Ketidakseimbangan Kendali atau Kekuatan Control or Power Kompetisi Terhadap Sumber Daya Competition for Resources Saling Ketergantungan Tugas Task Interdependence

25

c. Ketidakseimbangan Kendali atau Kekuatan Control or Power

Imbalance Faktor lain yang mempengaruhi konflik adalah tingkat dimana individu merasa diri mereka kehilangan kendali atas suatu situasi, dan dengan demikian menyebabkan suatu ketidakseimbangan kekuatan. Sebagai contoh, jika Anda pada suatu hari tiba-tiba dipindahkan ke kantor lain, Anda dengan pasti akan mengalami suatu kehilangan kendali: Anda tidak memiliki masukan apapun dalam membuat keputusan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan kerja Anda. Namun jika keputusan itu dibuat oleh rekan sebaya, atau mungkin hanya oleh rekan sekerja dalam satu tim yang membuat keputusan demikian, maka Anda kemungkinan akan merasakan ketidakseimbangan kekuatan: Orang yang membuat keputusan tersebut memiliki hak dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan diri Anda dalam membuat keputusan yang mempengaruhi Anda.

d. Kepentingan Hasil Outcome Importance

Kepentingan hasil yaitu tingkat dimana kita merasa bahwa kita kehilangan kontrol atas masalah-masalah yang penting bagi kita dalam menentukan apakah konflik akan muncul. Sebagai contoh, jika Anda menganggap pemindahan Anda ke kantor lain tanpa alasan yang jelas merupakan hal yang tidak penting bagi Anda, maka konflik bisa tidak muncul. Namun jika keputusan tersebut menyebabkan Anda bermasalah, maka situasi tersebut secara pasti akan menimbulkan konflik karena Anda tidak lagi memiliki kontrol atas situasi yang sebelumnya adalah penting. Universitas Sumatera Utara 26 II.A.4. Komponen-Komponen Aspek-Aspek Konflik Interpersonal II.A.4.a. Model Proses Konflik Dyadic Menurut Pondy 1967 dan Walton 1969, konflik muncul dalam bentuk suatu siklus episode. Dalam suatu hubungan, setiap episode terbentuk secara terpisah oleh hasil-hasil dari episode sebelumnya dan pada gilirannya menjadi landasan kerja bagi episode-episode selanjutnya. Pondy 1967 dan Walton 1969 mengemukakannya dalam lima tahap yang menjadi komponen terbentuknya konflik berdasarkan Model Proses Konflik Dyadic Process Model of Dyadic Conflict sebagai berikut dalam Dunnette, 1978: I. Frustrasi Frustration II. Konseptualisasi Conceptualization

III. Reaksi Pihak Lain Interaction IV. Perilaku Behavior

V. Hasil Outcome Episode I

I. Frustrasi Frustration II. Konseptualisasi Conceptualization

III. Reaksi Pihak Lain Interaction IV. Perilaku Behavior

V. Hasil Outcome Episode II

Gambar 1: Model Proses Konflik Dyadic Process Model of Dyadic Conflict Universitas Sumatera Utara 27

1. Frustrasi Frustration

Yaitu konflik muncul sebagai hasil dari persepsi suatu pihak bahwa pihak lainnya menyebabkan frustrasi dalam pemenuhan kepentingannya. Kata ”kepentingan” di sini dimaksudkan sebagai konsep yang lebih spesifik, seperti kebutuhan-kebutuhanan, keinginan-keinginan, objek formal, standar perilaku, promosi, keterbatasan sumber daya ekonomi, norma-norma perilaku dan pengharapan, kepatuhan terhadap peraturan dan perjanjian, nilai-nilai, serta kebutuhan-kebutuhan interpersonal.

2. Konseptualisasi Conceptualization

Yaitu mendefinisikan masalah dari konflik dalam kaitannya dengan kepentingan kedua pihak serta beberapa pemahaman mengenai kemungkinan tindakan alternatif serta akibat-akibatnya. Konseptualisasi ini mempengaruhi perilaku penanganan konflik dan bagaimana peningkatan serta perubahan- perubahan lainnya dalam perilaku bersumber dari perubahan dalam konseptualisasi suatu pihak. Adapun aspek dari konseptualisasi ini adalah: a. Penentuan Masalah Defining the Issue, yaitu melibatkan penilaian kepentingan utama kedua belah pihak, yaitu kepentingan pihak yang mengalami frustrasi beserta persepsinya terhadap kepentingan pihak lainnya yang menampilkan tindakan yang menyebabkan frustrasi. Sebagai contoh, ”Saya menginginkan kenaikan gaji sebesar Rp 500.000,-, namun pihak manajemen hanya ingin memberikan saya gaji sebesar Rp 200.000,-.” Universitas Sumatera Utara 28 b. Alternatif-Alternatif Terbaik Salient Alternatives, yaitu kesadaran akan tindakan-tindakan alternatif serta akibat-akibat yang akan ditimbulkannya, yaitu kemungkinan tindakan alternatif terakhir yang menggambarkan penempatan permasalah dari konflik. Alternatif terbaik ini bersama dengan kemungkinan hasil yang akan dicapai bagi kedua pihak akan menentukan pandangan suatu pihak atas konflik kepentingan antara dirinya dengan pihak lainnya.

3. Perilaku Behavior

Di dalam tahap ketiga ini terdapat tiga komponen utama dari perilaku. Komponen-komponen tersebut yaitu: a. Orientasi Orientation, yaitu tingkat dimana suatu pihak akan memenuhi kepentingannya sendiri dan kepentingan pihak lainnya. Terdapat lima perilaku yang bisa ditempuh menurut Blake dkk. 1964, yaitu: 1. Kompetitif Dominasi Competitive Domination: Yaitu keinginan suatu pihak untuk memenangkan kepentingannya sendiri atas kerugian pihak lainnya, atau dengan kata lainnya mendominasi. Blake dkk. 1964 menyebut hubungan demikian sebagai ”win-lose power struggles.” 2. Akomodatif Berdamai Accomodative Appeasement: Yaitu suatu pihak memuaskan kepentingan pihak yang lain tanpa memuaskan kepentingannya sendiri. Blake dkk. 1964 menyebut hubungan demikian sebagai ”peaceful coexistence.” Universitas Sumatera Utara 29 3. Berbagi Berkompromi Sharing Compromise: Perilaku ini merupakan intermediasi antara mendominasi dan mendamaikan. Perilaku ini adalah pilihan yang moderat tetapi tidak memberikan kepuasan yang sepenuhnya bagi kedua belah pihak. Di sini suatu pihak memberikan sesuatu secara sebagian kepada pihak lainnya dan menyimpan sebagian lainnya. Blake dkk, 1964 menyebut hubungan demikian sebagai ”splitting the difference”, karena suatu pihak mencari suatu hasil yang menjadi hasil tengah yang diinginkan kedua belah pihak. 4. Kolaborasi Integrasi Collaborative Integration: Perilaku ini berusaha memuaskan kepentingan kedua belah pihak secara penuh, yaitu untuk mengintegrasikan kepentingan-kepentingan mereka. Blake dkk. 1964 serta Walton dan McKersie 1965 menyebut hubungan demikian sebagai perilaku ”problem solving.” 5. Menghindar Membiarkan Avoidant Neglect: Perilaku ini merefleksikan ketidakpedulian terhadap kepentingan pihak manapun. Blake dkk. 1964 menggambarkan perilaku ini sebagai contoh penarikan diri, isolasi, ketidakpedulian, tidak mau tahu, atau keyakinan terhadap takdir nasib. b. Sasaran Strategis Strategic Objectives, yaitu penilaian akan kekuatan dan komitmen dari pihak yang lainnya akan mempengaruhi apa yang bisa Universitas Sumatera Utara 30 diharapkan suatu pihak melalui dimensi distributif Donelly, 1971. Dimensi distributif yaitu proporsi kepuasan yang akan diterima kedua pihak. Sebagai contoh, jika suatu pihak menginginkan dominasi tetapi menemui pihak lawan yang kuat, maka ia kemungkinan akan memutuskan untuk berkompromi dalam beberapa hal. Jika suatu pihak mengkonseptualisasikan masalah sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecahkan, maka ia hampir dipastikan akan tetap tidak memiliki keputusan. Jika suatu pihak menginginkan integrasi dan memiliki konseptualisasi masalah yang tidak jelas, maka ia akan mencari solusi integratif, dan demikian seterusnya. c. Perilaku Taktik Tactical Behavior, yaitu terdiri dari Taktik Kompetitif Competitive Tactics dan Taktik Kolaboratif Colaborative Tactics. Taktik Kompetitif ini terbagi ke dalam enam taktik berdasarkan kekuatan yang digunakan menurut French dan Raven 1959: 1. Kekuatan Informasi Information Power: Kekuatan ini digunakan secara kompetitif oleh suatu pihak dengan melengkapi informasi untuk meyakinkan pihak lainnya bahwa alternatif yang dinginkan oleh pihak tersebut adalah yang harus dipilih. 2. Kekuatan Acuan Referent Power: Suatu pihak menggunakan kekuatan ini dengan memanfaatkan ketertarikan pihak lain terhadap pihak tersebut. Universitas Sumatera Utara 31 3. Kekuatan Legitimasi Legitimate Power: Kekuatan ini tergantung pada aturan-aturan yang disepakati atau prinsip-prinsip perilaku yang seharusnya, biasanya terjadi dalam organisasi formal. 4. Kekuatan Ahli Expert Power: Kekuatan ini digunakan ketika suatu pihak menggunakan pengetahuan superior yang bisa membuat pihak lainnya mengikuti pihak tersebut. 5. Kekuatan Paksaan Coercive Power: Kekuatan ini berdasarkan kepada ancaman hukuman, seperti serangan, mogok, sabotase, penarikan diri dari kerjasama, dan lain-lain dari suatu pihak kepada pihak yang lain. 6. Kekuatan Imbalan Reward Power: Kekuatan ini digunakan oleh suatu pihak dengan menjanjikan imbalan-imbalan jika pihak yang lain menyetujui pihaknya. Sedangkan Taktik Kolaboratif atau yang disebut juga taktik ”Pemecahan Masalah” Problem Solving oleh Walton dan McKersie 1965 dirancang untuk meningkatkan hasil bersama dengan mencari alternatif- alternatif yang bisa memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Walten dan McKersie 1965 mengidentifikasikan tiga langkah dalam proses pemecahan masalah ini: 1 Mengidentifikasi kepentingan esensial atau mendasar dari kedua belah pihak; 2 Mencari alternatif-alternatif dan mengidentifikasi konsekuensinya bagi kedua belah pihak; dan 3 Mengidentifikasi alternatif yang paling memuaskan kedua belah pihak. Universitas Sumatera Utara 32

4. Interaksi Interaction

Tahap ke empat dari model proses melibatkan adanya interaksi. Perilaku suatu pihak dipandang sebagai pemicu sederet perilaku dari kedua belah pihak. Dengan menimbang kejadian-kejadian dari sudut pandang suatu pihak, perilaku dari pihak yang lain dipandang mempengaruhi perilaku dari pihak pertama dalam sejumlah cara. Terdapat dua reaksi yang bisa muncul dalam tahap ini terhadap konflik, yaitu: a. Peningkatan Escalation, yaitu peningkatan dalam level konflik. Peningkatan ini dapat meningkatkan jumlah atau ukuran masalah-masalah yang dipertentangkan, meningkatkan permusuhan di antara pihak-pihak, meningkatkan persaingan, meningkatkan usaha pencapaian permintaan atau sasaran secara ekstrim, meningkatkan penggunaan taktik paksaan coercive tactics, dan adanya penurunan kepercayaan trust. b. Penurunan De-Escalation, yaitu penurunan dalam tingkat konflik yang terjadi.

5. Hasil Outcome

Tahap terakhir dari model proses adalah hasil dari episode konflik. Ketika interaksi di antara pihak-pihak berakhir, beberapa hasil telah muncul, baik apakah itu berupa kesepakatan eksplisit atau kesepakatan diam tacit agreement untuk membiarkan masalah tersebut hilang. Sebagai tambahan, Luthans 2005 mengatakan bahwa dalam tahap ini kita memutuskan bagaimana kita akan memberi respon terhadap cara konflik yang Universitas Sumatera Utara 33 telah diatasi hingga pada tahap ini. Sebagai contoh, jika Anda merasa tidak puas dengan respon atasan Anda terhadap rating penilaian Anda, maka Anda mungkin memilih upaya yang lebih jauh lagi, yaitu membiarkannya, atau dengan meningkatkan konflik. II.A.4.b. Dimensi dan Aspek-Aspek Orientasi Perilaku Mengatasi Konflik Interpersonal Dari Model Proses konflik Dyadic di atas, diketahui bahwa orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal didasari dari dimensi antara keinginan individu untuk memenuhi kepentingannya sendiri dengan keinginan individu untuk memenuhi kepentingan individu lainnya. Menurut Blake dkk., 1964 terdapat lima orientasi yang bisa ditempuh individu berikut aspeknya di bawah ini: a. Akomodatif Berdamai Accomodative Appeasement, yaitu memenuhi kepentingan pihak lain tanpa memenuhi kepentingan pihaknya sendiri. b. Berbagi Berkompromi Sharing Compromise, yaitu memenuhi kepentingan kedua pihak secara moderat. c. Kolaborasi Intergrasi Collaborative Integration, yaitu memenuhi kepentingan kedua belah pihak secara penuh. d. Menghindar Membiarkan Avoidant Neglect, yaitu tidak memenuhi kepentingan pihak manapun. e. Kompetitif Mendominasi Competitive Domination, yaitu memenuhi kepentingan pihaknya sendiri tanpa memenuhi kepentingan pihak lain. Universitas Sumatera Utara 34 II.A.5. Sumber-Sumber Penyebab Konflik Interpersonal Ada banyak hal yang menjadi penyebab konflik dan dapat berupa konflik tersembunyi hidden conflicts maupun konflik permukaan surface conflicts. Konflik tersembunyi adalah penyebab konflik yang sulit diidentifikasi dan biasanya bersifat emosional, seperti perasaan sakit, rasa marah, rasa malu, ketidakpercayaan, atau kecemburuan. Sedangkan konflik permukaan adalah penyebab konflik yang lebih mudah untuk dikenali dan ditangani. Berikut ini adalah konflik permukaan yang menjadi sumber penyebab konflik, termasuk konflik interpersonal dalam Luthans, 2005:

a. Kompetisi Terhadap Sumber Daya Competition for Resources

Pada tingkat personal, sumber daya dapat dapat dikenali sebagai sesuatu yang tidak dapat dilihat, seperti perhatian, cinta, pengenalan, penghargaan, bahkan penerimaan. Sebagai contoh, saat kita berkompetisi untuk mendapatkan cinta atau perhatian dari seseorang, konflik dapat muncul dalam bentuk hubungan personal, contohnya yaitu persaingan antar saudara sibling rivalry. Dalam organisasi, sumber daya dikenali sebagai sesuatu yang dapat dilihat, seperti gaji, promosi, dana kantor, ruang kantor, perlengkapan, bahkan anggota. Menurut E.R. Smith Mackie 1995, konflik ini akan muncul pada saat sumber daya tidak mencukupi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan setiap orang atau setiap kelompok. Universitas Sumatera Utara 35

b. Saling Ketergantungan Tugas Task Interdependence

Saling ketergantungan tugas adalah ketergantungan dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang satu dengan yang lainnya untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Saat satu atau lebih individu memandang bahwa seseorang tidak melakukan bagian dari tugasnya, maka konflik dapat muncul. Sebagai contoh, manajer produksi yang memiliki anak buah yang terlalu lama dalam menghasilkan suatu produk membuat akivitas penjualan oleh bagian pemasaran menjadi terkendala, hal ini kemudian dapat menyebabkan konflik di antara manajer produksi dan manajer pemasaran tersebut.

c. Ketidakjelasan Peraturan Jurisdictional Ambiguity