Differential Scanning Calorimetry DSC

4.3.3.3. Differential Scanning Calorimetry DSC

Hasil karakterisasi dalam bentuk thermogram DSC sampel KAS tercangkok AM diperlihatkan seperti pada Lampiran 33 sampai 36. Dari thermogram DSC seperti dalam Lampiran 33 sampai 36 dapat dilihat bahwa KAS tercangkok AM dengan konsentrasi monomer 2, 4, 8 dan 16 phr memiliki suhu transisi gelas Tg masing- masing 70,56 o C, 74,62 o C, 76,16 o C dan 90,36 o C. Suhu transisi gelas Tg memiliki kecendrungan yang meningkat dengan terjadinya pencangkokan AM pada KAS. Suhu transisi gelas produk pencangkokan AM tanpa kehadiran inisiator peroksida benzoil peroksida, BPO meningkat dibandingkan dengan KAS blanko. Meningkatnya konsentrasi AM terlihat meningkatkan suhu transisigelas Tg produk pencangkokannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa telah terjadi pencangkokan gugus maleat pada KAS. Semakin banyak gugus maleat yang tercangkok maka produk KAS menjadi lebih bulky atau lebih kaku rigid, polar dan meningkatnya massa molekulnya. Suhu transisi gelas Tg juga meningkat dengan terjadinya pencangkokan AM pada KAS. Suhu transisi gelas produk reaksi pencangkokan AM tanpa penambahan komonomer stirena meningkat dibandingkan dengan KAS blanko, meningkat dari 69 o C menjadi 73 o C. Kemudian meningkat lagi menjadi 83 o C pada produk dengan penambahan stirena. Hal ini juga menunjukkan bahwa telah terjadi pencangkokan gugus maleat pada KAS. Semakin banyak gugus maleat yang tercangkok maka produk KAS menjadi lebih bulky atau lebih rigid, polar dan meningkatnya massa molekulnya. Suhu transisi gelas Tg merupakan suhu dimana polimer amorfus melepaskan sifat-sifat gelasnya. Ketika polimer dipanaskan, energi kinetik molekul- molekulnya bertambah, namun geraknya masih dibatasi sampai vibrasi dan rotasi daerah pendek sepanjang polimer terus mampu mempertahankan struktur gelasnya. Jadi Tg merupakan fungsi kebebasan rotasi, apa saja yang membatasi rotasi mesti menaikkan Tg. Semakin meruahbulky gugus-gugus substituen yang terikat ke Universitas Sumatera Utara rangka polimer, maka kebebasan rotasinya menjadi berkurang dan Tg menjadi lebih tinggi. Polaritas juga dapat mempengaruhi Tg. Gugus yang lebih polar menimbulkan Tg yang lebih besar karena naiknya interaksi dipole-dipol. Kebebasan rotasi menurun dengan adanya ikatan hidrogen intramolekul. Struktur yang bulky dan meningkatnya sifat polar serta bertambahnya massa molekul suatu zat akan meningkatkan suhu transisi gelas zat F.W. Fifield dan D. Kealey, 2000 dan Stevens, M.R, 2001. Gabungan overlay thermogram KAS blanko dan produk reaksi pencangkokan AM dapat dilihat seperti pada Gambar 4.10. Gambar 4.10. Thermogram DSC tanpa penambahan AM 1, penambahan AM sebanyak 2 phr 2, 4 phr 3, 8 phr 4 dan 16 phr 5 4.3.4. Pengaruh kehadiran Inisiator Peroksida Benzoil Peroksida 4.3.4.1. Fourir Transformed-Infra Red FT-IR Untuk mengetahui pengaruh kehadiran inisiator peroksida benzoil peroksida BPO terhadap derajat pencangkokan AM pada KAS dilakukan percobaan dengan variasi konsentrasi AM yaitu masing-masing 2, 4, 8 dan 16 phr. Spektrum FT-IR masing- masing sampel dengan variasi konsentrasi AM diperlihatkan pada Lampiran 8 sampai 11. Gabungan spektrum-spektrum FT-IR produk reaksi pencangkokan AM pada KAS dengan kehadiran BPO seperti terlihat pada Gambar 4.11. Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 4.11. dapat dilihat bahwa pencangkokan AM pada KAS dengan kehadiran BPO juga berhasil dilakukan dan diperoleh produk KAS tercangkok AM KAS-c-AM yang dapat dikonfirmasi dengan munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 1720-1780 cm -1 yang merupakan serapan khas gugus karbonil C=O dari molekul AM S.H.P. Bettini dan Agnelli, 1999; Demin dkk., 2000; C. Nakason dkk., 2004; Qi dkk., 2005 dan Eddiyanto, 2007. Semakin banyak AM yang direaksikan maka derajat pencangkokan AM pada KAS meningkat. Hal ini dapat diketahui dengan meningkatnya intensitas serapan pada 1720-1780 cm -1 . Gambar 4.11. Spektra FT-IR KAS tercangkok AM dengan kehadiran BPO yaitu: blanko 1, 2 phr 2, 4 phr 3, 8 phr 4 dan 16 phr 5 Berdasarkan indeks karbonil dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi AM maka semakin banyak AM yang tercangkok. Dengan kosentrasi AM yang sama ditemukan kecendrungan yang sama antara reaksi pencangkokan AM tanpa kehadiran BPO dan dengan kehadiran BPO. Diperoleh derajat pencangkokan yang lebih tinggi pada reaksi pencangkokan dengan kehadiran inisiator peroksida, BPO. Konsentrasi BPO memberikan pengaruh terhadap jumlah AM yang bereaksi dengan KAS. Pada kondisi ini makin tinggi konsentrasi peroksidaBPO dalam sistem Universitas Sumatera Utara reaksi makin banyak terbentuk radikal utama, konsekuensinya makin banyak terbentuk makroradikal untuk selanjutnya bereaksi dengan AM, sehingga makin tinggi derajat pencangkokan AM pada makroradikal KAS, [KAS]. Indeks karbonil produk reaksi pencangkokan AM pada KAS tanpa dan dengan BPO dapat dilihat pada Gambar 4.12. Pada reaksi dengan inisiator BPO terjadi dekomposisi BPO secara thermal, menghasilkan dua radikal yang menarik hidrogen dari rantai KAS membentuk makroradikal polimer. Kemudian AM bereaksi dengan makroradikal, seperti pada mekanisme yang diusulkan pada reaksi pencangkokan AM pada KAS dengan Inisiator BPO, Gambar 4.13. Dengan kehadiran BPO maka semakin mudah terbentuk makroradikal utama yang selanjutnya bereaksi dengan AM membentuk produk cangkok pada KAS. BPO mempunyai keuntungan yaitu radikal benzoiloksi yang cukup stabil untuk selanjutnya bereaksi dengan polimer KAS membentuk kompleks radikal KAS Stevens, M.R., 20001 Gambar 4.12. Indeks serapan karbonil dengan penambahan AM tanpa kehadiran BPO 1 dan dengan kehadiran BPO 2 Universitas Sumatera Utara

4.3.4.2. Thermogravimetric Analysis TGA