4.2. Analisa Kebutuhan Sistem
Pada penelitian ini, pengembangan sistem untuk menarik suatu kesimpulan yang merupakan cirri khas suatu sistem pakar, dilakukan dengan
menerapkan metode logika fuzzy fuzzy logic sebagai dasar pendekatan pemecahan masalah. Penggunaan metode ini adalah upaya untuk mendekati
mekanisme penalaran dalam melakukan penarikan kesimpulan kondisi DBD disuatu wilayah. Metode logika fuzzy adalah suatu metode pemecahan masalah
yang hampir mendekati dengan cara nalar manusia dalam mengamb il suatu kesimpulan
4.3. Desain Sistem
Pada penelitian ini sistem dibangun menjadi melalui 2 tahap, yaitu : - Tahap pencarian pola melalui data mining dengan menggunakan
metode CPAR, dimana aturan – aturan yang dihasilkan oleh data mining tersebut akan dioleh oleh sistem aplikasi DBD
- Tahap implementasi dalam suatu system yang disebut aplikasi DBD, system ini dikembangkan melalui mekanisme penarikan kesimpulan
dengan menggunakan metode logika fuzzy sebagai dasar pendekatan pemecahan masalah. Metode logika fuzzy ini adalah sebuah metode
pemecahan masalah yang sangat dekat dengan cara berpikir manusia dalam melakukan penarikan kesimpulan.
4.3.1. Tahapan Data Mining
Tahap pencarian pola melalui data mining didasarkan pada tiga tahapan yang dilakukan untuk mendeteksi DBD di suatu wilayah. Ketiga tahapan tersebut
adalah a menangani data yang tidak lengkap melalui ekstraksi, transformasi dan loading, b merubah data yang bernilai kontinyu menjadi data yang bernilai
diskrit, c memetakan basis aturan hasil mining dan klasifikasi. Pada tahap pertama, pemprosesan awal data survailens DBD dilakukan untuk
menghapus data yang tidak lengkap dan mengekstrak data yang akan digunakan untuk mengelompokkan antara DBD kondisi kuning dan merah. Pada tahap kedua
setiap data yang bernilai kontinyu didiskritkan, data sampel yang digunakan pada penelitian ini mempunyai atribut yang nilainya numerik, sedangkan algoritma
data mining CPAR bekerja dengan atribut-atribut yang nilainya nominal. Untuk menggunakan algoritma tersebut, attribute yang bernilai numerik tersebut diganti
dengan atribut bernilai nominal yang menunjukkan interval nilai dengan nilai- nilai diskrit. Proses ini dikenal sebagai diskritisasi dan berisi transformasi dari
variabel quantitatif kedalam variable kualitatif. Hasil dari tahap pertama dan kedua diatas disimpan dalam working database
Tabel 5. Atribut yang digunakan dalam algoritma CPAR
Atribut Keterangan
Nilai Kontinyu Nilai
Diskrit Suhu
Temperatur rendah 20
o
– 24
o
C 1
Suhu Temperatur Normal
24
o
C – 27
o
C 2
Suhu temperatur tinggi
27
o
C 3
Curah Hujan Curah hujan sangat rendah 5mm
4 Curah Hujan Curah hujan rendah
5-20mm 5
Curah Hujan Curah hujan Normal 20 – 50mm
6 Curah Hujan Curah hujan lebat
50 - 100mm 7
Curah Hujan Curah hujan sangat lebat 100mm
8 Matahari
Penyinaran matahari rendah 0 - 35
9 Matahari
Penyinaran matahari Normal 35 - 70
10 Matahari
Penyinaran matahari penuh 70
11 Kelembaban Kelembaban udara rendah kering
40 12
Kelembaban Kelembaban udara Normal 40 - 75
13 Kelembaban Kelembaban udara tinggi basah
75 14
Dasar pembagian atribut cuaca yang akan digunakan dalam menentukan nilai kontinyu adalah berdasarkan referensi dari dinas BMG DKI Jakarta untuk
cuaca di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Atribut Suhu dibagi menjadi 3 klas, yaitu Temperatur rendah, normal, dan tinggi
dengan kisaran suhu 20
o
C - lebih besar dari 27
o
C. Atribut untuk intensitas hujan dibagi menjadi 5 klas, yaitu curah hujan dengan
intensitas sangat rendah, rendah, normal, lebat dan sangat lebat. Curah hujan yang diukur adalah curah hujan per hari pada jam 07.00 pagi dan diklasifikasikan
berdasarkan mingguan atau per 7 hari. Atribut intensitas penyinaran matahari dibagi menjadi 3 klas, yaitu intensitas
rendah, intensitas normal dan intensitas tinggi penuh. Pengukuran ini dilakukan per hari dalam 1 bulan, kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan mingguan.
Atribut kelembaban udara dibagi menjadi 3 klas, yaitu kelembaban rendah kering, kelembaban normal, kelembaban tinggi basah.
Atribut kejadian DBD di suatu wilayah, dibagi menjadi 2, yaitu , Kuning dan Merah. Kondisi Hijau adalah kondisi dimana dalam 3 minggu berturut – turut
tidak terjadi kasus DBD; Kondisi Kuning adalah kondisi dimana terjadi 1 sampai
5 kasus dalam suatu daerah pada 1 minggu; Kondisi Merah adalah kondisi dimana terjadi lebih dari 5 kasus dalam suatu daerah pada 1 minggu.
Pada tahap ketiga, algoritma CPAR digunakan untuk menghasilkan aturan- aturan, yang berguna untuk mendeteksi apakah kondisi alam saat itu akan
memungkinkan terjadinya kondisi DBD kuning atau merah. Data cuaca dari BMG dimasukkan ke dalam atribut dan nilai diskrit yang akan digunakan dalam
algoritma CPAR Dalam penelitian ini digunakan datamining dengan algoritma CPAR, dimana data yang telah dilakukan diskritisasi digunakan dalam algoritma
tersebut, CPAR hanya memilih literal yang terbaik dan mengabaikan seluruh literal lainnya
.
CPAR membuat rule dari parameter cuaca yang dikaitkan dengan kondisi kuning atau merah, Setelah CPAR menemukan literal terbaik, literal
lainnya yang Gain-nya mirip dengan literal sebelumnya misalnya hanya berbeda 1 akan terus dicari. Dari hasil literal tersebut didapat beberapa rule untuk tiap –
tiap daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
4.3.1.1.Basis Aturan Rule Base
Setelah CPAR memilih literal yang terbaik dari suatu gain similarity ratio yang ditetapkan, maka akan didapatkan beberapa aturan yang dapat digunakan
sebagai dasar dalam merancang suatu sistem untuk memprediksi meletusnya DBD disuatu daerah. Prediksi yang berkaitan dengan DBD dibuat berdasarkan hasil
proses data mining dan diperkuat oleh pendapat pakar, sedangkan tatalaksana penanggulangan DBD disusun berdasarkan SOP tatalaksana di Dinkes DKI
Jakarta . Basis pengetahuan yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan kaidah
aturan IF - THEN. Pada penelitian ini ada 2 klasifikasi prediksi yang digunakan yaitu kondisi Kuning dan Kondisi Merah.
4.3.2. Tahapan Aplikasi DBD