BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Tidak ada seorangpun yang ingin menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization WHO
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan sekitar 15 dari populasi dunia 7 miliar orang hidup dengan beberapa bentuk keterbatasan fisik. Perkiraan jumlah
penyandang disabilitas di seluruh dunia ini meningkat karena menuanya populasi dunia dan penyebaran penyakit kronis yang cukup cepat, serta peningkatan dalam
metodologi yang digunakan untuk mengukur derajat ketidakmampuan fisik.
1
Keterbatasan fisik yang dimiliki oleh penyandang disabilitas selain mempengaruhi kehidupan sehari-hari sekitar 25 persen dari populasi dunia, juga menyebabkan
terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak para penyandang disabilitas dengan berbagai cara di seluruh dunia ini.
2
Penyandang disabilitas memiliki hak hidup serta kebebasan, yaitu mendapat perlindungan, adil dan setara dengan hormat dan martabat yang sama
sebagai manusia pada umumnya. Konstitusi Indonesia menjamin akan hal ini sebagaimana dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia UUD
RI Tahun 1945, yang berbunyi : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dimana hak untuk hidup merupakan
1
International Labour Office, 2006, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication, Jakarta, hlm. 3.
2
ADD International, “10 Facts about disability Dispelling the myths”, diakses dari http:www.add.org.ukfacts-about-disability, pada 19 Februari 2015 pukul 20.00
hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup mutlak harus dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hak-
hak asasi lainnya. Perlindungan hak konstitusional penyandang disabilitas juga dapat dilihat pada Pasal 28D dan Pasal 28H ayat 2 Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia UUD RI Tahun 1945, berbunyi sebagai berikut :
Pasal 28 D : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pasal 28 H ayat 2 : “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. “
Selanjutnya, Indonesia membentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat yang merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama di
segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pasal 5 Undang-Undang Penyandang Cacat menegaskan bahwa “Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Hak- hak fundamental berikut kewajiban penyandang disabilitas juga ditegaskan dalam
Pasal 41 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia HAM, yang menyebutkan bahwa :
Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Begitu pula dengan Pasal 42 UU HAM yang berbunyi :
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus
atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyandang cacat memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara non disabilitas.
Penyandang disabilitas memiliki hak untuk hidup, dan mempertahankan kehidupannya. Selain hak untuk hidup, apabila membicarakan isu-isu mengenai
hak asasi manusia, kita juga dapat menemukan bahwa manusia sebagai warga negara memiliki hak sipil dan politik, serta memiliki hak ekonomi, sosial dan
budaya. Hak sipil dan politik dipandang sebagai hak-hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati
keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi
tanggung jawab negara.
3
Kesadaran akan pentingnya melindungi, dan memastikan agar semua penyandang disabilitas menikmati hak-haknya secara utuh dan setara, dan untuk
menjunjung penghormatan atas martabat mereka, mendorong dikeluarkannya Resolusi Nomor A61106 tentang Convention on the Rights of Persons with
Disabilities CPRD Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada 13 Desember 2006 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini adalah
perjanjian Hak Asasi Manusia HAM pertama yang komprehensif dari abad ke- 21 dan merupakan Konvensi Hak Asasi Manusia HAM pertama yang terbuka
untuk penandatanganan oleh organisasi integrasi regional. Konvensi ini terdiri dari 50 pasal dan Optional Protocol, dan mulai berlaku pada 3 Mei 2008 setelah
Konvensi ini diratifikasi oleh 20 negara dan Optional Protocol ditandatangani oleh 10 negara.
Hak sipil dan politik meliputi meliputi : hak hidup, hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, hak bebas dari perbudakan
dan kerja paksa, hak atas kebebasan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan bergerak dan berpindah, hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan
hukum, hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama, hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi, hak untuk berkumpul dan berserikat, dan hak untuk
turut serta dalam pemerintahan.
4
3
Indra Setiawan, “Mengenal Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik”, diakses dari
Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas dan mengatur langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi tersebut.
https:indraswat.wordpress.com20120417iccpr, pada 02 Maret 2015 pukul 20.10
4
United Nations, “Convention on the Rights of Persons with Disabilities”, diakses dari http:www.un.orgdisabilitiesdefault.asp?navid=15pid=150, pada 19 Februari 2015 pukul 20.15
Sebagai cerminan tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam memajukan dan melindungi Hak Asasi Manusia HAM untuk
semua, tertutama pada penyandang disabilitas, dan agar dapat memenuhi tugas negara yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia UUD
RI Tahun 1945 dalam melindungi dan memajukan kesejahteraan umum, maka Pemerintah Indonesia pun menandatangani Convention on the Rights of Persons
with Disabilities CPRD Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada 30 Maret 2007 di New York.
5
Pada waktu menandatangani Konvensi Hak- Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia menandatanganinya tanpa reservasi, akan
tetapi tidak Optional Protocol Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
6
Indonesia secara resmi telah menyampaikan instrumen ratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 30
November 2011. Penyampaian itu dilakukan setelah DPR RI dalam Rapat Paripurna pada 18 Oktober 2011 yang menyetujui secara aklamasi RUU tentang
Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Dengan disahkannya Undang-
Undang tersebut, maka Indonesia menjadi negara ke-107 yang meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas. Indonesia sebagai Negara Pihak dari
Konvensi akan memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Konvensi, yaitu melakukan berbagai penyesuaian dalam penanganan
kelompok masyarakat disabilitas di berbagai bidang kehidupan. Hal ini mencakup
5
Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, 2013, Buku Informasi Lokakarya Nasional Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Dirham dan Kemenlu
RI, Jakarta, Lamp. 2
6
Penjelasan Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas
antara lain penyediaan aksesibilitas dan perubahan pola pikir pada tingkat pembuat kebijakan serta masyarakat umum guna mewujudkan lingkungan yang
inklusif bagi penyandang disabilitas.
7
The Convention on The Rights of Persons with Disabilities CRPD Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas ini selain merupakan
instrumen Hak Asasi Manusia HAM pertama yang secara komprehensif membicarakan dan memberikan perhatian pada kebutuhan penyandang disabilitas,
juga merupakan instrumen pembangunan. Upaya ini ditujukan untuk menjamin aksesibilitas bagi penyandang disabilitas agar dapat berpartisipasi penuh dan
setara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Aksesibilitas disini tidak hanya dalam arti fisik, namun juga aksesibilitas yang terkait dengan peraturan
perundangan yang memberikan peluang yang sama bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi di semua sektor.
8
Konvensi ini sebagai sebuah instrumen kebijakan atau alat kebijakan policy instrument yang dapat dipakai pemerintah,
yang bersifat lintas-disabilitas cross-disability dan lintas-sektoral cross- sectoral, yaitu penanganan dalam satu sektor sangat tergantung pada penanganan
di sektor lain.
9
7
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “RI Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas”, diakses dari
http:www.kemlu.go.idsongkhlaPagesNews.aspx?IDP=5222l=id, pada 19 Februari 2015 pukul 20.25
Maka sebagai konsekuensinya, Indonesia wajib melaksanakannya
8
Persatuan Tuna Netra Indonesia, “Komitmen Pemerintah untuk Sosialisasi dan Monitoring Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia”,
diakses dari http:pertuni.idp-europe.orgRakernas2011Rakernas2011- keynote_Wakil_Menteri_Luar_Negeri.php, pada 01 Maret 2015 pukul 19.00
9
Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, op.cit.
9
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, “Menko Kesra: Roh Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas adalah Merubah Paradigma”, diakses dari
http:2010.kemenkopmk.go.idcontentmenko-kesra-roh-konvensi-hak-hak-penyandang- disabilitas-adalah-merubah-paradigma, pada 02 Maret 2015 pukul 18.00
secara bertahap yang dalam terminologi HAM dikenal dengan progress realization.
10
Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas memperkenalkan paradigma baru dalam pemajuan dan perlindungan hak-hak penyandang
disabilitas, yaitu melihat penyandang disabilitas sebagai subyek penuh yang setara dalam hak dasar dan kebebasan dasarnya, serta memiliki kapasitas penuh untuk
mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, bukan sebagai individu atau kelompok yang dalam kondisi sakit dan cacat yang hanya membutuhkan penyembuhan
medis dan bantuan kehidupan berupa santunan.
11
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kata kunci dari Konvensi ini terutama adalah membangun masyarakat yang
inklusif, kemandirian penyandang disabilitas sebagai subyek penuh, dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk ikut serta dalam kehidupan sosial
dan bernegara secara penuh dan setara. Paradigma baru ini menuntut perombakan cara penanganan isu mengenai penyandang disabilitas, penerapan pendekatan
komprehensif yang melibatkan semua sektor, serta peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat luas mengenai asas-asas yang menjadi pijakan bagi
penghormatan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas.
12
Komitmen pemerintah Indonesia terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia HAM khususnya penyandang disabilitas yang tertuang dalam regulasi hukum
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tersebut, tentu menjadi harapan besar bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pengakuan hukum, pelayanan
publik, keadilan, kesetaraan serta terbebas dari perlakuan diskriminasi. Walau
10
Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, op.cit.
12
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, op.cit.
pada kenyataannya, masih terdapat stigma atau persepsi negatif terhadap penyandang disabilitas.
13
Fuller pada tahun 2010 dalam penelitian Dewi tahun 2012 menyebutkan, terdapat tiga kendala utama yang dihadapi penyandang
disabilitas saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, termasuk dengan pekerjaan, yaitu prasangka komunitas, persepsi negatif, dan keterbatasan dana
perusahaan. Soal prasangka komunitas dan persepsi negatif, Looden dan Roesner pada tahun 1991 dalam Macy tahun 1996 menyatakan, masyarakat cenderung
memunculkan stereotip bahwa keterbatasan fisik penyandang disabilitas berbanding lurus dengan tingkat intelektualitas mereka. Masyarakat pun
seringkali memperlakukan rata-rata penyandang disabilitas layaknya seorang abnormal yang kemudian menimbulkan persepsi bahwa penyandang disabilitas
tidak mampu mengatasi beban hidup mereka sendiri.
14
Penemuan fakta juga menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat disabilitas banyak yang tertinggal, karena tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan
terjadinya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas
15
13
Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, op.cit., Lamp. 5
. Ini terbukti oleh masih banyaknya pengalaman penyandang disabilitas, khususnya di daerah-daerah, yang
masih ditolak ketika mendaftar ke sekolah regular. Begitu pula di sektor lapangan kerja, masih terdapat diskriminasi yang menolak penyandang disabilitas hanya
14
Meylisa Badriyani-Riani Rachmawati. “Diversity Program untuk Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Studi Eksploratif terhadap Perusahaan BSC Indonesia, diakses dari
https:www.academia.edu9940683Diversity_Program_untuk_Tenaga_Kerja_Penyandang_Disab ilitas_Studi_Eksploratif_terhadap_Perusahaan_BCS_Indonesia, pada 02 Maret 2015 pukul 18.15
15
Buku Informasi:Lokakarya Nasional Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, op.cit.
15
Dimas Prasetyo Muharam, “ Akomodasi Kepentingan Penyandang Disabilitas sbg
Agenda Prioritas Capres”, diakses dari https:www.change.orgppak-prabowo08-jokowi-do2- libatkan-aktif-penyandang-disabilitas, pada 02 Maret 2015 pukul 18.30
16
Meylisa Badriyani-Riani Rachmawati, op.cit.
karena keterbatasanya, bukan melihat keterampilan dan keahlian serta kualifikasi pendidikan yang dimiliki.
16
Kembali pada persepsi negatif tentang penyandang disabilitas, selain pengaruh faktor eksternal, terjadinya diskriminasi juga tidak terlepas dari sikap
para penyandang disabilitas sendiri dalam memandang diri mereka.
17
Dalam hal akses terhadap keadilan bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih terjadi hal-hal seperti: penolakan pelaporan kasus di kepolisian, rendahnya
pengetahuan aparat hukum dan kepolisian terhadap isu disabilitas termasuk dengan hak-hak para penyandang disabilitas, tidak tersedianya sarana pendukung
seperti petunjuk braille dan penerjemah bahasa isyarat, gedung yang menyulitkan, penolakan penyandang disabilitas sebagai saksi, sistem administrasi peradilan
yang tidak aksesibel dan rendahnya sosialisasi tentang informasi hukum kepada penyandang disabilitas. Penemuan fakta lainnya mengenai penyandang disabilitas
Sebagian penyandang disabilitasmasih kurang percaya diri dan cenderung mengkotak-
kotakkan diri. Penyandang disabilitas merasa dirinya kurang dicintai oleh keluarga dan masyarakat di sekitarnya, tidak bisa melakukan banyak hal
sebagaimana orang normal, dan merasa bahwa penampilannya tidak menarik. Hal ini membuat mereka mengisolasi diri, malu untuk berinteraksi sosial, dan merasa
dirinya tidak berharga.
juga menunjukkan bahwa masih rendahnya informasi dan sosialisasi hak-hak penyandang disabilitas sebagai individu di dalam sistem peradilan.
18
Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, makatulisan skripsi ini diberi judul “Perlindungan Hukum atas Hak-Hak dari Penyandang Disabilitas Menurut
Convention On The Rights Of Person With Disabilities Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Pengaturan Hukum Nasional Indonesia”.
b. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan Hak Asasi Manusia secara universal dalam Universal Declaration of Human Rights UDHR 1948 dan relevansinya dengan
Convention on the rights of person with disabilities Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas?
2. Bagaimana hak-hak dari penyandang disabilitas berdasarkan Convention on the rights of person with disabilities Konvensi Hak-Hak Penyandang
Disabilitas? 3. Bagaimana hak-hak dari penyandang disabilitas menurut hukum nasional
Indonesia sebelum dan sesuah lahirnya CRPD?
18
Cucu Saidah, “Akses Terhadap Hukum dan Peradilan Bagi Penyandang Disabilitas”,
diakses dari http:www.jimlyschool.comreadnews337akses-terhadap-hukum-dan-peradilan- bagi-penyandang-disabilitas, pada 02 Maret 2015 pukul 20.00
c. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk pengaturan Hak Asasi Manusia secara universal dalam Universal
Declaration of Human Rights UDHR 1948 dan relevansinya dengan Convention on the rights of person with disabilities Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas? 2. Untuk mengetahui hak-hak dari penyandang disabilitas berdasarkan
Convention on the rights of person with disabilities Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
3. Untuk mengetahui hak-hak dari penyandang disabilitas berdasarkan hukum nasional Indonesia UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis penulisan ini yakni diharapkan dapat memberi sebuah informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran bersama dalam berbagai bidang
keilmuan, khususnya Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai hak-hak penyandang disabilitas.
2. Manfaat secara praktis a. Secara praktis atau terapan penulisan ini diharapkan dapat memberi
masukan kepada semua pihak baik akademisi dan masyarakat umum yang memiliki perhatian khusus pada hukum internasional.
d. Keaslian Penulisan
Judul dari skripsi ini adalah “Perlindungan Hukum atas Hak-Hak dari Penyandang Disabilitas Menurut Convention On The Rights Of Person With
Disabilities dan Pengaturan Hukum Nasional Indonesia”.Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap judul skripsi yang ada di Perpustakaan,
belum ada tulisan skripsi yang mengangkat judul ini. Oleh karena itu tulisan ini bukan merupakan hasil penggandaan dari karya tulis orang lain dan keaslian
penelitian ini terjamin adanya.
e. Tinjauan Kepustakaan
Untuk menghindari keragu-raguan pada bab-bab selanjutnya, maka terlebih dahulu ditegaskan pengertian judul di atas secara umum, mengenai pengertian
perlindungan hukum, hak, penyandang disabilitas, Convention on the rights of person with disabilities CPRD atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas,
dan Hukum Nasional. 1.
Perlindungan Hukum, menurut Satijipto Raharjo adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia HAM yang dirugikan orang lain
dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
19
2. Hak, memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh
19
Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,hlm. 53.
undang-undang, aturan, dsb, kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
20
3. Penyandang Disabilitas
Disabilitas berasal dari kata dalam Bahasa Inggris disability. Disability memiliki arti ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang dimaksud di sini
bukanlah ketidakmampuan yang semata disebabkan oleh faktor internal dalam diri seorang individu tetapi juga faktor eksternal yang menghambat
seseorang untuk melakukan kegiatan dan meningkatkan kapasitas diri.
21
• Seseorang yang menggunakan kursi roda bisa saja mengalami kesulitan
dalam mendapatkan pekerjaan, bukan karena ia menggunakan kursi roda namun karena ada hambatan-hambatan lingkungan misalnya bis atau
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas Convention On The Rights Of Person With Disabilities tidak secara eksplisit menjabarkan mengenai
disabilitas. Pembukaan Konvensi menyatakan : “Disabilitas merupakan sebuah konsep yang terus berubah dan disabilitas adalah hasil interaksi antara
orang yang penyandang disabilitasmental dengan hambatan perilaku dan lingkungan yang menghambat partisipasi yang penuh dan efektif di tengah
masyarakat secara setara dengan orang lain’. Disabilitas merupakan hasil interaksi antara masyarakat yang sifatnya tidak
inklusif dengan individual, contohnya:
20
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.
21
Melina Margaretha, “Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan”, dari
http:asbindonesia.orgcodedownload.php?filename=Lessons20learned20disability20in2 0resilience.pdf. ,didownload pada 02 Maret 2015 pukul 20.15
tangga yang tidak bisa mereka akses sehingga menghalangi akses mereka ke tempat kerja.
• Seseorang yang memiliki kondisi rabun dekat ekstrim yang tidak memiliki
akses untuk mendapatkan lensa korektif mungkin tidak akan dapat melakukan pekerjaan sehari-harinya. Orang yang sama yang memiliki
resep untuk menggunakan kacamata yang tepat akan dapat melakukan semua tugas itu tanpa masalah.
22
4. Convention on the rights of person with disabilities CPRD atau Konvensi
Hak-Hak Penyandang Disabilitas Merupakan Konvensi Hak Asasi Manusia HAM yang dibuat oleh Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada 13 Desember 2006 dan mulai berlaku pada 3 Mei 2008 mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
5. Hukum Nasional yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
f. Metode Penulisan