Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia HAM

masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahnya. 52 Bagi anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, saat ini DUHAM bersifat mengikat, sebab sudah menjadi ius cogens. Dengan demikian, setiap pelanggaran atau penyimpangan dari DUHAM di suatu negara anggota PBB, bukan semata-mata menjadi masala intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau lembaga- lembaga HAM internasional lainnya untuk mengutuk, bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan. 53 Manfred Nowak menyebut bahwa prinsip Hak Asasi Manusia ada empat, yaitu universal universality, tak terbagi indivisibility, saling bergantung interdependent, dan saling terkait interrelated. Rhona K. M. Smith menambahkan prinsip lainnya, yaitu kesetaraan equality dan non-diskriminasi non-discrimination. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa prinsip tak terbagi indivisibility, saling bergantung interdependent, dan saling terkait interrelated merupakan prinsip turunan dari prinsip universal universality.

C. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia HAM

54 52 M. Afif Hasbullah, 2005, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM di Indonesia, UNISDA Lamongan dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 36 53 Ibid., hlm. 37 54 Eko Riyadi, at.al., op.cit., hlm. 14. Prinsip tak terbagi indivisibility dimaknai dengan “semua Hak Asasi Manusia adalah sama-sama penting dan oleh karenanya tidak diperbolehkan mengeluarkan hak-hak tertentu atau kategori hak tertentu dari bagiannya.” Prinsip universal universality dan prinsip tak terbagi indivisibility dianggap sebagai “dua prinsip kudus suci paling penting” the most important sacred principle. Dua-duanya menjadi slogan utama dalam ulang tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM yang kelima puluh, yaitu semua Hak Asasi Manusia untuk semua manusia all human rights for all. Juga ditegaskan dalam pasal 5 Deklarasi Wina tentang Program Aksi yang berbunyi “semua Hak Asasi Manusia adalah universal, tak terbagi, saling bergantung, saling terkait all human rights are universal, indivisibile, interdependent and interrelated. Kesetaraan equality dianggap sebagai prinsip Hak Asasi Manusia yang sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan sama, dan dimana pada situasi berbeda -- dengan sedikit perdebatan—diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain, merupakan hal penting dalam Hak Asasi Manusia. Diskriminasi terjadi ketika setiap orang diperlakukan atau memiliki kesempatan yang tidak setara seperti inequality before the law, inequality of treatment, inequality or education opportunity dan lain-lain. Diskriminasi kemudian dimaknai sebagai a situation is discriminatory of inequal if like situations are treated differently or different situation are treated similarly sebuah situasi dikatakan diskriminatif atau tidak setara jika situasi sama diperlakukan secara berbeda danatau situasi berbeda diperlakukan sama. Prinsip non-diskriminasi kemudian menjadi sangat penting dalam Hak Asasi Manusia. Diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu: a. Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang, baik langsung maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda daripada lainnya b. Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari hukum dan.atau kebijakan merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan dimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda, status kelahiran atau status lainnya. Namun demikian, perkembangan gagasan Hak Asasi Manusia memunculkan terminologi baru, yaitu diskriminasi positif affirmative action. Diskriminasi positif dimaknai sebagai memperlakukan orang secara sama padahal situasinya berbeda dengan alasan positif. Hal ini diperlukan agar perbedaan yang mereka alami tidak terus menerus terjadi. Tindakan afirmatif ini membolehkan negara memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili, seperti adanya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen sebagaimana diatur di dalam undang-undang pemilihan umum atau penerimaan perempuan di dunia kerja dibanding laki-laki. Jika seorang laki-laki dan seorang perempuan memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sama kemudian melamar pekerjaan yang sama, maka perusahaan atau negara diizinkan untuk menerima si perempuan hanya dengan alasan karena lebih banyak laki-laki yang melamar pekerjaan tersebut dan secara umum laki-laki telah banyak bekerja dibanding perempuan. 55 Pada tanggal 10 Desember 1948, Sidang Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM. DUHAM 1948 ini memang bukan instrumen yuridis. Namun, DUHAM 1948 itu sendiri atau ketentuan-ketentuan tertentunya, menjadi landasan dibuatnya instrumeninternasional Hak Asasi Manusia lain, baik yang tidak mengikat secara hukum maupun yang mengikat secara hukum yang menyangkut tema Hak Asasi Manusia atau kelompok pemangku Hak Asasi Manusia tertentu serta dirujuk oleh instrumen-instrumen regional Hak Asasi Manusia, peraturan perundang-undangan nasional negara mengenai atau yang berkenaan dengan Hak Asasi Manusia. Karena penerimaan universal ini maka memang layaklah pendapat yang menyatakan bahwa DUHAM 1948 sudah menjadi hukum kebiasaan internasional customary international law.

D. Pengaturan HAM Secara Universal dalam Deklarasi Universal HAM