6. Menyampaikan laporan implementasi Konvensi yaitu laporan awal
initial report dalam 2 dua tahun setelah ratifikasi serta laporan periodik setiap 4 empat tahun setelah penyampaian laporan awal
kepada Komite Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
91
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban-kewajiban Negara peserta state parties untuk melaksanakan Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas dimaksudkan sebagai keterikatan dari Negara yang meratifikasi Konvensi ini. Keterikatan ini dapat ditampung dalam pembuatan
instrumen hukum yang baru dalam konteks dengan danatau berdasarkan kepada kaedah hukum yang terdapat dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Dengan demikian, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas mengikat Negara peserta state parties untuk menjamin pelaksanaan hak-hak penyandang
disabilitas dan melahirkan atau membentuk hak-hak penyandang disabilitas sebagai bagian dari kaedah hukum nasional.
B. Konsep Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM di Indonesia
Menurut ajaran yang umum, salah satu syarat untuk negara hukum adalah jaminan atas hak-hak asasi.
92
91
Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, 2013, Buku Informasi Lokakarya Nasional Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Dirham dan Kemenlu
RI, Jakarta, Lamp. 2
92
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 2001, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, hlm. 83.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius
Stahl, Fichte, dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat. Sedangkan
dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan The Rule of Law, yaitu
93
1. Supremasi hukum Supremacy of Law.
:
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum
sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum supremacy of law, pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang
sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi.
2. Persamaan dalam hukum Equality before the law.
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara
empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai
sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative actions’
guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan
sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju,
misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing atau kelompok masyarakat hukum adat tertentu yang kondisinya terbelakang.
93
Jimly Assiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, diakses dari
http:jimly.commakalahnamafile57Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf, pada tanggal 24 Maret 2015, pukul 23.30.
Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah
kaum wanita ataupun anak-anak terlantar. 3.
Asas Legalitas Due Process of Law. Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas
dalam segala bentuknya due process of law, yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-
undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan
atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah
rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 1.
Perlindungan Hak Asasi Manusia. 2.
Pembagian kekuasaan. 3.
Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 4.
Peradilan tata usaha Negara. Keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut
di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip Rule of Law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern
di zaman sekarang. Bahkan, oleh The International Commission of Jurist, prinsip- prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak
memihak independence and impartiality of judiciary yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi.
Pemikiran tentang HAM di Indonesia bermula di titik awal kemerdekaan, dimana sebelumnya terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno
dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI
berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Lepas dari kontroversi sejarah peradaban dalam BPUPKI, yang dapat direkam adalah bahwa proses legalisasi HAM dalam konstitusi Indonesia memang
terdapat tarik-menarik pandangan dan mengalami pasang surut yang tidak bisa dibantah. Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencantuman
secara eksplisit seputar HAM muncul atas kesadaran dan keragaman konsensus. Dalam kurun berlakunya UUD di Indonesia, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS
1949, UUDS 1950, UUD 1945, dan Amandemen Keempat UUD 1945 tahun 2002 pencantuman HAM mengalami pasang surut. Dalam Amandemen Keempat UUD
1945 penuangan pasal-pasal HAM sebagai wujud jaminan atas perlindungannya dituangkan dalan bab tersendiri, yaitu pada Bab XA dengan judul “Hak Asasi
Manusia”, yang di dalamnya terdapat 10 sepuluh pasal tentang HAM ditambah 1 pasal Pasal 28 dari bab sebelumnya Bab X tentang “Warga Negara dan
Penduduk”, sehingga ada 11sebelas pasal tentang HAM, mulai dari Pasal 28, 28A sampai dengan Pasal 28J. Namun dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwa
seluruh konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia mengakui kedudukan HAM itu sangat penting.
94
Perlindungan HAM dalam UUD yang pernah berlaku di Indonesia membuktikan bahwa salah satu syarat bagi suatu negara hukum adalah adanya
jaminan atas hak-Hak Asasi Manusia. Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Amandemen UUD
1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Kalimat tersebut menunjukan bahwa negara Indonesia
merdeka akan dijalankan berdasarkan hukum, dalam hal ini adalah UUD sebagai aturan hukum tertinggi. Konsep negara hukum tersebut untuk membentuk
pemerintahan negara yang bertujuan, baik untuk melindungi HAM secara undividual dan kolektif yang tercermin dalam kalimat: “…melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social…”. Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap,
kebijakan dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Lebih jauh, ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan dan arogansi kekuasaan baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk.
95
94
Udiyo Basuki, op.cit.
95
Ibid.
C. Peratifikasian Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Indonesia