seperti yang peneliti rasa kan pada saat ingin membeli barang dan kebetulan barang yang dicari tidak ada di toko Honda Jaya, dengan cepat pedagang meminjam nya ke toko sebelah. Hal ini serupa dengan yang di tuturkan oleh HT (Lk,39 thn) pada saat peneliti berada di tokonya :

“…kalo unang lai be bo mig kia, wanang coe kau than lo. Nang kan e ciok kaq ket piat chu pi…”

(red : …kalau ada orang datang tidak menemukan barang yang di cari, kami cari sampai dapat. Kita kan bias pinjam dulu ke toko sebelah…)

Perilaku seperti ini akan sangat sering kita lihat di kawasan-kawasan perdagangan yang bukan hanya di kawasan Kampung Baru. Seperti, Pedagang yang menjual barang-barang kecil, pedagang lain akan menjual pakaian, atau pun membuka bengkel sepeda motor, Agar perdagangan barang kecil ataupun usaha bengkel itu bisa hidup maka etnis Tionghoa akan membuka toko-toko alat-alat kebutuhan pokok atau pun spare part dikawasan yang berdekatan letaknya dan semua barang-barang akan diperoleh dari toko-toko yang ada disekitarnya. Dengan demikian kawasan tersebut akan maju dan berkembang karena sudah terwujud sikap saling membatu dan mendukung dikalangan pedagang. IR (Lk,73 thn) juga menuturkan hal yang diamatinya selama tinggal di kawasan Kampung, beliau menuturkan :

“…china-china ini hidup nya kompak sekali, merekalah yang buat Kampung Baru ini menjadi ramai. Kalo dulu daerah ini sepi…jarang ada orang mau lewat. Tapi sekarang dah ramai kali lah…dah maju kali tempat ini sekarang…”

Dengan adanya semacam standar moral yang ditetapkan dalam perilaku bisnis, maka landasan ini menjadi suatu strategi tersendiri bagi para pedagang


(51)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

spare part sepeda motor kampung baru dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya hal ini menjadi sebuah tata cara atau strategi kegiatan ekonomi yang mengatur segala kegiatan perdagangan di bisnis penjualan spare part ini.

Secara empiris, hal demikian berlaku di kawasan Kampung Baru. Meskipun nilai-nilai tersebut tidak tertulis dengan formal, namun pedagang dengan sadar telah memegangnya demi mencapai keberhasilan bersama. Dengan kata lain, nilai yang menjadi landasan etika bisnis itu telah tumbuh dan berkembang dalam bentuk non-formal. Sesuai dengan yang dituturkan oleh beberapa informan di Kampung Baru, salah satunya yang di kemukakan oleh A, (Lk, 49 thn) :

“…tengnang qui senlie untuk ciak kaq uak, tengnang kaq che uak gara-gara cho senlie…”

(Red :…orang Tionghoa itu membuka usaha supaya bisa menyambung hidup, karena orang Tionghoa itu hidup gara-gara buka usaha…)

Konsep bisnis ini lebih merupakan kontrol sosial untuk mengendalikan tingkah laku pedagang dalam berinteraksi. Kontrol sosial adalah sejumlah metode, dengan metode mana masyarakat mencoba mempengaruhi tingkah laku manusia dalam rangka mempertahankan tata masyarakat tertentu. Setiap masyarakat mempunyai sistem kontrol sosialnya sendiri, yang mungkin berbeda antara yang terdapat dalam satu masyarakat tertentu dengan yang terdapat dalam masyarakat lain. Kontrol sosial yang paling sederhana adalah apa yang disebut sebagai saling mengontrol. Misalnya, ketika seorang anggota kelompok melarang anggotanya yang lain melakukan tindak kejahatan. Hal ini sesuai dengan penuturan LHM (Lk, 52 thn) salah seorang informan:


(1)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Etnis Tionghoa senantiasa berpandangan jauh ke depan dan mereka tidak membiarkan keadaan menjadi statis. Dari cara pandang tersebut maka kebanyakan orang Tionghoa memilih pekerjaan yang menjamin hidup mereka menjadi dinamis seperti berdagang. Jiwa berdagang etnis ini telah di wariskan secara turun temurun dan telah mendarah daging pada setiap individunya.

Konstruksi masyarakat Tionghoa juga meletakkan pedagang pada kelas istimewa dengan kelompok yang sangat solid. Bahkan menjadi identitas, simbol, dan image bagi etnis ini. Persepsi orang Tionghoa pada perdagangan adalah positif. Dalam dunia perdagangan lebih menjanjikan ruang gerak yang bebas, mudah, dan cepat.

Hal-hal di atas sesuai dengan bagaimana tips dagang etnis Tionghoa yang biasa digunakan dalam perdagangan, yaitu:

1. Pedagang harus menunjukkan kejujuran dan keikhlasan selagi melakukan urusan dagang.

2. Pedagang harus mewujudkan kepercayaan dan ikatan yang akrab dengan pembeli, tidak perduli apakah pembeli itu mau membeli dengan jumlah besar atau kecil.

3. Pedagang harus melayani para pembelinya dengan baik, karena mereka adalah bagian penting dari perdagangan.

4. Pedagang tidak boleh menuruti perasaan dan kehendak sendiri. 5. Pedagang harus mengikuti permintaan dan keperluan pembeli.


(2)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

6. Pedagang harus selalu bermuka manis dan kaya senyum dan tidak boleh marah dan membentak pembeli dan pedagang tidak boleh sombong angkuh dan congkak.

7. Pedagang bukan lah tauke (pemilik toko/bos/pemilik modal) karena bos yang sebenarnya adalah pembeli.

8. Pedagang harus rajin bekerja dan mudah mengulurkan bantuan. Serta pedagang tidak boleh ragu-ragu menjawab pertanyaan pembeli terhadap jenis barang yang di jual. Pedagang harus menunjukkan bahwa beliau merupakan seseorang yang serba tahu terutama dalam bidang yang berkaitan dengan perdagangannya tersebut.

9. Pedagang tidak boleh pelit memberikan diskon, pujian dan penghargaan terhadap pembelinya, karena pedagang harus menjadikan para pembeli— pelanggan sebagai sahabat bukan pembeli yang datang dan pergi.

10.Pedagang harus menghargai waktu dengan cara membuka tokonya secepat mungkin dan tidak boleh tidur pada saat menjalankan aktifitas perdagangan.

11.Pedagang harus memberikan pelayanan yang cepat dan gesit jangan membiarkan pembeli atau pelanggan menunggu.

12.Pedagang tidak boleh bersikap suka berprasangka atau menghakimi para pembeli dan pedagang harus berpikiran terbuka dan positif.

13.Pedagang harus berusaha menciptakan suasana ceria, bukannya menimbulkan kebosanan.

14.Pedagang harus memastikan tempat perdagangannya penuh dengan barang-barang dan tidak membiarkan ruang kosong.


(3)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

15. Pedagang jangan sekali-kali mempengaruhi keputusan pembeli kecuali jika di minta dan pedagang tidak boleh berkata “tidak” pada pembeli— pelanggan.

16. Pedagang harus selalu menyedia uang receh sebagai uang kembalian bagi pembeli.

17.Pedagang tidak boleh menunjukkan kemewahannya di depan pembeli karena image bukan datang dari perhiasan, melainkan pelayanan yang di berikan.

18.Pedagang jangan sekali-kali makan di depan pembeli karena dianggap perbuatan yang tidak sopan.

19.Pedagang harus menempel pengumumannya jika tempatnya ditutup untuk sementara waktu.

20.Pedagang jangan pernah membicarakan mengenai keuntungan yang ia dapat di depan pembeli, karena bisa membuat pembeli tahu rahasia keuntungannya.

21.Pedagang harus menyimpan cadangan atau stok barang agar tidak terjadi kekurangan barang.

22.Pedagang tidak boleh menyalahkan orang lain jika terjadi kerugian atau kecelakaan. Semuanya harus diterima dengan hati yang teguh.

23.Pedagang harus mewujudkan situasi win-win antara dirinya dan pelanggan. Dengan begitu, hubungan mereka akan kekal dan perdagangan akan dapat bertahan Hal di atas merupakan tips-tips yang didapat dari kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan dan dapat diamati dengan cermat jika kita perhatikan. Ada juga beberapa tips yang juga berasal dari


(4)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

buku panduan dan juga hasil temuan data dari lapangan (Wan Seng, 2008: 204-205).

5.2. Saran

Perdagangan merupakan hal yang tak bias dillupakan dan dihilangkan dari aktifitas yang ada di muka bumi ini. Perdagangan merupakan salah satu kegiatan yang mampu menghidupi hampir segala lapisan dan bangsa. Karena perdagangan merupakan kegiatan pemenuhan ekonomi yang sudah ada sejak jaman dahulu.

Perdagangan telah memiliki berbagai macam strategi untuk bertahan atau berkembang dan strategi-strategi itu selalu berbeda-beda yang disesuaikan dengan etnis dan bias juga daerah. Melalui penelitian ini yang telah dilakukan ini, peneliti menyarankan kepada pedagang-pedagang agar bias melihat ataupun mengamati cara-cara perdagangan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa yang telah mampu bertahan dan berkembang di setiap daerah walaupun di bawah bayang-bayang kaum mayoritas.

Sebagai kaum minoritas, etnis Tionghoa telah menjadi salah satu raksasa perekonomian yang telah mampu menjadi etnis yang sangat di akui sebagai bangsa pedagang yang sebenar tidak semuanya berdagang. Seperti di kawasan Kampung Baru etnis Tionghoa seolah-olah telah menjelma menjadi etnis yang menguasai daerah tersebut. Etnis Tionghoa di kawasan Kampung Baru telah membuat kawasan ini terkenal sebagai tempat penjual spare part.

Dengan melihat sepak terjang dari etnis Tionghoa, kita dengan sadar harus bisa mengakui eksistensi yang telah mereka lakukan dan harus benar-benar mau belajar dengan mereka.


(5)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Daftar Pustaka

Charlie, Lie. 2005. Resep Kaya Ala Tionghoa. Bandung, Nexx Media Damsar. 2006. Sosiologi Uang. Padang, Andalas University Press Damsar, 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta, Raja Grafindo

Field, John. 2005. Modal Sosial. Medan, Bina Media Perintis

Hasbullah, Jousairi. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). Jakarta, MR-United Press

Kaplan, David & Manners. 2002. TeoriBudaya. Cetakan III, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Moloeng, Lexy. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Remaja Rosdakarya

Nasution, Irmala Sari. 2008. Preferensi Etnis Cina Berbelanja di Pasar Tradisional Ramai (Study Kasus pada Pasar Tradisional Ramai, Kelurahan Sei Renggas II, Kecamatan Medan Area). Medan : Dalam Skripsi

Poloma, Margaret. 1999. Sosiologi Komtemporer. Jakarta, Grafindo Persada Putra, kurnia, Dedi. 2007. Modal Sosial pada Pasar Tradisional (Study Kasus

pada Pasar TradisionalBrayan,Medan)Medan : Dalam Skripsi

Ramdan, Anton A. 2008. Membongkar Bisnis China Hingga ke Palestina. Jakarta, Daras

Ritzer, G & Goodman, DJ. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta, Kencana Seng, Ann Wang. 2008. Rahasia Bisnis Cina. Cetakan VIII, Jakarta, Hikmah Tan, Sofyan. 2004. Jalan Menuju Masyarakat Anti Diskriminasi. Medan, KIPPAS Tjwan, Liem Yoe. 2008. Mengikuti Jejak Bisnis Menggiurkan Orang Tionghoa.

Jakarta, Visi Media

Yusman, Latifah. 2009. hubungan dan strategi cara para pelaku ekonomi dalam mlakukan transaksi jual beli (studi kasus mengenai hubungan dan strategi antara pedagang dan pembeli di pasar tradisional halat kel. Pasar merah barat kec. Medan kota) Medan: dalam skripsi


(6)

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun), 2010.

Sumber-sumber lain :

http://wap.fajar.co.id/news.php?newsid=69730 diakses tanggal 24 juli 2009 http://blogs.unpad.ac.id/rsdarwis/?p=


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan

10 119 99

Politik Identitas Etnis Di Indonesia Suatu Studi Terhadap Politik Identitas Etnis Tionghoa Di Kota Medan

22 135 87

Orientasi Nilai Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtua di Panti Jompo (Studi Deskriptif Pada Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtuanya di Panti Jompo Karya Kasih Medan)

29 227 96

Perilaku Pemilih Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Perilaku Pemilih Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Umum Legislatif kota Medan Tahun 2014, di Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan)

0 7 94

EKSISTENSI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DI DELI TUA PADA MASA ORDE BARU.

0 3 27

PENANAMAN NILAI-NILAI NASIONALISME PADA ETNIS TIONGHOA Penanaman Nilai-Nilai Nasionalisme Pada Etnis Tionghoa (Studi Kasus pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kampung Loji Wetan Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta).

0 1 18

PENDAHULUAN Penanaman Nilai-Nilai Nasionalisme Pada Etnis Tionghoa (Studi Kasus pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kampung Loji Wetan Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta).

0 2 11

PENANAMAN NILAI-NILAI NASIONALISME PADA ETNIS TIONGHOA Penanaman Nilai-Nilai Nasionalisme Pada Etnis Tionghoa (Studi Kasus pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kampung Loji Wetan Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta).

0 2 16

Kebijakan orde baru terhadap etnis Tionghoa.

0 11 116

AGAMA ETNIS ETNIS TIONGHOA TIONGHOA TIONGHOA DALAM DALAM DALAM PENINGKATAN PENINGKATAN PENINGKATAN EKONOMI EKONOMI EKONOMI DI DI DI KELURAHAN KELURAHAN MELAYU MELAYU BARU BARU BARU KECAMATAN KECAMATAN KECAMATAN WAJO WAJO WAJO KOTA KOTA KOTA MAKASSAR MAKAS

0 0 99