BAB IV RATIFIKASI KONVENSI DAN PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK
PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA
A. Kekuatan Mengikat Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Convention on the Rights of Persons with Disabilities CPRD Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas diadopsi pada tanggal 13 Desember
2006 di Markas Besar PBB di New York merupakan perjanjian internasional yang bersifat terbuka, sebagaimana dinyatakan pada pasal 42 dan pasal 43 Konvensi.
Dalam pasal 42 dinyatakan bahwa konvensi ini terbuka untuk penandatanganan oleh semua Negara dan organisasi integrasi regional di Markas Besar
Perserikataan Bangsa-Bangsa di New York mulai tanggal 30 Maret 2007. Pasal 43 menyebutkan bahwa Konvensi ini akan diratifikasi oleh Negara-Negara
penandatangan dan dikonfirmasi secara resmi oleh organisasi integrasi regional penandatangan. Konvensi ini terbuka untuk aksesi bagi Negara manapun atau
organisasi integrasi regional yang belum menandatangani Konvensi. Suatu perjanjian internasional termasuk konvensi bersifat terbuka
mengandung makna bahwa bila terdapat negara-negara yang setelah diberlakukannya suatu perjanjian ingin bergabung, maka dapat dilakukan melalui
pernyataan persetujuan untuk terikat consent to be bound. Oleh karena itu, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas terbuka untuk aksesi oleh negara-
negara yang belum menjadi peserta state parties. Aksesi pada pokoknya menjadi
sarana bagi sebuah Negara untuk menjadi peserta apabila, untuk alasan apapun, tidak dapat menandatangani suatu perjanjian.
Konvensi ini telah ditandatangani oleh 159 negara penandatangan termasuk negara atau organisasi integrasi regional yang telah menandatangani Konvensi
dan Opsional Protocol, dan terdapat 153 Negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi Konvensi ini.
82
Berdasarkan jumlah negara yang telah meratifikasinya, maka Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas merupakan
perjanjian internasional yang multilateral. Umumnya, perjanjian internasional yang bersifat terbuka open verdrag adalah juga perjanjian internasional yang
multilateral, dimana hal-hal yang diaturnya pun lazimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian, tetapi juga menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada perjanjian law making
treaties atau perjanjian yang membentuk hukum.
83
Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota
masyarakat bangsa-bangsa, yang bertujuan untuk membentuk kaedah hukum tertentu bagi tindakan negara.
84
82
United Nations, “Latest Developments”, diakses dari
Oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum internasional, yang terbuka bagi pihak lain
yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian, dengan kata lain tidak ikut dalam
http:www.un.orgdisabilitieslatest.asp?id=169 pada 2 April 2015 pukul 21.00
83
Syahmin A.K, 1985, Hukum Perjanjian Internasional Menurut Konvensi Wina 1969, C.V.Armico, Bandung, hlm.15
84
Mochtar Kusumaatmadja, 1996, “Pengantar Hukum Internasional”, Bina Cipta, Bandung, hlm. 115.
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas 2006 ini. Dua unsur penting dari law making treaties yaitu:
1. Mengadakan aturan-aturan baru untuk mengatur tindakan-tindakan
internasional yang akan datang. 2.
Menguatkan, menentukan batasan, atau menghapuskan aturan-aturan hukum kebiasaan atau konvensional yang ada.
85
Esensi dari suatu perjanjian internasional yang telah diikuti oleh suatu negara menimbulkan kewajiban-kewajiban internasional yang berasal dari hukum
perjanjian internasional. Suatu perjanjian internasional merupakan jelmaan dari kesadaran jiwa, harga diri dari suatu bangsa untuk mentaati kewajiban
internasional yang timbul dari perjanjian internasional.
86
Suatu Negara menjadi pihak dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsionalnya dengan menandatangani dan meratifikasi
atau dengan menyetujuinya. Sebuah organisasi integrasi regional menjadi pihak dalam Konvensi dan Protokol Opsional dengan menandatangani dan secara resmi
mengkonfirmasikan niatnya atau aksesi mereka. Sebuah prasyarat untuk dapat menandatangani dan meratifikasi Protokol Opsional adalah telah menandatangani
dan meratifikasi terlebih dahulu Konvensi. Langkah pertama untuk menjadi pihak dalam Konvensi adalah dengan menandatanganinya. Negara dan organisasi
integrasi regional, seperti Uni Eropa, boleh menandatangani Konvensi. Negara
85
Syahmin A.K, op.cit., hlm. 16
86
Hamid Sulaiman, 1986, “Hukum Perjanjian Internasional dan Implementasi Wawasan Nusantara, Fakultas Hukum USU, Medan, hlm. 20
penandatangan atau organisasi integrasi regional yang telah menandatangani Konvensi juga dapat menandatangani Protokol Opsional. Suatu negara dapat
menandatangani Konvensi dan Protokol Opsionalnya setiap saat. Penandatanganan harus dilakukan di Kantor Urusan Hukum di Markas Besar PBB
di New York.
87
”Setujunya suatu negara terikat pada suatu perjanjian dinyatakan dengan penandatanganan, pertukaran instrumen yang membentuk perjanjian,
ratifikasi, akseptasi acceptance, persetujuan approval, atau aksesi atau oleh cara-cara lain yang disetujui.”
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas berisi kaedah hukum mengenai pengakuan terhadap hak-hak penyandang disabilitas disability rights dan
kewajiban-kewajiban negara peserta untuk menjamin terlaksananya hak-hak penyandang disabilitas. Kewajiban ini mengikat setiap anggota PBB atau pada
wilayah negara yang telah meratifikasi Konvensi, dan bagaimana kewajiban prosedural dalam pelaksanaan Konvensi yang harus dilakukan oleh tiap negara
peserta. Dapat diartikan bahwa Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas telah mengikat secara hukum negara-negara peserta yang telah meratifikasi Konvensi.
Dengan demikian, negara peserta berkewajiban hukum melaksanakan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Menurut Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional, mengenai kekuatan mengikat suatu perjanjian internasional diatur dalam pasal 11
Konvensi Wina 1969, yaitu:
87
United Nations, “Becoming a party to the Convention and the Optional Protocol”, diakses dari http:www.un.orgdisabilitiesdefault.asp?id=231 pada 15 April 2015 pukul 22.50
Persetujuanuntuk terikat denganKonvensidanProtokol Opsionaladalah tindakandimanaNegara
atau suatu organisasi integrasi regional menunjukkankesediaan merekauntuk melakukankewajiban hukum di
bawahKonvensi. Dalam hal ini, KonvensidanProtokol Opsionalnya menyediakan prosedurpenandatanganan yang sederhana, yang berartibahwa tidak adakewajiban
hukumyang dikenakan padaNegara atau organisasiintegrasi regionalsegerasetelahperjanjianditandatangani. Meski demikian, dengan
menandatangani Konvensi suatu Negara menunjukkan niat mereka untuk mengambil langkah-langkah untuk terikat pada Konvensi dan menciptakan suatu
kewajiban untuk menahan diri dari tindakan-tindakan yang akan menggagalkan objek dan tujuan Konvensi dalam tenggang waktu antara penandatangan dan
ratifikasi. Konvensi Wina Tahun 1969 mengatur tentang mulai berlakunya atau
mengikatnya suatu perjanjian internasional bagi suatu negara, yaitu Pasal 24 ayat 1, 2, 3, dan 4 :
1. Suatu perjanjian mulai berlaku dengan cara dan sejak tanggal ditentukan
atau menurut yang disetujui oleh negara-negara perunding. 2.
Bila tidak ada ketentuan atau janji seperti itu, suatu perjanjian mulai berlaku segera setelah setujunya terikat oleh perjanjian dari semua negara-
negara perunding. 3.
Bila setujunya sebuah negara terikat pada perjanjian itu ada pada tanggal sesudah perjanjian berlaku maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu
pada tanggal tersebut, tanpa perjanjian itu ditentukan lain.
4. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya,
pernyataan setujunya suatu negara terikat pada perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, reservasi, fungsi penyimpangan dan masalah-masalah lain
yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlakunya sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas secara jelas mengatur mengenai mulai berlakunya konvensi, yaitu pada hari ketigapuluh setelah penyimpanan
instrumen ratifikasi atau aksesi kedua puluh. Untuk setiap Negara atau organisasi integrasi regional yang melakukan ratifikasi, konfirmasi resmi atau aksesi pada
Konvensi setelah penyimpanan instrumen keduapuluh, maka Konvensi mulai berlaku pada hari ketigapuluh setelah penyimpanan instrumen mereka masing-
masing.
88
1. Negara peserta state parties, yaitu negara yang telah meratifikasi
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Dalam hal Negara yang terikat dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang
Disabilitas ada dua, yaitu:
2. Negara yang hanya menandatangani signatory Konvensi Hak-Hak
Penyandang Diabilitas, yang merupakan pertanda untuk mengambil langkah-langkah untuk terikat pada Konvensi.
Perbedaan antara Negara peserta state parties dengan negara yang hanya menandatangani signatory Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas adalah
88
Pasal 45 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas
dalam hal kewajiban dari negara yang bersangkutan. Kewajiban hukum dari Negarapenandatangan adalah setujuuntuk bertindak, dengan itikad baik, tidak
untuk menggagalkanobjekdan tujuan perjanjian.
89
Negara penandatangan tidakterikatolehketentuan-ketentuan khususdan kewajiban dari Konvensi.
90
1. Menjamin dan memajukan realisasi penuh dari semua Hak Asasi
Manusia dan kebebasan fundamental bagi semua penyandang Sementara itu, Negara peserta state parties secara hukum terikat
denganketentuan-ketentuandalamKonvensi danmenerimasemuakewajibanKonvensi dan melaksanakan segenap kaedah
hukum yang terdapat dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Oleh karena itu, negara peserta state parties berkewajiban untuk
mengimplementasikan kaedah hukum dari Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas ke dalam hukum nasionalnya. Selain itu, negara peserta harus
menyelenggarakan sejumlah program kerja yang konkrit guna menegakkan hak- hak penyandang disabilitas. Penerapan kaedah hukum Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas ini menyebabkan terbentuknya instrumen hukum baru di tingkat nasional yang berdasarkan pada Konvensi dan menyelaraskan hukum
nasional kepada kaedah hukum Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Kewajiban umum Negara pihak state parties Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas yaitu:
89
Pasal 18 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian
90
Inside Justice, “What Is the Difference Between a Signatory and a Party to a Treaty?”, diakses dari http:www.insidejustice.comintl20100317signatory_party_treaty pada 15 April
2015 pukul 23.20
disabilitas tanpa diskriminasi dalam segala bentuk apapun, antara lain dengan:
- Mengadopsi semua peraturan perundang-undangan, administratif,
kebijakan dan program lainnya yang sesuai untuk implementasi hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini;
- Melaksanakan atau memajukan penelitian dan pengembangan
barang, jasa, peralatan, dan fasilitas yang didesain secara universal dan ketersediaan dan penggunaan teknologi baru yang cocok
untuk penyandang disabilitas. 2.
Mengambil tindakan di dalam kerangka kerja sama internasional untuk mencapai perwujudan penuh hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya secara progresif. 3.
Berkonsultasi secara erat dan aktif melibatkan para penyandang disabilitas melalui organisasi disabilitas dalam pengembangan dan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk implementasi Konvensi ini dan dalam proses penganbilan keputusan
lainnya menyangkut masalah-masalah yang terkait dengan penyandang disabilitas.
4. Membentuk berbagai kebijakan dan regulasi sesuai dengan ketentuan
dalam Konvensi. 5.
Mengupayakan pengadaan sarana, prasarana dan teknologi yang aksesibel bagi semua penyandang disabilitas.
6. Menyampaikan laporan implementasi Konvensi yaitu laporan awal
initial report dalam 2 dua tahun setelah ratifikasi serta laporan periodik setiap 4 empat tahun setelah penyampaian laporan awal
kepada Komite Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
91
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban-kewajiban Negara peserta state parties untuk melaksanakan Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas dimaksudkan sebagai keterikatan dari Negara yang meratifikasi Konvensi ini. Keterikatan ini dapat ditampung dalam pembuatan
instrumen hukum yang baru dalam konteks dengan danatau berdasarkan kepada kaedah hukum yang terdapat dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Dengan demikian, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas mengikat Negara peserta state parties untuk menjamin pelaksanaan hak-hak penyandang
disabilitas dan melahirkan atau membentuk hak-hak penyandang disabilitas sebagai bagian dari kaedah hukum nasional.
B. Konsep Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM di Indonesia