BAB III Aspek Historis dan Normatif dari
Convention On The Rights Of Person With Disabilities Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas
A. Sejarah Konvensi
Pembentukan Convention on the Rights of Persons with DisabilitiesCPRD Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa PBB banyak dipengaruhi oleh beberapa instrumen Internasional yang telah berlaku sebelumnya, antara lain : The Universal Declaration of Human
Rights 1948 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 1966 Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan International Covenant on Civil and Political Rights 1966 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Selain itu, terdapat juga instrumen PBB dan ILO lainnya yang membahas secara spesifik mengenai hak asasi manusia dan kecacatan, yaitu : Declaration on the
Rights of Mentally Retarded Persons 1971, Declaration on the Rights of Disabled Persons 1975, World Programme of Action concerning Disabled
Persons 1982, Tallinn Guidelines for Action on Human Resources Development in the Field of Disability 1990, Principles for the Protection of Persons with
Mental Illness and the Improvement of Mental Health Care 1991, Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities 1993
59
Namun, tidak seperti pendahulunya, Convention on the Rights of Persons with Disabilities CPRD Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas ini
memberikan perlindungan pada level atau tingkat yang belum pernah terjadi pada sebelumnya. Konvensi ini menekankan bahwa penyandang disabilitas harus
menikmati, dan adalah kewajiban bagi negara dan subjek hukum lain untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dihargai.
.
60
Sebuah hasil utama dari International Year of Disabled Persons 1981 adalah perumusan adanya The World Programme of Action concerning Disabled
Persons Program Aksi Dunia tentang Penyandang Cacat, yang diadopsi oleh Majelis Umum pada tanggal 3 Desember 1982, dengan resolusi 3752. Program
Aksi Dunia WPA adalah strategi global untuk meningkatkan pencegahan kecacatan, rehabilitasi dan pemerataan kesempatan, yang berkaitan dengan
partisipasi penuh penyandang cacat dalam kehidupan sosial dan pembangunan nasional. WPA juga menekankan perlunya pendekatan cacat dari perspektif Hak
Asasi Manusia HAM, dengan tiga bahasan, yaitu memberikan analisis tentang prinsip, konsep dan definisi yang berkaitan dengan cacat; situasi dunia tentang
59
United Nations, “From Exclusion to Equality : Realizing the rightsof persons with disabilities-Handbook for Parliamentarians on the Convention on the Rights of Persons with
Disabilities and its Optional Protocol”, didownload dari
http:www.un.orgdisabilitiesdocumentstoolactionipuhb.pdf., pada 03 Maret 2015, hlm. 10
60
Ibid., hlm. 9
penyandang cacat; dan menetapkan rekomendasi untuk tindakan di tingkat nasional, regional dan internasional.
61
Persamaan peluang adalah tema sentral dari WPA dan filosofi ini membimbing untuk mencapai partisipasi penuh penyandang cacat dalam segala
aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Prinsip penting yang mendasari tema ini adalah bahwa isu-isu tentang penyandang cacat tidak harus diperlakukan secara
terpisah, tetapi dalam konteks pelayanan bagi masyarakat normal. Pelaksanaan Program Aksi Dunia WPA menggunakan pendekatan multisektoral dan
multidisiplin yang ditujukan oleh Majelis Umum pada tanggal 3 Desember 1982 dan 22 November 1983.
62
Selama review internasional besar pertama dari pelaksanaan Program Aksi Dunia tentang Penyandang Cacat yang diselenggarakan di Stockholm pada tahun
1987, para peserta dianjurkan untuk menyusun konvensi tentang Hak Asasi Manusia bagi para penyandang cacat. Meskipun berbagai inisiatif, termasuk
proposal yang dibuat oleh Pemerintah Italia dan Swedia, dan Commission for Social Development’s Special Rapporteur on Disability Komisi untuk
Pembangunan Sosial Khusus tentang Pelapor Kecacatan, dan lobi yang kuat dari masyarakat sipil, rencana ini kurang mendapat dukungan untuk mengadakan
negosiasi pembentukan perjanjian internasional yang baru.
63
61
United Nations, “World Programme of Action Concerning Disabled Persons”, diakses dari
http:www.un.orgdisabilitiesdefault.asp?id=23tanggal 31 Maret 2015 pukul 13.04
62
Ibid.
63
United Nations, op.cit., hlm. 10
Pada tahun 1991, Majelis Umum mengadopsi Prinsip untuk perlindungan orang dengan penyakit mental dan peningkatan perawatan kesehatan mental,
dikenal sebagai Prinsip MI. Prinsip MI memuat tentang standar dan jaminan prosedural dan memberikan perlindungan untuk melawan pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang paling serius yang mungkin terjadi dalam pengaturan kelembagaan, seperti penganiayaan atau pengekangan fisik yang tidak pantas atau pemaksaan
pengasingan, pemandulan, operasi otak, dan pengobatan paksa bagi cacat mental. Prinsip ini sangat inovatif pada masa itu, namun nilai-nilai dari prinsip MI ini
diperdebatkan pada masa kini.
64
Pada tahun 1993, Majelis Umum mengadopsi “Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities” Peraturan Standar
tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Disabilitas. Aturan Standar ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa anak perempuan, anak laki-
laki, pria dan wanita penyandang disabilitas, sebagai anggota masyarakat, dapat melakukan hak dan kewajiban yang sama seperti orang lainnya” dan mewajibkan
negara untuk menghapus hambatan yang menghalangi para penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam anggota masyarakat. Aturan Standar ini
menjadi instrumen pokok PBB yang memberi pedoman bagi tindakan-tindakan negara mengenai Hak Asasi Manusia dan Disabilitas, dan merupakan acuan yang
penting dalam mengidentifikasi kewajiban negara di bawah instrumen Hak Asasi Manusia yang ada. Banyak negara membuat peraturan perundang-undangan
nasionalnya berdasar pada Aturan Standar ini. Meskipun terdapat Lembaga
64
United Nations, op.cit.
Pengawas yang amemonitor pelaksanaan Peraturan Standar di tingkat nasional, Peraturan Standar tidak mengikat secara hukum dan tidak melindungi hak-hak
penyandang disabilitas secara komprehensif sebagaimana Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional mendukung dan melindungi hak-hak semua orang, termasuk para penyandang disabilitas.Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia DUHAM, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya KIHESB International Convenant on Economic, Social, and
Cultural Rights ICESCR tahun 1966 serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik KIHSP International Covenant on Civil and Political Rights
ICCPR pada 1966 membentuk apa yang dikenal sebagai International Bill of Human Rights. Ketiga dokumen tersebut mengakui hak-hak sipil, ekonomi, politik
dan hak sosial yang tidak dapat dicabut oleh setiap manusia. Dengan demikian, International Bill of HumanRights mengakui dan melindungi hak-hak para
penyandang disabilitas, bahkan jika seseorang tidak menyebutkannya secara eksplisit sekalipun.
65
65
Ibid.
Konvensi Hak Anak adalah perjanjian Hak Asasi Manusia pertama yang secara eksplisit melarang diskriminasi terhadap anak-anak atas dasar kecacatan.
Konvensi ini juga mengakui hak anak-anak disabilitas untuk dapat menikmati hidup dan memiliki akses untuk mendapat perhatian khusus dan bantuan untuk
mencapai tujuan ini.
Sebelum adanya Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, perjanjian- perjanjian Internasional tentang Hak Asasi Manusia tidak komprehensif
membahas perlindungan hak-hak penyandang diabilitas; dan para penyandang disabilitas kurang dapat memanfaatkan berbagai mekanisme perlindungan di
bawah perjanjian-perjanjian internasional tersebut. Penerapan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas sebagai perlindungan HAM yang baru bagi penyandang
disabilitas dan pemantauan mekanismenya harus secara signifikan dapat meningkatkan perlindungan bagi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
66
Penyandang disabilitas masih dipandang sebagai obyek kesejahteraan atau objek perawatan medis, daripada pemegang hak. Keputusan untuk menambah
Instrumen Universal Hak Asasi Manusia khusus untuk para penyandang disabilitas adalah karena fakta bahwa, meskipun secara teoritis mereka berhak atas
semua Hak Asasi Manusia, dalam prakteknya penyandang disabilitas masih membantah hak-hak dasar dan kebebasan dasar yang ingin diberikan oleh orang
lain kepada mereka. Pada intinya, Konvensi memastikan bahwa para penyandang disabilitas menikmati hak asasi yang sama seperti orang lain dan mampu
menjalani kehidupan mereka sebagai warga negara, yang dapat memberikan
B. Mengenai Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas