Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Menurut Bahari 1989, pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Hasil tangkapan nelayan akan sangat tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi atau sediaan ikan. Dalam hal ini ada dua pengertian upaya penangkapan, yaitu 1 upaya penangkapan nominal, 2 upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan jumlah nominalnya, antara lain dengan satuan jumlah kapal, alat tangkap maupun trip penangkapan yang distandarisasikan dengan satuan baku. Sementara itu upaya penangkapan efektif diukur berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap kelimpahan sediaan ikan atau laju kematian karena kegiatan penangkapan Purwanto 1990. Faktor manusia merupakan kunci sukses pengelolaan sumber daya perikanan, karena manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan memiliki emosi, strategi, visi, tujuan, keinginan, dan perasaan. Dalam pemilihan altematif pengelolaan perikanan sangat bergantung pada keunikan, situasi dan kondisi perikanan yang dikelola, serta tujuan pengelolaan. Setiap pilihan sebaiknya berdasarkan kriteria-kriteria berikut: 1 diterima nelayan; 2 diimplementasi secara gradual; 3 fleksibilitas; 4 implementasinya didorong efisiensi dan inovasi; 5 dengan perhitungan yang matang; dan 6 ada keterkaitan terhadap tenaga, biaya kerja, pengangguran dan keadilan. Pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan menurut FAO 1997 karena beberapa hal, yaitu : pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan adalah pemerintah, nelayan, dan stakeholders lain yang terkait. Adapun manfaat pengelolaan adalah untuk menjamin agar sektor perikanan dapat memberikan 7 manfaat yang optimal bagi para stakeholders baik generasi sekarang maupun yang akan datang, serta terciptanya perikanan yang bertanggung jawab. Gulland 1977 mengajukan enam pendekatan dalam pengelolaan perikanan: 1 pembatasan alat tangkap; 2 penutupan daerah penangkapan ikan; 3 penutupan musim penangkapan: 4 pemberlakuan kuota penangkapan; 5 pembatasan ukuran ikan yang boleh ditangkap; dan 6 penetapan jumlah kapal serta jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk setiap kapal. Panayotou 1986 mengajukan beberapa pendekatan yang bersifat sosial ekonomi yaitu: 1 penetapan pajak; 2 subsidi; 3 pembatasan import dan 4 promosi ekspor. Pengelolaan sumberdaya perikanan pada dasarnya bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya bagi pencapaian sasaran-sasaran pembangunan perikanan yang berlanjut, secara sistematis dan berencana, berupaya mencegah terjadinya eksploitasi sumberdaya secara berlebihan serta sekaligus berupaya menghambat menurunnya mutu dan rusaknya habitat ekosistem penting akibat ulah manusia. Eksploitasi lebih dan rusaknya habitat penting pada gilirannya dapat menurunkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, yang dapat menjurus pada kemiskinan Cholik dan Budihardjo 1993. Pengelolaan sumberdaya perikanan didasari atas pemahaman yang luas dan mendalam akan semua proses dan interaksi yang berlangsung di alam, potensi yang dikandung di dalamnya, serta kemungkinan kerusakan yang akan dialaminya. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya mencakup penetapan langkah-langkah dan kegiatan yang harus dilakukan guna mengantisipasi dan mengatasi masalah maupun menangani isu-isu yang berkembang, dalam wujud program pengelolaan FAO 1997. Pengelolaan sumberdaya perikanan mengandung pengertian suatu kumpulan tindakan aksi yang terorganisir untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan. Berbagai langkah yang ditempuh diarahkan agar pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan semaksimal mungkin dapat memecahkan persoalan yang terkait dengan: kelebihan kapasitas penangkapan ikan, ketidakseimbangan antara berbagai kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya, kerusakan habitat dan menurunnya keanekaragaman hayati, serta kerusakan dan kemunduran mutu lingkungan. Muthalib 1992, mengatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan yakni meningkatkan produksi pendapatan serta memperluas kesempatan kerja maka pengembangan usaha penangkapan perlu diupayakan secara optimal melalui penentuan dan pengelolaan jenis usaha yang sesuai untuk dikembangkan dan mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan. Pengelolaan perikanan secara operasional ditujukan untuk mencapai hasil tangkapan maksimal yang berimbang lestari MSY, hasil produksi yang secara ekonomi memberikan keuntungan maksimum yang lestari MEY, dan kondisi sosial yang optimal misalnya memaksimumkan tenaga kerja dan mengurangi pertentangan yang terjadi diantara nelayan Gulland 1997. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya perikanan tidak langsung ditujukan pada organisme ikannya, tetapi cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan ikan dan perikanan merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan upaya perbaikan kondisi lingkungan Najamuddin 2004. Indeks kelimpahan stok suatu sumberdaya dapat dicerminkan dari angka laju tangkap catch rate. Adanya fluktuasi indeks kelimpahan stok merupakan indikasi dari adanya pengaruh penangkapan terhadap stok, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Pada perikanan yang sudah tereksploitasi pengaruh yang paling besar adalah kegiatan penangkapan Badrudin dan Sumiono 2002 Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan apabila potensi sumberdaya diketahui. Pendekatan dalam pendugaan potensi sumberdaya perikanan yang banyak digunakan selama ini meliputi pendekatan biologi dan ekonomis. Pada pendekatan biologi, tingkat eksploitasi cenderung berada di bawah titik maksimum karena adanya indeks kehati-hatian terhadap stok sumberdaya ikan Najamuddin 2004. Sejalan dengan berbagai pendapat di atas maka diperlukan suatu usaha pengelolaan yang tetap memperhatikan beberapa aspek dalam usaha pengembangan perikanan tangkap khususnya di mana fenomena perbedaan antara persediaan ikan yang bisa habis dan usaha penangkapan yang terus menerus, sehingga dibutuhkan suatu tindakan pengaturan agar dapat memperkecil percepatan kehabisan stok ikan. 9 Usaha pengelolaan dan pengembangan perikanan laut dimasa datang memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi dengan pemanfaatan iptek, akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial budaya, dan ekonomi. 1 Aspek Biologi Ikan sebagai sumberdaya hayati dilihat dari aspek biologi dengan menekankan pada jumlah stok atau biomassa ikan dimana dalam menganalisis sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan, dan perumusan strategi pengelolaan. Ukuran dari suatu stok ikan dalam perairan dapat dinyatakan dalam jumlah atau berat total individu Widodo et al. 1998. Dalam menduga ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah atau berat relatif yang dinyatakan sebagai kelimpahan sedangkan satuan yang sering digunakan adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan CPUE dari suatu alat tangkap. Perubahan ukuran stok dapat disebabkan oleh adanya berbagai perubahan lingkungan, proses rekruitmen, pertumbuhan, kegiatan penangkapan, populasi organisme mangsa, pemangsa atau pesaing. Perubahan ukuran stok atau beberapa bagian dari stok dalam waktu tertentu dapat digunakan untuk mengestimasi laju kematian atau kelangsungan hidup dari stok yang bersangkutan Widodo et al. 1998. Mengestimasi besarnya kelimpahan biomasa dan estimasi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis sumberdaya ikan dapat digunakan metode Surplus Produksi. Model produksi surplus banyak digunakan dalam pengelolaan perikanan dalam lingkup yang besar karena model ini didasarkan pada data tangkapan dan data upaya penangkapan yang relatif mudah diperoleh. Metode produksi surplus berdasarkan pada asumsi bahwa tingkat pertumbuhan bersih dari suatu stok berhubungan dengan biomasanya. Pertumbuhan biomasa pada carrying capacity lingkungan, oleh karena itu produksi surplus dimaksimalkan pada beberapa nilai biomassa yang lebih rendah. Kerugian utama dari model ini adalah karena mengabaikan proses biologis pertumbuhan, pertambahan, dan mortalitas yang mempengaruhi biomassa stok. Jika jumlah tangkapan yang dikeluarkan dari stok lebih kecil dari produksi surplus maka biomassa stok akan bertambah tetapi bila jumlah tangkapan lebih besar dari produksi surplus maka biomassa stok akan menurun King 1995. Maunder 2002 menyatakan bahwa yang terpenting dalam analisis CPUE adalah CPUE dari semua tipe alat tangkap yang dioperasikan pada areal yang sama harus dibandingkan terhadap tipe alat tangkap standar. 2 Aspek Teknis Aspek teknis suatu penangkapan ikan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan rancang bangun alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan, kesesuaian alat tangkap dengan daerah penangkapan, jenis ikan yang menjadi target penangkapan, penggunaan peralatan pendukung, dan sebagainya. Indikator dari efisiensi secara teknis adalah jumlah hasil tangkapan persatuan waktu, dan tenaga. Fridman 1986 menyatakan bahwa alat tangkap harus dianggap sebagai bagian dari suatu sistem yang juga mencakup penanganan alat, kapal perikanan, alat pengumpul ikan, dan lingkungan daerah penangkapan. Ayodhyoa 1981 menyatakan bahwa penentuan suatu metode penangkapan ikan harus dilandasi pengetahuan mendalam tentang tingkah laku ikan baik sebagai individu maupun kelompok, dalam suatu saat tertentu atau periode musim, dalam keadaan alami atau diberi perlakuan dalam penangkapan dan ini menjadi kunci untuk melakukan perbaikan dan menemukan metode baru. Metode penangkapan yang efisien adalah metode penangkapan yang memperhatikan tingkah laku dari spesies target yang diharapkan, terutama pergerakan organisme dan respon terhadap rangsangan, dalam hal ini alat tangkap King 1995. Dalam suatu pengoperasian alat tangkap dan tingkat teknologi maka jenis teknik penangkapan ikan bervariasi mulai dari yang sederhana dan mudah dioperasikan sampai yang kompleks dan rumit digunakan. Ada jenis alat tangkap yang pasif seperti jenis perangkap dan jaring insang yang mengharapkan pergerakan ikan menuju alat tangkap sampai yang aktif seperti trawl dan seine net yang dirancang untuk mengeruk dan menyaring dalam menangkap ikan. Perbedaan kedua tipe ini penting dalam mempertimbangkan biaya penangkapan dan kesesuaian ekologis. Alat tangkap pasif relatif mudah dioperasikan dan kecil kemungkinannya merusak ekosistem perairan, tetapi alat tangkap aktif khususnya trawl dan seine net lebih efisien dalam hasil tangkapan dan berperan pada sebagian besar hasil tangkapan King 1995. Perikanan pantai Indonesia tergolong perikanan skala kecil sampai menengah dengan investasi dan input teknologi yang kecil. Namun demikian jika ditinjau dari segi prinsip metode penangkapan yang digunakan oleh nelayan di tanah air akan terlihat bahwa telah banyak pemanfaatan tingkah laku ikan behaviour untuk tujuan penangkapan ikan yang digunakan. Penggunaan penaju pada perikanan sero, penggunaan cahaya pada perikanan bagan dan penggunaan rumpon pada perikanan payang, menunjukkan bahwa nelayan telah menerapkan teknologi dalam menangkap ikan dengan memanfaatkan tingkah laku ikan, yang belum dimiliki nelayan adalah kemampuan mendeteksi permasalahan untuk melakukan perbaikan Ayodhyoa 1981. 3 Aspek Sosial Pengertian masyarakat perikanan adalah suatu kelompok masyarakat yang berdiam dan menggantungkan sumber hidupnya dari ketersediaan sumberdaya perikanan dengan pilihan sumber perolehan alternatif yang minim dan asupan teknologi yang digunakan relatif sederhana. Konteks dasar demikian ini terasa sulit mendapatkan pengakuan akibat makin dinamisnya masyarakat itu sendiri dan makin terbukanya berbagai akses dan pilihan sumber hidup, demikian juga makin meningkatnya fungsi dan nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang menyebabkan makin majemuknya masyarakat perikanan itu sendiri. Bahkan pengertiannya lebih meluas lagi dengan istilah stakeholders atau pemangku kepentingan yang tidak lagi mengenal batasan domisili dan tingkat ketergantungan hidupnya terhadap sumberdaya perikanan, walaupun masih tetap didominasi oleh kelompok nelayan kecil. Dalam usaha pengembangan suatu perikanan tangkap harus selalu memperhatikan dampak sosialnya terhadap perkembangan masyarakat. 12 Analisis aspek sosial perikanan tangkap meliputi penyerapan tenaga kerja per unit penangkapan atau jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan per unit penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil per unit yaitu hasil bagi antara sistem bagi hasil dengan jumlah nelayan personil penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit tangkap ikan untuk nelayan yang diperoleh dari penerimaan nelayan per tahun dibagi investasi dari setiap unit penangkapan. Pengembangan perikanan berkaitan erat dengan proses pemanfaatan sumberdaya manusia, dan sumberdana yang tersedia. Berdasarkan alamnya, pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan. Fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut. Sementara itu Monintja et al. 1986 mengemukakan bahwa aspek sosial yang penting diperhatikan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah penerimaan oleh nelayan pengoperasian alat tangkap tidak menimbulkan friksi atau keresahan nelayan yang telah ada, ketersedian tenaga kerja pendidikan dan pengalaman, dan memberikan pendapatan yang sesuai. Permasalahan utama usaha perikanan adalah sifat common property sumberdaya ikan, sehingga upaya seorang nelayan menimbulkan suatu biaya yang tidak diperhitungkan terhadap seluruh nelayan. Hal ini berpotensi menimbulkan friksi sosial antara nelayan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan. Oleh karena itu evaluasi terhadap perikanan tangkap yang akan dikembangkan hendaknya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Tingkat partisipasi angkatan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi, sosial, dan ekonomi. Faktor ini antara lain adalah umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal desakota, dan jumlah pendapatan. Solahudin 1998, menyatakan masalah pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan pendapatan yang dicapai oleh nelayan. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan telah menyebabkan tingkat produktivitas mereka telah mengalami peningkatan yang berarti. Menurut Muthalib 1992 dalam usaha untuk mencapai tingkat pendapatan yang tertinggi, nelayan mempunyai pilihan dalam mengkombinasikan banyak faktor. Kemampuan nelayan dalam mengkombinasikan berbagai faktor ditentukan oleh : 1 Penguasaan sumberdaya; 2 Kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja manusia dan tenaga kerja mekanik; 3 Kemampuan memperoleh modal usaha; dan 4 Kemudahan memasarkan hasil produksi dengan harga yang wajar. 4 Aspek Finansial Salah satu dasar pertimbangan dalam pengendalian pembangunan sektor perikanan adalah pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ini meliputi pendapatan nelayan yang layak, penggunaan sumberdaya yang optimal, dan retribusi pendapatan antar nelayan, serta memperoleh sewa ekonomi yang besar Lawson 1984. Barani 2003 sektor perikanan tangkap dengan potensi dan peluang yang dimiliki akan dijadikan andalan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, terutama dalam kaitannya dengan upaya peningkatan penerimaan devisa, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan kesejahteraan petani ikan dan nelayan, penyediaan lapangan kerja produktif, peningkatan penerimaan negara dan pendapatan asli daerah. Maka pelaksanaan pembangunan perikanan tangkap didasarkan pada sistem ekonomi kerakyatan yang mengarah pada mekanisme pasar dan persaingan pasar. Pembangunan ini didukung oleh pengembangan industri berbasis keunggulan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam mencapai daya saing tinggi. Sainsbury 1999, pertimbangan ekonomis adalah faktor utama dalam pemilihan metode dan alat tangkap ikan. Suatu metode harus mampu menangkap dan memberikan jumlah ikan yang cukup bagi pasar untuk memberikan keberlanjutan usaha. Selain kesesuaian teknis, hasil estimasi yang menunjukkan pengembalian ekonomis terbesar biasanya menjadi pilihan suatu metode penangkapan ikan yang berarti mampu menangkap ikan dalam jumlah besar Kg, tetapi juga bisa berarti nilai hasil tangkapan yang tinggi Rp meskipun jumlah hasil tangkapan tidak besar Ayodhyoa 1981. Aspek ekonomi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah besarnya modal investasi, besarnya modal kerja, proyeksi hasil tangkapan pengembalian modal Monintja et al. 1986. Dalam mengevaluasi suatu usaha perlu memperhatikan beberapa aspek, antara lain adalah analisis terhadap aspek ekonomi dan aspek finansial. Aspek finansial dievaluasi menyangkut perbandingan antara pengeluaran dan pengembalian. Sedangkan aspek ekonomi diperhatikan dalam rangka menentukan apakah usaha akan memberikan sumbangan atau peran yang positif dalam pembangunan alat tangkap, bahan bakar dan lain-lain King 1995. Pada tingkat pengoperasian unit penangkapan ikan maka identifikasi biaya diklasifikasikan menurut variabilitas hingga dikenal biaya variabel dan biaya tetap, meskipun tidak semua usaha penangkapan menggunakan standar klasifikasi biaya yang sama karena perbedaan jenis obyek yang dikelola dan manajemen yang dipakai, dimana biaya tetap meliputi pembayaran pinjaman, penyusutan dan asuransi atau biaya yang dikeluarkan meskipun usaha penangkapan tidak beroperasi. Sedangkan biaya variabel berhubungan dengan operasi penangkapan, termasuk upah, biaya perbaikan alat tangkap, bahan bakar, perbekalan, umpan dan es King 1995. Pendapatan didefinisikan sebagai penghasilan yang berupa upahgaji, bunga, keuntungan dan suatu arus uang yang diukur dalam waktu tertentu Kadariah et al. 1981. Sedangkan menurut Soekartawi 2002, pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan usahanya. Menurut Soekartawi 2002 bahwa kriteria investasi dalam suatu investasi adalah analisa RC yaitu singkatan dari return cost ratio, atau lebih dikenal dengan sebagai perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya. Jika RC = 1, maka proyek bersifat tidak untung dan tidak rugi hanya sekedar menutupi biaya saja. Jika RC lebih besar dari 1 maka hasil yang diperoleh lebih besar daripada biaya total sehingga proyek dapat dilaksanakan. Jika RC lebih kecil dari 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada biaya total usaha maka proyek tidak dapat dilaksanakan. Semakin tinggi RC ratio, maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada proyek tersebut. Menurut Monintja 2000, perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, rute dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki ciri- ciri sebagai berikut : 1 Selektivitas tinggi artinya, teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target. 2 Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan. 3 Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan menggunakan teknologi tersebut. 4 Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. 5 Hasil tangkapan yang terbuang discards sangat minim. 6 Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah. 7 Dapat diterima, secara sosial, artinya di masyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik. Kriteria untuk kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan adalah 1 Menerapkan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan 2 Jumlah hasil tangkapan yang tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan 3 Menguntungkan 4 Investasi rendah 5 Penggunaan bahan bakar minyak rendah 6 Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku 2.3 Karakteristik Alat Tangkap 2.3.1 Jaring insang hanyut