Pengaruh Konsentrasi Colchicine terhadap Pertumbuhan Bibit Tumbuhan Jelutung (Dyera costulata Hook. f.)

(1)

PENGARUH KONSENTRASI

COLCHICINE

TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT TUMBUHAN

JELUTUNG (

Dyera costulata

Hook. f.)

EKA SUMARYADI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

EKA SUMARYADI. E34060266. Pengaruh Konsentrasi Colchicine terhadap Pertumbuhan Bibit Tumbuhan Jelutung (Dyera costulata Hook. f.). Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan SISWOYO.

Jelutung termasuk ke dalam jenis pohon dwiguna, artinya pohon yang dapat menghasilkan kedua jenis komoditi hasil hutan yaitu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa getah jelutung dan hasil hutan berupa komoditi kayu. Getah dan kayu sudah dikenal dan dimanfaatkan lama oleh masyarakat, pada masa produktif disadap getahnya, dan pada akhir daur dimanfaatkan kayunya. Karena pemanfaatannya yang begitu besar maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan mutu dan produksi tumbuhan jelutung serta upaya untuk melestarikannya karena jumlahnya yang semakin berkurang. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan melestarikannya adalah dengan pemberian zat kimia colchicine.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi colchicine

terhadap pertumbuhan bibit tumbuhan jelutung pada media pembibitan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB (PPLH IPB) dari bulan Januari sampai dengan April 2011. Penelitian ini disusun menggunakan metode statistika Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktorial. Jumlah perlakuan ada lima perlakuan dengan 10 ulangan sehingga total terdapat 50 unit percobaan. Terdapat empat perlakuan diberi konsentrasi

colchicine yang berbeda-beda dan satu perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Konsentrasi colchicine yang digunakan adalah 0,5 mg/l, 1,0 mg/l, 1,5 mg/l, dan 2,0 mg/l. Pemberian colchicine dilakukan dua kali sehari selama dua hari berturut-turut, kemudian diberi jeda selama satu minggu. Perlakuan diulang sebanyak enam kali. Pengamatan dan pengukuran dilakukan setiap satu minggu selama delapan minggu dengan parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi tunas, diameter, dan jumlah daun baru. Pemeliharaannya meliputi penyiangan dan penyiraman menggunakan pupuk hyponex hijau, hormon tunas, bakterisida, dan fungisida.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi tunas, diameter, dan jumlah daun baru terbesar pada konsentrasi 2,0 mg/l. Berdasarkan uji statistik, pada pertambahan tinggi tunas dan diameter berpengaruh nyata, sedangkan pada pertambahan jumlah daun baru tidak berbeda nyata, namun pada perlakuan dengan pemberian colchicine memiliki hasil rata-rata lebih besar dibanding perlakuan tanpa colchicine (kontrol). Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh colchicine di dalamnya.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian konsentrasi colchicine

memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertambahan tinggi tunas dan diameter bibit tumbuhan jelutung, sedangkan pada pertambahan jumlah daun baru tidak berbeda nyata, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada kecenderungan terjadinya poliploidi pada bibit yang diberikan perlakuan colchicine.


(3)

SUMMARY

EKA SUMARYADI. E34060266. Effect of Colchicine Concentration on The Growth of Jelutung Seedling (Dyera costulata Hook. f.). Under supervised by EDHI SANDRA and SISWOYO.

Jelutung was included in the dual-purpose tree, which means it can be produce both types of forest product commodities, there are non-wood forest product commodity such as jelutung latex and wood forest product comodity. The latex and wood already known and used by people, during productive time the latex was tapped and the end of cycle the wood are used. Because a lot of utilization big efforts are really needed to improve the quality and productivity of jelutung, so we can conserve that plant to prevent their extinction. One of the efforts to improve the quality and productivity of jelatung is by giving them colchicine.

This research were determined to figure out what is the effect of using Colchicine on the growth of Jelutung Seedling on nurseries media. The research was conducted at Tissues Culture Laboratory of the Living Environment Research Center, Bogor Institute of Agriculture. Estimated on January – April 2011. This research was compiled by using the statistical methods of RAL One Factorial. There are 5 treatments in total with 10 replications, thus it makes a total of 50 experimental units. It consists of 4 treatments was given different Colchicine concentrate and one functions as a control. Colchicine concentrate used on this experiment was 0.5 mg/l, 1.0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg/l. Colchicine was given out twice a day for two days, thoroughly, and then a one week recess. The treatment was repeated six times. Observations and measurements was done once in a week for a total of 8 weeks, given the parameter circumstances consists of the shoot’s height and diameter growth, and the numbers of newly-sprout leaves. Plant cultivation includes the provision of green hyponex fertilizer, hormones of the shoot, bactericide, and fungicide.

The results of this research indicate that the highest average height of shoot, diameter and the numbers of leaves is found on 2.0 mg/l concentration. According to statistical test, the Colchicine affected the height and diameter of the shoot, but not the amount of leaves, nevertheless, the treatments that was given

Colchiline is making a big difference on the average results with one that wasn’t

given out Colchiline (control). It is obviously because the Colchiline was really affecting.

This research concludes that Colchicine affects the height and diameter of the shoot oh the Jelutung, although it has very minimum effect to the numbers of leaves. Yet it can be said that there is a tendency that poliploid was occurred on the treatment with Colchicine.


(4)

PENGARUH KONSENTRASI

COLCHICINE

TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT TUMBUHAN

JELUTUNG (

Dyera costulata

Hook. f.)

EKA SUMARYADI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Colchicine terhadap Pertumbuhan Bibit Tumbuhan Jelutung (Dyera costulata Hook. F.)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Eka Sumaryadi NRP E34060266


(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Colchicine terhadap Pertumbuhan Bibit Tumbuhan Jelutung (Dyera costulata Hook. f.)

Nama : Eka Sumaryadi

NRP : E34060266

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Edhi Sandra, M.Si Ir. Siswoyo, M.Si

NIP : 196610191993031002 NIP : 196502081992031003

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. H Sambas Basuni, MS NIP : 19580915 198403 1 003


(7)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Achmad Sadeli dan Ibu Engkay Kartia. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1993 di Taman Kanak-Kanak Islam Al-Hidayah sampai dengan tahun 1994. Penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SDI Al-Hidayah dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 166 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan ke SMAN 49 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota dan staf Biro Kekeluargaan dalam kepengurusan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) tahun 2007-2008, staf Biro Kewirausahaan HIMAKOVA periode 2008-2009, serta menjadi Kelompok Pemerhati Flora (KPF) pada organisasi HIMAKOVA, menjadi panitia Divisi PDD (Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi) dalam Gebyar Nusantara pada tahun 2006, dan menjadi panitia dalam Bursa Kerja-IPB JOBFAIR 2010. Penulis pernah melaksanan praktek dan kegiatan lapang antara lain : Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di CA Kawah Kamojang dan CA Leuweung Sancang pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2009), Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Merbabu (2010), Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di CA Rawa Danau Jawa Barat (2009), serta Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan Barat (2008).

Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul Pengaruh Konsentrasi

Colchicine terhadap Pertumbuhan Bibit Tumbuhan Jelutung (Dyera costulata


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil `aalamiin. Puji dan syukur dipanjatkan ke-Hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Salawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Ir. Siswoyo, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat, nasehat dan bimbingannya.

2. Orang tuaku tercinta yaitu Bapak Achmad Sadeli dan Engkay Kartia serta adikku Aliza Azahra dan kakakku Aan Casmini dan Siti Tarlina yang memberikan doa, dorongan serta semangat selama kegiatan penelitian ini. 3. Dra. Sri Rahaju, M.Si. sebagai dosen penguji dari Departemen Manajemen

Hutan serta Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc. sebagai ketua sidang. Terimakasih atas arahan dan masukan untuk penulis.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf di Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 5. Kepada seluruh pihak Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup IPB : Mbak Yuli Fitriani, S. Hut, a’Rahmat, Nita dan Neti.

6. Keluarga Besar KSHE “Cendrawasih” 43 atas segala kebersamaan, kekompakan, kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, suka duka, serta semua hal yang telah mengukir banyak cerita dan kenangan yang takkan terlupakan oleh penulis.

7. Keluarga besar HIMAKOVA dan KPF ”Rafflesia”, khususnya periode kepengurusan tahun 2007-2009 atas segala kebersamaan, kekompakan, serta pengalaman yang telah dilalui.

8. Keluarga besar Pondok Wina (Bayu, Nodi, Henky, Abok, Arief, Miftah, Bete, Koko, Heru, Nanang, Nungky, Ipang, Hendra, Vicky, Riki, Irman dan seluruh


(9)

PGT) atas kebersamaannya melewati hari-hari penuh pengalaman dan kenangan.

9. Keluarga besar Kekeh (Nining, Mely, Ade, Muti, Dian, Imam, Farid, Ariyus dan Farhad) khususnya Nining Maulana yang telah memberikan dorongan

semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis serta sahabat “kost bu Enap”

(Tio, Agus, Wahyu, Andi, Asdo, Ajay) atas segala kebersamaannya.

10.Keluarga besar MERCON “Merbabu Community” (Arief, Bayu, Stephen, Abdi, Dinen, Ikbal dan Fuad) atas kebersamaan dan kekompakannya selama menjalani PKL.

11. Teman-teman “The Blazters” (Bayu, Imam, Amri, Dhidot, Eko) yang telah menjadi teman serta sahabat yang baik sejak dari asrama hingga sekarang. 12.Teman-teman yang telah membantu penulis dalam kelancaran menyelesaikan

skripsi ini (Reni, Bret, Nano dan Boer).

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini apapun bentuknya.

Bogor, September 2011

Eka Sumaryadi NRP E34060266


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam penulis panjatkan kepada suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Colchicine terhadap Pertumbuhan Bibit Tumbuhan Jelutung (Dyera costulata Hook. f.)” yang dibimbing oleh Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Bapak Ir. Siswoyo, M.Si.

Penghargaan penulis sampaikan pula kepada pihak Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB, Mbak Yuli Fitriani, S.Hut dan rekan-rekan yang telah membantu penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga karya yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

1.4. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jelutung (Dyera costulata) ... 4

2.2. Colchicine ... 5

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 8

3.2 Bahan dan Alat ... 8

3.3 Metode Penelitian ... 8

3.3.1. Persiapan Bahan Bibit Tumbuhan Jelutung ... 8

3.3.2. Pemeliharaan ... 8

3.3.3. Pemberian Perlakuan, Pengamatan dan Pengukuran ... 9

3.3.4. Analisis Data ... 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persentase Hidup ... 11

4.2. Tinggi Tunas ... 12

4.3. Diameter ... 14

4.4. Jumlah Daun ... 16

4.5. Pengaruh Konsentrasi Colchicine pada Pertumbuhan Jelutung ... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 22

5.2. Saran ... 22


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Persentase Hidup Bibit Tumbuhan Jelutung ... 11

2. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tunas ... 12

3. Uji Lanjut Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tunas ... 12

4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter ... 14

5. Uji Lanjut Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter ... 14


(13)

DAFTAR

GAMBAR

Halaman 1. Histogram Rata–rata Pertambahan Tinggi Tunas ... 13 2. Histogram Rata–rata Pertambahan Diameter ... 15 3. Histogram Rata–rata Pertambahan Jumlah Daun ... 17 4. Pada Perlakuan Colchicine Terlihat Pertambahan Tinggi yang Lebih

Besar Dibandingkan Perlakuan Tanpa Colchicine/Kontrol ... 18 5. Pada Perlakuan Colchicine (B, C, D, dan E) Umumnya Terlihat Ukuran

Daun yang Lebih Besar dan Berwarna Lebih Hijau Dibanding Perlakuan Kontrol (A)... 20


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Tinggi ... 26

2. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Diameter ... 29

3. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun ... 32

4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Menggunakan SAS ... 35

5. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter Menggunakan SAS ... 36

6. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Menggunakan SAS ... 37


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia terdapat dua jenis pohon Jelutung (Dyera spp.), yaitu: Dyera costulata Hook. f. dan Dyera lowii Hook. f. Kedua jenis pohon ini termasuk ke- dalam famili Apocynaceae.

Jelutung termasuk ke dalam jenis pohon dwiguna, artinya pohon yang dapat menghasilkan kedua jenis komoditi hasil hutan yaitu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa getah jelutung dan hasil hutan berupa komoditi kayu. Menurut Bastoni dan Lukman (2004), kelebihan budidaya jelutung dibandingkan budidaya pohon lainnya adalah multi produk yang dihasilkannya. Selain menghasilkan kayu, pohon jelutung juga dapat menghasilkan getah. Getah (untuk permen karet, kosmetik, dan isolator) dan kayu (untuk pencil slate, vinir,

dan moulding) sudah dikenal dan dimanfaatkan lama oleh masyarakat, pada masa produktif disadap getahnya, dan pada akhir daur dimanfaatkan kayunya.

Indonesia merupakan penghasil utama getah jelutung, hampir seluruh produksi getah jelutung Indonesia diekspor ke luar negeri dalam bentuk bongkah. Salah satu pemanfaatan terbesar lateks jelutung adalah sebagai bahan baku pembuatan permen karet dan campuran ban mobil. Lateks jelutung berfungsi sebagai bahan baku pembuatan permen karet telah dimulai sejak tahun 1920-an dan pada tahun 1940-an lateks jelutung telah menggeser posisi lateks dari pohon

Achras sapota, yaitu pohon penghasil bahan baku asli permen karet yang berasal dari Amerika Tengah. Lateks jelutung juga digunakan dalam industri perekat, laka, lanolic, vernis, ban, water proofing dan cat serta sebagai bahan isolator dan barang kerajinan (Partadireja dan Koamesakh, 1973).

Kayu jelutung bersifat lunak dan berwarna putih dengan tekstur permukaan agak rata, halus dan licin sehingga bisa digunakan sebagai bahan pola sepatu, sebagai bahan baku pembuatan batang pensil dan sebagai bahan pembuatan papan dan peti. Vinir kayu jelutung mudah dibuat dan mudah direkat. Kayu jelutung mudah digergaji dalam keadaan kering dan mudah dikerjakan seperti diserut, dibor, dipaku, disekrup dan diberi finishing seperti cat, divernis dan dipelitur.


(16)

2

Selama ini Negara Indonesia menjadi pemasok getah jelutung terbesar pada negara-negara importir. Negara tujuan ekspor meliputi Singapura, Jepang dan Hongkong. Ekspor lateks jelutung Indonesia pada tahun 1990 mencapai 6.500 ton dan tahun-tahun berikutnya terus menurun hingga mencapai 1.182 ton pada tahun 1993 (Coppen, 1995). Kebutuhan getah jelutung untuk berbagai industri diberbagai Negara, belum bisa dipenuhi seluruhnya oleh Negara Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya peningkatan mutu dan produksi tumbuhan jelutung serta upaya untuk melestarikannya karena jumlahnya yang semakin berkurang. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan melestarikannya adalah dengan pemberian zat kimia colchicine.

Colchicine merupakan senyawa alkaloid yang diekstrak dari tumbuhan yang termasuk dalam genus Colchicum, famili Liliaceae, terutama dari umbi dan biji krokus (Colchicum autumnale Linn.) yang berbunga pada musim gugur yang dapat digunakan untuk menginduksi poliploidi (Eigsti dan Dustin, 1957).

Poliploidi adalah organisme yang mempunyai lebih dari dua set kromosom atau genom dalam sel somatisnya. Beberapa ciri tumbuhan poliploidi antara lain inti dan isi sel lebih besar, daun dan bunga bertambah besar, dan dapat tejadi perubahan senyawa kimia termasuk peningkatan atau perubahan pada macam atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin, atau alkaloid (Poespodarsono, 1988). Dengan demikian, penelitian mengenai Colchicine sangat cocok dalam mengatasi masalah akan ketersediaan terhadap tumbuhan jelutung guna mendapatkan tumbuhan jelutung dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi colchicine

terhadap pertumbuhan bibit tumbuhan jelutung (D. costulata).

1.3. Hipotesis

Hipotesis yang ingin dibuktikan adalah konsentrasi colchicine memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit tumbuhan jelutung (D. costulata) pada media pembibitan.


(17)

3

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi colchicine yang cocok untuk pertumbuhan tumbuhan jelutung (D. costulata) guna mendapatkan hasil dengan nilai mutu, kualitas, dan kuantitas yang baik sesuai dengan yang diharapkan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jelutung (Dyera costulata)

Jelutung atau jelutong (D. costulata, syn. D. laxiflora) adalah spesies pohon dari subfamilia oleander. Pohon ini dapat tumbuh hingga tinggi 60 meter dengan diameter sebesar 2 meter. Pohon ini tumbuh di Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sumatera dan bagian selatan Thailand (Soepadmo, 2004).

- Klasifikasi :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Gentianales Famili : Apocynaceae Genus : Dyera

Spesies : Dyera costulata Hook. f. - Nama daerah :

Anjarutung, gapuk, jalutung, jelutung gunung, labuai, lebuai, letung, melabuai, nyalutung, nyulutung, pidoron (Sumatera), jelutung bukit, pantung jarenang, pantung gunung, pantung kapur, pantung tembaga, pulut (Kalimantan).

- Daerah penyebaran :

Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur.

Jelutung merupakan salah satu jenis pohon raksasa dengan diameter batang mencapai 240 cm dan tinggi lebih dari 45 m, berbatang lurus dengan percabangan pertama dimulai pada ketinggian sekitar 30 m, tumbuh menyebar secara alami dengan jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya 50 m dan umumnya antara 300 - 400 m. Jelutung tersebar di Sumatera (Jambi, Riau, Sumatra Utara) dan dikenal dengan nama abuwai, sedangkan di Kalimantan(Kal-


(19)

5

bar, Kalteng, Kalsel) dikenal dengan nama pantung. Ada tiga macam pohon jelutung, dua macam tumbuh di rawa berwarna putih dan hitam, dan satu macam tumbuh di pegunungan berwarna merah(Siaran Pers Dephut, 2004).

Pohon jelutung dapat disadap sepanjang tahun, produksi lateks per pohon tergantung pada ukuran pohon dan cara penyadapannya. Sedangkan mutu lateks jelutung tergantung pada jenis pohon jelutung yang disadap serta perlakuan dan teknik penanganan pascapanen yang diterapkan. Dyera costulata menghasilkan lateks sekitar 2,5 kg lebih banyak dari Dyera laxiflora yang hanya menghasilkan 0,5 kg lateks. Di Kalimantan dari satu pohon pantung rata-rata dapat menghasilkan lateks jelutung sebanyak 50 kg/pohon/tahun. Penyadapan dilakukan pagi hari supaya lateks yang dihasilkan berjumlah banyak dan tidak membeku (Siaran Pers Dephut, 2004).

Pengembangan jelutung mempunyai prospek yang baik karena kedua jenis produk pohon jelutung (getah dan kayu) memiliki banyak manfaat. Kayu jelutung berwarna putih kekuningan, bertekstur halus, arah serat lurus dengan permukaan kayu yang licin mengkilap. Sifat kayu jelutung tersebut sangat baik digunakan sebagai bahan baku industri mebel, plywood, moulding, pulp, patung dan pencil slate. Getah jelutung dapat digunakan sebagai bahan baku permen karet, isolator dan soft compound ban. Pasar kayu jelutung di dalam negeri relatif baik, hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan baku industri pencil slate yang mencapai 180.670 m3 per tahun (Bastoni dan Lukman, 2004).

2.2. Colchicine

Kolkisin (C22H25O6N) merupakan alkaloid yang diekstrak dari biji dan

umbi tanaman Colchicum aurumnale Linn (Suryo, 1995). Rumus kimia dari senyawa ini adalah C22H25O6N, warnanya kuning pucat dan biasanya akan

berubah bila terkena cahaya. Colchicine tersedia dalam bentuk bubuk, dapat larut dalam air, ether dan benzene, sangat aktif dalam konsentrasi rendah. Konsentrasi

colchicine yang digunakan bersifat sangat kritis, konsentrasi yang beragam menyebabkan pengaruh yang beragam juga (Eigsti dan Dustin, 1957).

Colchicine dapat digunakan untuk menginduksi poliploidi (Eigsti dan Dustin, 1957). Poliploidi adalah organisme yang mempunyai lebih dari dua set


(20)

6

kromosom atau genom dalam sel somatisnya. Beberapa ciri tumbuhan poliploidi antara lain, inti dan isi sel lebih besar, daun dan bunga bertambah besar, dan dapat terjadi perubahan senyawa kimia termasuk peningkatan atau perubahan pada macam atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin atau alkaloid (Poespadarsono, 1988).

Poliploidi pada tumbuhan dapat terjadi secara alami atau buatan. Poliploidi yang sengaja dibuat menggunakan zat-zat kimia tertentu, salah satunya adalah

colchicine. Zat kimia ini paling banyak digunakan dan efektif karena mudah larut dalam air (Suryo, 1995). Jauhariana (1995) menyatakan bahwa konsentrasi

colchicine yang digunakan bervariasi dari 0,0006% sampai 1,0% dengan lama perendaman 1-6 hari, tergantung jenis benihnya. Benih yang lambat berkecambah umumnya memerlukan waktu yang lama. Pada umumnya colchicine efektif pada kadar 0,01%-1,0% (Jauhariana, 1995).

Tanaman poliploid memiliki pola pertumbuhan, ciri morfologi, anatomi, genetik, fisiologi, dan produktivitas yang berbeda dibandingkan dengan tanaman diploidinya. Umumnya kenampakan tanaman dan produktivitasnya lebih baik, sehingga secara ekonomis lebih menguntungkan (Burns, 1972).

Burns (1972) mengungkapkan adanya ciri morfologi yang berbeda pada tanaman poliploid dibandingkan tanaman diploidnya. Pada tanaman poliploid, jumlah kromosom yang lebih banyak menyebabkan ukuran sel dan inti sel bertambah besar. Sel yang berukuran lebih besar menghasilkan bagian tanaman seperti daun, bunga, buah maupun tanaman secara keseluruhan yang lebih besar.

Kepekaan terhadap perlakuan colchicine berbeda diantara spesies tanaman, oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda untuk setiap spesies, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda, konsentrasi dan waktu perlakuan akan berbeda pula. Untuk tunas, pemberian colchicine dapat berupa larutan yang ditetes atau agar yang dioleskan setiap 2 atau 3 kali seminggu dengan konsentrasi 0,5 % sampai 1,0 % (Poespodarsono, 1988).

Eigsti dan Dustin (1957) juga mengemukakan bahwa tunas pembelahan yang paling efektif untuk diberi perlakuan colchicine konsentrasi rendah adalah pada tahap akhir profase. Benang gelendong biasanya muncul tidak lama setelah lenyapnya dinding inti, tetapi dengan hadirnya colchicine, benang gelendong tidak


(21)

7

terbentuk. Bila pembelahan sel telah mencapai anaphase, colchicine pada konsentrasi tinggi dapat menghentikan gerakan kromosom serta memusnahkan benang gelendong. Kromosom yang telah berpisah, bercampur kembali dan terbentuklah sebuah nukleus.

Colchicine menghambat pembentukan benang-benang spindel pada tahap profase, menghambat pembelahan inti, pemisahan kromosom, pembentukan anak sel dan secara efektif menghentikan proses pembelahan, karena itu keberadaan

colchicine menyebabkan kromosom tidak dapat terbagi menjadi dua anak sel yang baru sehingga mengakibatkan jumlah kromosom dalam sel tersebut menjadi dua kali lipat. Dengan konsentrasi yang cukup, benang-benang spindel yang telah terbentuk pada tahap anafase dapat dihancurkan (Eigsti dan Dustin, 1957).

Pemakaian colchicine secara umum ada dua cara, yaitu : 1). Mengoleskan atau meneteskan larutan colchicine pada bagian tanaman yang sedang

meristematika atau sering juga disebut dengan “drop method”, 2). Diberikan

dalam bentuk campuran agar yang dibalutkan pada bagian tanaman yang

meristem, disebut juga “agar kapsul method” (Soetarso, 1978 dalam Jenimar, 1988).


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Januari sampai bulan April 2011.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa bibit tumbuhan jelutung sebanyak 50 batang, polybag berisi media tanah dengan campuran tanah, pakis halus, dan sekam bakar (2:1:1), larutan colchicine dengan konsentrasi 0,5 mg/l, 1,0 mg/l, 1,5 mg/l, dan 2,0 mg/l, pupuk Hyponex hijau, bakterisida, fungisida, hormon tunas, dan air. Sedangkan untuk alat yang digunakan adalah alat penyiram, penggaris, jangka sorong, polybag, spidol permanen, alat tulis, pipet, timbangan, kamera, dan

tally sheet.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Persiapan Bahan Bibit Tumbuhan Jelutung

Bibit tumbuhan jelutung yang diamati diukur dan dipilih berdasarkan keseragaman ukuran diameter dan tinggi tanaman (memiliki perbedaan ukuran yang tidak jauh berbeda). Bibit tumbuhan jelutung yang diamati mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu ditempatkan pada polybag yang berisi media tanah dengan campuran tanah, pakis halus, dan sekam bakar (2:1:1). Tahap selanjutnya adalah pemberian label pada polybag.

3.3.2. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap bibit tumbuhan jelutung adalah dengan penyiraman yang dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari menggunakan campuran air dengan hormon tunas (10 ml/liter), campuran air dengan Hyponex hijau (2 gr/liter), dan campuran air dengan bakterisida (1 gr/liter) dan fungisida(1 gr/liter) yang diberikan secara bergantian.


(23)

9

Pemeliharaan selanjutnya adalah dengan melakukan penyiangan, yaitu menghilangkan tanaman penggangu (liar) yang berada di sekitar tanaman yang sedang dipelihara (diamati) agar pertumbuhannya tidak terganggu oleh tanaman pengganggu tersebut.

3.3.3. Pemberian Perlakuan, Pengamatan, dan Pengukuran

Teknik pemberian colchicine yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara meneteskan larutan colchicine menggunakan pipet sebanyak satu tetes pada bagian tunas (pada titik tumbuh apikal). Teknik ini sering juga disebut

drop method”.

Pada penelitian ini Pemberian colchicine dilakukan dua kali sehari selama dua hari, kemudian diberi jeda selama tujuh hari. perlakuan yang sama dilakukan sebanyak enam kali. Sebagai perbandingan disediakan bahan tanaman kontrol yang tidak diberi perlakuan colchicine. Pengamatan dan pengukuran pertumbuhan bibit tumbuhan jelutung dilakukan selama jeda pemberian colchicine dengan frekuensi pengamatan sekali seminggu. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tinggi tunas, diameter (diukur pada ketinggian ± 1 cm dari permukaan tanah), dan jumlah daun baru.

3.3.4. Analisis Data

Jumlah perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 perlakuan dengan 10 kali jumlah ulangan pada setiap perlakuannya. Untuk 4 perlakuan diberi kosentrasi colchicine dengan kosentrasi yang berbeda-beda dan 1 perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi+ εij : i = 1, 2, 3, 4, 5

j = 1, 2, 3, …. , 10

Yij = Hasil pengamatan terhadap bibit tanaman jelutung pada

konsentrasi colchicine ke-i dan ulangan ke-j. µ = Nilai tengah umum (rata-rata populasi)

τi = Pengaruh konsentrasi colchicine ke-i.

Faktor perlakuan konsentrasi colchicine ke-i A : Kontrol


(24)

10

B : Konsentrasi 0,5 mg/l C : Konsentrasi 1,0 mg/l D : Konsentrasi 1,5 mg/l E : Konsentrasi 2,0 mg/l

ij = Pengaruh galat percobaan pada bibit tanaman jelutung ke-j yang

memperoleh perlakuan konsentrasi colchicine ke-i.

Untuk mengetahui pengaruh colchicine yang diberikan terhadap pertumbuhan bibit tanaman jelutung maka dilakukan uji F. Apabila hasil sidik ragam memberikan hasil berpengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis system


(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persentase Hidup

Persentase hidup merupakan kemampuan hidup suatu bibit tumbuhan atau tingkat daya tahan (survive) tumbuhan di lapangan. Apabila tumbuhan tersebut memiliki persentase hidup yang tinggi, maka tumbuhan tersebut mempunyai daya tahan hidup yang baik di lapangan. Untuk mengetahui persentase hidup tumbuhan Jelutung (D. costulata) yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase Hidup Bibit Tumbuhan Jelutung

Jumlah Ulangan Bibit Tumbuhan (Bibit) No Perlakuan Hidup

dengan

P=0

Hidup dengan

P>0

Mati Persentase Hidup (%)

1 A 0 10 0 100

2 B 0 10 0 100

3 C 0 10 0 100

4 D 0 10 0 100

5 E 0 10 0 100

Keterangan : ΔP adalah Pertambahan tumbuh bibit untuk tinggi tunas, diameter,

dan jumlah daun.

Jumlah ulangan yang menunjukkan adanya P>0 adalah jumlah ulangan yang hidup pada setiap perlakuan dan mengalami pertumbuhan tinggi tunas, diameter, dan jumlah daun yang lebih besar dari nol.

Pada tabel 1 di atas dapat dilihat persentase hidup tumbuhan Jelutung (D. costulata) yang diamati di lapangan adalah 100%. Dari persentase ini, dapat diketahui bahwa tumbuhan Jelutung (D. costulata) memilki persen hidup yang tinggi. Persentsase hidup untuk setiap perlakuan yang berbeda-beda dan waktu pengamatan yang berbeda-beda maka akan berbeda pula hasil persentase hidupnya.


(26)

12

4.2. Tinggi Tunas

Pengukuran data tinggi tunas pada bibit tumbuhan jelutung dilakukan seminggu sekali selama 8 minggu (2 bulan). Menurut Salisbury dan Ross (1995), meristem apikal pada tajuk merupakan tempat tumbuhnya bagian daun, cabang, dan bunga. Maka dalam penelitian ini, pengukuran diukur dari pertambahan tinggi tunas apikal. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan colchicine dengan kosentrasi yang berbeda-beda terhadap pertambahan tinggi, maka dilakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam pertambahan tinggi tunas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tunas Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung F 0,05

Perlakuan 4 3,941 0,985 5,27 2,579

Error 45 8,419 0,187

Total 49 12,360

Hasil sidik ragam untuk pertambahan tinggi tunas menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F (0,05), sehingga keputusan yang diambil adalah menolak hipotesis nol, yang berarti pemberian konsentrasi colchicine

terhadap pertambahan tinggi tunas tumbuhan jelutung berpengaruh nyata. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut atau uji Duncan.

Tabel 3 Uji Lanjut Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tunas Perlakuan Jumlah Ulangan (N) Rata-rata Pertambahan Tinggi Tunas (cm)

A 10 1,030b

B 10 1,190b

C 10 1,240b

D 10 1,140b

E 10 1,830a

Keterangan : Huruf yang sama di belakang rataan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.


(27)

13

Menurut Gasperz (1991) apabila hasil sidik ragam memberikan hasil berpengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Tingginya tunas pada perlakuan colchicine E dan rendahnya tunas pada perlakuan colchicine D disebabkan oleh kepekaan terhadap pengaruh colchicine yang berbeda-beda diantara spesies tanaman, bahkan diantara bagian tanaman yang berbeda, sehingga konsentrasi akan berbeda pula (Poespodarsono, 1988). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Histogram Rata–rata Pertambahan Tinggi Tunas.

Pada Gambar 1 dapat terlihat bahwa adanya perbedaan hasil rata-rata pertambahan tinggi tunas antara perlakuan kontrol (A) dengan perlakuan yang dibeikan colchicine (perlakuan B, C, D, dan E). Pada perlakuan yang diberikan konsentrasi colchicine memiliki hasil rata-rata pertambahan tinggi tunas yang lebih besar dibanding perlakuan kontrol. Diantara semua perlakuan, perlakuan E dengan kosentrasi colchicine 2,0 mg/L memberikan hasil yang lebih tinggi dengan nilai rata–rata pertambahan tinggi tunas sebesar 1,830 cm, sedangkan hasil terendah adalah perlakuan A (kontrol/tanpa pemberian colchicine) dengan nilai rata–rata pertambahan tinggi tunas sebesar 1,030 cm. Perbedaan rata-rata pertambahan tinggi tunas antar perlakuan disebabkan oleh kepekaan bibit yang

1,030

1,190 1,240 1,140

1,830 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000

A B C D E

Rata -r ata Per tam b ahan Ti n g g i (c m ) Perlakuan


(28)

14

berbeda terhadap perlakuan colchicine. Menurut Suryo (1995) setiap jenis tanaman mempunyai respon yang berbeda terhadap perlakuan colchicine.

4.3. Diameter

Pengukuran diameter pada bibit tumbuhan jelutung dilakukan seminggu sekali selama 8 minggu (2 bulan). Pengukuran diukur pada ketinggian ± 1 cm dari permukaan tanah. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan colchicine dengan kosentrasi yang berbeda-beda terhadap pertambahan diameter, maka dilakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam pertambahan diameter dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung F 0,05

Perlakuan 4 0,034 0,009 9,43 2,579

Error 45 0,041 0,001

Total 49 0,075

Hasil sidik ragam untuk pertambahan diameter menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F (0,05), sehingga keputusan yang diambil adalah menolak hipotesis nol, yang berarti pemberian konsentrasi colchicine terhadap pertambahan diameter tumbuhan jelutung berpengaruh nyata. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut atau uji Duncan.

Tabel 5 Uji Lanjut Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter

Perlakuan Jumlah Ulangan (N) Rata-rata pertambahan Diameter (cm)

A 10 0,093c

B 10 0,101bc

C 10 0,126b

D 10 0,107bc

E 10 0,166a

Keterangan : Huruf yang sama di belakang rataan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.


(29)

15

Menurut Gasperz (1991) apabila hasil sidik ragam memberikan hasil berpengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pertambahan diameter didapat hasil rata-rata pertambahan diameter terbesar berada pada perlakuan E dan terkecil berada pada perlakuan kontrol. Secara keseluruhan hasil rata-rata pertambahan diameter pada perlakuan yang diberikan colchicine lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa colchicine. Menurut Arisumi (1973) tanaman tetraploid mempunyai batang, bunga, dan daun yang lebih besar dan tebal dibandingkan tanaman diploid. Pada Tabel 5 hasil rata-rata pertambahan diameter berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena kepakaan terhadap pengaruh colchicine berbeda untuk setiap jenis tumbuhan. Menurut Poespodarsono (1988) tiap spesies memiliki respon yang berbeda terhadap aplikasi colchicine.

Gambar 2 Histogram Rata-rata Pertambahan Diameter.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa perlakuan yang diberikan konsentrasi

colchicine memiliki hasil rata–rata pertambahan diameter yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa pemberian colchicine/kontrol. Pertambahan rata-rata diameter terbesar adalah pada perlakuan E (2,0 mg/L) sebesar 0,166 cm dan

0,093 0,101

0,126 0,107 0,166 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120 0,140 0,160 0,180

A B C D E

Rata -r ata Per tam b ahan D iam et er B atan g (c m ) Perlakuan


(30)

16

pertambahan rata-rata diameter terkecil adalah pada perlakuan A (kontrol) sebesar 0.093 cm. Menurut Poespodarsono (1988) kepekaan terhadap perlakuan

colchicine amat berbeda diantara spesies tanaman. Sehingga pada setiap perlakuan, baik perlakuan kontrol maupun perlakuan yang diberikan colchicine

memiliki nilai rata-rata yang berbeda-beda pula.

4.4. Jumlah Daun

Perhitungan jumlah daun pada bibit tumbuhan jelutung dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi tunas dan diameter yaitu seminggu sekali selama 8 minggu (2 bulan). Perhitungan jumlah daun yang dihitung adalah pertambahan jumlah daun baru yang tumbuh selama waktu pengamatan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan colchicine terhadap pertambahan jumlah daun, maka dilakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam pertambahan jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung F 0.05

Perlakuan 4 5,720 1,430 0,60 2,579

Error 45 107,900 2,398

Total 49 113,620

Hasil sidik ragam untuk pertambahan jumlah daun menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih kecil dari nilai F (0,05), sehingga keputusan yang diambil adalah menerima hipotesis nol. Ini berarti bahwa pemberian konsentrasi

colchicine terhadap pertambahan jumlah daun tumbuhan jelutung tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, tidak perlu dilakukan uji lanjut atau uji Duncan. Menurut Gasperz (1991) Konsekuensi dari keputusan tersebut adalah pengujian lebih lanjut

tidak diperlukan. Untuk mengetahui hasil rata-rata pertambahan jumlah daun


(31)

17

Gambar 3 Histogram Rata-rata Pertambahan Jumlah Daun.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan pemberian

colchicine memiliki hasil rata-rata pertambahan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian colchicine/kontrol. Hasil rata-rata pertambahan jumlah daun terbesar adalah pada perlakuan C dan perlakuan E. Dan hasil rata-rata pertambahan jumlah daun terkecil adalah pada perlakuan A (kontrol).

Pemberian colchicine secara statistik tidak berbeda nyata, namun perlakuan dengan pemberian colchicine memiliki hasil rata-rata lebih besar dibanding perlakuan tanpa colchicine. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh

colchicine di dalamnya. Menurut Arisumi (1973) tanaman tetraploid mempunyai batang, bunga, dan daun yang lebih besar dan tebal dibandingkan tanaman diploid.

4.5. Pengaruh konsentrasi colchicine pada Pertumbuhan Jelutung

Pengamatan tinggi tunas, diameter, dan jumlah daun dilakukan sebanyak 8 kali selama 8 minggu (2 bulan) dengan intensitas pengamatan dilakukan seminggu sekali. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada pertumbuhan tinggi tunas dan diameter. Pertumbuhan tinggi tunas dan

1.300 1.800 2.100 1.400 2.100 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500

A B C D E

Rata -r ata Per tam b ahan J u m lah D aun (Da u n ) Perlakuan


(32)

18

diameter yang diberikan perlakuan colchicine mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingakan dengan pertumbuhan tanpa perlakuan colchicine. Pertumbuhan yang tidak berbeda nyata terhadap pengaruh colchicine secara statistik ditunjukkan pada pertumbuhan jumlah daun. Namun berdasarkan hasil rata-rata pertambahan jumlah daun, untuk perlakuan yang diberikan colchicine

mempunyai hasil rata-rata pertambahan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa colchicine/kontrol. Berdasarkan keadaan morfologi yang ada di lapangan, ada kecenderungan perbedaan yang tampak antara perlakuan yang diberikan colchicine dengan perlakuan tanpa colchicine, baik tinggi maupun besarnya daun. Hal tersebut disebabkan karena adanya aktifitas colchicine, sehingga secara keseluruhan tumbuhan jelutung yang diberi perlakuan colchicine mengalami perubahan sifat. Menurut Poespodarsono (1988) mutasi kromosom dapat mengakibatkan perubahan sifat pada tanaman. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pada Perlakuan Colchicine Terlihat Pertambahan Tinggi yang Lebih Besar Dibandingkan Perlakuan tanpa Colchicine/Kontrol.

Penggunaan colchicine pada titik tumbuh dari tanaman akan mencegah pembentukkan serabut-serabut gelondong dan pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel. Perlakuan ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah kromosom sebelum terjadi penggandaan kromosom dapat terlihat jelas selama tahap-tahap tertentu dari pembelahan inti (Crowder, 1997).


(33)

19

Dalam keadaan normal sel akan menggunakan benang-benang spindel untuk mengatur kromosom, membuat duplikat kromosom dan membaginya menjadi dua sel baru yang masing-masing akan memiliki satu set tunggal kromosom. Proses poliploidisasi pada tanaman yang sudah dipengaruhi colchicine

dimulai dengan terhambatnya pembentukkan benang-benang spindel pada tahap profase, menghambat pembelahan inti, pemisahan kromosom, pembentukkan anak sel dan secara efektif menghentikan proses pembelahan, karena itu keberadaan colchicine menyebabkan kromosom tidak dapat terbagi menjadi dua anak sel yang baru sehingga mengakibatkan jumlah kromosom dalam sel tersebut menjadi dua kali lipat (Eigsti dan Dustin, 1957). Menurut Poespodarsono (1988) dengan bertambahnya jumlah kromosom dapat mengakibatkan meningkatnya ukuran sel dan produksi.

Efektifitas kerja colchicine dalam menginduksi penggandaan kromosom Menurut Eigsti dan Dustin (1957) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Konsentrasi colchicine yang diberikan. 2. Lama kontak sel dengan colchicine.

3. Tahap mitosis tertentu saat colchicine kontak dengan nukleus.

4. Tipe sel (sel embrio atau dewasa, sel normal atau neoplastik, sel lambat tumbuh atau jaringan yang distimulasi menggunakan hormon, dan sebagainya).

5. Lingkungan yang mendukung mitosis.

Pengaruh colchicine memberikan sifat tanaman menjadi tampak lebih kekar, daun-daun mempunyai ukuran lebih besar dan berwarna lebih hijau dengan bunga dan buah juga mempunyai ukuran lebih besar (Suryo, 1995). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Poespodarsono (1988) bahwa salah satu ciri tumbuhan poliploid adalah daun dan bunga yang bertambah besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.


(34)

20

Gambar 5 Pada Perlakuan Colchicine (B, C, D, dan E) Umumnya Terlihat Ukuran Daun yang Lebih Besar dan Berwarna Lebih Hijau Dibanding Perlakuan Kontrol (A).

Tunas ujung mempunyai meristem massa (pertumbuhan dengan cara pembelahan dan pembesaran sel terjadi di dalam jaringan khusus) dengan aktifitas sel yang giat dan mempunyai sumber hormon yang dihasilkan sendiri (Gardner, Pearce, dan Mitchell, 1991). Menurut Salisbury dan Ross (1995) meristem apikal pada tajuk merupakan tempat tumbuhnya bagian daun, cabang, dan bunga. Karena itu bagian tumbuhan yang diberi perlakuan adalah tunas. Eigsti dan Dustin (1957) juga menegaskan bahwa colchicine bekerja pada sel yang aktif membelah. Maka dalam penelitian ini dilakukan pengukuran tinggi tunas, jumlah daun, dan diameter sebagai indikator pertumbuhan tumbuhan jelutung.

Semua bibit tumbuhan jelutung ditempatkan di pelataran laboratorium. Sehingga pengaruh kondisi lingkungan terhadap semua bibit tersebut dapat dianggap sama (faktor luar diasumsikan sama). Dengan demikian faktor yang mempengaruhi efektifitas kerja colchicine dapat dipersempit menjadi tiga faktor, yaitu :


(35)

21

1. Konsentrasi colchicine yang diberikan

Menurut Poespodarsono (1988), kepekaan terhadap perlakuan colchicine amat berbeda diantara spesies tanaman. Oleh karena itu, baik konsentrasi maupun perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan waktunya.

2. Lama kontak sel dengan colchicine

Karena kepekaan terhadap perlakuan colchicine berbeda diantara spesies, maka lamanya kontak sel dengan colchicine pun akan berbeda pula pada setiap spesies. Disamping itu, pada pemberian colchicine yang dilakukan dengan cara penetesan pada ujung tunas (drop method), larutan colchicine yang diteteskan menggunakan pipet jatuhnya tidak sempurna (tetesan larutan colchicine

langsung turun dan hanya sedikit yang tersisa pada tunas). Sehingga akan mempengaruhi lamanya kontak sel dengan colchicine dan akan mempengaruhi pula efektifitas kerja dari colchicine tersebut.

3. Tahap mitosis tertentu saat colchicine kontak dengan nukleus

Inti sel yang mengalami pemulihan setelah diberikan perlakuan colchicine atau disebut dengan inti restitusi (restituted nucleus) terbentuk saat kromosom bertransformasi menuju interfase tanpa membentuk anak inti. Transformasi menuju interfase ini mungkin dimulai saat metafase atau profase yang terhambat oleh colchicine tanpa melalui anafase. Atau setelah kromosom dari setiap pasangan kromosom yang telah dipengaruhi oleh colchicine terpisah pada c-anafase (suatu transisi yang melibatkan kromosom yang terpisah). Apabila jumlah sentromer telah mengganda, maka jumlah kromosom dalam inti restitusi akan menjadi dua kali jumlahnya sebelum c-mitosis dimulai (hal ini terlihat jelas pada c-anafase). C menandakan bahwa tahapan mitosis tersebut dipengaruhi oleh colchicine. Satu konsekuensi yang penting dari c-mitosis dibandingkan dengan c-mitosis inti yang normal adalah induksi poliploidi. Tetapi tidak semua inti restitusi menjadi poliploidi, karena transformasinya menuju interfase mungkin dimulai dari profase atau metafase. Transformasi yang dimulai dari metafase atau profase tidak menyebabkan inti sel poliploidi, karena transformasi terjadi sebelum kromosom mengganda. (Eigsti dan Dustin, 1957).


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pemberian konsentrasi colchicine

memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit tumbuhan jelutung (D. costulata) pada pertambahan tinggi tunas dan diameter. Sedangkan pada pertambahan jumlah daun, pemberian konsentrasi colchicine secara statistik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Namun tidak dapat diabaikan bahwa adanya kecenderungan pengaruh colchicine di dalamnya. Hal ini terlihat pada pertumbuhan bibit tumbuhan jelutung yang diberi perlakuan colchicine

memberikan hasil rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan jelutung tanpa perlakuan colchicine (kontrol).

Perlakuan yang memberikan hasil rata-rata tertinggi pada pertumbuhan tumbuhan jelutung, baik pada pertambahan tinggi tunas, diameter, dan jumlah daun adalah perlakuan E (2,0 mg/liter).

5.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan dengan konsentrasi colchicine di atas 2,0 mg/liter.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pemberian colchicine dengan berbagai konsentrasi dan dalam selang waktu yang berbeda-beda.

3. Perlu dilakukan penelitian jumlah kromosom antara bibit tumbuhan jelutung dengan perlakuan colchicine dan tanpa perlakuan colchicine.


(37)

DAFTAR

PUSTAKA

Arisumi, T. 1973. Morphology And Breeding Behavior Of Cochicines Induced Polyploidy Impatiens spp. L. Amer. Soc. Hort. Sci. 98 (6) : 599-601. Bastoni & A.H. Lukman. 2004. Prospek Pengembangan Hutan Tanaman Jelutung

pada Lahan Rawa Sumatera. Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian dengan tema Menuju Pembangunan Hutan Tanaman Produktivitas Tinggi dan Ramah Lingkungan, Yogyakarta 11-12 Oktober 2004. Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Yogyakarta. halaman: 85 - 97.

Burns, G.W., 1972. The Science Of Genetics, an Introduction to Heredity, Edisi ke-2. New York : The Macamillan Company.

Coppen, J.J.W. 1995. Gum, Resins, And Latexes Of Plant Origin. Non Wood Forest Products, No.6. Roma : FAO.

Crowder, L.V., 1997. Genetika Tumbuhan, penerjemah Lilik Kusdiarti. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Eigsti, O. J. & P. Dustin Jr. 1957. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology and Cemistry. United State of America : The Iowa State College Press. Gardner, F. P., R. B Pearce & R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Penerbit Universitas Indonesia (IU- Press). Jakarta.

Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu Teknik dan Biologi. Bandung : CV. Armico.

Jauhariana, A.Y. 1995. Pengaruh Pemberian Kolkisin terhadap Perubahan Jumlah Kromosom, Struktur Kromosom Daun dan Gula pada Stevia rebaudiana Bertoni M. (Skripsi Fakultas Biologi Universitas GadjahMada) Tidak Dipublikasikan.

Jenimar. 1988. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pemberian Colchicine terhadap Mata Okulasi Dini Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) [Tesis]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Program Pengumpulan Kredit (KPK) Universitas Sumatera Utara.

Partadireja, S. & A. Koamesakh. 1973. Beberapa Catatan tentang Getah Jelutung di Indonesia. Proyek Penyusunan Kertas Kerja Hasil Hutan Non Kayu, Direktorat Jenderal Kehutanan. Seri No. IX.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor : Pusat Antar Universitas Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Informasi Institut Pertanian Bogor.


(38)

24

Salisbury, F. B. & C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Diterjemahkan oleh D. R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung. 757 hal.

Siaran Pers Dephut. 2004. Pohon Jelutung (Dyera spp.) Tanaman Dwiguna yang Konservasionis dan Menghidupi. http://www.dephut.go.id [19 November 2009].

Soepadmo, E., Saw, L.G., Chung, R.C.K. 2004. Apocynaceae. In Tree Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5, 2004. Middleton, D.J. eds. Government of Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia. ISBN 983-2181-59-3.


(39)

(40)

26

Lampiran 1. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Tinggi Tunas

Perlakuan Tinggi Pertambahan Tinggi (cm) Pengamatan ke- Tinggi ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Tinggi

A1 16.3 0.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 17.5 1.2

A2 16.1 0.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 17.1 1

A3 16.0 0.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 17.1 1.1

A4 16.0 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 17.0 1

A5 16.2 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 17.1 0.9

A6 15.9 0.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 17.0 1.1

A7 15.9 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 16.9 1

A8 16.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 16.9 0.9

A9 15.8 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 16.8 1

A10 15.7 0.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 16.8 1.1

B1 16.2 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 17.5 1.3

B2 15.8 0.0 0.3 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 17.0 1.2

B3 16.0 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 17.3 1.3

B4 15.8 0.0 0.4 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 17.0 1.2

B5 16.0 0.0 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 17.1 1.1

B6 16.3 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.2 17.4 1.1

B7 16.3 0.0 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.2 17.5 1.2

B8 16.2 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 0.2 17.5 1.3

B9 15.8 0.0 0.2 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 16.9 1.1


(41)

27

Lampiran 1. (Lanjutan 1)

Perlakuan Tinggi Pertambahan Tinggi (cm) Pengamatan ke- Tinggi ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Tinggi

C1 16.0 0.0 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 17.2 1.2

C2 15.7 0.0 0.2 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 16.8 1.1

C3 16.1 0.0 0.2 0.4 0.2 0.2 0.3 0.2 0.1 0.2 17.9 1.8

C4 16.0 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 17.1 1.1

C5 15.7 0.0 0.1 0.2 0.3 0.3 0.3 0.2 0.2 0.2 17.5 1.8

C6 15.8 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.2 16.9 1.1

C7 15.9 0.0 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 17.0 1.1

C8 16.0 0.0 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 17.1 1.1

C9 15.8 0.0 0.1 0.2 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.1 16.9 1.1

C10 15.7 0.0 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 16.7 1

D1 16.3 0.0 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 17.3 1

D2 15.5 0.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 16.6 1.1

D3 16.3 0.0 0.1 0.2 0.3 0.2 0.1 0.2 0.2 0.2 17.8 1.5

D4 16.2 0.0 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 17.3 1.1

D5 15.9 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 17.0 1.1

D6 15.8 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.2 0.2 17.0 1.2

D7 15.9 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 16.9 1

D8 15.7 0.0 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 16.9 1.2

D9 16.0 0.0 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 17.1 1.1


(42)

28

Lampiran 1. (Lanjutan 2)

Perlakuan Tinggi Pertambahan Tinggi (cm) Pengamatan ke- Tinggi ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Tinggi

E1 15.7 0.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 16.8 1.1

E2 15.6 0.0 0.1 0.2 0.1 0.1 0.3 0.2 0.2 0.2 17.0 1.4

E3 15.7 0.0 0.2 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 16.9 1.2

E4 16.1 0.0 0.2 0.3 0.4 0.3 0.2 0.1 0.2 0.2 18 1.9

E5 15.7 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 16.7 1

E6 15.7 0.0 0.2 0.2 0.3 0.2 0.3 0.4 0.4 0.4 18.1 2.4

E7 15.6 0.0 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.3 0.2 0.3 17.1 1.5

E8 16.2 0.0 0.3 0.3 0.4 0.4 0.2 0.3 0.1 0.3 18.5 2.3

E9 16.0 0.0 0.2 0.2 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0.2 17.5 1.5


(43)

29

Lampiran 2. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Diameter

Perlakuan Diameter Pertambahan Diameter (cm) Pengamatan ke- Diameter ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Diameter

A1 0.60 0.00 0.03 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.70 0.10

A2 0.60 0.00 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.71 0.11

A3 0.55 0.00 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.66 0.11

A4 0.50 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.58 0.08

A5 0.50 0.00 0.01 0.02 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.58 0.08

A6 0.56 0.00 0.02 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.66 0.10

A7 0.60 0.00 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.69 0.09

A8 0.51 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.70 0.09

A9 0.50 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.58 0.08

A10 0.60 0.00 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.69 0.09

B1 0.58 0.00 0.03 0.01 0.01 0.01 0.01 0.03 0.01 0.01 0.70 0.12

B2 0.52 0.00 0.01 0.01 0.01 0.03 0.01 0.01 0.01 0.01 0.62 0.10

B3 0.60 0.00 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.69 0.09

B4 0.51 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.60 0.09

B5 0.50 0.00 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.60 0.10

B6 0.57 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.66 0.09

B7 0.50 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.62 0.12

B8 0.50 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.02 0.60 0.10

B9 0.52 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.62 0.10


(44)

30

Lampiran 2. (Lanjutan 1)

Perlakuan Diameter Pertambahan Diameter (cm) Pengamatan ke- Diameter ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir

C1 0.54 0.00 0.02 0.01 0.01 0.03 0.01 0.01 0.01 0.01 0.65 0.11

C2 0.50 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.60 0.10

C3 0.52 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.61 0.09

C4 0.51 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.61 0.10

C5 0.60 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.03 0.01 0.03 0.01 0.73 0.13

C6 0.62 0.00 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 0.73 0.11

C7 0.50 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 0.61 0.11

C8 0.56 0.00 0.02 0.02 0.03 0.02 0.03 0.02 0.03 0.04 0.77 0.21

C9 0.57 0.00 0.02 0.01 0.01 0.04 0.01 0.01 0.01 0.02 0.70 0.13

C10 0.51 0.00 0.02 0.01 0.02 0.03 0.01 0.03 0.02 0.03 0.68 0.17

D1 0.50 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.59 0.09

D2 0.58 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.68 0.10

D3 0.60 0.00 0.01 0.02 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 0.71 0.11

D4 0.51 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.70 0.09

D5 0.63 0.00 0.02 0.01 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02 0.03 0.80 0.17

D6 0.50 0.00 0.01 0.01 0.02 0.04 0.02 0.01 0.02 0.01 0.64 0.14

D7 0.53 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.62 0.09

D8 0.52 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.61 0.09

D9 0.51 0.00 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.61 0.10


(45)

31

Lampiran 2. (Lanjutan 2)

Perlakuan Diameter Pertambahan Diameter (cm) Pengamatan ke- Diameter ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Diameter

E1 0.55 0.00 0.01 0.03 0.01 0.02 0.02 0.01 0.02 0.01 0.68 0.13

E2 0.57 0.00 0.02 0.03 0.04 0.02 0.04 0.02 0.02 0.02 0.78 0.21

E3 0.51 0.00 0.01 0.02 0.01 0.03 0.02 0.01 0.01 0.01 0.63 0.12

E4 0.51 0.00 0.01 0.03 0.04 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02 0.70 0.19

E5 0.51 0.00 0.02 0.02 0.03 0.04 0.02 0.02 0.02 0.02 0.70 0.19

E6 0.57 0.00 0.02 0.04 0.03 0.02 0.04 0.02 0.03 0.03 0.80 0.23

E7 0.52 0.00 0.01 0.02 0.01 0.03 0.02 0.01 0.02 0.02 0.65 0.13

E8 0.51 0.00 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 0.62 0.11

E9 0.60 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.03 0.01 0.01 0.03 0.73 0.13


(46)

32

Lampiran 3. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun

Perlakuan Jml Daun Pertambahan Jumlah Daun Pengamatan ke- Jml Daun ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Jumlah Daun

A1 7 0 0 0 0 2 0 0 0 0 9 2

A2 7 0 0 3 0 0 0 0 0 0 10 3

A3 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0

A4 10 0 1 0 0 0 0 0 0 0 11 1

A5 10 0 0 2 0 3 0 0 0 0 15 5

A6 6 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 1

A7 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

A8 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0

A9 5 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6 1

A10 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

B1 10 0 0 0 0 0 0 2 0 0 12 2

B2 8 0 1 0 0 0 0 0 2 0 11 3

B3 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0

B4 9 0 0 0 1 0 1 0 0 0 11 2

B5 9 0 0 2 0 0 0 0 0 0 11 2

B6 8 0 0 0 2 0 0 0 0 0 10 2

B7 12 0 0 1 0 0 0 0 0 0 13 1

B8 7 0 1 0 0 0 0 0 1 0 9 2

B9 8 0 0 4 0 0 0 0 0 0 12 4


(47)

33

Lampiran 3. (Lanjutan 1)

Perlakuan Jml Daun Pertambahan Jumlah Daun Pengamatan ke- Jml Daun ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Jumlah Daun

C1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0

C2 5 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 2

C3 7 0 0 2 0 0 0 0 0 0 9 2

C4 12 0 0 0 0 0 3 0 0 0 15 3

C5 9 0 0 3 0 0 0 0 0 0 12 3

C6 6 0 0 0 0 0 4 0 0 0 10 4

C7 8 0 0 0 0 0 0 0 2 0 10 2

C8 7 0 0 0 0 0 0 2 0 0 9 2

C9 7 0 2 0 0 0 0 0 0 0 9 2

C10 5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6 1

D1 8 0 0 2 0 0 0 0 1 0 11 3

D2 4 0 0 0 3 0 0 0 0 0 7 3

D3 6 0 3 0 0 0 0 0 0 0 9 3

D4 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0

D5 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

D6 10 0 0 0 0 0 3 0 0 0 13 3

D7 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

D8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0

D9 5 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 2


(48)

34

Lampiran 3. (Lanjutan 2)

Perlakuan Jml Daun Pertambahan Jumlah Daun Pengamatan ke- Jml Daun ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Jumlah Daun

E1 7 0 0 2 0 0 0 0 0 0 9 2

E2 9 0 0 0 0 0 2 0 0 0 11 2

E3 10 0 0 0 0 0 1 0 0 0 11 1

E4 10 0 0 2 0 0 0 0 0 0 12 2

E5 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0

E6 5 0 0 0 0 0 0 4 0 0 9 4

E7 8 0 0 0 0 0 1 0 0 0 9 1

E8 6 0 0 2 0 0 0 0 0 0 8 2

E9 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0


(49)

35

Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Menggunakan SAS The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

Perlakuan 5 A B C D E

Number of Observations Read 50 Number of Observations Used 50

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 4 3.94120000 0.98530000 5.27 0.0014

Error 45 8.41900000 0.18708889

Corrected Total 49 12.36020000

R-Square Coeff Var Root MSE tinggi Mean

0.318862 33.63435 0.432538 1.286000

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 4 3.94120000 0.98530000 5.27 0.0014

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 4 3.94120000 0.98530000 5.27 0.0014

Duncan's Multiple Range Test for tinggi

Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha: 0.05 df: 45 MSE: 0.187089

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .3896 .4097 .4229 .4325

Means with the same letter are not significantly different

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 1.8300 10 E

B 1.2400 10 C

B

B 1.1900 10 B

B

B 1.1400 10 D

B


(50)

36

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter Menggunakan SAS

The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

Perlakuan 5 A B C D E

Number of Observations Read 50 Number of Observations Used 50

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 4 0.03401200 0.00850300 9.43 <.0001

Error 45 0.04059000 0.00090200

Corrected Total 49 0.07460200

R-Square Coeff Var Root MSE tinggi Mean

0.455913 25.32320 0.030033 0.118600

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 4 0.03401200 0.00850300 9.43 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 4 0.03401200 0.00850300 9.43 <.0001

Duncan's Multiple Range Test for diameter

Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha: 0.05 df: 45 MSE: 0.000902

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .02705 .02845 .02937 .03003

Means with the same letter are not significantly different

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 0.16600 10 E

B 0.12600 10 C

B

C B 0.10700 10 D

C B

C B 0.10100 10 B

C


(51)

37

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Menggunakan SAS

The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

Perlakuan 5 A B C D E

Number of Observations Read 50 Number of Observations Used 50

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 4 5.7200000 1.4300000 0.60 0.6671

Error 45 107.9000000 2.3977778

Corrected Total 49 113.6200000

R-Square Coeff Var Root MSE jml_daun Mean

0.050343 88.99287 1.548476 1.740000

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 4 5.72000000 1.43000000 0.60 0.6671

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 4 5.72000000 1.43000000 0.60 0.6671

The SAS System The GLM Procedure

Perlakuan Mean N Std Dev A 1.3000 10 1,636392 B 1.8000 10 1,229273 C 2.1000 10 1,100505 D 1.4000 10 1,505545 E 2.1000 10 2,078995


(1)

32

Lampiran 3. Tally Sheet Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun

Perlakuan Jml Daun Pertambahan Jumlah Daun Pengamatan ke- Jml Daun ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Jumlah Daun

A1 7 0 0 0 0 2 0 0 0 0 9 2

A2 7 0 0 3 0 0 0 0 0 0 10 3

A3 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0

A4 10 0 1 0 0 0 0 0 0 0 11 1

A5 10 0 0 2 0 3 0 0 0 0 15 5

A6 6 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 1

A7 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

A8 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0

A9 5 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6 1

A10 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

B1 10 0 0 0 0 0 0 2 0 0 12 2

B2 8 0 1 0 0 0 0 0 2 0 11 3

B3 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0

B4 9 0 0 0 1 0 1 0 0 0 11 2

B5 9 0 0 2 0 0 0 0 0 0 11 2

B6 8 0 0 0 2 0 0 0 0 0 10 2

B7 12 0 0 1 0 0 0 0 0 0 13 1

B8 7 0 1 0 0 0 0 0 1 0 9 2

B9 8 0 0 4 0 0 0 0 0 0 12 4


(2)

33

Lampiran 3. (Lanjutan 1)

Perlakuan Jml Daun Pertambahan Jumlah Daun Pengamatan ke- Jml Daun ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Jumlah Daun

C1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0

C2 5 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 2

C3 7 0 0 2 0 0 0 0 0 0 9 2

C4 12 0 0 0 0 0 3 0 0 0 15 3

C5 9 0 0 3 0 0 0 0 0 0 12 3

C6 6 0 0 0 0 0 4 0 0 0 10 4

C7 8 0 0 0 0 0 0 0 2 0 10 2

C8 7 0 0 0 0 0 0 2 0 0 9 2

C9 7 0 2 0 0 0 0 0 0 0 9 2

C10 5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6 1

D1 8 0 0 2 0 0 0 0 1 0 11 3

D2 4 0 0 0 3 0 0 0 0 0 7 3

D3 6 0 3 0 0 0 0 0 0 0 9 3

D4 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0

D5 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

D6 10 0 0 0 0 0 3 0 0 0 13 3

D7 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

D8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0

D9 5 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 2


(3)

34

Lampiran 3. (Lanjutan 2)

Perlakuan Jml Daun Pertambahan Jumlah Daun Pengamatan ke- Jml Daun ∆ Pertambahan Keterangan

Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Akhir Jumlah Daun

E1 7 0 0 2 0 0 0 0 0 0 9 2

E2 9 0 0 0 0 0 2 0 0 0 11 2

E3 10 0 0 0 0 0 1 0 0 0 11 1

E4 10 0 0 2 0 0 0 0 0 0 12 2

E5 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0

E6 5 0 0 0 0 0 0 4 0 0 9 4

E7 8 0 0 0 0 0 1 0 0 0 9 1

E8 6 0 0 2 0 0 0 0 0 0 8 2

E9 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0


(4)

35

Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Menggunakan SAS The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values Perlakuan 5 A B C D E

Number of Observations Read 50 Number of Observations Used 50

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 3.94120000 0.98530000 5.27 0.0014 Error 45 8.41900000 0.18708889

Corrected Total 49 12.36020000

R-Square Coeff Var Root MSE tinggi Mean 0.318862 33.63435 0.432538 1.286000

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 4 3.94120000 0.98530000 5.27 0.0014 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 4 3.94120000 0.98530000 5.27 0.0014

Duncan's Multiple Range Test for tinggi

Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha: 0.05 df: 45 MSE: 0.187089 Number of Means 2 3 4 5

Critical Range .3896 .4097 .4229 .4325 Means with the same letter

are not significantly different

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 1.8300 10 E

B 1.2400 10 C B

B 1.1900 10 B B

B 1.1400 10 D B


(5)

36

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Diameter Menggunakan SAS The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values Perlakuan 5 A B C D E

Number of Observations Read 50 Number of Observations Used 50

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 0.03401200 0.00850300 9.43 <.0001 Error 45 0.04059000 0.00090200

Corrected Total 49 0.07460200

R-Square Coeff Var Root MSE tinggi Mean 0.455913 25.32320 0.030033 0.118600

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 4 0.03401200 0.00850300 9.43 <.0001 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 4 0.03401200 0.00850300 9.43 <.0001

Duncan's Multiple Range Test for diameter

Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha: 0.05 df: 45 MSE: 0.000902 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .02705 .02845 .02937 .03003

Means with the same letter are not significantly different

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 0.16600 10 E

B 0.12600 10 C B

C B 0.10700 10 D

C B

C B 0.10100 10 B

C


(6)

37

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Menggunakan SAS The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values Perlakuan 5 A B C D E

Number of Observations Read 50 Number of Observations Used 50

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 5.7200000 1.4300000 0.60 0.6671 Error 45 107.9000000 2.3977778

Corrected Total 49 113.6200000

R-Square Coeff Var Root MSE jml_daun Mean 0.050343 88.99287 1.548476 1.740000

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 4 5.72000000 1.43000000 0.60 0.6671 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 4 5.72000000 1.43000000 0.60 0.6671

The SAS System The GLM Procedure Perlakuan Mean N Std Dev A 1.3000 10 1,636392 B 1.8000 10 1,229273 C 2.1000 10 1,100505 D 1.4000 10 1,505545 E 2.1000 10 2,078995