BAB IV PERJANJIAN PELAKU USAHA DENGAN PIHAK LUAR NEGERI YANG
BERTENTANGAN DENGAN UU NO. 5 TAHUN 1999 A. Perjanjian Pelaku Usaha dengan Pihak Luar Negeri
1. Gambaran umum perjanjian pelaku usaha dengan pihak luar negeri
Berbisnis dengan dunia menjadi tema dekade sekarang. Pada tahun 1990- an telah bermunculan berbagai kesepakatan perdagangan di antara negara-negara
di seluruh dunia.
151
Perubahan kebijakan pemerintah didasari oleh kebutuhan dan tuntutan warganya, terutama kalangan bisnis yang memiliki pengaruh besar. Perusahaan-
perusahaan besar dan pedagang-pedagang individual selalu mencari peluang di negara-negara lain untuk membuat kesepakatan atau perjanjian transaksi dalam
pasar internasional. Meskipun beberapa negara terus memaksa mengisolasi diri,
kebanyakan negara mulai mengakui bahwa pengembangan dan pemanfaatan strategi ekonomi global sangat penting bagi pertumbuhan dan pemeliharaan
ekonomi yang kuat. Kebanyakan dorongan untuk menuju globalisasi muncul dari sektor bisnis.
152
151
Putaran Uruguay menghasilkan General Agreement on Tariff and Trade GATT, yang ditandatangani oleh 117 negara pada tahun 1993, North American Free Trade Agreement
NAFTA pada tahun 1993 dan United States Preference Act ATPA pada tahun 1991
152
Karla C. Shippey, J.D, Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, Jakarta: PPM, 2001, hlm. 12-13
Universitas Sumatera Utara
Istilah perjanjian dalam hal ini merupakan kesepadanan dari istilah “Overeenkomst” dalam bahasa
Belanda
atau “Agreement” dalam bahasa Inggris, yang menyebabkan istilah ini lebih sempit dari istilah “Perikatan”.
153
a. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang dimaksudkan tentang
perjanjian yang tertulis semata; Selain itu,
terdapat juga istilah kontrak dengan berbagai macam konotasi dari kata tersebut, seperti:
b. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur dalam
perjanjian-perjanjian dalam dunia bisnis semata-mata c.
Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian internasional, multinasional atau perjanjian
dengan perusahaan-perusahaan mulinasional; d.
Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian yang prestasinya dilakukan oleh kedua belah
pihak. Adapun penulis menyatakan pemakaian istilah kontrak dalam bagian
perjanjian ini karena kemiripan pengertian dari kedua kata tersebut seperti halnya berikut ini:
a. Kontrak menurut Black Law Dictionary adalah suatu kesepakatan yang
diperjanjikan promissory agreement diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum;
153
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
b. Kontrak menurut Steven H. Gifis adalah serangkaian perjanjian di mana
hukum memberikan ganti kerugian terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap
sebagai suatu tugas; c.
Kontrak, menurut Karla C. Shippey, J.D dalam pengertian yang luas, adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih;
d. Kontrak menurut Pasal 1313 KUHPerdata dalam hal ini disebut perjanjian
sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih;
Jadi, berbeda dengan konotasi-konotasi kontrak di atas bahwa kontrak itu harus tertulis, namun sebenarnya istilah kontrak dapat juga dipakai apabila suatu
perjanjian bukan merupakan perjanjian tertulis
154
seperti yang dicakup dalam Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999.
155
Adapun dari sejarahnya kontrak merupakan akibat dari pengaruh doktrin laissez-faire di mana menurut doktrin tersebut membebaskan para pihak untuk
membuat perjanjian secara bebas karena menurutnya para pihak merupakan penilai yang paling bagus untuk kepentingan mereka masing-masing. Dan ketika
pilihan telah dibuat, pekerjaan dari pengadilan hanyalah sebagai wasit untuk memastikan bahwa para pihak memenuhi janji mereka masing-masing, dan bukan
154
Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta: PT. Prenhalindo, 2000, hlm. 179
155
Definisi Perjanjian menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999 adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku
usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Universitas Sumatera Utara
merupakan tugas pengadilan untuk menilai apakah penawaran dalam kontrak yang telah dilakukan adil bagi para pihak atau tidak.
156
Dari pengertian tersebut dapat kita lihat bahwa yang melakukan perjanjian dapat berupa orang perorangan atau badan usaha, yang menurut peraturan di
Indonesia dapat terdiri dari Pasal 1 butir 5 UU No. 5 Tahun 1999 memberikan definisi pelaku usaha
sebagai berikut: “Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.
157
1. Badan usaha yang bukan badan hukum
:
a. Perseroan maatschap
b. Usaha dagang
c. Perseroan firma
d. Perseroan komanditer
2. Badan usaha yang berbentuk badan hukum
a. Perseroan terbatas
b. Perusahaan Negara atau Badan usaha milik negara
c. Koperasi
d. Yayasan
156
Catherine Elliott Frances Quinn, Contract Law, Essex, England: Pearson Education Limited, 2003, hlm. 4
157
M. Udin Silalahi, Badan Hukum dan Organisasi Perusahaan, op.cit, hlm. 4-10
Universitas Sumatera Utara
Selain dalam bentuk kontrak, perjanjian pelaku usaha Indonesia dengan pihak asing yang paling banyak dijumpai merupakan bentuk penanaman modal.
Jenis-jenis penanaman modal asing ke dalam negeri dapat diuraikan berikut
158
a. Joint venture adalah kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik
modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka. Kerjasama yang sering disebut “Contract of Operation” ini tidak membentuk suatu badan
hukum baru seperti pada joint enterprise. Beberapa kontrak yang merupakan bentuk kerjasama antara modal nasional dan orang asing adalah yang dikenal
dengan nama “technical asssitance” atau “technical service”, “franchise and brand use agreement” dan “management contract” yang kesemuanya ini
merupakan non-equity joint ventures. :
b. Joint enterprise merupakan perusahaan terbatas yang dimiliki oleh pemilik
modal asing dan nasional. c.
Kontrak karya terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerjasama
dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. d.
Production sharing atau bagi hasil dengan cara kredit yang diberikan oleh pihak asing akan dikembalikan beserta bunganya dari produksi perusahaan
yang bersangkutan, yang biasa dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan nasional tersebut mengekspor hasilnya ke negara
pemberi kredit.
158
C.F.G. Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah Transisi dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Bandung: Binacipta, 1972, hlm. 129-158
Universitas Sumatera Utara
e. Portofolio investment dimana modal asing menyertai suatu badan usaha dan
decision-making dari perusahaan tersebut juga datang dari pihak asing tersebut namun nama perusahaan serta pengurusnya merupakan orang Indonesia.
2. Pembatasan kebebasan melakukan perjanjian kebebasan berkontrak