Reklamasi lahan bekas tambang pasir besi dengan aplikasi bahan organik in situ serta penambahan bahan humat dan kapur pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea l), studi kasus PT. Aneka Tambang, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah

(1)

REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR BESI DENGAN

APLIKASI BAHAN ORGANIK IN SITU SERTA PENAMBAHAN

BAHAN HUMAT DAN KAPUR PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L), STUDI KASUS PT. ANEKA TAMBANG, KECAMATAN KUTOARJO, KABUPATEN PURWOREJO, JAWA

TENGAH

ULI KASIH THERESIA SIAGIAN A14061231

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SUMMARY

ULI KASIH THERESIA SIAGIAN. TheReclamation of Iron Sand Post Mining Area by Application of In situ Organic Matter and the Application of Humic Material and Lime for Cultivation of Peanut (Arachis hypogaea L), A Case Study of PT. Aneka Tambang, Kutoarjo, Purworejo, Central Java. Under Supervision of

DYAH TJAHYANDARI SURYANINGTYAS and BASUKI SUMAWINATA.

Mining activity is an effort that cannot be separated from the modern civilization. The activity of iron sand mining made that area degraded in soil physical and chemical properties. The research was conducted in iron sand post mining area of PT. Aneka Tambang (ANTAM), at Patutrejo, Grabag Village, Kutoarjo, Central Java from March 2010 until July 2010.

Reclamation efforts had been conducted by PT. ANTAM by giving compost to the soil and then planting perenial plants namely Ketapang tree. That compost was imported from others area. This became an obstacle because compost in the surrounding area was very limited. Therefore using organic matter

in situ, was a simple and easy way. In situ biomass production needed to be developed to improve soil fertility of iron sand post mining area. Therefore, it was needed plants that were tolerant to soil physical properties in ex-mining area, as well as producing organic matter in situ. The plant that have been used often as organic matter source in situ was legume crops. Legume crops can produce more organic matter, high in nutrient uptake and have nodules that can fixed nitrogen from atmosphere. Legume crop that was used in this research was peanut (Arachis hypogaea L). Planting peanut in iron sand mining area may improve soil properties through nitrogen (N2) fixation.

This research was aimed to reclaim iron sand post mining area through the planting of peanuts which can produce soil organic matter in situ, and studied the influence of humic material and lime on post mining area and its effect on the growth, the biomass and the production of peanut.

In this research there were eight treatments namely H0K0, H1K0, H2K0, H3K0, H0K1, H1K1, H2K1, and H3K1. The doses of humic material were H0: 0 l/ha, H1: 7,5 l/ha, H2: 15 l/ha and H3: 22,5 l/ha, and lime material were K0: 0 kg/ha and K1: 500 kg/ha.

The results showed that humic material combined with lime could stimulate the plants growth and increased the biomass. The best result of biomass production was found in the treatment of humic matter in combination with lime namely H3K1 which reached 94 kg/75 m2 and for treatment of humic matter without lime was H2K0 which reached 64,5 kg/75 m2. The best seed production were found in H0K1= 8,5 kg/75 m2 and H2K0 = 4,6 kg/75 m2.


(3)

RINGKASAN

ULI KASIH THERESIA SIAGIAN. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi dengan Aplikasi Bahan Organik In situ serta Penambahan Bahan Humat dan Kapur pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L), Studi Kasus PT. Aneka Tambang (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan DYAH TJAHYANDARI SURYANINGTYAS

dan BASUKI SUMAWINATA.

Penambangan merupakan kegiatan usaha yang tidak lepas dari peradaban dunia modern. Penambangan pasir besi menjadikan daerah tersebut menjadi lahan kritis secara fisik dan kimia. Lahan tersebut relatif sulit untuk direklamasi karena kondisi pada lahan pasca tambang ketersediaan unsur-unsur hara tanah rendah, tanah porous, suhu permukaan tinggi, air tersedia terbatas dan tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dilaksanakan di lahan bekas tambang pasir besi PT. Aneka Tambang (ANTAM) Desa Patutrejo, Kecamatan Grabag, Kutoarjo, Jawa Tengah pada bulan Maret sampai Juli 2010.

Upaya reklamasi yang telah dilakukan oleh PT.ANTAM dengan menanami lahan bekas tambang dengan tanaman ketapang dan dengan pengadaan kompos yang berumber dari luar area. Hal ini menjadi kendala tersendiri karena jumlah kompos sangat terbatas. Oleh sebab itu penggunaan bahan organik secara

in situ, sederhana dan murah perlu dikembangkan untuk meningkatkan kesuburan

tanah bekas tambang. Untuk itu diperlukan tanaman yang toleran terhadap keadaan fisik tanah di lahan bekas tambang, serta menghasilkan bahan organik secara in situ dan menghasilkan biomassa. Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai sumber bahan organik in situ adalah tanaman Legum. Tanaman legum dapat menghasilkan bahan organik lebih banyak, daya serap haranya lebih besar dan mempunyai bintil akar yang membantu mengikat nitrogen dari udara. Jenis tanaman legum yang digunakan dalam penelitian ini ialah kacang tanah (Arachis hypogaea L). Dengan penanaman kacang tanah pada lahan bekas tambang ini diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia lahan tersebut melalui penambatan nitrogen (N2).

Penelitian ini bertujuan untuk mereklamasi lahan bekas tambang pasir besi melalui penanaman kacang tanah yang dapat menghasilkan bahan organik tanah secara in situ, serta mempelajari pengaruh bahan humat dan kapur pada lahan bekas tambang terhadap pengaruhnya pada pertumbuhan, biomassa dan produksi tanaman kacang tanah.

Dalam penelitian ini terdapat 8 perlakuan antara lain H0K0, H1K0, H2K0, H3K0, H0K1, H1K1, H2K1 dan H3K1. Pemberian bahan humat terdiri dari H0 0 l/ha, H1 7,5 l/ha, H2 15 l/ha, dan H3 22,5 l/ha, dan kapur K0 0 kg/ha dan K1 500 kg/ha.

Hasil penelitian menunjukan perlakuan bahan humat dengan kapur dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan biomassa tanaman kacang tanah. Didapatkan hasil biomassa terbaik pada perlakuan bahan humat dengan kapur ialah H3K1 yaitu sebesar 94 kg/75m2 dan untuk perlakuan bahan humat tanpa kapur ialah H2K0 yaitu sebesar 64,5 kg/75m2. Produksi polong kacang tanah terbaik pada perlakuan H0K1 yaitu sebesar 8,5 kg/75m2 dan H2K0 yaitu sebesar 4,6 kg/75m2.


(4)

REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR BESI DENGAN APLIKASI BAHAN ORGANIK IN SITU SERTA PENAMBAHAN BAHAN HUMAT DAN KAPUR PADA TANAMAN KACANG TANAH

(Arachis hypogaea L), STUDI KASUS PT. ANEKA TAMBANG, KECAMATAN KUTOARJO, KABUPATEN PURWOREJO, JAWA

TENGAH

ULI KASIH THERESIA SIAGIAN A14061231

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Reklamasi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi dengan Aplikasi Bahan Organik In situ serta Penambahan Bahan Humat dan Kapur pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L), Studi Kasus PT. Aneka Tambang, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah Nama Mahasiswa : Uli Kasih Theresia Siagian

NRP : A14061231

Disetujui :

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus :

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dyah Tjahyandari Suryaningtyas 19660622 199103 2 001

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr 19570610 198103 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Makassar pada tanggal 12 April 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan ayah Poltak Suadiman Franky Siagian dan ibu Sri Benni Waty Simangunsong.

Penulis memulai pendidikannya di SD Angkasa I Bogor pada tahun 1994-2000, kemudian pada tahun 2003 menyelesaikan studi di SMP Negeri 6 Bogor. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK/USMI. Kemudian tahun pertama di IPB, penulis menjalani Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2007, penulis di terima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif bergabung dalam berbagai kegiatan, salah satunya organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah sebagai staf divisi Media Siaran periode 2008/2009 dan menjadi beberapa panitia kemahasiswaan antara lain Lokakarya Nasional

“Pemanfaatan Steel Slag untuk Pertanian” pada tahun 2010, Seminar Nasional

Soil and Mining” (tahun 2008), Seminar dan Lokakarya Nasional “Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan

Energi” (tahun 2008). Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Agrogeologi pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2008/2009, Asisten Pengantar Ilmu Tanah pada tahun ajaran 2009/2010, dan Asisten Praktikum Geomorfologi dan Analisis Lanskap pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis memiliki prestasi sebagai juara II Soil Judging Contest yang diselenggarakan oleh HITI di Yogyakarta pada tahun 2009 dan juara III Soil Judging Contest yang diselenggarakan oleh HITI di Palembang pada tahun 2008.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Reklamasi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi dengan Aplikasi Bahan Organik In situ serta Penambahan Bahan Humat dan Kapur pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L), Studi Kasus PT. Aneka Tambang, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa

Tengah” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari Suryaningtyas selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, serta dukungan dalam penelitian selama masa penelitian maupun penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan, ide, pengarahan, saran serta dukungan dana dan bahan humat selama masa penelitian maupun penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M. Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi, serta dukungan dana selama masa penelitian.

4. Ajang Christianto, Patra Eland dan Manda selaku rekan kerja penelitian yang saling membantu dan bekerja sama selama penelitian berlangsung.

5. Kak Icha, Kak Meiyu, Kak Ninda, dan Kak Lili dalam bantuan pengolahan data maupun dukungan dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

viii

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar skripsi ini menjadi sempurna dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) ... 4

2.1.1Morfologi Kacang Tanah ... 6

2.1.2Daya Adaptasi Kacang Tanah ... 7

2.2 Bahan Humat ... 8

2.3 Kapur ... 10

III. METODE PENELITIAN ... 12

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 12

3.3 Metode Penelitian ... 13

3.3.1Persiapan Lahan Tanam ... 13

3.3.2Penanaman serta Pengaplikasian Pupuk dan Humat ... 14

3.3.3Perawatan dan Pengamatan ... 15

3.4 Panen ... 16

3.5 Analisis Kimia ... 16

3.6 Analisis Data ... 16

IV. KONDISI UMUM ... 17

4.1 Geologi Wilayah ... 17

4.2 Litologi Wilayah ... 17

4.3 Hidrologi Wilayah ... 18

4.4 Penggunaan Lahan ... 19

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1 Karakteristik Tanah Awal ... 20


(10)

x

5.2.1Kadar Air dan Suhu Tanah ... 20

5.2.2Kemasaman Tanah (pH) dan Daya Hantar Listrik (Ec) Tanah ... 21

5.2.3N-total dan C-organik Tanah ... 22

5.2.4Basa-basa dan Unsur Mikro Tanah ... 22

5.2.5Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ... 24

5.2.6P-tersedia ... 25

5.3 Pertumbuhan Kacang Tanah ... 26

5.4 Biomassa Tanaman Kacang Tanah ... 29

5.5 Produksi Kacang Tanah ... 30

5.6 Hama dan Penyakit ... 33

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1 Kesimpulan ... 38

6.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1. Parameter Analisis Kimia ... 16

Tabel 2. Kadar Air Tanah ... 21

Tabel 3. Hasil Pengukuran pH dan Ec ... 21

Tabel 4. Hasil Analisis N-total dan C-organik Tanah... 22

Tabel 5. Hasil Analisis Basa-basa dan Unsur Mikro Fe ... 24


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

Gambar 1. Bahan Galian Pasir Besi Hasil Penambangan (run of mine) ... 5

Gambar 2. Alat Pemisah Magnetik (magnetic separator) ... 5

Gambar 3. Penampungan Konsentrat Bijih Besi ... 5

Gambar 4. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993; Stevenson, 1982) dengan Modifikasi ... 10

Gambar 5. Lahan pada Bekas Tambang ... 13

Gambar 6.Bedeng Kacang Tanah ... 14

Gambar 7. Bedeng yang Telah Diberi Jerami ... 15

Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kacang Tanah (Non Kapur) ... 27

Gambar 9. Grafik Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah (Non Kapur) ... 28

Gambar 10. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kacang Tanah (Kapur) ... 28

Gambar 11. Grafik Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah (Kapur) ... 29

Gambar 12. Biomassa Tanaman Kacang Tanah ... 30

Gambar 13. Bobot Basah Polong Kacang Tanah ... 31

Gambar 14. Bobot Kering Polong Kacang Tanah ... 32

Gambar 15. Bobot Bernas Biji Kacang Tanah ... 33

Gambar 16. Ulat Tanah (Agrotis Ipsilon) ... 34

Gambar 17. Sikadelida Kacang (Empoasca sp.) ... 35

Gambar 18. Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada Kacang Tanah ... 35

Gambar 19. Virus Bercak Daun (leafspot disease) ... 36


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Pelanduk ... 42

Lampiran 2. Gambar Petak Perlakuan Penelitian ... 43

Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Grabag ... 44

Lampiran 4. Peta Lokasi Tambang Pasir Besi ... 45

Lampiran 5. Analisis Tanah Awal ... 46

Lampiran 6. Analisis Kimia Tanah Setelah Perlakuan ... 47

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Tinggi dan Jumlah Daun Tanaman ... 48

Lampiran 8. Biomassa... 56

Lampiran 9. Bobot Produksi Kacang Tanah ... 56

Lampiran 10. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ... 57

Lampiran 11. Produksi Kacang Tanah dan Kacang Kedele Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2009 ... 58


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan penambangan merupakan kegiatan usaha yang tidak lepas dari peradaban dunia modern. Tidak dapat dipungkiri kehidupan peradaban modern menggunakan barang konsumsi yang berasal dari hasil penambangan, seperti alat transportasi, peralatan makan, dll. Salah satu perusahaan yang melakukan kegiatan eksploitasi terhadap endapan pasir besi ialah PT. Aneka Tambang (ANTAM). PT. ANTAM telah melakukan penambangan sejak tahun 1960-1972 di sepanjang pantai selatan wilayah Kabupaten Cilacap salah satunya di Desa Patutrejo, Kecamatan Grabag (Bronto, 2007).

Penambangan pasir besi PT. ANTAM di daerah Kutoarjo, telah menciptakan lahan-lahan kritis. Perubahan bentang alam yang awalnya merupakan lahan sawah menjadi hamparan pasir yang berbukit, menyebabkan lapisan atas tanah tercampur. Lahan tersebut relatif sulit untuk direklamasi karena kondisi pada lahan pasca tambang miskin bahan organik, kering kerontang, suhu permukaan tanah pada siang hari mencapai 78°C, gersang dan tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman. Secara fisik, tanah di lokasi bekas tambang pasir besi ini didominasi oleh tekstur pasir. Kondisi ini menyebabkan tanah menjadi sangat porous, dan kemampuannya dalam menyimpan air dan menyediakan unsur-unsur hara untuk kebutuhan tanaman sangat rendah. Dengan demikian, lahan bekas tambang pasir besi merupakan lahan yang sangat tidak subur.

Pengambilan pasir besi pada lahan tambang menggunakan alat pemisah magnetik (magnetic separator), alat ini memisahkan bijih besi dari pasir yang ditambang (Herman, 2005). Pasir yang telah dipisahkan tersebut dikembalikan ke lahan penambangan. Kegiatan penambangan tersebut membuat tercampurnya lapisan top soil dan membuat lahan tersebut sulit untuk ditanami.

Untuk mengatasi berbagai dampak dari proses penambangan, maka salah satu tahapan penting dari suatu operasi penambangan adalah melakuka n reklamasi pada lahan tambang. Namun pada kenyataannya, melakukan reklamasi pada lahan bekas tambang tidak semudah melakukan proses


(15)

2

penambangannya sendiri. Berbagai kendala sering menghambat keberhasilan usaha reklamasi lahan bekas tambang, seperti kondisi iklim mikro yang belum sesuai, kekurangan air untuk penyiraman dan kesulitan mendapatkan bahan-bahan amelioran, khususnya bahan-bahan organik. Oleh sebab itu penelitian-penelitian yang terkait dengan metoda reklamasi yang mudah dan murah perlu diintensifkan untuk membantu mengatasi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan.

Saat ini PT. Antam telah menanami lahan bekas tambang dengan tanaman ketapang sesuai dengan tujuan pariwisata yang direncanakan. Berbagai upaya telah dicoba untuk mereklamasi lahan bekas-bekas tambang, seperti pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai bahan utama kompos, pemberian bahan humat dan penggunaan berbagai pupuk kaya unsur hara. Berdasarkan informasi PT.ANTAM, reklamasi dengan cara ini memerlukan biaya yang sangat besar dan pemberian kompos yang bersumber secara ex situ menjadi kendala tersendiri karena jumlahnya yang sangat terbatas. Oleh sebab itu pengadaan bahan organik secara

in situ, sederhana dan murah perlu dikembangkan untuk memperbaiki kualitas kesuburan lahan-lahan bekas tambang.

Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini mempelajari penanaman dengan tanaman pertanian yang dapat menghasilkan bahan organik serta biomassa setempat (in situ). Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai sumber bahan organik in situ adalah familia Leguminoceae atau kacang-kacangan dan jenis rumput-rumputan (rumput gajah). Jenis tersebut dapat menghasilkan bahan organik lebih banyak, daya serap haranya lebih besar dan mempunyai bintil akar yang membantu mengikat nitrogen dari udara. Jenis tanaman legum yang digunakan dalam penelitian ini ialah kacang tanah (Arachis hypogaea L). Dengan penanaman kacang tanah pada lahan bekas tambang, diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia lahan melalui penambatan nitrogen (N2) serta menghasilkan biomassa.

Adapun bahan amelioran yang diberikan pada penanaman kacang tanah di lahan bekas tambang ini ialah bahan humat dan kapur. Bahan humat secara tidak langsung, diketahui memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi


(16)

3

fisik, kimia dan biologi dalam tanah. Secara langsung, bahan-bahan humat telah dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya (Tan, 1991). Kapur diberikan agar dapat meningkatkan respon tanaman atau tanah terhadap pemupukan, menekan kelarutan Al, Fe, Mn, menaikan ketersediaan beberapa unsur tanah, meningkatkan KTK tanah (Leiwakabessy et al., 2003).

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mereklamasi lahan bekas tambang pasir besi dengan menghasilkan bahan organik tanah secara in situ dengan tanaman pertanian penanaman kacang tanah.

2. Mempelajari pengaruh bahan humat dan kapur pada lahan bekas tambang terhadap pengaruhnya pada pertumbuhan, biomassa dan produksi tanaman kacang tanah.


(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Proses penambangan, khususnya yang dilakukan dengan metoda penambangan terbuka, akan memberikan dampak secara langsung terhadap kerusakan lahan dan menurunnya jumlah dan kualitas biota yang berada dalam sistem lahan tersebut. Dampak tersebut terjadi karena penambangan terbuka mengakibatkan berbagai perubahan yang signifikan di sekitar lokasi tambang, seperti hilangnya vegetasi penutup, kerusakan tubuh tanah, serta perubahan topografi dan pola hidrologi.

Dampak yang ditimbulkan oleh proses penambangan tidak hanya terjadi di lokasi tambang tetapi juga lingkungan di sekitarnya, sehingga dampaknya menjadi lebih luas. Perubahan terhadap ekosistem dapat terjadi juga pada lahan di luar tempat penambangan. Bentuk pemulihan suatu ekosistem dengan reklamasi ialah dilakukan pada kondisi habitat yang terganggu termasuk tutupan vegetasi beserta peranan fungsi jasa ekologisnya. Tindakan ini diawali dengan cara melakukan identifikasi terhadap kendala-kendala utamanya (tanah, air dan hara mineral) guna menentukan jenis introduksi yang akan dikembangkan.

Herman (2005) menjelaskan adapun tahapan penambangan pasir besi antara lain pertama bahan galian pasir besi hasil penambangan (run of mine) dipersiapkan untuk dikirim ke pemisah magnetic (magnetic separator) (Gambar 1), kemudian pasir besi tersebut dipisahkan oleh alat pemisah magnetik (magnetic separator) bersusunan drum magnet berkekuatan 1.200, 1.000 dan 500 Gause berkapasitas 53,0 ton bahan galian/hari (Gambar 2) dan setelah itu ditampungan konsentrat bijih besi setelah diolah oleh alat pemisah magnetik (Gambar 3).

2.1 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L)

Varietas kacang tanah (Arachis hypogaea L) yang digunakan pada penelitian ini adalah Pelanduk dan mempunyai karakter spesifik pada Lampiran 1.

Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan kacang tanah (Arachis Hypogaea, L.) merupakan famili Leguminoceae sub-famili Papilionoideae, genus Arachis dan spesies Arachis hypogaea. Kacang tanah juga merupakan tanaman legum.


(18)

5

Gambar 1. Bahan Galian Pasir Besi Hasil Penambangan (run of mine) Sumber : (Herman, 2005)

Gambar 2. Alat Pemisah Magnetik (magnetic separator) Sumber : (Herman, 2005)

Gambar 3. Penampungan Konsentrat Bijih Besi Sumber : (Herman, 2005)


(19)

6

Terdapat dua tipe pertumbuhan kacang tanah, yaitu tipe menjalar (runner type) dan tipe tegak (bunch type). Cabang-cabang kacang tanah tipe tegak ini pada umumnya lurus atau sedikit miring ke atas. Orang lebih menyukai kacang tanah tipe tegak, sebab umurnya lebih genjah (kira-kira 100 – 120 hari), pemungutan hasilnya pun mudah dilakukan. Karena buah kacang tanah tipe tegak ini hanya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, maka buah kacang (polong) ini dapat masak secara serempak. Sedangkan cabang kacang tanah tipe menjalar ini bertumbuh ke samping. Hanya bagian ujung cabangnya mengarah ke atas. Batang utama dari kacang tanah bertipe menjalar ini lebih panjang daripada batang utama dari kacang tanah yang bertipe tegak. Umur kacang tanah tipe ini berkisar antara 5-6 bulan. Setiap ruas kacang tanah yang berdekatan pada tanah menghasilkan buah. Oleh karena itu buah-buahnya tidak bisa masak secara serempak (Aksi Agraris Kanisius, 1989).

2.1.1 Morfologi Kacang Tanah

Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap, daunnya terdiri atas empat anak daun dengan tangkai daun agak panjang. Helaian anak daun ini berfungsi untuk mendapatkan cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Daun mulai gugur pada akhir masa pertumbuhan setelah tua yang dimulai dari bagian bawah. Selain berhubungan dengan umur, gugur daun ada hubungannya dengan faktor penyakit (Marzuki, 2009).

Batang tanaman kacang tanah tidak berkayu dan berbulu halus, ada yang tumbuh menjalar dan ada yang tegak. Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm, namun ada yang mencapai 80 cm. Tanaman yang bertipe menjalar tumbuh ke segala arah dan dapat mencapai garis tengah 150 cm. Bagian bawah batang merupakan tempat menempelnya perakaran tanaman. Batang di atas permukaan tanah berfungsi sebagai tempat pijakan cabang primer, yang masing-masing dapat membentuk cabang sekunder. Tanaman tipe tegak membentuk percabangan antara 3 – 6, sedangkan tipe menjalar dapat membentuk 10 cabang primer. Pada cabang primer terbentuk cabang sekunder dan kemudian tumbuh cabang tersier. Batang dan cabang kacang tanah berbentuk bulat, bagian atas batang ada yang berbentuk agak persegi, sedikit berbulu dan berwarna hijau (Pitojo, 2005).

Kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4 – 5 minggu. Bunga keluar pada ketiak daun. Bentuk bunga kacang tanah ini berukurab kecil,


(20)

7

berwarna kuning dan berbentuk kupu-kupu (papilionaceus) dan bertangkai panjang berwarna putih. Tangkai ini sebenarnya bukan tangkai bunga melainkan tabung kelopak. Umumnya umur bunga ini hanya selama satu hari, mekar di pagi hari dan layu pada sore hari. Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiri, penyerbukan ini terjadi menjelang pagi sewaktu bunga masih kuncup.

Buah kacang tanah berada di dalam tanah, setelah terjadi pembuahan bakal buah tumbuh memanjang dan akan menjadi tangkai polong. Mula-mula, ujung ginofora yang runcing mengarah ke atas dan kemudian tumbuh mengarah ke bawah masuk kedalam tanah. Setiap polong kacang tanah umumnya berisi 2 – 3 atau 1 – 4 biji tergantung pada varietas kacang tanah yang dibudidayakan.

Biji kacang tanah memiliki warna yang bermacam-macam tergantung pada jenis varietas yang digunakan. Varietas gajah, macan, banteng dan kelinci berwarna merah muda, varietas kidang berwarna merah tua, varietas rusa berwarba ungu, varietas anoa berwarna merah jambu, varietas tapir berwarna rose, varietas pelanduk berwarna merah, dan varietas tupai berwarna merah.

2.1.2 Daya Adaptasi Kacang Tanah

Kacang tanah (Arachis hypogaea) dapat tumbuh pada lahan dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut (dpl). Kacang tanah dapat hidup dengan baik pada tanah yang gembur, ringan, berdrainase baik serta mengandung cukup unsur hara makro dan mikro. Kondisi tanah yang gembur memberikan keuntungan dalam perkecambahan biji, kuncup buah (ginofora) menembus tanah dan pembentukan polong yang baik.

Jenis-jenis tanah dengan tekstur lempung berpasir (sandy loam) hingga pasir berlempung (loamy sand) merupakan tanah-tanah yang terbaik. Di samping itu tanah-tanah yang bersangkutan pun harus mengandung banyak kapur serta mempunyai pH antara netral hingga basa lemah. Kacang tanah membutuhkan iklim panas yang lengas, dan tidak banyak hujan. Di daerah dengan tidak ada hujan usaha pengairan untuk beberapa jam sehari harus dijalankan, asal saja air tidak ditinggalkan tetapi dilepaskan. Khusus dalam waktu tumbuh, kacang tanah membutuhkan banyak air, akan tetapi pada saat tanaman memasuki masa panen kebutuhan air untuk kacang tanah akan lebih sedikit. Apabila tanaman kacang


(21)

8

tanah sedang mematangkan buah kacangnya di dalam tanah dengan kelembaban yang tinggi maka maka kwalitasnya akan menurun (Wirjodiharjo dan Tan, 1963).

Tingkat kesuburan tanah dicerminkan oleh kandungan dan kecukupan unsur hara dalam tanah. Tanah dan lingkungan yang ideal untuk penanaman kacang tanah adalah tanah yang cukup mengandung unsur hara makro dan mikro.

AAK (1989), mengatakan bahwa kacang tanah menghendaki keadaan iklim yang panas tetapi sedikit lembab: rata-rata 65-75%, dan curah hujan tidak terlalu tinggi, yakni sekitar 800 – 1300 mm/tahun, dan musim kering rata-rata sekitar 4 bulan/tahun.

Suprapto (1993), menjelaskan bahwa kacang tanah memerlukan kondisi lingkungan tanah yang lebih lembab dan kondisi ini diperlukan sejak saat tanam hingga masa dua minggu sebelum panen. Pada fase tanaman perkecambahan, pembungaan dan pengisian polong air sangat diperlukan. Pada fase ini jika tidak ada hujan, air irigasi sangat diperlukan. Air irigasi lebih baik digunakan pada fase pembungaan agar tidak mengganggu persarian. Pada masa pemasakan polong pun jika curah hujan tinggi akan menyebabkan polong akan pecah dan biji akan berkecambah di dalam tanah. Untuk itu dua minggu menjelang panen, tanah tidak perlu lagi diairi agar kadar air dalam biji cepat menurun.

2.2 Bahan Humat

Stevenson (1982) mendefinisikan bahan organik tanah sebagai total komponen organik dalam tanah yang meliputi jaringan hewan dan tanaman yang tidak membusuk, hasil dekomposisi (residu organik) dan biomassa tanah. Menurut Broadbent (1957), bahan organik adalah semua fraksi bukan mineral yang diketemukan sebagai komponen penyusun tanah. Bhan organik merupakan timbunan sisa tanaman dan binatang yang sebagian atau seluruhnya telah mengalami dekomposisi oleh jasad mikro tanah. Tan (1993) mendefinisikan bahwa senyawa humat merupakan bahan terhumifikasi dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah.

Istilah senyawa asam humat berasal dari Berzellius (1830 dalam Tan, 1993), yang menggolongkan fraksi humat tanah ke dalam (1) asam humat, yakni


(22)

9

fraksi yang larut dalam basa, (2) asam krenik dan aprokrenik, yakni fraksi yang larut dalam air; dan (3) humin, yakni bagian yang tidak dapat larut dan lembam (inert). Kini senyawa-senyawa humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terpolidispersi yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi.

Secara tidak langsung, bahan humat dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung, bahan-bahan humat telah dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan tanah dan memainkan peranan penting khususnya dalam translokasi atau mobilisasi liat, aluminium, dan besi, yang menghasilkan perkembangan horizon spodik dan horizon argilik (Tan, 1993).

Menurut Tan (1993), asam humat biasanya kaya akan karbon, yang berkisar antara 41 dan 57%. Asam humat juga dalam hal kadar oksigen yang lebih tinggi, dan kadar hidrogen dan nitrogen yang lebih rendah. Kadar oksigen asam humat adalah 33-46%. Kadar nitrogen dalam asam humat adalah 2-5%.

Salah satu karakteristik yang paling khas dari senyawa humat adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan organik, termasuk zat pencemar lainnya. Sejumlah senyawa organik dalam tanah mampu mengikat ion-ion logam yang berlebih, sehingga jumlahnya semakin sedikit dalam larutan tanah sebagaimana dibutuhkan tanaman (Schnitzer dan Khan, 1978).

Pemisahan senyawa humat dari bahan asalnya didasarkan atas kelarutannya dalam alkali dan asam. Diagram alur untuk pemisahan senyawa-senyawa humat ke dalam fraksi-fraksi humat yang berbeda dapat terlihat pada Gambar 4.

Adapun manfaat lain bahan humat antara lain meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). Peningkatan tersebut menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara atau nutrisi. Bahan humat membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindingi unsur tersebut dari pencucian oleh air


(23)

10

hujan. Unsur N, P, dan K diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga dapat dipertahankan dan sewaktu-waktu dapat diserap oleh tanaman. Sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia.

Gambar 4. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993; Stevenson, 1982) dengan Modifikasi

2.3 Kapur

Adapun guna pengapuran menurut Hardjowigeno (2010), menaikkan pH tanah, menambah unsur-unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan unsur-unsur P dan Mo, mengurangi keracunan Fe, Mn, Al dan memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil-bintil akar.

Pengapuran dapat menambah ketersediaan unsur hara, menghilangkan senyawa-senyawa yang beracun, meningkatkan aktivitas jasad renik di dalam tanah, dan memperbaiki sifat fisik tanah. Selain itu, kapur juga merupakan sumber unsur Ca yang sangat diperlukan tanaman dan fungsi ini tidak dapat digantikan dengan unsur lain (Tim Studi Kapur, 1987).

Bahan Organik Tanah

Bahan Humat (Larut)

Bahan Bukan Humat (Tidak larut) Asam Fulvat (larut) Asam Humat (tidak larut) Humin (tidak larut) Asam fulvat (larut) Humus β (tidak larut) Asam humat (tidak larut) Asam Himatomelanat (larut) dengan alkali dengan asam dengan alkali

disesuaikan ke pH 4.8 dengan alkohol

Humat coklat (larut)

Humat kelabu (tidak larut)


(24)

11

Menurut Hardjowigeno (2010), terdapat beberapa jenis bahan pengapuran yaitu kapur kalsit (CaCO3), kapur dolomit [CaMg(CO3)2], dan kapur bakar (CaO). Adapun faktor yang menentukan kebutuhan kapur antara lain pH tanah, tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis tanaman.

Pengapuran pada umumnya dilakukan untuk mengatasi kemasaman tanah. Dua kation yang paling sesuai untuk mengatasi kemasaman tersebut adalah kalsium dan magnesium yang biasanya dalam bentuk kalsit dan dolomit. Selain meningkatkan pH tanah, pemberian kapur juga untuk menambah unsur hara lain selain Ca dan Mg dari bahan tersebut. Pengapuran juga dapat meningkatkan ketersediaan fosfor dan molibdenum (Tisdale dan Nelson, 1964).

Pengaruh kalsium dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, membuat kondisi yang baik bagi nitrifikasi dan oksidasi sulfur dan memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan serta berfungsinya bakteri pengikat nitrogen. Pemberian kalsium yang tinggi dapat menurunkan serapan Mg atau K oleh tanaman jika tanah itu mengandung K dan Mg yang rendah (Millar et al., 1958). Suplai Ca ke dalam tanah yang kurang mengakibatkan K, Mg dan Na cenderung untuk mengambil tempat dalam tanaman (Bear, 1963).

Pengapuran merupakan suatu cara yang baik untuk menyediakan unsur hara kalsium dan magnesium serta mengoreksi kemasaman tanah. Kebutuhan unsur hara kalsium untuk kacang tanah adalah besar, terutama untuk pembentukan polong (Anonim, 1977).


(25)

III.

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Juli 2010. Sedangkan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Laboratorium Fisika dan Konservasi Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB, serta Balai Penelitian Tanah Bogor.

Kabupaten Purworejo, secara geografis terletak pada posisi koordinat

109°47’28” - 110°08’20” Bujur Timur dan 7°32’00” - 7°54’00” Lintang Selatan. Secara administrasi Kabupaten Purworejo termasuk ke dalam Provinsi Jawa Tengah dan dikelilingi oleh sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Magelang.

 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY.

 Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan antara lain benih tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L) varietas pelanduk, asam humat, kapur (dolomit), pupuk dasar urea, pupuk KCl, SP-18, pestisida, insektisida dan furadan. Peralatan lapangan yang digunakan ialah sprayer, pompa air, paralon, timbangan, ember, karung, cangkul, bambu, dan thermometer. Untuk analisis laboratorium fisik-kimia alat dan bahan yang digunakan disesuaikan dengan jenis analisis yang dilakukan.


(26)

13

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian dalam skripsi ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, penelitian lapang, dan analisis laboratorium. Tahap persiapan penelitian dimulai dengan persiapan studi pustaka dan literatur mengenai data-data dan hal-hal yang terkait dengan penelitian.

3.3.1 Persiapan Lahan Tanam

Penelitian di lapang dimulai dengan survey lahan dan persiapan lahan, kemudian dilakukan pembagian bedeng dengan secara acak, adapun model pembagian bedeng dengan ulangan 3 kali dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kemudian pembagian lahan sesuai dengan yang akan ditanami yaitu sebesar 600 m2 dengan ukuran tiap petak sebesar 5 x 5 m. Pengukuran luas lahan berguna untuk mengetahui berapa jumlah benih yang dibutuhkan dengan jarak tanam yang telah ditetapkan.

Sebelum ditanami dan dibuat bedeng, lahan percobaan terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa vegetasi dan gulma (Gambar 5). Kemudian pengelolaan tanah dilakukan dengan pembuatan bedeng setinggi 20 cm (Gambar 6). Pembuatan bedeng ini perlu dilakukan pengaturan drainase yang baik, karena drainase yang baik dapat berfungsi ganda yakni di samping berguna sebagai sarana untuk mengairi tanaman juga bisa mengamankan lapisan tanah atas (topsoil).


(27)

14

Gambar 6.Bedeng Kacang Tanah

3.3.2 Penanaman serta Pengaplikasian Pupuk dan Humat

Lahan yang telah dibuat bedeng, kemudian mulai dilakukan pencangkulan guna untuk menggemburkan tanah. Penanaman kacang tanah dilakukan dengan jarak tanam 30x30 cm. Kedalaman setiap lubang antara 3 – 5 cm. Setiap lubang tanam yang telah dibuat, dimasukan 2 biji kacang tanah, kemudian lubang ditutup dengan tanah secukupnya.

Pupuk dasar yang diberikan antara lain urea yaitu 6 kg/600 m2 dengan 3x pemupukan yaitu saat tanam dengan dosis 2 kg/600 m2, 21 HST dengan dosis 2 kg/600 m2 dan 35 HST dengan dosis 2 kg/600 m2. Pupuk SP-18 diberikan pada saat tanam dengan dosis 9 kg/600 m2. Pupuk KCL 6 kg/600 m2 diberikan dengan 2x pemupukan yaitu saat tanam dengan dosis 3 kg/600 m2dan 21 HST dengan dosis 3 kg/600 m2. Dosis pengapuran yang diberikan ialah 30 kg/600 m2 dan dosis pemberian bahan humat antara lain H0 0 l/ha, H1 7,5 l/ha, H2 15 l/ha, dan H3 22,5 l/ha.

Setelah penanaman benih kacang tanah telah selesai, kemudian bedeng tersebut diberikan jerami agar suhu tanah yang hingga mencapai 72°C tidak membuat benih kacang tanah menjadi rusak, dan dapat berkecambah dengan baik (Gambar 7).


(28)

15

Gambar 7. Bedeng yang Telah Diberi Jerami

3.3.3 Perawatan dan Pengamatan

Perawatan lahan penelitian dilakukan pembersihan gulma dari bedeng penanaman. Banyak sekali rumput-rumput liar yang tumbuh pada bedeng penelitian, dan apabila rumput-rumput liar ini tidak dibersihkan maka akan memperlambat proses pertumbuhan kacang tanah dan terjadi persaingan dalam pengambilan unsur hara oleh tanaman. Pemeliharaan jalur irigasi dilakukan dengan memperdalam saluran, apabila hujan datang, air tidak menggenangi petak penanaman.

Perlakuan pemberian bahan humat dilakukan sebanyak 5 kali dari umur masa tanam tanaman yaitu pada minggu ke-1 minggu ke-3, minggu ke-6, minggu ke-8 dan minggu ke-10. Parameter yang diteliti antara lain parameter pertumbuhan, yang di mana terdiri dari tinggi tanaman dan jumlah daun, yang dilakukan pada setiap sepuluh tanaman sampel per petak, setiap minggu selama masa vegetatif dan generatif. Parameter lainnya ialah parameter produksi yang diukur pada data panen kacang tanah. Parameter produksi terdiri dari berat brangkasan dan berat basah serta berat kering polong kacang tanah. Pemanenan dilakukan pada saat umur 110 hari.


(29)

16

3.4 Panen

Saat pemanenan kacang tanah, parameter yang diukur adalah bobot basah polong kacang tanah, bobot kering polong kacang tanah, bobot bernas biji kacang tanah serta berat brangkasan segar tanaman.

Kacang tanah yang telah ditimbang bobot basahnya untuk setiap hasil petak yang telah dipanen, akan dijemur di bawah terik matahari selama ±7 hari, yang disebabkan oleh keadaan cuaca di Kutoarjo yang berubah-ubah. Setelah itu, kacang tanah di bawa ke laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan dimasukan kembali pada oven 60ºC selama 1 hari karena faktor perjalanan menuju Bogor menyebabkan kacang tanah menjadi sedikit beruap. Setelah pengeringan selesai maka berat kacang tanah pun ditimbang.

3.5 Analisis Kimia

Tabel 1. Parameter Analisis Kimia

No Parameter Metoda Analisis

1 pH pH-meter

2 Ec Ec-meter

3 KTK Ekstrak NH₄Oac pH 7

4 C-organik Walkley and Black

Basa-basa dapat ditukar (K, Na, Ca, Mg)

Ekstrak NH₄Oac pH 7, AAS

5 P-tersedia metode P-Bray I

6 Fe KCl, AAS

7 N-total metode Kjeldahl

8 Kurva pF, Kadar Air pressure plate apparatus, three phase meter

3.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap semua perubahan sifat-sifat fisik tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman menggunakan software Microsoft Excel.


(30)

IV.

KONDISI UMUM

4.1 Geologi Wilayah

Tatanan geologi regional Jawa Tengah bagian selatan sangat terkait dengan kondisi geologis daerah Kutoarjo. Di bagian barat laut, dijumpai batuan Pra Tersier yaitu Kompleks Karangsambung–Kebumen. Daerah Kutoarjo termasuk ke dalam Zona Depresi Pusat Jawa serta Lingkungan Kubah dan Punggungan dalam Zona Depresi Pusat Jawa. Berdasarkan ciri morfologisnya, daerah Kutoarjo dapat dibedakan atas dua satuan morfologis, yaitu dataran rendah dan perbukitan. Dataran rendah dicirikan oleh bentuk permukaan yang datar, menempati lokasi yang sangat luas di bagian tengah dan di bagian selatan (di sekitar pantai), dataran rendah ini dibentuk oleh endapan klastis hasil rombakan batuan berbutir halus hingga kasar. Sedangkan daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk morfologi berbukit-bukit dengan lereng yang landai hingga sedang yang terdapat di bagian utara Kutoarjo, dataran ini dibentuk oleh batuan sedimen Tersier.

4.2 Litologi Wilayah

Litologi yang terdapat di daerah Kutoarjo terdiri dari beberapa satuan batuan dan formasi batuan. Endapan permukaan pada bagian tengah dan selatan Kutoarjo ialah endapan aluvial dan endapan pantai.

Endapan pantai yang lebar penyebarannya 1,5 km sampai dengan 2,5 km dari garis pantai terdiri dari pasir dan kerikil yang mengandung FeO dan Fe2O3 (hematit). Endapan ini terbentuk melalui proses pelapukan andesit dan sedimen Tersier yang terdapat dibagian utara Kutoarjo dan ditransportasikan oleh sungai-sungai yang bermuara di pantai selatan Pulau Jawa. Sungai-sungai-sungai yang bermuara di pantai selatan antara lain sungai Cokroyasan/Jali, Gebang, Mawar, Gentang, Kedungbener membawa, sungai ini membawa material-material yang akhirnya terbawa oleh gelombang air laut dan kemudian diendapkan kembali di sepanjang pantai membentuk endapan pasir besi seluas 1.600 ha.


(31)

18

Batuan sedimen Tersier terdiri dari dua formasi batuan, yaitu Peniron dan Halang. Formasi Peniron terdiri dari breksi aneka bahan yang berkomponen andesit, batulempung dan batugamping, dengan massa dasar batupasir tufaan, mengandung sisipan tufa, terdapat di bagian utara Kutoarjo. Formasi ini terbentuk pada kala Pliosen dan dianggap menjadi batuan sumber pembentuk pasir besi di pantai selatan Kutoarjo. Sedangkan formasi Halang, terdiri dari perselingan batupasir, batugamping, napal dan tufa, dengan sisipan breksi, tersebar di bagian utara Kutoarjo. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen akhir sampai dengan Pliosen.

Geomorfologi dan analisis lanskap daerah Kutoarjo terdiri dari lipatan dan patahan. Lipatan ini terjadi mengikuti arah sumbu barat-timur sedangkan sesar normal yang cukup besar berarah utara-selatan yaitu pada bagian utara Kutoarjo yang dikenal dengan nama Sesar Rebung. Selain itu, di bagian utara Kutoarjo terdapat juga sesar naik berarah barat-timur dengan blok bagian selatan naik terhadap blok bagian utara.

Secara umum terdapat 3 jenis tanah pada daerah Kabupaten Purworejo, yaitu tanah aluvial, tanah ini meliputi 42% luas Kabupaten Purworejo dengan produktivitas tanah rendah hingga tinggi dan umumnya penggunaan lahannya ialah pertanian dan permukiman. Tanah regosol meliputi 3% lebih luas kabupaten, dengan produktivitas tanah rendah hingga tinggi dan umumnya digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Tanah latosol meliputi 53% luas kabupaten Purworejo dengan produktivitas tanah sedang hingga tinggi dan merupakan tanah pertanian yang cukup baik, dan 2% tanah lainnya.

4.3 Hidrologi Wilayah

Daerah Kabupaten Purworejo dialiri oleh tiga sungai utama, yaitu Kali Wawar di sebelah barat, Kali Jali di bagian tengah, dan Kali Bogowonto di sebelah timur (Bronto, 2007). Jumlah curah hujan yang banyak dan kerapatan sungai yang cukup tinggi, mengakibatkan daerah Kutoarjo dan sekitarnya memiliki kandungan air tanah dan air permukaan yang banyak serta sirkulasi air yang tinggi. Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini adalah sungai Cokroyasan, sungai Gebang, sungai Mawar, sungai Gading, sungai Pucang, sungai Luweng,


(32)

19

sungai Kedung Sawit dan sungai Kedung Gupit. Sungai-sungai tersebut umumnya berhulu di bagian utara dan bermuara di Samudera Indonesia.

Air permukaan di daerah Kutoarjo pada umumnya bersifat tawar, karena berasal dari daratan yang lebih tinggi yang dibawa oleh sungai-sungai ke arah pantai/laut di bagian selatan. Sedangkan sebagian air lainnya di sekitar pantai bersifat asin dan payau, karena adanya interaksi dan intrusi air laut.

4.4 Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan di Kutoarjo didominasi oleh penggunaan lahan untuk perkebunan, yaitu sebesar 37.79%, disusul penggunaan lahan untuk sawah dengan 32.05% dan 30,16% penggunaan lahan lainnya, hal ini sesuai pula dengan perkembangan penggunaan lahan saat ini di Kecamatan Grabag dan disajikan pada Lampiran 3.

Untuk penggunaan lahan sebagai penambangan pasir besi terletak pada daerah bagian selatan Kutoarjo, sepanjang pesisir pantai. Peta lokasi tambang pasir besi disajikan pada Lampiran 4.


(33)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Tanah Awal

Suhu tanah pada lokasi lahan tambang sangat beragam dan sangat ditentukan oleh jarak dari laut, semakin ke arah laut suhu tanah semakin tinggi mencapai 78°C. Sebaliknya semakin menjauhi laut suhu tanah semakin menurun. Pada petak yang berada di dekat jalan, suhu tercatat 48°C dan suhu tanah pada petak di pertengahan antara jalan dan laut sebesar 62°C. Suhu yang sangat tinggi tersebut menyebabkan proses penguapan air dari permukaan tanah terjadi sangat cepat, mengakibatkan pergerakan air dari bagian tanah yang lebih dalam ke permukaan terputus sehingga tanah di lokasi penelitian pada kedalaman lebih dari 10 cm tetap lembab hal ini didukung oleh ukuran butir pasir tidak seragam dan bergerigi membuat tanah tersebut dapat memegang air dengan kuat, di celah-celah pori butir-butir tekstur pasir. Selain itu terdapatnya pori tanah yang putus, dan menyebabkan lapisan atas menguap dan lapisan dibawahnya lembab. Hal ini membuat tanah tersebut tetap dalam keadaan lembab pada kedalaman lebih dari 10 cm.

Berdasarkan hasil analisis tanah awal (Lampiran 5), terlihat bahwa tanah yang digunakan sebagai bahan penelitian termasuk tanah dengan unsur hara yang miskin, ditandai dengan nilai kapasitas tukar kation dan C-organik yang sangat rendah yaitu 4,38 me/100g dan 0,56%, serta rendahnya kadar Ca 0,29 me/100g, Mg 0,45 me/100g, K 0,12 me/100g dan Na 0,24 me/100g. Unsur besi yang terkandung pada tanah bekas tambang sebesar 25,20 ppm.

5.2 Karakteristik Tanah Setelah Perlakuan Bahan Humat dan Kapur

5.2.1 Kadar Air dan Suhu Tanah

Tekstur tanah faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya. Tanah dinyatakan bertekstur pasir jika mengandung pasir 85% atau lebih besar, dengan persentase debu ditambah 1,5 kali persentase liat tidak lebih dari 15% (Arsyad, 2000). Pada tanah penelitian ini tekstur pasir didapatkan sebesar


(34)

21

95,45%, selanjutnya debu 2,79% dan liat 1,76%. Maka tekstur pada lahan bekas tambang ialah tanah pasir dengan lolos saringan 500 µ - 210 µ atau berdiameter 0,5- 0,1 mm yaitu pasir sedang hingga pasir halus.

Peran kadar air dalam menentukan hasil akhir produksi kacang tanah pada penelitian ini sangatlah penting. Komposisi dan diameter butir pasir berpengaruh terhadap kepadatan tanah dan porositas. Kadar air pada lahan bekas tambang berkisar antara 1,879-2,507% (Tabel 2).

Tabel 2. Kadar Air Tanah

Perlakuan Kadar Air (%)

Non Kapur Kapur

H0 2,061 1,932

H1 1,908 1,879

H2 2,195 2,370

H3 2,201 2,507

Suhu tanah yang berkisar antara 48-78°C merupakan salah satu penghambat pertumbuhan kacang tanah. Setelah penanaman kacang tanah, suhu permukaan tanah di lahan pasca tambang pasir besi menurun rata-rata mencapai 40°C. Hal ini disebabkan tajuk tanaman kacang tanah yang rimbun.

5.2.2 Kemasaman Tanah (pH) dan Daya Hantar Listrik (Ec) Tanah

Reaksi tanah pada petak dengan pemberian bahan humat tanpa kapur menunujukan pH (H2O) tanah berada pada kisaran 6,55-6,57 dan pada petak

dengan perlakuan bahan humat dengan kapur menunujukan pH (H2O) tanah

antara 6,85-7,01. Nilai rata-rata Ec pada perlakuan bahan humat tanpa kapur sebesar 28,2 µS/m sedangkan nilai Ec untuk perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 44,8 µS/m.

Tabel 3. Hasil Pengukuran pH dan Ec

Perlakuan pH Ec (µS/cm)

Non Kapur Kapur Non Kapur Kapur

H0 6,57 6,93 28,9 44,6

H1 6,57 6,89 26,5 46,3

H2 6,55 7,01 29,1 40,9


(35)

22

5.2.3 N-total dan C-organik Tanah

Pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan bahan humat dengan kapur memberikan nilai N-total yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 0,05-0,07%. Sedangkan pada perlakuan bahan humat tanpa kapur memiliki nilai N-total berkisar antara 0,03-0,05%. Sedangkan dalam kriteria penilaian sifat kimia tanah (Lampiran 10) nilai untuk kadar N <0,10 % termasuk sangat rendah.

Tabel 4. Hasil Analisis N-total dan C-organik Tanah

Perlakuan N-Total (%) C-Organik (%)

Non Kapur Kapur Non Kapur Kapur

H0 0,03 0,06 - -

H1 0,04 0,06 - -

H2 0,05 0,05 0,16 0,18

H3 0,04 0,07 - -

Ket: - = tidak dianalisa

Bahan organik berasal dari sisa tumbuhan, binatang dan jasad mikro, baik yang telah melalui proses perombakan seluruh maupun sebagian. Komponen C-organik yang dikandung suatu tanah sangat dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik yang berasal dari organisme hidup di tanah di mana tanaman menjadi sumber utama komponen organik tanah. Kadar bahan organik dapat diduga dari kadar karbon organiknya. Pada umumnya bahan organik tanah rata-rata mengandung 58% C. C-organik pada daerah penelitian ini memiliki nilai sangat rendah, yaitu 0,16% untuk perlakuan bahan humat tanpa kapur dan 0,18% untuk perlakuan bahan humat dengan (Tabel 4)

5.2.4 Basa-basa dan Unsur Mikro Tanah

Hara atau nutrient adalah zat yang diserap tanaman untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), cadangan hara yang tinggi dan ketersediaanya yang tinggi sangat diperlukan. Peranan mineral primer penting karena berperan sebagai cadangan yang laju pelepasannya bervariasi menurut sifat mineral, ketersediaanya lambat sampai sangat lambat, bentuk yang tersedia adalah yang larut dalam air sedangkan yang mudah tersedia adalah bentuk yang dapat dipertukarkan.


(36)

23

Kejenuhan basa merupakan kation-kation yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tanah seperti Ca++, Mg++, K+ dan Na+. Kejenuhan basa menunjukan perbandingan nilai antara jumlah kation basa dengan jumlah semua kation. Nilai kejenuhan basa pada perlakuan bahan humat tanpa kapur ialah 70,50% dan pada perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 63,95% (Lampiran 6).

Kalsium dan Magnesium dalam tanah keduanya dalam bentuk kation divalen, mudah tercuci pada tanah pasir. Tanah berpasir dengan KTK rendah umumnya tidak cukup mengandung Ca untuk menjamin kebutuhan tanaman. Biasanya KTK rendah berkorelasi dengan kadar Ca-dd (dapat dipertukarkan) yang rendah dan tanah dengan KTK tinggi berkorelasi dengan Ca-dd yang tinggi pula. Hal ini juga ditunjukkan dalam hasil penelitian kadar Ca pada tanah perlakuan bahan humat tanpa kapur sebesar 0,33 me/100g dan perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 1,09 me/100g. Menurut Adisarwanto (2000), unsur Ca merupakan hara yang paling menentukan tingkat kebernasan polong kacang tanah. Oleh karena itu, ketersediaannya dalam kategori cukup sangat dibutuhkan. Jumlah ketersediaan Mg di dalam tanah berkisar antara 0,1% (tekstur kasar) sampai 4% pada tanah-tanah bertekstur halus (Leiwaksabessy et al., 2003). Magnesium pada tanah dengan perlakuan bahan humat tanpa kapur sebesar 1,27 me/100g dan magnesiumuntuk perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 1,13 me/100g (Tabel 5).

Kalium dalam tanah cenderung mudah tercuci (leaching). K ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang dapat digunakan oleh tanaman yaitu yang terlarut dalam air dan yang dapat dipertukarkan dalam koloid tanah. Jumlah K tersedia berkisar antara 1-2% total K di dalam tanah. Pada penelitian ini K untuk tanah perlakuan bahan humat tanpa kapur sebesar 0,86 me/100g dan untuk tanah dengan perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 1,03 me/100g (Tabel 5). Nilai K yang rendah pada tanah ini umumnya disebabkan oleh adanya pencucian yang dipicu oleh rendahnya kandungan koloid tanah (liat dan organik) yang dapat mengadsorbsi K karena tanah belum mengalami pelapukan lanjut, sehingga dengan drainase tanah yang sangat baik maka K+ mudah terlindi (Syukur dan Harsono, 2008).


(37)

24

Kadar Na pada tanah perlakuan bahan humat tanpa kapur sebesar 0,21 me/100g dan Na pada tanah dengan perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 0,71 me/100g. Natrium berperan dalam mempengaruhi pengikatan air oleh tanaman dan menyebabkan tanaman itu tahan kekeringan (Leiwakabessy et al., 2003).

Tabel 5. Hasil Analisis Basa-basa dan Unsur Mikro Fe

Perlakuan

Basa-Basa Unsur

Mikro

K Na Ca Mg Fe

me/100g ppm

H0 K0 0,68 0,20 0,37 1,18 22,72 H1 K0 0,94 0,22 0,36 1,40 22,31 H2 K0 0,90 0,19 0,34 1,10 20,09 H3 K0 0,92 0,24 0,22 1,40 20,53 H0 K1 0,75 0,37 0,75 0,90 20,07 H1 K1 0,94 0,31 1,51 1,33 19,40 H2 K1 0,88 1,13 0,92 1,07 23,47 H3 K1 1,54 1,05 1,17 1,20 23,23 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, 2010 Unsur mikro merupakan unsur hara yang terdapat di tanah dan dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit. Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), dan Tembaga (Cu) merupakan contoh unsur-unsur mikro esensial. Kadar besi pada analisis awal tanah pasir besi ini sebesar 25,20 ppm. Setelah dilakukan penanaman dengan pemberian bahan humat, kadar Fe untuk tanah penelitian ini berkisar antara 19,40-23,47 ppm. Penurunan kadar Fe ini disebabkan oleh salah satu karakteristik yang paling khas dari senyawa bahan humat adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidrosida, mineral dan organik, termasuk zat pencemar lainnya. Sejumlah senyawa organik dalam tanah mampu mengikat ion-ion logam yang berlebih, sehingga jumlahnya menjadi lebih sedikit dalam larutan tanah sebagaimana dibutuhkan tanaman (Schnitzer dan Khan, 1978).

5.2.5 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu


(38)

25

menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah (Hardjowigeno, 1987).

Hasil analisis tanah pasir pada penelitian (Lampiran 6), menunjukan KTK tanah yang rendah sebesar 2,73 me/100 g untuk perlakuan bahan humat tanpa kapur dan 5,84 me/100 g untuk perlakuan bahan humat dengan kapur. Menurut Syukur dan Harsono (2008), rendahnya nilai KTK pada tanah berpasir disebabkan oleh rendahnya mineral liat yang merupakan sumber muatan negatif baik pada kisi mineral maupun pinggir mineral yang dapat mengadsorbsi kation-kation, dan kandungan bahan organik yang kurang tinggi menyebabkan rendahnya nilai KTK tanah.

5.2.6 P-tersedia

Fosfor dalam tanah sangat lambat tersedia dan mudah terbawa aliran permukaan. Pada Tabel 6, terlihat nilai P-tersedia berkisar antara 1,63-3,29 ppm. Pada lahan pasca tambang ini, sangat sedikit ketersediaan unsur hara P di dalam tanah dikarenakan retensi yang tinggi terhadap unsur P di dalam tanah menyebabkan konsentrasinya di dalam larutan tanah cepat sekali berkurang. Serta kehilangan P oleh pencucian ternyata lebih banyak terjadi pada tanah-tanah bertekstur pasir atau kasar karena cenderung kurang bereaksi dengan fosfor (Leiwakabessy et al., 2003).

Tabel 6. Hasil Analisis P-tersedia

Perlakuan P-tersedia (ppm)

Non Kapur Kapur

H0 2,78 2,95

H1 2,63 3,13

H2 3,29 1,63


(39)

26

5.3 Pertumbuhan Kacang Tanah

Setelah penanaman kacang tanah, suhu permukaan yang terdapat pada lahan pasca tambang menurun menjadi 40°C, disebabkan tajuk kacang tanah yang rimbun. Pertumbuhan kacang tanah, sangat dipengaruhi oleh gabungan faktor lingkungan yang seimbang dan menguntungkan. Antara lain faktor fisik, kimia dan biologi. Tanaman kacang tanah cocok ditanam pada daerah di ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut (dpl).

Pemberian bahan humat diberikan ketika tanaman berumur 2 MST. Hal ini disebabkan oleh tekstur tanah pada lahan percobaan ini yang hampir 95% merupakan pasir dan suhu pada lahan percobaan ini hingga mencapai 78°C, menyebabkan menjadi faktor pembatas pertumbuhan kacang tanah sangat besar. Suhu tanah di atas 40°C akan mematikan benih yang baru ditanam (Adisarwanto, 2000). Dengan pemberian bahan humat yang dapat merangsang pertumbuhan diharapkan dapat membantu akar tanaman untuk mendapatkan ketersediaan air dan hara.

Pengukuran pertama dilakukan ketika tanaman berumur 3 MST, pengukuran kedua dilakukan ketika tanaman berumur 4 MST, pengukuran ketiga dilakukan ketika tanaman berumur 6 MST, pengukuran keempat dilakukan ketika tanaman berumur 8 MST, pengukuran kelima dilakukan ketika tanaman berumur 10 MST dan pengukuran keenam dilakukan ketika tanaman berumur 12 MST.

Pemberian bahan humat pada tanaman kacang tanah telah merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi. Dari hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukan pertumbuhan yang sangat baik. Pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa penanaman yang dilakukan dengan penambahan bahan humat tanpa kapur, telah menunjukan pertumbuhan tanaman mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. Anonim (2011) mengatakan bahwa pengaruh bahan humat terhadap aktifitas mikroorganisme di tanah akan menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan seperti auxin, sitokinin dan giberelin. Hormon sitokinin berfungsi merangsang pembentukan tunas-tunas baru.


(40)

27

Pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa pengukuran tinggi tanaman untuk perlakuan bahan humat tanpa kapur pada saat tanaman berumur 3 MST mengalami pertumbuhan yang hampir merata. Namun setelah diberinya perlakuan bahan humat menunjukan perbedaan untuk setiap perlakuan. Pertumbuhan tanaman tertinggi dicapai pada perlakuan H2K0, selanjutnya diikuti H3K0, H0K0 dan H1K0. Hal ini disebabkan oleh petak tanaman dengan perlakuan H0K0 dan H1K0 yang terletak mendekati laut.

Pada Gambar 9, dapat diketahui bahwa jumlah daun tanaman kacang tanah untuk pengukuran bahan humat tanpa kapur pada pengukuran pertama yaitu ketika tanaman berumur 3 MST relatif sama dan terlihat peningkatan jumlah daun tanaman pada pengukuran kedua yaitu ketika tanaman berumur 4 MST. Pertumbuhan jumlah daun terus meningkat hingga pengukuran kelima yaitu ketika tanaman berumur pada umur 10 MST dan menurun ketika pengukuran keenam yaitu ketika tanaman berumur pada umur 12 MST. Hasil tertinggi jumlah daun tanaman dicapai pada perlakuan H2K0 diikuti dengan H3K0, H0K0 dan H1K0 dan terjadi penurunan pada pengukuran 10 MST.

Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kacang Tanah (Non Kapur) 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0

3 4 6 8 10 12

T in gg i T a n a ma n (c m) H0K0 H1K0 H2K0 H3K0 MST


(41)

28 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0

3 4 6 8 10 12

T in gg i T a n a m a n (c m ) H0K1 H1K1 H2K1 H3K1

Gambar 9. Grafik Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah (Non Kapur)

Untuk perlakuan bahan humat dengan kapur pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah disajikan pada Gambar 10. Pengukuran pertama yaitu ketika tanaman berumur 3 MST menunjukan tinggi pertumbuhan yang relatif sama dan setelah diberi perlakuan bahan humat menampakan hasil yang beragam. Didapatkan hasil tertinggi untuk tinggi tanaman dicapai pada perlakuan H0K1 selanjutnya diikuti dengan H3K1, H2K1 dan H1K1. Hal ini disebabkan oleh petak tanaman dengan perlakuan H1K1 dan H2K1 yang terletak mendekati laut. Jika dibandingkan dengan petak tanaman kacang tanah dengan perlakuan bahan humat tanpa kapur, rata-rata pertumbuhan petak tanaman yang semakin mendekat ke laut akan memiliki angka pertumbuhan yang lebih rendah.

Gambar 10. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kacang Tanah (Kapur)

Pada Gambar 11, menunjukan tanaman kacang tanah dengan perlakuan bahan humat dengan kapur pada pengukuran pertama yaitu ketika tanaman

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0

3 4 6 8 10 12

Ju m la h D a u n (h e la i) H0K0 H1K0 H2K0 H3K0


(42)

29

berumur 3 MST memiliki jumlah daun yang relatif sama. Namun pada saat pengukuran kedua yaitu ketika tanaman berumur 4 MST mengalami peningkatan yang signifikan setelah penambahan bahan humat. Pertumbuhan jumlah daun terus meningkat hingga pengukuran kelima yaitu ketika tanaman berumur pada umur 10 MST, dan menurun ketika pengukuran keenam yaitu ketika tanaman berumur pada umur 12 MST. Didapatkan hasil tertinggi pada perlakuan H0K1 selanjutnya diikuti oleh perlakuan H3K1, H2K1 dan H1K1.

Gambar 11. Grafik Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah (Kapur)

Penurunan jumlah daun yang terjadi pada setiap pengukuran untuk setiap perlakuan, disebabkan karena tanaman terserang hama ulat grayak (Spodoptera litura) dan juga telah berhembusnya angin timur dari Samudera Hindia saat tanaman berumur 10 MST hingga saat panen yang membawa uap garam, sehingga menyebabkan tanaman menjadi kering, gugur dan mati. Data tinggi tanaman dan jumlah daun per contoh untuk setiap ulangannya selama proses pengukuran disajikan pada Lampiran 7.

5.4 Biomassa Tanaman Kacang Tanah

Pengaruh bahan humat pada berat brangkasan segar (biomassa) tanaman kacang tanah disajikan pada Gambar 12, terlihat bahwa biomassa tanaman dengan perlakuan bahan humat dengan kapur memiliki biomassa yang lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa tanaman pada perlakuan bahan humat tanpa kapur. Petak perlakuan tanpa kapur memiliki berat biomassa yaitu sebesar H0 36 kg/75m2, H1 41 kg/75m2, H2 64,5 kg/75m2, dan H3 45,8 kg/75m2. Sedangkan

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

3 4 6 8 10 12

Ju m la h D a u n (h e la i) H0K1 H1K1 H2K1 H3K1


(43)

30

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

H0 H1 H2 H3

(k

g) Bahan Humat Non Kapur (kg)

Bahan Humat + Kapur (kg)

untuk petak dengan perlakuan penambahan kapur memiliki berat biomassa yaitu sebesar, H0 86 kg/75m2, H1 49,5 kg/75m2, H2 73 kg/75m2 dan H3 94 kg/75 m2. Hasil tertinggi biomassa didapatkan pada perlakuan H2K0 dan H3K1. Jumlah biomassa untuk perlakuan bahan humat tanpa kapur setara dengan 6,2 ton/ha dan biomassa untuk perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 10 ton/ha.

Gambar 12. Biomassa Tanaman Kacang Tanah

5.5 Produksi Kacang Tanah

Produksi kacang tanah di Kabupaten Purworejo tahun 2009, menurut data BPS Jawa Tengah sebesar 1,847 ton/ha. Pengaruh perlakuan bahan humat dengan penambahan kapur lebih menghasilkan berat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian bahan humat tanpa kapur pada tanaman kacang tanah. Hasil pengamatan Gambar 13, menunjukan bahwa pengaruh perlakuan bahan humat dengan penambahan kapur lebih menghasilkan berat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian bahan humat tanpa kapur pada tanaman kacang tanah.

Pada tanaman kontrol terlihat perbandingan yang paling signifikan untuk perlakuan bahan humat tanpa kapur sebesar 4,5 kg/600m2 sedangkan perlakuan bahan humat dengan kapur sebesar 8,5 kg/600 m2. Akan tetapi pada perlakuan H1 di mana perlakuan bahan humat tanpa kapur lebih besar dibandingkan dengan perlakuan bahan humat dengan kapur yaitu masing-masing sebesar 4,4 kg/600 m2


(44)

31

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

H0 H1 H2 H3

4,50 4,40 4,60 4,55

8,5

4,25

7,5 7,75

Bobot Basah non kapur (kg) Bobot Basah Kapur (kg)

dan 4,25 kg/600 m2, hal ini disebabkan oleh letak petak tanaman untuk H1K1 dengan ulangan 2 dan ulangan 3 terletak pada daerah mendekati laut. Berat basah untuk perlakuan H2 pada bahan humat tanpa kapur sebesar 4,6 kg/600 m2 dan pada bahan humat dengan kapur sebesar 7,5 kg/600m2, dan perlakuan pada H3 terlihat tanaman yang menggunakan perlakuan bahan humat dengan kapur memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 7,75 kg/600m2 dibandingkan dengan berat basah tanaman dengan perlakuan bahan humat tanpa kapur yaitu sebesar 4,55 kg/600m2.

Gambar 13. Bobot Basah Polong Kacang Tanah

Pada Gambar 14 menunjukan bahwa bobot kering kacang tanah untuk H0 tanpa kapur sebesar 1,13 kg/600m2, sedangkan H0 dengan kapur sebesar 2,44 kg/600m2. Pada perlakuan H1 tanpa kapur dan H1 kapur didapatkan sebesar 1,61 kg/600m2 dan 1,35 kg/600m2. Pada perlakuan H2 tanpa kapur dan H2 kapur didapatkan sebesar 2 kg/600m2 dan 2,3 kg/600m2 dan pada perlakuan H3 tanpa kapur dan H3 kapur didapatkan masing-masing sebesar 1,32 kg/600m2 dan 1,77 kg/600m2.

Sedangkan menurut data BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 (Lampiran 11), untuk Kabupaten Purworejo hasil produksi polong basah kacang tanah didapatkan sebesar 13,39 kw/ha. Angka ini jauh lebih tinggi dari hasil produksi penelitian, diduga karena perbedaan jenis tanah dan kondisi lahan. Penduduk bercocok tanam pada jenis tanah Aluvial Kelabu dan Latosol Kuning


(45)

32

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

H0 H1 H2 H3

1,13

1,61

2,00

1,32 2,44

1,35

2,30

1,77

Bobot Kering Non Kapur(kg) Bobot Kering Kapur (kg)

Merah (Anonim, 2008), yang merupakan lahan pertanian sedangkan penelitian ini dilakukan pada pasir yang merupakan lahan bekas tambang.

Gambar 14. Bobot Kering Polong Kacang Tanah

Pada Gambar 15 menunjukan bahwa bobot bernas biji kacang tanah pada perlakuan dosis bahan humat H0 untuk bahan humat tanpa kapur yaitu sebesar 0,31 kg/600m2 dan untuk bahan humat dengan kapur didapatkan sebesar 1,18 kg/600m2. Pada perlakuan dosis bahan humat H1 untuk bahan humat tanpa kapur didapapatkan sebesar 0,49 kg/600m2 dan untuk bahan humat dengan kapur didapatkan 0,56 kg/600 m2. Pada perlakuan dosis bahan humat H2 untuk bahan humat tanpa kapur didapapatkan sebesar 0,47 kg/600m2 dan untuk bahan humat dengan kapur didapatkan 1,05 kg/600 m2. Sedangkan pada perlakuan dosis bahan humat H3 untuk bahan humat tanpa kapur didapapatkan sebesar 0,37 kg/600m2 dan untuk bahan humat dengan kapur didapatkan 0,72 kg/600 m2.

Bobot bernas biji kacang tanah, jika dijumlahkan maka tidak akan mencapai total bobot kering polong kacang tanah yang telah diukur. Hal ini disebabkan oleh terdapat banyak polong kacang tanah yang tidak berisi atau kosong. Hasil produksi terbaik didapatkan pada perlakuan bahan humat dan kapur pada jenis perlakuan H0K1.


(46)

33

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20

H0 H1 H2 H3

0,31

0,49 0,47

0,37 1,18

0,56

1,05

0,72

Bobot Bernas Non Kapur(kg) Bobot Bernas Kapur (kg)

Gambar 15. Bobot Bernas Biji Kacang Tanah

5.6 Hama dan Penyakit

Pada penelitian ini terdapat hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah. Hama yang menyerang tanaman kacang tanah antara lain, ulat tanah (Agrotis Ipsilon) yang banyak ditemukan sebelum masa tanam (Gambar 16). Untuk itu penanggulangan yang bisa dilakukan adalah dengan mengelolah tanah dan menyebar furudan pada tanah setelah dibuat bedeng. Namun pada saat tanaman mulai tumbuh pada umur 3 minggu hama ini pun menyerang lagi.

Dikarenakan keadaan fisik tanah yang suhunya mencapai 78ºC, maka pada petak penelitian diberikan jerami, yang diharapkan agar benih kacang tanah dapat berkecambah dan tanaman yang berumur 1-4 minggu dapat bertumbuh dengan baik dan tidak mati karena suhu udara dan tanah yang panas. Akan tetapi pemberian jerami ini membuat ulat tanah menyerang petak penelitian yang suhu tanahnya lebih rendah dibandingkan lahan sekitarnya. Ulat tanah banyak bersembunyi di bawah tanah yang diberi jerami, sehingga tanaman kacang tanah yang terserang hama ini terlihat tampak layu, karena akar tanaman kacang tanah telah dimakan oleh ulat tanah. Penanggulangan pun hanya dilakukan secara manual karena terbatasnya tenaga sumberdaya manusia yaitu dengan mencari ulat tanah di bawah tanaman yang mulai layu dan memberantasnya.


(47)

34

Gambar 16. Ulat Tanah (Agrotis Ipsilon)

Hama lain yang menyerang ialah ulat korok kacang tanah (Stomopterix subsecivella), hama ini menyerang pertanaman muda maupun tua dan membuat liang korokan pada tulang daun. Ciri-ciri tanaman yang terserang hama ini, pada daun tanaman terdapat gelembung atau liang korok yang berbentuk selaput tipis berwarna cokelat muda. Biasanya selaput ini terdapat di jaringan epidermis sepanjang tulang daun. Kupu-kupu ulat ini meletakkan telurnya pada daun dan batang kacang tanah secara tersebar. Setelah telur menetas, larvanya akan merayap ke dalam bagian daun dengan cara membuat liang korok dan biasanya larva tinggal di dalam liang korokan atau diantara daun yang diikat menjadi satu (Marzuki, 2009). Untuk memberantas hama ini maka diberikan Decis ® 2,5 EC. Decis adalah insektisida non sistemik, yang bekerja pada serangga dengan cara kontak dan pencernaan. Namun setelah beberapa minggu, hama ini menyerang lagi dan jumlahnya semakin banyak dan pemberian insektisida decis menjadi kebal. Untuk menanggulangi serangan hama kedua ini dengan cara disemprotkan insektisida Regent 50 WSC. Saat penyemprotan regent hama ulat korok yang bersembunyi di dalam liang korokkan ikut mati.

Hama lainnya ialah Sikadelida kacang (Empoasca sp.), hama ini berupa belalang berwarna hijau. Ciri-ciri belalang ini berukuran sangat kecil, pandai meloncat, berjalan miring dan biasanya bersembunyi di bagian bawah daun. Nimfanya berwarna hijau muda dan hidup di bawah daun (Marzuki, 2009). Nimfa maupun serangga dewasanya menghisap cairan daun dan menyebabkan terlihat


(48)

35

seliput daun yang transparan (Gambar 17). Pada terjadi serangan hama ini, insektisida yang dipakai ialah Regent. Akan tetapi tanaman kacang tanah yang sangat rimbun menyebabkan belalang kecil ini bersembunyi dan menyebabkan efek penyemprotan insektisida kurang menunjukan hasil yang memuaskan. Jumlah hama ini semakin meningkat ketika umur tanaman 8-10 minggu.

Gambar 17. Sikadelida Kacang (Empoasca sp.)

Tanaman kacang tanah yang terserang hama ulat grayak (Spodoptera litura F) terlihat pada Gambar 18. Ulat ini memakan bagian daun muda dan menyisakan tulang daun. Ulat ini berwarna hijau muda atau hampir menyerupai warna daun kacang tanah. Selain ulat grayak yang memakan daun kacang tanah, terdapat juga berbagai ulat bulu yang menyerang tanaman kacang tanah dan memakan daun kacang tanah.

Gambar 18. Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada Kacang Tanah

Tanaman juga terserang hama Siput/keong (Gastropoda), yang memakan tanaman terutama menyerang pada malam hari. Siput/keong biasanya


(49)

36

bersembunyi di bawah mulsa atau di antara batang-batang kacang tanah. Pemberantasan untuk menanggulangi hama ini ialah dengan mencari siput pada tanaman dan membuangnya di luar areal penelitian atau dapat dimusnahkan.

Selain itu, hama tikus tanah menyerang tanaman pada saat umur tanaman telah mencapai masa panen. Biasanya tikus memakan kacang tanah dan meninggalkan bekas polong kacang tanah yang telah dimakannya.

Tanaman kacang tanah pada penelitian ini juga terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus antara lain, virus bercak daun (leafspot disease). Penyakit ini ditandai dengan adanya bintil-bintil cokelat pada daun (Gambar 19). Serangan penyakit ini akan semakin mengganas saat musim kemarau.

Gambar 19. Virus Bercak Daun (leafspot disease)

Penyebab gejala ini adalah cendawan Cercospora arachidicola dan C. Personata. Penularannya dapat melalui tanah yang terpecik air hujan dan sisa tanaman sakit yang tertinggal dari tanaman sebelumnya (Marzuki, 2009). Untuk pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara membenamkan daun yang terjangkit. Kondisi tanah yang becek (basah) dapat memicu serangan penyakit ini pada leher batang tanaman muda.

Penyakit lain yang menjangkit tanaman kacang tanah ialah virus sapu (witches brooms disease). Virus ini memiliki ciri yang paling khas, yaitu pada daun tanaman yang terjangkit menjadi kecil, menggerombol seperti sapu dan tanaman menjadi kerdil (Gambar 20). Penyakit ini ditularkan oleh wereng (Orosius argentatus). Tanaman kacang tanah yang terserang virus ini tidak dapat


(50)

37

membentuk polong. Penyakit virus lainnya yang menyerang tanaman kacang tanah ialah PMV (Peanut Mottle Virius) atau dengan nama lainnya virus belang, tanaman ini ditularkan melalui serangga vektor dan apabila tanaman ini terkena maka tidak mampu membentuk polong, apabila ada polong yang terbentuk, umumnya tidak dapat membentuk biji (hapong). Faktor yang mempengaruhi penyebarannya dikarenakan posisi petak penelitian di pesisir pantai yang di mana memiliki kecepatan angin yang cepat untuk berhembus dan membawa hama serta penyakit yang mempercepat pola penyebarannya. Faktor lainnya ialah di mana letak lahan penelitian merupakan lahan di mana tidak ada tanaman pangan disekitar lokasi penelitian yang ditanam, sehingga saat tanaman penelitian ini tumbuh menyebabkan hama berdatangan.

Gambar 20. Virus Sapu (witches brooms disease) .


(1)

Lanjutan Lampiran 7. Hasil Pengukuran Tinggi dan Jumlah Daun Tanaman

Minggu ke- Perlakuan Ulangan Rata-rata Tinggi Tanaman Rata-rata Jumlah Daun

Tanaman 1 (cm) Tanaman 2 (cm) Tanaman 1 (helai) Tanaman 2 (helai) Minggu ke-3

H1 K1

1 8,7 8,9 14 13

2 6,6 6,4 13 10

3 6,3 6,0 12 11

Minggu ke-4

1 12,1 12.03 26 26

2 7,9 7,9 18 15

3 7,7 7,6 18 17

Minggu ke-6

1 19,1 19,8 38 38

2 10,2 9,8 25 20

3 9,7 9,7 23 22

Minggu ke-8

1 21,8 23,4 44 46

2 12,1 11,6 31 27

3 12,7 12,4 28 27

Minggu ke-10

1 28,5 29,2 60 65

2 13,3 13,0 39 35

3 14,9 14,0 37 30

Minggu ke-12

1 29,6 33,8 58 48

2 15,0 14,7 35 28


(2)

Lanjutan Lampiran 7. Hasil Pengukuran Tinggi dan Jumlah Daun Tanaman

Minggu ke- Perlakuan Ulangan Rata-rata Tinggi Tanaman Rata-rata Jumlah Daun

Tanaman 1 (cm) Tanaman 2 (cm) Tanaman 1 (helai) Tanaman 2 (helai) Minggu ke-3

H2 K1

1 7,2 7,5 12 12

2 9,1 8,7 15 14

3 7,5 7,3 12 12

Minggu ke-4

1 9,0 9,0 19 20

2 12,3 12,6 29 28

3 9,2 8,9 19 18

Minggu ke-6

1 11,3 12,1 25 25

2 21,3 21,8 45 41

3 12,4 13,7 25 23

Minggu ke-8

1 14,4 14,3 32 32

2 24,8 24,9 68 53

3 16,3 17,0 32 32

Minggu ke-10

1 16,5 25,0 39 39

2 28,7 32,1 70 62

3 19,7 28,8 42 37

Minggu ke-12

1 22,2 29,3 34 39

2 31,2 36,2 66 56


(3)

Lanjutan Lampiran 7. Hasil Pengukuran Tinggi dan Jumlah Daun Tanaman

Minggu ke- Perlakuan Ulangan Rata-rata Tinggi Tanaman Rata-rata Jumlah Daun

Tanaman 1 (cm) Tanaman 2 (cm) Tanaman 1 (helai) Tanaman 2 (helai) Minggu ke-3

H3 K1

1 8,1 8,0 13 14

2 8,0 8,1 12 14

3 8,0 8,1 14 13

Minggu ke-4

1 11,0 10,8 20 20

2 10,5 10,2 17 20

3 9,6 9,5 20 19

Minggu ke-6

1 17,1 18,0 31 32

2 19,0 20,0 35 35

3 11,8 11,7 26 24

Minggu ke-8

1 21,5 21,6 39 47

2 23,5 25,0 43 49

3 15,0 16,1 34 31

Minggu ke-10

1 24,9 24,4 49 55

2 26,7 28,4 55 58

3 19,1 49,0 38 38

Minggu ke-12

1 34,0 34,2 64 54

2 37,0 36,1 60 58


(4)

Lampiran 8. Biomassa

Perlakuan

Biomassa (kg/75m

2

)

Non Kapur

Kapur

H0

36

86

H1

41

49,5

H2

64,5

73

H3

45,8

94

Rata-rata

46,81

75,63

Lampiran 9. Bobot Produksi Kacang Tanah

Perlakuan

Bobot Basah

(kg/75m

2

)

Bobot Kering

(kg/75m

2

)

Bobot Bernas

(g/75m

2

)

H0K0

4,50

1,13

310

H1K0

4,40

1,61

490

H2K0

4,60

2,00

407

H3K0

4,55

1,32

370

Rata-rata

4,51

1,51

410

H0K1

8,5

2,44

1180

H1K1

4,25

1,35

560

H2K1

7,5

2,30

1050

H3K1

7,75

1,77

720


(5)

Lampiran 10. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat Tanah

Sangat

Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

C(%)

<1,00

1.00-2.00

2.01-3.00

3.01-5.00

>5.00

N(%)

<0,10

0.10-0.20

0.21-0.50

0.51-0.75

>0.75

C/N

<5

5-10

11-15

16-25

>25

P

2

O

5

HCL (mg/100g)

<10

10-20

21-40

41-60

>60

P

2

O

5

BRAY 1 (ppm)

<10

10-15

16-25

26-35

>35

P

2

O

5

Olsen (ppm)

<10

10-25

26-45

46-60

>60

K

2

O HCl 25% (mg/100g) <10

10-20

21-40

41-60

>60

KTK (cmol (+)/kg)

<5

5-16

17-24

25-40

>40

Susunan kation:

K (cmol (+)/kg)

<0.1

0.1-0.2

0.3-0.5

0.6-1.0

>1.0

Na (cmol (+)/kg)

<0.1

0.1-0.3

0.4-0.7

0.8-1.0

>1.0

Mg (cmol (+)/ kg)

<0.4

0.4-1.0

1.1-2.0

2.1-8.0

>8.0

Ca (cmol (+)/kg)

<2

2-5

6-10

11-20

>20

kejenuhan basa (%)

<20

20-35

36-50

51-70

>70

Kejenuhan Aluminium

(%)

<10

10-20

21-30

31-60

>60

Sangat masasm

Masam

Agak

masam

Netral

Agak Alkalis

Alkalis

pH H2O <4.5

4.5-5.5

5.6-6.5

6.6-7.5

7.6-8.5

>8.5


(6)

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2009

Kabupaten/Kota

Kacang Tanah Kacang Kedele Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha) Produksi (ton) Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha) Produksi (ton) 01. Kab. Cilacap 2,132 10.92 2,329 5,1 14.35 7,318 02. Kab. Banyumas 3,754 10.17 3,819 4,814 13.86 6,67 03. Kab. Purbalingga 1,268 10.72 1,359 242 15.34 371 04. Kab. Banjarnegara 1,909 10.45 1,995 558 14.77 824 05. Kab. Kebumen 6,262 12.34 7,729 6,085 14.45 8,794 06. Kab. Purworejo 1,379 13.39 1,847 2,401 15.34 3,684 07. Kab. Wonosobo 196 13.06 256 19 13.88 26

08. Kab. Magelang 1,084 12.46 1,351 7 8.13 6

09. Kab. Boyolali 3,712 11.86 4,401 3,501 14.97 5,241 10. Kab. Klaten 2,46 11.47 2,821 3,679 16.12 5,93 11. Kab. Sukoharjo 7,123 15.05 10,723 3,666 17.53 6,428 12. Kab. Wonogiri 44,036 13.01 57,275 25,688 14.63 37,569 13. Kab. Karanganyar 5,397 13.42 7,241 303 15.92 482 14. Kab. Sragen 8,838 14.78 13,066 4,035 18.34 7,398 15. Kab. Grobogan 897 15.79 1,416 18,217 17.78 32,389 16. Kab. Blora 4,573 11.72 5,36 3,692 16.24 5,994 17. Kab. Rembang 4,609 13.46 6,202 4,823 12.79 6,167 18. Kab. Pati 2,435 15.51 3,776 3,134 12.73 3,988 19. Kab. Kudus 678 15.75 1,068 825 15.71 1,296 20. Kab. Jepara 10,998 13.99 15,381 19 16.45 31 21. Kab. Demak 285 13.37 381 6,59 18.85 12,425 22. Kab. Semarang 2,241 10.98 2,461 1,338 14.68 1,965 23. Kab. Temanggung 1,049 14.97 1,57 86 12.44 107 24. Kab. Kendal 2,951 13.27 3,916 4,291 16.31 6,997 25. Kab. Batang 1,239 12.07 1,496 24 6.66 16 26. Kab. Pekalongan 502 12.25 615 560 14.04 786 27. Kab. Pemalang 533 12.23 652 88 12.48 110 28. Kab. Tegal 583 11.87 692 483 14.76 713 29. Kab. Brebes 494 11.38 562 5,788 19.74 11,425

30. Kota Magelang 1 10.00 1 - - -

31. Kota Surakarta 15 12.67 19 - - - 32. Kota Salatiga 1 10.00 1 4 7.53 3 33. Kota Semarang 543 11.93 648 - - -

34. Kota Pekalongan 1 10.00 1 1 6.86 1

35. Kota Tegal - - - -

Jumlah/Total

2009 124,178 13.08 162,43 110,061 15.91 175,156 2008 135,27 12.36 167,199 111,653 14.96 167,081 2007 139,25 12.53 174,438 84,098 14.65 123,209 2006 147,677 12.13 179,067 56,115 23.57 132,261 2005 155,146 11.98 185,796 115,368 14.48 167,107